Pangeran Kelas

By henputra

13.5M 340K 15K

#1 in Teen Fiction [09-05-2017] Berjuta cerita cinta terukir di dalam dunia. Akan ada setiap harinya tetesan... More

PANGERAN KELAS
SATU: GAGA
DUA: ASHILA
TIGA: ANTARA GAGA DAN ASHILA
EMPAT: GAGA ON THE RACE
LIMA: GAGA MINTA MAAF
ENAM: THE FLASH AND DANGER
TUJUH: LAGU UNTUK ASHILA
DELAPAN: PERLINDUNGAN GAGA
SEMBILAN: ALEX
SEPULUH: KEBAHAGIAAN GAGA
SEBELAS: MOMMY ASHILA
DUA BELAS: UNGKAPAN RASA GAGA
TIGA BELAS: SQUISHY UNTUK RAFA
EMPAT BELAS: GAGA UNTUK ASHILA
LIMA BELAS: GEMASNYA GAGA DAN ASHILA
ENAM BELAS: STATUS BARU GAGA DAN ASHILA
TUJUH BELAS: KEKECEWAAN ASHILA
SEMBILAN BELAS: NICO MASIH SAYANG

DELAPAN BELAS: KEDATANGAN NICO

146K 11.1K 488
By henputra

HALO, APA KABAR?

SELAMAT MEMBACA YA AYANG 😍

KOMENTAR SETIAP PARAGRAF YA 😘

ABSEN DULU SEBELUM MEMBACA 👋

***

Lapangan lebih sesak daripada biasanya. Para pengurus OSIS menerima kunjungan salah satu SMA dari Bandung. Rombongan cowok-cowok keren dan tinggi yang terdiri dari sepuluh orang, berseragam biru tanpa lengan seolah memamerkan otot-otot biseps tanda kerja keras mereka bermain basket selama ini.

Siswi-siswi SMA Nusa Bangsa serempak histeris melihat pemandangan baru di sekolah mereka. Ada yang sengaja mengundur waktu pulang untuk berdiri di tepi lapangan, panas-panasan demi menyaksikan tim basket SMA Pemuda berlatih di depan mereka.

Ada yang berbisik-bisik. "Ih, charming banget dah! Siapa tuh?"

"Calon gue tuh!" imbuh yang lain kegirangan.

Ada pula yang baru sadar kalau tiga hari ke depan ternyata pertandingan persahabatan antar kota yang akan digelar di sekolah mereka. Termasuk Ashila, perempuan itu hanya bisa menggeleng melihat keriuhan pada saat itu.

Dia menyenggol lengan Kinta dan Rina. "Gue balik duluan ya."

Rina mengernyit. "Lo gak mau mengibur diri gitu dulu, Shil? Cogan-cogan loh yang lagi latihan basket."

Balasan Ashila sebatas kekehan kecil atas candaan temannya. Perempuan itu hanya ingin segera pulang ke rumah untuk menenangkan hati. Mendapati kedua temannya yang teramat antusias menyaksikan cowok-cowok sedang melempar-lempar bola, Ashila memutuskan untuk pulang lebih dulu.

Ashila pun beranjak meninggalkan jubelan massa di tepi lapangan. Perempuan itu memilih berjalan di koridor yang lengang. Kondisi itu membuat Gaga yang sedari tadi mencari Ashila, akhirnya bisa menemukan perempuan itu dengan mudah.

Gaga memperdekat jaraknya. "Shil..."

Jantung Ashila berdegup mendengar suara yang tak asing itu. Tanpa ingin menengok, Ashila mempercepat langkahnya. Namun langkah itu langsung saja tercekal ketika Gaga menghadang di depannya.

Keinginan Gaga sangat jelas. Cowok itu ingin berbaikan dengannya. Tetapi setelah mengingat bagaimana rasanya dipermalukan menjadi bahan taruhan gengnya Gaga, Ashila masih belum bisa mendengar apa pun yang keluar dari mulut cowok itu.

Ashila menghela napas. Merasa lelah. "Jangan ganggu aku, Ga."

"Aku cuma mau ngajak pulang sama-sama, Shil." lirih Gaga.

"Aku bisa pulang sendiri." Balasan Ashila terdengar gemetar. Dirinya sangat terpaksa menolak ajakan itu meski melihat ketulusan di raut wajah Gaga.

Ashila kemudian setengah berlari meninggalkan Gaga. Untuk sekali lagi Gaga mencoba mengerti situasi hati Ashila. Perempuan itu masih sangat marah padanya. Mungkin beberapa waktu ke depan Gaga harus masih perlu bersabar dengan sikap Ashila yang berusaha ingin sendiri.

Teriakan dari lapangan semakin heboh ketika salah satu pemain basket dari SMA Pemuda ingin mengoper bola kepada pemain yang lain. Tetapi bola itu melesat jauh keluar lapangan karena temannya itu tak mampu menjangkau bola tersebut.

Bola lantas nyasar menuju koridor tepat di mana Ashila sedang melangkah. Gaga yang menyaksikan itu berteriak dari belakang, "Awas, Shil." Tanpa banyak kata-kata lagi, Gaga berlari menggagalkan bola itu mengenai kepala Ashila.

Pada saat itu, sang kapten basket yang mengoper bola tadi hadir di tengah-tengah Gaga dan Ashila. Cowok bermata cokelat itu lebih fokus pada perempuan di depannya. Mencoba memberi perhatian dengan cara mengelus bahu perempuan itu.

Rahang Gaga mengertak seketika melihat tindakan lancang cowok di sampingnya. Dengan cepat dia menepiskan uluran tangan itu. "Gak usah pegang-pegang lo."

Gaga bergerak lebih ke depan dan mendorong tubuh cowok itu. "Lo bisa main gak?"

Cowok itu tak mengacuhkan Gaga. Dia justru semakin mendekati Ashila. "Maafin gue ya. Lo gak kenapa-napa, kan?"

"Ashila!" Tak sampai satu detik, seruan tak percaya itu terlontar saat cowok itu menyadari bahwa dia sangat mengenali perempuan di hadapannya. "Kamu sekolah di sini?"

Ashila yang sedari tadi tak memperhatikan keadaan di sampingnya, akhirnya menoleh menilik cowok itu. Hati Ashila tergedor kembali. Rasa sakit hati yang dirasakannya bertambah. Cowok yang dulu pernah menyakiti dirinya muncul tiba-tiba.

Cowok itu tersenyum pada Ashila seolah tidak pernah terjadi masalah apa pun di antara mereka. "Aku nyariin kamu, Shil."

"Kenapa kamu pindah gak bilang-bilang sama aku?" Cowok itu mencoba menggenggam kedua tangan Ashila. "Aku kangen sama kamu, Shil."

Ashila menengok Gaga sepintas, menemukan mata Gaga yang sedang bertanya-tanya. Sedetik kemudian, Ashila menarik tangannya dan berkata ketus. "Lepasin tangan aku, Nico!"

Perempuan itu segera pergi dari sana. Meninggalkan sang kapten basket dan juga Gaga. Ashila tak ingin lagi menatap ke belakang. Secepatnya dia keluar dari gedung sekolah dan menumpangi angkot yang lewat. Entah kenapa hari ini masalah bertubi-tubi menimpa dirinya. Ashila membenamkan wajahnya di kedua tangan. Menangis.

***

Dear diary,

Harusnya ini adalah hari kebahagiaan gue sama Nico.

Ini adalah anniversary pertama kita.

Gue kira, dia bisa membuat gue semangat menjalani hari-hari yang kini semuanya mendadak berubah.

Ternyata tidak.

Nico justru tinggalin gue di saat gue membutuhkan dia sebagai benteng terakhir yang gue harapkan bisa membuat gue tersenyum.

Nico berubah menjadi orang yang gak gue kenal.

Nico mutusin gue.

Nico pergi tinggalin gue.

Semua teman-teman yang gue sayang perlahan juga ikut ninggalin gue.

Semua ini membuat gue mengerti, mereka hanya ingin berteman dengan gue yang memiliki segalanya, bukan gue yang sekarang hidup apa adanya.

Ashila Anindita Putri :(

Ashila masih ingat kapan Nico memutuskannya dan bagaimana cowok itu dengan egoisnya meminta dirinya untuk melupakan semua kenangan manis mereka. Saat itu adalah hari di mana Nico meminta dirinya untuk datang ke kafe. Awalnya Ashila sangat bahagia. Tidak ada firasat sedikit pun jika hubungan mereka akan berakhir. Ini adalah tepat mereka satu tahun pacaran.

"Sayang... aku sudah nunggu dari tadi." Ashila dengan balutan dress panjang berdiri dari kursi menyambut seseorang yang dia tunggu-tunggu. Seseorang yang sedari tadi membuatnya terus tersenyum.

"Maaf... aku telat." ujar Nico setelah duduk di kursi.

Ashila memandang kekasihnya itu dengan tatapan penuh damba. "Iya gak pa-pa. Yang penting kamu sudah di sini."

Nico menghela napas sebelum mengeluarkan suaranya dengan hati-hati. "Aku mau ngomong sama kamu, Shil."

"Aku juga." Ashila menggenggam kedua tangan pacarnya. "Aku sayang sama kamu, Nico." tutur Ashila tak lupa memberikan senyum terbaiknya pada Nico.

Nico melepaskan genggaman itu. "Ashila, aku mau kita putus."

Ashila sepertinya salah mendengar, membuat perempuan itu melirih pelan. "Hah?"

"Aku mau kita putus!" Nico memperjelas tekanan pada kata putus.

"Kamu nggak serius, kan? Kamu pasti bercanda aja, kan? Gak lucu, Nico." Ashila mencubit lengan Nico sebal dengan kejailan cowoknya itu.

Nico menatap kedua mata Ashila yang berkaca-kaca. "Aku serius, Shil!"

Ashila menggelengkan kepala. "Sudah dong bercandanya. Aku tahu kamu pasti mau kasih aku kejutan gitu, kan? Mau bikin aku nangis dulu, kan? Aku sudah hafal dengan kejailan kamu, Nico." Setetes air mata membasahi pipinya, namun Ashila menghapusnya cepat-cepat.

"Aku rasa kita sudah nggak cocok lagi." Nico memalingkan wajahnya tak mau melihat Ashila yang sekarang menangis.

"Nico, sudah dong. Aku sudah nangis nih. Aku tahu kamu cuma bercanda." Ashila menggenggam tangan Nico agar cowok itu segera mengakhiri lelucon yang tidak lucu itu. "Ini Aniv satu tahun kita."

Cowok itu berdiri dari kursi lalu memutuskan hubungan dengan sepihak. "Gue gak bisa sama-sama dengan lo lagi."

"Nico..." Ashila tidak bisa menahan kepergian cowok itu. Kini hanya dirinya sendiri dengan air mata yang melunturkan tata rias cantiknya yang spesial dia tampilkan hanya untuk pacarnya.

Ashila menutup diary itu. Tidak mau membacanya lagi. Sekarang cowok itu seenaknya mengatakan jika dirinya rindu. Ashila masih memiliki otak untuk tidak memercayai mulut beracunnya. Banyak tulisan rasa sakit di sana yang menjadi saksi bisu perbuatan Nico yang berhasil menyakiti hatinya.

Ashila meraih ransel merah mudanya dan mengeluarkan setangkai mawar dari Gaga. Apakah dia tidak layak dicintai hingga semua orang mempermainkan perasaannya? Ashila menatap bunga merah itu. Semua cowok sama saja. Ashila sebenarnya ingin membuang bunga itu namun hati kecilnya menolak. Ashila justru menyimpan bunga itu di dalam laci meja belajarnya.

Perempuan itu menghapus air matanya yang membasahi pipi. Ashila yakin tanpa Gaga pun dia bisa bahagia. Namun pertanyaannya sekarang, apakah Ashila mampu untuk melupakan Gaga yang menghampiri dirinya yang kala itu sedang patah hati? Gaga menghapus sedih yang Ashila rasakan. Hadirnya Gaga membuat Ashila percaya ada kebahagiaan setelah dipatah-hatikan.

Tapi kenapa setelah dia memercayakan perasaanya pada Gaga, cowok itu justru menjadikan dirinya hanya sebatas bahan taruhan? Ashila berharap saat itu pendengarannya sedang terganggu. Dia tidak sanggup mendengar kebenaran itu. Ashila sudah telanjur menjatuhkan hatinya pada Gaga.

***

Di rumah yang berdiri tak jauh di belakang pohon jambu itu, tampak sepi-sepi saja. Kemarin ayah, ibu, dan adik laki-lakinya dijemput untuk menghadiri acara pernikahan dari kerabat dekat di Bandung. Ashila sendiri di kamar sambil menunggu kedatangan mereka. Katanya sih cuma satu hari, berarti hari ini mereka semua akan pulang. Mungkin saja nanti malam.

Ashila menghela napas. Ingin menyingkirkan dulu kesedihan dalam hati bersamaan dengan menutup diary di tangannya. Lagi pula dia teringat pesan dari ibunya untuk membereskan rumah. "Ashila... kalau bersih-bersih rumah kudu kinclong ya. Nanti kalau gak bersih, dapat suami bewokan lho. Emang mau?" kekeh ibunya saat itu.

Awalnya Ashila sangat malas untuk melakukan itu semua. Karena dia sangat ingin memiliki calon suami yang seperti itu. Namun niat Ashila menguap begitu saja. Daripada dia hanya diam dan itu bisa saja mengundang pikirannya untuk kembali mengingat hal yang sudah membuatnya sakit hati, jadi Ashila memutuskan melaksanakan perintah ibunya itu untuk membuat rumah tidak berantakan.

"Kata orang obat yang paling ampuh untuk melupakan sakit hati adalah dengan cara menyibukkan diri." Ashila berbicara sendiri sambil menggaruk dahinya yang tidak gatal. Kebingungan mencari suatu benda. "Sapu di mana ya?"

Ashila tidak tahu tempat penyimpanan sapu di mana. Perempuan itu mengingat-ngingat sesuatu, Rafa pernah bermain sapu seolah dirinya adalah Harry Potter. Saat itu sapu langsung Rafa tinggalkan begitu saja di ruang tamu. Ashila mencari tongkat berbulu itu di bawah kursi kayu, pikirnya siapa tahu terselip di sana. "Mommy di mana sih nyimpan sapu?"

Seperti ada bisikan mistis entah datangnya dari mana yang mengatakan, "Sapu ada di belakang pintu." Ashila tersenyum lega. Dengan cepat Ashila melihat ke sana. Perempuan yang sedang patah hati itu menemukan benda yang dia cari-cari.

Ashila meniup poninya lalu mulai mengumpulkan sampah yang ada di ruang tamu. Sekalian mencari remote TV siapa tahu terselip di sana. Sebentar lagi akan tayang acara kesukaannya.

Dalam waktu puluhan menit ruang tamu dan ruang keluarga sekarang sudah tampak sedikit rapi. Tentu saja Ashila sempat kaget, lebih tepatnya sebal saat menemukan banyak sampah makanan ringan di bawah karpet. "Rafa..." gerutu Ashila melihat tingkah adiknya itu yang setiap mengemil selalu menyembunyikan bungkus cokelat serta snack lainnya di tempat yang sulit terlihat. Dan sekarang Ashila mengetahui markas Rafa menyembunyikan sampah-sampah makanannya.

Akhir dari rentetan pekerjaan Ashila adalah mengurus dapur. Saat sedang mencuci piring dan mengeringkannya, Ashila menghela napas panjang dan mengelap keringat di keningnya. Ashila menyeka tangannya yang basah lalu menatap puas dapur yang sudah bersih. Usai itu, Ashila beranjak untuk membersihkan meja bundar di hadapannya. Yang tadi luput dia bersihkan.

Ternyata benar kata orang, dengan cara menyibukkan diri, Ashila akan lupa pada patah hati yang dirasakannya. Meskipun Ashila sepenuhnya belum melupakan semua itu, tetapi setidaknya tidak memikirkan masalah tersebut terus-menerus.

Ashila menarik napas lega dan mengembuskannya cepat karena berhasil membereskan apa pun yang bisa dibersihkannya.

Kini Ashila sudah membaringkan dirinya di sofa yang tak lagi empuk. Remote TV sudah ditemukan Ashila tanpa perlu mencarinya lagi. Ternyata ada di meja TV. Entah bagaimana atau Ashila memang tidak cermat mencari, remote itu seakan muncul sendiri. Ashila mengeluh. "Perasaan enggak ada tadi."

Sekarang Ashila menonton siaran kesukaannya yaitu drama Korea. Ashila adalah salah satu penonton setia drama yang menguras air mata itu. Perempuan itu kesulitan untuk move on dari kisah cinta yang tragis di cerita itu. Bukan hanya menyuguhkan cerita yang baru dan menarik, drama ini juga diisi oleh sederetan aktor papan atas.

Ashila baru saja anteng di sofa sambil menikmati mie goreng, tiba-tiba saja fokusnya terganggu dari layar di depannya. Terdengar suara pintu rumahnya diketuk berkali-kali sambil tamu itu berseru. "Shil... Shil... kamu ada di dalam, kan?" Suara itu tidak asing di indra pendengarannya. Ashila bingung harus membuka pintu atau tak menggubrisnya saja.

***

Gaga berdiri di depan pintu rumah Ashila. Kedua tangannya terbenam di dalam saku celana setelah melakukan percobaan beberapa kali mengetuk pintu kayu itu. Gaga menghela napas seusai mengedarkan pandangan ke sekitar. Suasana rumah Ashila tampak sepi. Sebelum sempat meninggalkan teras untuk kembali pulang, dengan pikiran bahwa Ashila tidak sedang di rumah, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menghampiri pintu.

Ashila menyandarkan kepala di balik pintu yang belum dia buka. "Kamu ngapain ke sini?"

Gaga kembali mendekat ke pintu karena mendengar suara Ashila. "Aku mau temanin kamu, Shil." Ada ketulusan dalam caranya mengucapkan kalimat itu.

"Aku tahu kamu pasti lagi sedih, kan?"

"Aku gak akan pernah ninggalin kamu." Gaga menatap resah pintu itu seolah-olah dia sedang menatap Ashila. "Bukain pintunya, Shil."

"Aku gak perlu ditemanin sama orang yang suka mainin perasaan perempuan." ujar Ashila di sana. Masih belum kuat membuka pintu dan melihat wajah Gaga.

Suara Gaga menghalus ketika dia memohon. "Dengarkan penjelasanku dulu, Shil."

Ashila menepuk kuat pintunya satu kali. "Kalau aku gak mau dengerin penjelasan kamu, kamu mau apa? Mau nyakitin aku? Atau mau bikin taruhan lagi sama temen-teman kamu?"

Isakan Ashila tak terbendung setiap kali mengingat sikap manis Gaga itu hanyalah pura-pura. "Kamu pulang aja sana!"

Gaga mendesah serak. "Shil... kamu salah paham."

"Aku gak mau diganggu, Ga. Tolong pergi." Ashila masih bersikukuh bersandar di belakang pintu.

"Kalau kamu minta aku untuk mencintai kamu, aku siap, Shil. Tapi kalau kamu minta aku pergi dari kamu, aku pasti tolak." Gaga masih setia dengan usahanya.

Setitik air mata menjejak di pipi Ashila saat perempuan itu mengerjapkan mata. "Omongan kamu basi!"

Gaga membalikkan badan. Bukan pergi dari sana tetapi menempelkan punggungnya di pintu. Dengan kepala ditengokkan ke samping, dia berbicara. "Kalau kamu kangen, buka pintunya, Shil. Aku ada di sini."

Di balik sikap tak acuh Ashila saat ini, Gaga masih percaya masih ada rasa sayang di hati perempuan itu untuk dirinya. "Kamu gak capek pura-pura cuek gitu."

"Aku sadar kalau aku gak sempurna. Aku gak bisa bikin kamu selalu bahagia."

Gaga menunduk. Menekuri lantai teras lalu melanjutkan ucapannya. "Tapi aku janji sama kamu, Shil. Nanti ke depannya aku gak akan lagi bikin kamu sedih."

Karena Ashila tak tahan mendengar Gaga yang terus berbicara dan tak ingin pergi, Ashila akhirnya membuka pintu dengan gusar. "Apaan sih, Ga. Gak haus ngomong terus?" ucapnya di depan cowok itu.

Kelegaan terpampang di wajah Gaga saat pintu terbuka untuknya. "Jangan menjauh Shil, karena aku gak berdaya hidup tanpa kamu."

Ashila melipat tangan di dada. "Cowok yang suka berantem kayak kamu bisa gak berdaya juga?"

"Gimana mau lindungin aku?" Ashila memberengut membuang muka.

"Aku bakal ngelakukan apa pun untuk buat kamu bahagia, Shil." balas Gaga, menatap Ashila sungguh-sungguh.

Tiga detik keheningan sebelum akhirnya sebuah gagasan terketuk di otak Ashila. Menurut Ashila, setidaknya Gaga harus dikasih pelajaran atas perbuatannya itu. "Ambilin aku buah jambu mau gak?" Ashila melirik tajam ke arah Gaga. Gaga yang kebingungan membuat Ashila menunjuk pohon jambu dengan dagunya.

Gaga mengikuti arah itu. "Maksud kamu panjat pohon, Shil?"

Ashila menggeleng. "Katanya mau ngelakuin apa aja."

Tanpa banyak kata, Gaga melepas jaket jinsnya, menyampirkannya di kursi teras, lalu bergerak cepat mendekati pohon jambu tersebut.

Melihat Gaga yang asal menginjak ranting pohon, membuat Ashila berseru khawatir. "Hati-hati, Ga."

Gaga menunduk, melihat Ashila yang mendongak melihat aksinya. "Gak usah khawatirin gue." balas Gaga percaya diri.

Karena salah meletakkan kaki di ranting yang sangat rapuh, sedetik kemudian Gaga pun jatuh dan membuat Ashila memekik histeris. "Gaga!"

Cepat-cepat Ashila merangkul bahu Gaga dan membantu cowok itu duduk di undakan teras. "Kamu gak kenapa-napa kan, Ga?"

"Sudah aku bilang hati-hati juga. Ngeyel sih kalau dikasih tahu." omel Ashila sembari memeriksa keadaan Gaga dan tanpa sengaja memegang gores luka di lengan cowok itu.

Gaga meringis kecil. "Jangan dipegang juga kali lukanya, Shil."

Ashila menggigit bibir. "Sakit ya?"

Gaga terkekeh, merasa senang Ashila masih perhatian terhadap dirinya. "Gak lebih sakit dari cubitan kamu kok, Shil."

Ashila menunduk, lalu cepat-cepat meninggalkan Gaga untuk mengambil kotak obat atau sebenarnya perempuan itu ingin menutupi raut wajahnya yang tersipu. Sementara Gaga yang duduk di teras, berharap Ashila mau menerima dirinya lagi.

***

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN WATTPAD AKU YA. BIAR JADI AYANG AKU 🥰

JANGAN LUPA SHARE CERITA INI BIAR BAPER BERJAMAAH!

TERTANDA, HENDRA PUTRA ❤️

Continue Reading

You'll Also Like

5.4M 148K 17
Sudah diterbitkan oleh Grasindo Kadang, kita memerlukan hati untuk melihat. Karena tidak semua hal bisa dilihat oleh mata. Lewat acara Ice Break, Pel...
34.7M 1.1M 43
Sudah di terbitkan oleh penerbit Rainbookpublishing (FOLLOW SEBELUM BACA!) TERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU INDONESIA (offline maupun online) Rank #1 te...
3.4M 242K 37
[Sebagian cerita ini di private, follow dulu baru bisa baca] Masa putih abu-abu memang tidak akan pernah terlupakan. Apalagi bagi Arjuna dan Poppy ya...
8.8M 58.5K 9
#1 In Teen Fiction (22/01/2017) "Kenapa ya dari sekian banyak cewek di sekolah kita, harus banget yang gue tabrak itu si siapa tuh namanya?" Kavi mem...