The Covenant

By VanadiumZoe

38.2K 8.7K 3K

Perjanjian tidak terduga yang ditawarkan Jimin pada Sera pada hari kencan buta, pada akhirnya membawa Jimin p... More

CATATAN PENULIS
INTRO_EGO
1
2
3
WILDFLOWER
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
AUTUMN NIGHT
1
2
3
5
6
7
8
9
10
11
FOR YOU
1
2
3
4
5
6
LOVE POEM
1
2
3
4
5
6
7
8
TEARS
1
2
3
4
5
DARKSIDE
1
2
3
4
5
6

4

679 159 49
By VanadiumZoe

👑 🐥 👑

🌷🌷🌷

Mimpi Sera malam itu dipicu kelelahan paska mendapat penyerangan tidak terduga, sakit perut di sepanjang tidur, membuahkan memori kelam masa lalu, mengusik alam bawah sadar sampai Sera terisak-isak dalam kegelapan.

Itu adalah malam hangat awal minggu musim gugur, Sera diajak jalan-jalan oleh Taehyung, menghabiskan libur akhir pekan di pulau Jeju sekaligus merayakan hari terakhir Taehyung syuting film perdananya.

Hubungan mereka sedang berada di waktu baik, selama Sera bersama Taehyung ada masa pria itu bersikap manis selayak pacar yang Sera idam-idamkan. Meski di waktu berbeda, Taehyung berubah sangat jahat sampai memukul dan memakinya.

Sera tidak tahu apa yang Taehyung pikirkan, pria itu sulit ditebak, atau Sera yang kelewat bodoh mengendus keganjilan atas sikap Taehyung terhadapnya, karena terkadang cinta bisa membuat seseorang melepaskan otak dan logika.

Mereka menelusuri pantai pukul 9 malam, permukaan air dijatuhi cahaya bulan tampak seperti tumpahan emas. Taehyung menggandeng tangannya, bercerita tentang hal-hal buruk selama syuting sebab lawan mainnya diisi oleh aktor-aktor kawakan.

"Kau 'kan sudah sering syuting," kata Sera, tidak paham dengan keluhan Taehyung.

"Syuting film dan drama itu berbeda," ujar Taehyung singkat.

Keduanya melanjutkan jalan sampai ke ujung pantai, agak jauh dari hotel, sebelum Taehyung berhenti mendadak saat melihat sepasang manusia tengah saling bercumbu ditempat umum. Taehyung buru-buru memutar bahu Sera, menarik gadis itu menjauh, berbalik arah sambil mengumpat.

"Sial, kenapa mereka harus melakukannya di sini?" gumam Taehyung, tapi berbeda dengan Sera yang terpaku.

"Tunggu!" kata Sera, berbalik ke arah pasangan yang nyaris tiduran di atas pasir pantai beralas permadani.

"A-ayah?" gumam Sera, setelah yakin pria yang sedang bersama perempuan muda itu adalah ayah kandungnya.

Sera melepas genggaman Taehyung, berjalan tergesa menghampiri ayahnya. Dia menghardik bengis atas tindakan tidak pantas, dilakukan sosok ayah yang selama ini sangat dia hormati.

"Sera, ayah bisa jelaskan," kata Donghyun, mengancingkan kemeja yang nyaris terlepas.

"Tidak perlu," jawab Sera, menatap benci pada ayahnya. Dia berpaling ke sosok yang tampak tidak terganggu atas kehadirannya, jemarinya mengerat saat perempuan itu menaikkan dagu.

"Kau—dasar pelacur!"

"Cho Sera, jaga kata-katamu!"

Sera kian meradang melihat reaksi ayahnya, bagaimana sang ayah menyembunyikan gadis berengsek itu di balik lengan.

"Ayah, kau tidak ingat dengan ibuku, istrimu?! Bagaimana bisa kau malah bersama pelacur!"

Satu tamparan keras membuat Sera bungkam detik itu juga, dia menatap ayahnya bersama air mata kebencian yang teramat dalam.

"Sera, Ayah yang salah bukan Raina. Ayah yang menginginkannya, jadi hanya Ayah saja yang boleh kau hina bukan dia?!"

"Kau bukan ayahku! Aku benci padamu, seumur hidupku!" bentak Sera. "Aku harap Ayah cepat mati dan membusuk di neraka karena sudah menyakiti Ibuku!"

"CHO SERA!!!"

Sera terbangun bersama teriakan yang terkunci di ujung tenggorok, mata basah, jantungnya berdetak cepat, oksigen terasa tidak ada di sekitarnya. Butuh tujuh detik bagi dia menyadari semua kejadian hanya mimpi dan sekarang kepalanya berdenyut-denyut menyakitkan.

Sera memandangi kamarnya yang terang benderang, sekujur tubuhnya gemetar, tapi di kamar tidak ada orang lain. Jam di nakas menunjuk pukul 10 lewat 7 menit, sesaat kemudian barulah dia ingat kalau sedang berada di kamar Jimin bukan di kamarnya.

Sera mengusap peluh di wajah, mencoba menarik napas lebih normal selama setengah jam. Dia melirik kulkas dekat meja kerja Jimin, membukanya dan mengeluh. Jimin cuma menyimpan berbotol-botol Soju, Kloud Beer kalengan, minuman stamina dan sebotol air mineral tersisa setengah.

Sera meminum air itu sambil tetap mengeluh, dia nyaris tersedak saat biji matanya melirik dua kondom wangi bubblegum di rak pintu kulkas.

"Cih, kadaluarsa masih disimpan," gumamnya, mengambil dan membuangnya di tong sampah samping kulkas.

Pandangannya kini tertuju pada tumpukan kertas di tong sampah yang bersih itu, isinya hanya potongan kertas yang dirobek sembarang. Sera berjongkok, entah bagaimana caranya kertas-kertas itu begitu menarik perhatian. Dia meraup segenggam, membaca tulisan tangan Jimin yang ternyata terlalu rapi dan teratur.

Sera duduk di kursi kerja Jimin dan mulai membaca, rasanya aneh, bagaimana tulisan tangan itu membuatnya tersenyum, lucu membayangkan saat Jimin menulisnya. Kenapa juga dia harus membayangkannya—pikir Sera, tidak paham.

Sera mengembalikan kertas-kertas itu ke tong sampah, mengalihkan pandang ke map kuning di meja. Dia tidak bermaksud mengintip pekerjaan Jimin, tetapi tanpa sadar tangannya membuka map itu. Matanya membesar setelah menyadari itu adalah surat perjanjian pernikahan mereka.

"Dia benar-benar membuatnya," gumam Sera.

-

PERJANJANJIAN PERNIKAHAN

Kami, yang bertanda tangan di bawah ini:

Pihak Pertama: Park Jimin

Menyatakan setuju menikah dengan Cho Sera dan menjalani segala kewajiban suami untuk menafkahi, melindungi dan bertangggung jawab, bila ada hal-hal yang membuat perjanjian ini diperpanjang.

Pihak Kedua: Cho Sera

Menyatakan setuju menikah dengan Park Jimin dan menjalani segala kewajiban istri sebagai mana mestinya.

Kedua Pihak sepakat untuk saling menjaga nama baik, harkat dan martabat, tidak melakukan hal-hal buruk yang bisa mencoreng status pernikahan.

Perjanjian pernikahan berakhir dalam 7 bulan, kecuali terjadi hal yang telah disebutkan di atas.

Kontrak Pernikahan ini dibuat dalam keadaan sadar, tanpa paksaan dari pihak mana pun dan bermaterai cukup.

--

Sekarang kecemasan yang lebih besar datang, jangan-jangan Jimin akan mengikatnya seumur hidup dalam pernikahan sah menurut undang-undang negara tanpa bisa minta cerai. Tangan Sera turun dan berhenti di perutnya, bila hasil alat tes itu benar, maka sekarang ada nyawa lain yang hidup di rahimnya dan itu bukan atas nama Jimin.

Sera mondar mandir depan ranjang sambil menenteng kertas perjanjian, berpikir bagaimana cara memberitahu Jimin perihal kehamilan. Bagaimana kalau ternyata Jimin tidak mau diajak kerjasama dan balik menyerang, memberitahu semua orang hubungannya dengan Taehyung.

Mungkinkah dia akan dipenjara karena sudah menipu Jimin dan keluarganya? 

Atau mungkin dia dikurung selamanya di kamar Jimin; diikat, dipukul, dipaksa melayani Jimin selama pria itu mau?

Lama setelah itu, barulah Sera ingat bahwa yang tengah dia pikirkan Jimin, bukan Taehyung.

Aku harus bagaimana, Sera bicara pada dirinya sendiri, berjejal bersama segala rasa aman yang sulit dideskripsikan saat Jimin menemukannya tadi siang. Seolah-olah dia adalah sosok berarti dan Jimin takut kehilangan dirinya, tidak ingin dia terluka, rasa yang tidak pernah dia temukan saat bersama Taehyung.

Pintu kamar yang dibuka membuat Sera terlonjak dan nyaris menjerit, sosok yang tengah dia pikirkan muncul di muka pintu dengan dua kancing kemeja teratas sudah terbuka, jas hitam tersampir di bahu Jimin yang bidang. Rambut Jimin berantakan, otot lengan tercetak terlalu jelas di antara lengan kemeja yang digulung sampai siku.

"Kenapa belum tidur?"

Suara Jimin yang berat terdengar jauh lebih dalam dan serak, membuat penampilan pria itu jadi sulit diabaikan, menarik Sera sangat kuat untuk tetap memusatkan perhatian pada sosok Jimin. Dia salah tingkah begitu Jimin memangkas jarak, berdiri dua langkah di depannya.

"Menungguku?" tanya Jimin lagi, menunduk hingga menemukan manik jernih Sera yang kini balas menatap.

"Ah, tidak, maksudku—" otak Sera berhenti bekerja, Jimin tersenyum dan mengusap puncak kepalanya.

"Jadi aku tidak ditunggu, hhmm?" Suara Jimin berubah selembut bulu, halus, menenangkan.

Sera menggeleng. Ada jeda bimbang di antara keduanya, sampai Sera mengangkat kertas yang dia pegang di depan Jimin.

"Oh, kau sudah baca?"

"Aku tidak setuju," kata Sera, mendorong kertas perjanjian lebih dekat pada Jimin. "Aku tidak bisa menikah sungguhan denganmu, kecuali pernikahan kontrak yang wajar."

"Sayangnya, aku tidak bisa menjalani pernikahan yang terlalu drama."

"Kita tidak saling—" Sera mengambil jeda, "—tidak saling menyukai satu sama lain, aku tidak bisa melakukannya dengan pria tidak kusukai. Perempuan berbeda dengan pria," tukasnya.

"Tanda tangan atau tidak sama sekali." Jimin menanggapi terlalu tegas, tetapi kemudian dia menghela napas panjang dan melunak. "Aku sedang sangat lelah, kita bahas besok lagi, oke?"

Sera bergeming.

"Tidurlah, hari ini kau juga pasti sangat lelah." Jimin menunjuk ranjangnya, saat mengatakan kata tidur.

"Aku tidur di kamar tamu—"

"Di sini saja," potong Jimin. "Kamar tamu jarang dibersihkan, spreinya juga belum diganti."

"Biar kuganti."

"Waktu mabuk kau tidur di sini, di kamarku."

"Pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Sera guna mengalihkan pembicaraan, mundur selangkah karena detak jantungnya memukul-mukul dadanya terlalu kencang. Bingung sendiri kenapa dia harus deg-deg-an.

"Belum," jawab Jimin. "Pekerjaanku memang tidak pernah selesai, tidak ingat waktu tahu-tahu sudah malam."

"Oh," jawab Sera, nyaris bergumam. Dia tidak tahu pekerjaan Jimin secara detail, sekedar tahu Jimin pengacara spesialisasi percerian yang belakangan ganti haluan menjadi mengurus hukum bisnis dan kriminal.

Jimin membuka kancing-kancing kemejanya, Sera berkedip lebih sering begitu Jimin melepas kemeja secara keseluruhan.

"Ma-mau apa?" Sera mengeluh dalam hati, menyadari suaranya gemetar.

"Ah... aku lupa sedang berbagi kamar denganmu, tapi boleh dilihat kalau kau mau," tukasnya dengan senyum yang ditahan.

"Ngak!" Sera mencibir.

Jimin hanya tertawa, menyibak rambutnya yang mulai sedikit panjang.

"Butuh sesuatu atau mau langsung tidur?"

"Mau mandi," jawab Jimin. "Yuk—?" katanya, sambil menaikkan satu alis.

Sera mendesis, mendorong Jimin masuk ke walk in closet.

"Beneran nih, tidak mau lihat di bathtub?" tanya Jimin di depan pintu lemari, tawanya nyaris meledak saat Sera mendengus kesal sebelum berlalu keluar dari kamarnya.

Jimin membutuhkan waktu 20 menit untuk mandi dan berganti pakaian, muncul lagi saat Sera sudah kembali ke kamar dengan segelas air. Gadis itu buru-buru duduk saat Jimin mendekat, saling pandang dalam keganjilan sebelum Jimin berkata.

"Sudah lebih baik?"

Sera mengangguk, minum lagi lalu gelasnya dia taruh di nakas.

"Pelakunya sedang diurus pihak berwajib. Dia punya sedikit masalah denganku, maaf kau jadi kena imbasnya."

"Masalah apa?"

"Dia kalah di pengadilan, setelah menganiaya pacarnya."

"Menganiaya yang bagaimana?"

"Hhmm... sejenis sadomasokis. Dia sering memukuli pasangannya selama kegiataan seksual, sampai gadis itu stress dan trauma berat."

"Maksudmu, dipukul dan diikat? Diminta berteriak memohon sampai pasangannya puas?"

Jimin menaikkan sebelah alis, memandangi Sera lurus-lurus, mengamati bagaimana gadis itu langsung pucat dalam waktu dua detik.

"Kau pernah mengalaminya dengan Taehyung."

"A-apa?" Sera terkesiap. "Ti-tidak, aku hanya pernah nonton Fifty Shades of Grey dan semua orang nonton itu, 'kan?"

"Aku tidak."

Sera tertegun, seketika merasa buruk.

"Tidak cuma satu kali maksudnya," tukas Jimin sambil tertawa. "Hei, kenapa kau tegang sekali, seperti mau malam pertama saja." Jimin tertawa lagi, kali ini sampai Sera cemberut di antara menahan tawa.

Suasana kamar yang sempat hangat lamat-lamat berubah dingin, begitu Jimin mengubah topik pembicaraan yang dirasa Sera terlalu mendadak.

"Sebelum kita menikah, ada yang ingin kau bicarakan padaku?" Jimin tiba-tiba berkata. "Hal-hal yang mungkin harus kuketahui, tentang hubunganmu dengan Taehyung?"

Kerongkongan Sera tersekat, dia bergeser dari Jimin guna mengatur udara ke jantungnya yang tiba-tiba berdebar cepat dalam ketakutan. Pandangan Jimin terlalu menghakimi, dia sampai sulit menemukan kalimat pas untuk mengakui sesuatu hal yang nantinya sulit ditutupi, karena perutnya akan terus membesar di bulan-bulan berikutnya.

"Memangnya aku boleh mengaku apa pun padamu?" tanya Sera. "Apa yang akan kau lakukan, kalau aku mengakui semuanya?"

"Tergantung hal apa yang kau akui," jawab Jimin, nada suaranya belum berubah, memusatkan atensinya pada Sera.

"Pernikahan kita hanya perjanjian sampai hutangku lunas. Benar, 'kan?" tanya Sera.

"Memangnya kau ingin menikah denganku lebih lama?"

"Aku hanya ingin menikah satu kali," gumam Sera lirih, tapi masih bisa didengar Jimin.

"Aku juga."

Ada jeda senyap di antara mereka untuk dua detik, sebelum suara Sera kembali terdengar.

"A-aku, aku bukan calon istri yang baik." Sera menggenggam kedua tangannya di pangkuan.

"Aku juga bukan pria baik."

"Aku bodoh dan tidak pernah lulus kuliah."

"Kau punya aku, kau bisa bertanya apa saja padaku bila tidak mengerti suatu perkara."

Sera mengambil jeda, mengumpulkan semua keberanian juga keyakinan untuk mengaku pada Jimin. Cepat atau lambat dia pasti ketahuan. Meski pernikahan kontrak itu hanya tujuh bulan, keduanya akan tetap menghabiskan masa pernikahan bersama bayi dari pria lain.

"Aku—" napas Sera tercekat, tangannya yang saling genggam berubah sebeku salju, akhirnya berkata.

"Aku hamil." Sera mengambil jeda, mencoba menarik napas meski sulit. "Mungkin sekitar dua atau tiga minggu—dengan Taehyung," tukasnya susah payah.

Jimin tidak berkata apa-apa.

"Aku tahu kau akan berubah pikiran." Sera mundur perlahan, matanya mulai perih karena Jimin masih bergeming.

"Oke," kata Jimin tiba-tiba.

Sera yang sudah menundukkan kepala, otomatis menegakkannya lagi, air matanya urung jatuh sangking bingung bercampur terkejut. 

"Cuma oke?" tanya Sera, memastikan tidak salah dengar.

"Memangnya kau mau aku jawab apa?" Jimin menarik tangan Sera untuk digenggam.

"Jimin, aku hamil! Calon istrimu ini, mengandung bayi pria lain dan reaksimu cuma 'oke'?" Sera mengernyit kian bingung, memandang Jimin dalam ketidakpercayaan.

"Sebelum bertemu denganku, 'kan?"

"Ya, tentu saja, aku tidak menghianatimu. Maksudku saat aku bertemu denganmu, hubunganku dengan Taehyung sudah berakhir."

"Dia tidak mau menerima kehamilanmu?"

"Bisa dibilang begitu," kata Sera, agak pasrah. "Meskipun saat itu aku tidak yakin sedang hamil, aku hanya coba-coba untuk memastikan diriku sendiri dan ternyata Taehyung menolaknya."

Sera menatap Jimin yang memandangi, manik matanya berkaca-kaca lalu dia menangis begitu saja. Tiba-tiba Sera merasa sangat buruk, tidak berguna, tidak pantas dinikahi oleh pria mana pun. Tangis Sera pecah di detik berikutnya, terisak-isak dalam kecemasan akan masa depannya.

"Maafkan aku," gumam Sera di antara isak-tangis yang kian panjang, tubuhnya yang sejak tadi gemetar, perlahan hilang saat lengan Jimin melingkar di bahu dan punggungnya.

"Sera, kenapa minta maaf?" Jimin mengeratkan pelukan. "Aku juga sama sepertimu, bedanya aku laki-laki jadi tidak bisa hamil."

Sera yang tengah mengharu biru dalam kesedihannya mendadak tertawa, dia melepas pelukan Jimin dan memukuli lengan pria itu berkali-kali.

"Yak! Suasananya sedang sedih, kenapa malah membuat lelucon!"

Sera merengek lagi, Jimin memeluknya lagi.

"Kenyataannya memang begitu. Kalau pria bisa hamil, mungkin aku sudah lahiran berkali-kali. Kalau dihitung-hitung—agak sulit juga sih."

"Memangnya mantan pacarmu seberapa banyak?"

"Yang serius cuma satu. Sisanya menawarkan diri cuma-cuma, sayangkan kalau tidak dipakai?" Jimin tertawa saat Sera memukul punggungnya.

"Jadi cuma Luna?"

Jimin mengangguk.

"Luna sangat cantik, semua orang kepingin jadi dia." Sera mengeratkan pelukannya pada Jimin, mendadak cemas, takut kalau melonggarkan pelukan Jimin akan menghilang dari hidupnya.

"Memangnya kau mau jadi dia?"

Sera menggeleng.

Jimin melerai pelukan, menatap Sera lebih dekat, jemarinya menelusuri wajah Sera yang balas menatap dalam keyakinan yang sama-sama berusaha mereka rangkai.

Jimin memang tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, tapi yang pasti dia tidak ingin Sera terluka lagi, tidak ingin Taehyung menyakiti Sera lebih banyak. Alasan yang muncul setelah dia menduga Sera menyembunyikan kehamilan, setelah Sera diserang orang tidak dikenal dan mempercayakan dirinya kepadanya, alih-alih pada Taehyung yang saat itu juga berada di sana.

"Mau coba yang lebih serius?" Tangan kanan Jimin mengusap pipi Sera yang lembab. "Jika kita sama-sama memperjuangkan hubungan baik ini, pernikahan kita akan baik-baik saja."

Sera menatap Jimin lebih lekat, menyadari Jimin membuatnya berpikir; hidupnya tidak terlalu buruk. Penampilan tidak sejelek yang dia pikirkan, dia layak diharapkan pria selain Taehyung.

"Kita akan mengusahakan hubungan ini sama-sama, hhmm?" ucap Jimin, selembut kapas.

"Perjanjiannya?"

"Hhmm... bisa diabaikan kalau kau mau."

"Apa mungkin bisa berhasil?"

"Di dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin selama kita mengusahakannya."

Lagi-lagi Sera tertegun dengan cara pandang Jimin yang terasa mustahil bisa didengar dari pria lain. Dia tersenyum, mengangguk mengiyakan, sebelum Jimin tiba-tiba menciumnya pelipisnya.

"Jadi, kapan kita menikah?" tanya Jimin tiba-tiba.

"Terserah."

"Ya sudah, besok."

"Jangan besok juga."

"Katanya terserah?"

Sera cemberut, lalu terkejut saat Jimin menarik bahunya ke belakang dan mereka jatuh di ranjang, memandangi plafon kamar yang terang benderang.

"Oppa, bagaimana kalau ayahmu tidak setuju karena aku hamil duluan?"

Jimin tertawa, menarik Sera untuk bersandar ke dadanya, tapi Sera mendorongnya menjauh.

"Jangan cuma tertawa, aku serius."

"Paling pernikahannya dipercepat."

Sera duduk dalam satu gerakan sampai kepalanya berputar sebentar. Di sebelahnya Jimin ikut duduk, menunggu apa yang ingin Sera utarakan.

"Kau yakin bisa menerimanya?" Sera menarik tangan Jimin ke atas perutnya yang masih datar.

Jimin mengangguk. "Ini akan jadi rahasia kita saja, biarkan dia lahir sebagai penerus keluarga Park tanpa perlu diingatkan siapa ayah biologisnya."

Sera memandangi Jimin tanpa kata, lalu tiba-tiba dia menangis lagi.

"Hei, kenapa menangis lagi. Apa kata-kataku terlalu menyentuh?"

Bukannya berhenti Sera semakin menangis, tersedu sedan, tertunduk-tunduk di depan Jimin.

"Sera—" Jimin mengusap bahu Sera yang masih terisak.

"Benar tidak apa-apa?" tanya Sera sekali lagi.

"Iya," jawab Jimin. "Dan ini terakhir kali kita membahasnya, oke?"

Sera mengangguk.

"Sini peluk dulu, biar sedihnya hilang." Jimin menarik tubuh kecil Sera ke dalam rangkulan lengan, dipeluk erat-erat, digoyang kiri kanan sampai isak tangis Sera mereda dan mereka sama-sama tertawa.

"Oppa, kenapa kau baik sekali padaku?" Sera tersenyum saat Jimin kembali mengajaknya rebahan. Untuk pertama kali selama Sera mengenal Taehyung, dia tidak memikirkan pria itu sama sekali.

"Karena kau calon istriku," jawab Jimin, mengangkat jari Sera yang tersemat cincin ungu. "Kau tanggung jawabku selama memakai cincin ini."

Jemari tangan Jimin yang menjadi sandaran Sera, bergerak membelai helai demi helai surai Sera yang menyelinap di antara jari-jarinya. Selang empat menit, beban di lengan bertambah, Jimin tersenyum melihat Sera sudah ketiduran.

Jimin bergerak duduk hati-hati, pelan-pelan dia menarik lengan, membenarkan posisi tidur Sera dan menyelimutinya. Dia baru saja hendak berbaring di sisi yang kosong, tetapi ponselnya lebih dulu bergetar.

Sambil bergeser ke arah meja kerja supaya Sera tidak terganggu, Jimin menatap agak lama nama yang sudah lama tidak saling menyapa, nama seseorang yang dulu  menyelamatkan hidup orang yang dia sayangi.

"Halo Park Jimin, apa kabar?"

"Oh, Min Yoongi?—Kau?"

"Ya, aku. Sekedar menyapa, lama sekali kita tidak bertemu."

Jimin mengangguk, meski Yoongi tidak akan bisa melihatnya.

"Kapan-kapan kita harus bertemu minum kopi," kata Yoongi, ramah seperti yang biasa Jimin kenal selama ini.

"Semuanya baik-baik saja? Kau masih di Edinburgh?" tanya Jimin, duduk di kursi kerjanya.

"Aku sedang di Seoul, ada urusan."

"Oh, benarkah, sejak kapan?"

"Baru dua minggu. Bagaimana kabar Niara, dia sudah umur berapa sekarang?"

Jimin mengernyit, perpindahan topik yang tidak disangka-sangka itu membuat Jimin menarik napas berat, menegakkan punggung dan kepalanya sembari memperhatikan.

"Niara masih sekolah, kelas 12."

"Itu bagus, dia sudah bisa mengatasinya dengan baik."

"Ya, dia sudah melupakannya." Jimin mengambil jeda. "Terima kasih atas segala bantuanmu."

"Hei, Tuan Park. Kau terlalu sering berterima kasih—" jeda sebentar, terdengar suara gesekan sprei dan suara desahan perempuan di seberang.

"Kau sibuk?" tanya Jimin basa-basi, senyumnya terulas begitu Yoongi tertawa di seberang.

"Ah, tidak, dia sudah tidur," jawab Yoongi, santai. "Sebetulnya aku butuh sedikit bantuan, apa memungkinkan? Kudengar sekarang kau sangat sibuk dengan banyak kasus."

"Tentu saja akan kubantu. Sesuai perjanjian, kita akan saling membantu kapan dibutuhkan."

Yoongi tertawa lagi di seberang.

"Kau menganggap perjanjian kita serius?"

"Apa yang kau katakan Tuan Min, kau menyelamatkan nyawa dan masa depan adikku."

"Aku tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang harus dibalas, tapi baiklah akan kukabari waktunya. Kita harus bertemu, ngobrol lebih banyak tentang masalahku."

"Oke, tentu."

Panggilan itu selesai begitu saja, tapi Jimin merasakan kelegaan yang teramat besar mendapati Yoongi baik-baik saja meski sudah terlalu lama tidak mendengar kabar dari teman lamanya itu. 

Mereka nyaris tidak berkomunikasi semenjak Yoongi lebih banyak menetap di Skotlandia untuk menjalankan bisnis keluarga, salah satu teman Jimin kenal dalam lingkaran chaebol secara turun temurun.

Jimin meraup perjanjian pernikahan dengan Sera dari atas meja, membuang ke tong sampah, mengabaikan perjanjian tidak penting itu sebab ada perjanjian lain yang lebih darurat untuk dia urus. Jimin mulai berpikir kasus apa yang tengah menjerat Yoongi, yang dia tahu pengusaha itu sedang di atas angin sekarang.

Satu pesan dari kliennya yang lain mengalihkan pikiran Jimin, kali ini ada nama Seokjin di layar.

Aku mengirimkan barang bukti diemail, selebihnya kita bicarakan bsok.
Bisa bertemu jam brapa? kbri ak secepatnya.

Seketika, rasa kantuk Jimin hilang. Dia melirik Sera sebentar, gadis itu tidak bergerak, tertidur pulas di ranjangnya. Sementara jemarinya mulai membuka surel yang dikirimkan Seokjin. Lalu setelah dia membaca email itu, Jimin menyadari bila kasusnya kali ini akan alot dan sulit.

[]

👑 🐱 👑

Ini ⬆️ calon klien Jimin selanjutnya 🙂🙂

Note: Masalah adiknya Jimin (Park Niara) sudah pernah saya mention di part sebelumnya, silakan baca ulang kalau dirasa lupa. Sebab The Covenant... slow-update 🙂🙂

Continue Reading

You'll Also Like

924K 76.3K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
1.7K 243 5
"Kau pikir apa? Akan bahagia menjadi istriku? Jangankan tubuhmu, bayanganmu saja sama sekali tak menarik bagiku!" ā”€ā”€ā”€ā”€ā€¢^šŸ§ø^ā€¢ā”€ā”€ā”€ā”€ Gadis itu, yang teng...
127 64 12
[END] Kisah singkat seorang CEO bernama Marlo yang tidak sengaja dipertemukan dengan gadis penjual roti keliling
Bittersweet By `

Short Story

74.2K 8.8K 15
I never thought that trapped in a lie was this sweet. Ā©2017, goldyoongs