THE HUNTER

By wandereality

2K 256 18

"there are monsters living among us, and you are one of them" in which a monster decided to hunt down other m... More

summary + disclaimer
cast
playlist
epigraph
prolog
Part I
chapter one
chapter two
chapter three
chapter four

chapter five

79 10 2
By wandereality

c h a p t e r f i v e

"Sir, she didn't make it."

Seorang pria yang tengah menikmati santapan malamnya di dalam sebuah restoran mewah menghentikan santapannya ketika ia mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh seorang wanita berusia 20 tahunan yang sudah 3 tahun belakangan menjabat sebagai asistennya. Ia menurunkan garpu yang sedang dipegangnya dan menatap ke depan sambil berpikir dengan keras.

"Who did you sent again ?" tanya pria itu. Suara beratnya menggema di restoran mewah itu. Hanya ada dia, asistennya, dan 2 orang anak buahnya yang ada di dalam restoran mewah itu.

"Seira Halcom, sir," kata asistennya dengan pelan. "She was a tough one. She passed the test for Project RUN as the best. She was brilliant and-"

Wanita itu berhenti berbicara ketika pria yang sedang makan tadi mengangkat tangan kanannya. Pria itu kembali memakan makanan di hadapannya dalam diam.

"This Halcolm girl might had passed Project RUN as the best, but I trained the girl that she was hunting personally," kata pria itu.

"I'm sorry, sir," kata wanita itu pelan.

Pria itu terus melanjutkan makanannya dengan diam. Matanya yang berwarna coklat tua tidak pernah lepas dari makanan di hadapannya. Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan pria itu.

"What do you want me to do, sir ?" tanya wanita itu. Matanya birunya terpaku menatap pria di hadapannya.

"Leave her, for now," kata sang pria. Ia terus memakan steak yang ada di hadapannya.

Sang wanita hanya menganggukkan kepalanya sebelum kakinya melangkah menuju pintu restoran itu. Ia baru saja hendak membuka pintu tersebut ketika suara berat pria itu menghentikannya.

"There's a girl," kata pria itu. Kali ini, ia menaruh pisau dan garpunya di atas meja dengan perlahan sebelum ia menatap kedua mata biru wanita itu.

"I think her name is Valerie," kata pria itu dengan tenang. "She's new. But I've seen her fight and I've read her file. Keep an eye on her."

"Yes, sir," kata asistennya sebelum dengan segera keluar dari restoran itu, meninggalkan pria tersebut sendiri dengan 2 orang anak buahnya untuk menikmati makan malamnya.

"Are you out of your mind ?!" teriak Jonathan diikuti dengan suara tubuh yang terjatuh.

Raven hanya melangkahkan kakinya menjauh dari tubuh perempuan yang terkapar di lantai. Darah mengucur dari kepalanya dengan deras. Genangan darah mulai terbentuk di lantai yang kotor itu. Raven hanya berjalan menuju tasnya yang kini sudah terjatuh dan isinya berada di mana-mana. Ia mengambil sebuah botol kecil yang terjatuh dan meminum bir yang terdapat di dalamnya dengan sekali tenggak. Ia mendesis ketika di rasakannya alkohol mengenai bibirnya yang sobek.

"I'd offer you this, but well, it's empty now," kata Raven sambil mengangkat botol kecil tersebut. Jonathan hanya menatap Raven dengan pandangan tidak percaya. Ia menggelengkan kepalanya.

"You truly are a monster," ucapnya kasar.

Raven hanya mengangkat bahunya sambil membereskan barang-barangnya yang berada di mana-mana.

"I never said I was a saint. Besides, I'm sure you're not that innocent either," kata Raven, mengancingkan tasnya. "For your information, that woman has nothing to do with you people."

Jonathan hanya terdiam menatap kedua mata Raven dengan dingin. Raven berjalan ke belakangnya dan memegang rantainya.

"I'm going to snap your neck once again just because I don't trust you," kata Raven. "Yet," tambahnya.

Jonathan hanya menatap ke depan dengan dingin ketika suara leher yang dipatahkan menggema di seluruh gudang tua itu. Raven kemudian memotong rantai yang mengikat vampir tersebut di kursi kayu. Ia kemudian menarik tangan kanan vampir itu dengan kasar sambil menjingjing tasnya. Ia menyeret vampir yang tidak sadarkan diri itu ke mobilnya yang ia parkir tidak jauh dari gudang itu di belakang pohon-pohon sehingga tempatnya agak sedikit tersembunyi.

Raven membuka bagasi mobilnya dan dengan menggerutu menggendong Jonathan dan memasukkannya ke dalam. Bukan mendorong, lebih tepatnya melemparnya dengan kasar. Ia kemudian mengikat kedua tangan dan kaki Jonathan menggunakan rantai silver yang telah dilumuri vervain. Setelah itu, ia menutup bagasi mobilnya dengan keras.

"Amat sangat menyusahkan," gerutu Raven sambil membuka pintu mobilnya dan melempar masuk tasnya.

Ia kemudian menginspeksi luka di wajahnya melalui rearview mirror mobilnya. Ada beberapa memar di bagian matanya dan pipi kirinya. Ia menyentuh bibirnya yang sobek dan mendesis ketika dirasakannya rasa sakit menjalar tubuhnya.

"Fuck," umpatnya.

Raven kemudian menyalakan mesin mobil dan menyetir mobilnya keluar dari sana. Ia tidak tahu kenapa ayahnya mengirimkan seorang pembunuh untuknya. Tetapi satu hal yang pasti, ayahnya menginginkannya mati dan ia tidak akan berhenti hingga jasad Raven berada di tangannya.

Raven menyetir mobilnya hingga sampai di penginapan kecil tempat ia seharusnya bermalam. Ia memutuskan untuk segera meninggalkan kota kecil itu. Ayahnya mengetahui keberadaannya dan Raven tidak tahu kapan seorang pembunuh akan datang mendobrak pintunya. Ia tidak tahu kapan sebuah peluru akan meleset menuju kepalanya dan ia tidak yakin ia bisa selamat dari serangan yang akan datang. Jika ayahnya ingin membunuhnya, maka cepat atau lambat Raven akan mati dan ia tahu itu. Tidak ada orang yang pernah selamat dari ayahnya.

Raven membereskan barang-barangnya yang berada di dalam kamar tersebut dan mengembalikan kunci kamar kepada resepsionis. Ia kemudian segera memasuki mobilnya dan keluar dari kota kecil itu. Ia tidak peduli apakah vampir yang membunuh warga kota itu masih berkeliaran di luar sana atau tidak. Yang ia khawatirkan adalah keselamatan dirinya. Karena satu-satunya hal yang ia ketahui seluruh hidupnya adalah selalu bertahan hidup apapun caranya.

Langit sudah mulai gelap ketika Raven akhirnya memberhentikan mobilnya di depan sebuah penginapan kecil yang berada di pinggiran sebuah kota kecil. Ia kemudian mematikan mobilnya sebelum berjalan ke belakang mobil dan membuka bagasi. Jonathan sedang terbaring di dalamnya dengan rantai yang mengikat tangan dan kakinya. Ia menatap Raven dengan dingin.

"I'm gonna open your chains and we'll walk inside normally," kata Raven pelan. "If you do anything funny, I won't hesitate on killing you."

Jonathan tidak mengatakan apa-apa ketika Raven mulai membuka rantai-rantai yang melilit tangan dan kakinya. Ia hanya menatap perempuan di hadapannya dalam dingin. Awalnya ia berharap bahwa hunter di hadapannya ini berbeda dengan hunter-hunter yang selama ini ia temui, terutama setelah perempuan di hadapannya membiarkan dia hidup walaupun hanya sebagai sumber informasi. Tetapi setelah Jonathan melihatnya membunuh perempuan tadi dengan dingin, harapan tersebut hilang seketika. Ia melihat dengan kedua matanya sendiri ketika hunter yang berdiri di hadapannya menarik pelatuk pistol dan peluru dengan cepat melesat menembus kepala perempuan tersebut. Ia melihat bagaiman hunter ini dengan dingin dan kosong menatap kedua mata perempuan tersebut hingga ajal menjemputnya.

"You shouldn't have killed her," kata Jonathan dingin ketika Raven menarik lengannya untuk segera mengikuti dia memasuki penginapan kecil itu.

Raven hanya diam. Mata hijaunya menatap kedepan dengan dingin. Ia kemudian memesan sebuah kamar. Setelah itu ia melangkahkan kakinya untuk segera mencari kamarnya sambil terus menarik lengan Jonathan. Tangan kirinya ia masukkan ke kantong jaketnya sehingga apabila vampir di sampingnya melakukan sesuatu yang aneh-aneh, ia bisa dengan segera mengeluarkan pisaunya. Penginapan itu cukup sepi dan hanya segelintir orang yang berlalu lalang di sana. Bagi mereka, Raven dan Jonathan hanyalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Hal ini jelas terlihat dari muka masam Raven dan pandangan dinginnya. Mereka tidak tahu yang sebenarnya.

A hunter and a vampire.

Ketika akhirnya mereka berada di kamar, Raven kembali merantai Jonathan di sebuah kursi kayu. Keheningan menyelimuti ruangan kecil itu.

"You killed her," ucap Jonathan dingin. "You killed her. You put a bullet inside her head without even batting your eyes, without thinking twice."

Raven tiba-tiba tertawa mendengar perkataan Jonathan, sebuah reaksi yang tidak ia sangka. Raven tertawa sambil membanting tasnya ke atas tempat tidur. Walaupun ia tertawa, tetapi matanya hanya menatap dengan dingin. Dan ia tidak tertawa dalam bahagia, tawanya dipenuhi oleh kehampaan dan kedinginan.

"Yes, I killed her," kata Raven, senyuman mengerikan terbentuk di bibirnya. "So what ? We're both killers. Don't pretend that you don't have blood on your hands. We're both killers, honey. There's really not much of a difference between us."

Raven mengambil pisaunya dari dalam kantong jaketnya. Tangannya bergerak menyentuh ukiran tersebut dengan pelan. Pada saat itu juga, pada detik itu juga, Raven seolah-olah dapat merasakan ayahnya sedang berdiri di belakangnya. Kedua mata coklat ayahnya menatapnya dengan dingin dan kecewa.

"You are a disgrace to me," ucap ayahnya pelan dengan dingin.

Kemudian ayahnya pun menghilang dan digantikan dengan dia. Dia tertawa dengan sadis sambil menjilat bibirnya dengan pelan. Matanya yang berwarna merah menatap punggung Raven dengan tajam. Raven bisa membayangkan kedua mata tersebut dengan kilatan jenaka mengerika menusuk dirinya, melihat hingga ke jiwanya.

"Oh Raven, you are nothing without your father," ucapnya, senyuman sinis terukir di bibir merahnya. "You are nothing without me. You are worthless. You are a monster and no one will ever love a worthless monster like you."

Raven tercekat mendengar perkataannya. Ia menggelengkan kepalanya sambil terus mengingatkan dirinya bahwa semua ini tidaklah nyata. Mukanya berubah menjadi sangat pucat. Keringat dingin menjalar seluruh tubuhnya. Tangan kanannya menggenggam ujung pisaunya dengan kuat. Tangan kirinya ia kepalkan dengan keras. Raven bisa merasakan kuku-kukunya menusuk kulitnya dengan tajam. Ia bisa merasakan rasa sakit yang di tangannya.

"You have become a monster. You have become a vile creature that you have always feared and hated," ucap dia dengan seringain kejam yang tersungging di bibirnya.

"Shut up," bisik Raven sambil menggelengkan kepalanya. Nafasnya tersenggal ketika ia membalikkan badannya dan bertatap muka dengan dia. Raven mundur selangkah ketika ia mendengar dia tertawa penuh kebahagiaan.

"You have become the monster you have always feared to be," katanya dengan dingin.

"Shut up !" teriak Raven. Ketakutan menyelimuti dirinya. Tidak, tidak, ia tidak takut pada dia yang sedang tertawa melihat penderitaan dirinya karena ia tahu dia tidak nyata.

Raven takut pada kenyataan bahwa apa yang dia katakan itu benar. Dia takut menerima kenyataan bahwa dirinya telah berubah menjadi seorang monster, menjadi sesuatu yang sejak dulu ia takut ia akan berubah menjadi.

Raven menutup matanya keras-keras. Tawanya masih terngiang-ngiang di telinganya. Nafasnya tersenggal-senggal. Ia menggelengkan kepalanya, berusaha untuk menghilangkan dan menghapus mimpi buruk ini dan kembali ke dunia nyata.

"Hey !" teriakan Jonathan sukses mengangetkan Raven.

Raven berbalik menatap Jonathan. Nafasnya masih tersenggal-senggal dan pisau yang ia pegang berada dalam posisi siap untuk menyerang. Kedua mata hijau Raven bergerak dengan liar, berusaha untuk mencari sesuatu di ruangan itu. Tetapi tidak ada siapa-siapa di sana. Tidak ada ayahnya, tidak ada dia, tidak ada suara-suara.

"Hey, you okay ?" tanya Jonathan dengan bingung.

"I'm fine," jawab Raven kasar sebelum berjalan menuju kamar mandi, pisaunya masih berada di dalam genggamannya.

Jonathan hanya dapat menatap kepergian Raven dengan bingung. Ia bingung ketika dengan tiba-tiba saja, hunter itu berteriak dan membalikkan tubuhnya.

Raven membanting pintu kamar mandi hingga tertutup. Ia kemudian menghela nafas. Tiba-tiba saja ia ambruk. Ia jatuh terduduk di lantai kamar mandi yang dingin dengan pisaunya dalam genggamannya. Kepalanya ia sandarkan pada pintu. Matanya menatap ke depan dengan kosong. Hanya ada satu pertanyaan yang menghantui dirinya sejak dirinya bertemu dengan dia.

Am I a monster ?

Sambil tangannya menyentuh ukiran pada pisaunya, Raven mendesah perlahan. Dia adalah alasan mengapa dirinya menjadi hunter. Dia juga adalah alasan mengapa dirinya selalu bertanya-tanya apakah pada akhirnya, ia telah berubah menjadi seorang monster, sama seperti dia dan ayahnya. Ayahnya adalah alasan mengapa ia membenci dirinya sendiri. Ayahnya adalah alasan mengapa ia sangat takut terhadap monster.

я никогда не буду бояться

"I will never be afraid," bisik Raven dengan pelan dan rapuh.

Jonathan hanya bisa menatap pintu kamar mandi yang terkunci rapat itu dengan perasaan campur aduk. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada hunter itu. Satu hal yang ia tahu adalah bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh hunter yang menangkapnya. Orang yang tadi berteriak secara tiba-tiba bukanlah orang yang sudah menangkapnya dan membunuh perempuan itu. Ia mendengar bisikan Raven dan ia tahu tidak mungkin perempuan yang terkunci di dalam kamar mandi itu adalah perempuan yang sama yang membunuh dengan dingin. Dan Jonathan melihat sesuatu di matanya ketika ia membuka matanya dan membalikkan badan. Ia melihat ketakutan terbesit dalam matanya, yang ia kurung dalam-dalam dan ia kunci dalam jiwanya.

AUTHOR'S NOTE :

Hello guys !

It's been a long time.

Pertama-tama saya ingin meminta maaf karena saya terlambat mengepost chapter ini. Sangat terlambat.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa kedepannya, saya tidak akan bisa update sesering dulu. Sebentar lagi saya akan menghadapi ujian hingga bulan Mei. Saya akan update secepat mungkin tetapi mungkin itu akan memakan waktu, terutama karena cerita ini sedang tahap diketik.

I am so sorry. I hope that you like this chapter and hopefully you still want to read this book.

Don't forget to comment so I'll know whether you like this chapter or not. Tinggalkan jejak juga berupa vote sehingga saya tahu apakah masih ada yang menyukai cerita ini atau tidak.

Thank you !


Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 471K 25
[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Syafira tak menyangka apartemen yang disewanya ternyata berhantu. Pantas saja harga sewanya sangat murah dan para t...
3K 269 18
Ini adalah series original JKT48. Cerita murni karangan saya sendiri. Yang sama hanya nama tokoh dan sampul. •Chloe-zee •Clara-christy •Abigail-grac...
798K 126K 62
Sebagai seseorang dengan kekuatan supernatural, Ametys tentunya sudah terbiasa dengan beberapa hal mistis yang terjadi. Namun, tidak disangkanya jika...
108K 16.8K 52
Pemenang Wattys 2022 Kategori Horor Kepergian Mamat -- bocah lelaki yang mencari ayahnya, tanpa sengaja melibatkan dua berandal kampung. Petualangan...