Hung Out

By Bellazmr

5.4M 276K 58.7K

[SUDAH DITERBITKAN] "Kamu tahu apa beda kopi dan mencintai kamu? Tak ada yang berbeda, keduanya sama-sama pah... More

1. Sebutan Teman
2. Belum Saatnya
3. Sebuah Permintaan
4. Dunia Teleskop
5. Bara & Leta
6. Imajinasi Terindah
7. Tentang Dia
8. Kemakan Omongan
10. Kamu yang Berubah
11. Arti Hidup
👦HUNG OUT ALL CAST👧
12. Apakah Dia Baik-Baik Saja?
13. Kamu tidak Mengerti
14. Caraku Bertahan
15. Susah Senang Sama-Sama
16. Aku Baik-Baik Saja
17. Mencintai atau Dicintai
18. Rasa yang Tersimpulkan
19. Rasa
20. Topeng yang Terbuka
🙏NOVEL HUNG OUT🙇
21. Fase Jenuh
22. Putus
23. Cemburu
24. Hati yang Terluka
25. Pupus
OPEN PO NOVEL HUNG OUT

9. Dia, Jiwa yang Rapuh

109K 10.3K 1.2K
By Bellazmr

Bagian Sembilan

"Dia yang terlihat baik-baik saja, adalah dia yang paling banyak menyimpan luka."

-Hung Out-

Dua perempuan itu duduk di sisi kanan dan kiri tempat tidur, keduanya saling berpandangan. Lalu suara perempuan yang berada di atas tempat tidur mengintrupsi keduanya.

"Beneran nih?"

"Iya bener, masa kami bohong sih," balasnya.

Valen, perempuan yang sekarang sedang membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur tersenyum lebar. Sangat lebar. "Gabrino nanyain aku, sekolah atau nggak sampai ke kelas?" ulangnya.

Perempuan dengan nama Tari Gumilar itu menganggukan kepalanya.

"Masa gue bohong sih, iya nggak Sha? Gabrino ke kelas kan tadi?" Tari menoleh menatap Resha yang duduk berseberangan dengannya.

Resha mengangguk mengiyakan.

Valen terkekeh geli. "Sering-sering aja deh aku nggak masuk biar Gabrino nanyain," ujarnya.

Resha menjitak kepala Valen pelan. "Lo tuh ya," geramnya. Kepalanya menggeleng kesal menatap Valen yang terus saja tersenyum seperti orang gila semenjak Resha dan Tari, dua sahabat dekat Valen menjenguknya ke rumah dan menceritakan jika hari ini Gabrino datang ke kelas IPA 1 hanya untuk menanyakan apa Valen masuk sekolah atau tidak.

Tari terbahak, beda halnya dengan Resha yang kadang selalu mengingatkan Valen untuk tidak menyukai Gabrino. Tari malah menjadi penyemangat Valen untuk terus mengejar cinta Gabrino.

"Mukanya kayak aneh itu pas tahu lo nggak masuk," beber Tari lagi.

Valen terus saja tersenyum.

"Kayaknya nih ya, dia khawatir sama lo," lanjut Tari dan Valen yakin jika hari ini ia akan tersenyum sepanjang hari.

Resha mendesah lalu ia mengomentari ucapan Tari. "Kalau Ateng emang khawatir dengan Valen, dia pasti datang buat jenguk Valen. Bukan begitu?"

mendadak ucapan Resha larut dalam pikiran Valen.

Apa benar ia peduli? Atau ini hanya sebuah harapan yang aku ciptakan di tengah keputusasaan.

"Dia akan datang kalau dia benaran khawatir," Tari membalas sembari tersenyum menenangkan Valen.

-Hung Out-

Frans baru saja selesai bermain futsal, ia berlari ke pinggir lapangan lalu duduk di samping Gabrino yag hari ini entah ketabrak becak dimana sampai jadi pendiam hari inu

"Kenapa sih?"tanya Frans setelah laki-laki itu selesai membuka penutup botol air mineralnya.

Gabrino mengangkat bahu, Frans mengerinyit heran karena itu.

"Lo lagi puasa ya? Diam mulu," komentar Frans lagi.

Gabrino menggeleng.

"Lalu kenapa?"

Gabrino mendesah pelan, lalu menoleh kepada Frans. "Valen sakit."

Frans yang kebetulan saat itu sedang minum terbatuk-batuk mendengar penuturan dari Gabrino, sedangkan Gabrino malah diam saja memperhatikan Frans yang terbatuk dengan alis terangkat.

"Kenapa?"

Ada beberapa menit terbuang bagi Frans untuk menatap Gabrino dengan pandangan tidak terbaca sebelum akhirnya senyum tengil laki-laki itu bertengger di wajahnya. "Sejak kapan seorang Gabrino Fadel peduli dengan Valenia Talita, atau gue aja nih yang ketinggalan cerita?" Frans meledek.

Decakan terdengar dari bibir Gabrino.

"Gue kan cuma ngomong dia sakit."

"Gue kan cuma nanya sejak kapan lo peduli," balas Frans cepat.

Gabrino terperanjat.

Frans menatap Gabrino dengan senyum geli, tangannya terulur untuk merangkul bahu laki-laki itu. "Bro, sudah nyerah juga lo sama si Valen?"

Gabrino menoleh, menatap Frans dengan mata yang menyipit. "Nyerah apaan?"

"Nyerah untuk akhirnya buka hati lo buat dia," kekeh Frans.

"Apaan sih."

"Sudah lo ngaku aja."

Gabrino menurunkan lengan Frans yang berada di bahunya, kemudian laki-laki itu berdiri dan bersiap pergi meninggalkan Frans yang masih saja tertawa. Lantas Gabrino benaran pergi meninggalkan Frans.

"EH MAU KEMANA?" Frans menjerit.

Gabrino menjawab tanpa menoleh, "MAU MANDI WAJIB, TAKUT KETIBAN SIAL ABIS DIRANGKUL DA'JAL," balasnya memekik sambil terus meneruskan langkahnya.

-Hung Out-

Jam terus saja bergerak hingga jarum pendeknya kini menyentuh angka delapan, senyum Valen yang tadi merekah sepanjang siang hingga sore mendadak redup. Ia menatap jendela di kamarnya yang remang-remang memancarkan sinar dari lampu luar. Tubuh Valen menyamping menatap jendela tersebut.

"Dia tidak datang," bisik Valen kepada dirinya sendiri. Valen tersenyum pedih, senyum merekahnya yang tadi sudah lenyap.

Valen kembali membisikkan kalimat lain pada dirinya. "Dia mana mungkin peduli sama kamu Len, kamu harus ngerti dia baik sama kamu kemarin karena kamu sakit bukan karena dia peduli."

Air yang menggenang pada mata Valen sudah berada di ujung, namun Valen sama sekali tidak berminat untuk membuat air mata itu jatuh. Terlebih dahulu ia mengusapnya sebelum air matanya itu jatuh.

"Aku berharap banyak pada dirinya, sampai-sampai aku melupakan fakta bahwa aku tidak berarti apa-apa baginya," batin Valen berkata.

Darah segar menggalir dari hidung perempuan tersebut, Valen menggetahui itu dan ia hanya menaruh tangan kanannya untuk menghentikan darah tersebut. Valen menarik napas sedalam mungkin, lalu memilih untuk memejamkan matanya alih-alih mengambil obat untuk menyembuhkan mimisannya.

-Hung Out-

Laki-laki itu duduk sambil menatap perempuan di hadapannya dengan raut wajah gamang, sedangkan sosok wanita di sampingnya berulang lali menghela napas

"Dia tidur," kata wanita itu.

Gabrino mengangguk pelan. Matanya tak henti menatap Valen yang kini terbaring tenang di hadapannya.

Wanita itu mengusap bahu Gabrino lalu mengajak laki-laki itu untuk beranjak dari tempat tersebut, namun Gabrino menggeleng kepada mama Valen, kemudian ia tersenyum tipis.

"Sebentar tante."

Vivian mengangguk. "Tante tunggu di ruang keluarga ya."

"Iya Tante."

Lalu Vivian keluar dari kamar Valen yang didominasi dengan warna merah muda dan beraroma strawberry cream, Valen memang menyukai warna dan bau itu. Bahkan Gabrino pernah diam -diam juga tahu itu dari bau parfum perempuan tersebut.

Strawberry cream

Vivian meninggalkan Gabrino sendiri yang saat ini masih terduduk di kursi yang berada di samping tempat tidur Valen.

Gabrino menarik napas dalam. Tangan Gabrino mengusap kepala Valen dengan pelan, wajah perempuan itu terlihat redup berbeda dengan yang biasanya Gabrino lihat.

"Lo itu kayak lubang hitam, berulang kali gue berusaha menghindar tetap saja akhirnya gue terhisap masuk ke dalamnya," bisiknya. Gabrino menatap Valen dalam pandangan lurus.

"Gue khawatir."

-Hung Out-

Gabrino duduk di hadapan Vivian, keduanya terdiam cukup lama semenjak Gabrino kembali dari kamar Valen. Jarum jam pendek sudah hampir menyentuh angka sebelas dan Gabrino tahu kedatangannya benar-benar sudah telat malam itu.

Vivia menyorongkan segelas teh untuk Gabrino, hal yang membuat senyum sopan Gabrini hadir menghiasi wajahnya.

"Gabrino Fadel?"

Gabrino mengangguk, Vivian tersenyum. "Valen banyak cerita tentang kamu," ungkap Vivian.

Gabrino tetap mempertahankan senyum sopannya.

"Valen cerita kalau kamu itu orangnya baik, suka bikin orang tertawa," Vivian menggulang cerita mengenai Gabrino dari Valen. Satu hal yang membuat Gabrino hanya diam.

Vivian lalu menceritakan beberapa cerita tentang Gabrino yang ia tahu dari Valen. Cerita terakhir Vivian di tutup dengan kalimat. "Makasih ya sudah buat Valen begitu bahagia."

Gabrino diam saja, bibirnya tidak melepas senyum. Sekadar senyum formal. Dari percakapan itu Gabrino tahu jika sifat ceria Valen banyak diturunkan dari mami perempuan tersebut. Vibia menarik napas dalam, ia menghentikan ceritanya membiarkan sunyi menikam kedua manusia yang tengah duduk berhadapan di ruang kelaurga kediaman Vivian.

Lalu kebisuan tetap merajai keduanya selama beberapa saat, Gabrino paling tidak suka kondisi seperti ini. Sampai ia mulai berkata pelan. "Tante, Valen sa..."

Vivian mendongak perempuan itu tersenyum pedih.

"Dia sakit."

Vivian tersenyum pedih.

Gabrino berniat ingin bertanya namun Vivian sudah duluan menjawab. "Dia nggak seperti orang kebanyakan, Valen cuma hidup dengan satu ginjal."

Napas Gabrino tercekat, dadanya seolah menolak semua oksigen yang berniat masuk ke dalam paru-parunya.

Vivian berkata pelan. "Dari kecil dia sering sakit-sakitan, namun Valen selalu menganggap dirinya baik-baik saja. Padahal tante tahu dia nggak baik-baik saja."

Lalu setetes air mata Vivian jatuh pada wajah perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah menginjak kepala empat itu.

"Tante cuma punya dia, satu-satunya alasan yang membuat tante bertahan hanya dia. Valen." Vivian menghapus air matanya untuk tersenyum, pada saat itu ia melihat Gabrino yang kehilangan kata-kata semenjak ia menceritakan mengenai kondisi Valen. "Tolong jangan pernah kamu kasih tahu mengenai ini, Valen sama sekali nggak mau satu orangpun tahu kalau dia sakit."

Gabrino tetap diam.

"Dia yang kadang terlihat baik-baik saja, nyatanya tidak seperti yang kamu lihat. Dia rapuh, dia seperti sebuah kertas yang telah dibakar hingga menjadi abu. Sekali kamu menghembuskan udara, maka kertas tersebut abu-abu itu akan berterbangan."

"Tante."

Vivian tersenyum. "Tante nggak egois Gab, tante nggak akan maksa kamu dengan minta kamu di sisi Valen atau buat dia bahagia. Enggak, tante nggak seegois itu."

Mata Gabrino menatap lekat manik mata Vivian, seolah ia tersedot pada hitam pekat mata itu. Mata itu ... Gabrino merindukan seseorang lewat manik mata itu.

"Kadang meninggalkan tanpa kata lebih baik daripada bertahan tanpa rasa."

"Tante," Gabrino memanggil Vivian. Ia tidak mengerti ucapan wanita tersebut

"Jangan jadikan ini alasan kamu kasian sama Valen, tolong jangan. Dia memang suka sama kamu, tapi dia mengerti kalau emang kamu nggak suka sama dia. Dia pasti akan berhenti, anggap saja tante manggil kamu malam ini hanya agar kamu tahu jika anak saya benar-benar suka sama kamu," lanjut Vivian.

Tangannya mengusap bahu Gabrino. "Semoga kamu mengerti."

Bersambung

Kurang ya feelnya? Haha. Maaf ya.

Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 226K 68
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
6.7M 218K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
5.1M 382K 54
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
6.3M 270K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...