R.E.C.U.P.E.R.A

By oikaquinas

29.8K 2.8K 336

Cerita Fantasy yang Rumit More

Prolog
Kamus
Constantin
War
Closer
The Secret
The deal?
I see U

Meet

2.8K 315 31
By oikaquinas

PS: Typo!!

Recupera Part II

at Constantine City, England.

Jira POV

"Ah~ jadi seperti ini wajah nona muda yang menjadi pembicaraan di bangsa Eklessia dan Obscure?" gumam salah satu pria dengan senyum yang cukup menarik perhatianku.

Aku baru saja akan membalas senyum pria itu namun, Seohee sudah lebih dahulu mengiterupsiku.

"Jangan pernah berpikir untuk tertarik dengan kekasihku, nona Aquinas." Ucap Seohee dengan nada memperingatkan.

Aku membalas ucapannya itu dengan tertawa lebar, bagaimana bisa ia tahu bahwa aku mulai tertarik dengan pria itu?

Dan tunggu!

Dia bilang apa tadi? Kekasihnya?

Yang benar saja!

Aku tidak pernah tahu bahwa Seohee memiliki kekasih. "dan kau, Tuan Aiden. Berhenti menebarkan pesonamu atau kau akan ku jadikan umpan untuk team The Dragon!" lanjut Seohee lagi.

"Menjadikanku umpan? Oh ayolah, bukankah kau akan tersiksa jika aku mati? Kau tidak akan bisa hidup tanpa diriku, Park Seohee-ssi." pria itu meraih pinggang Seohee yang berdiri di sampingnya, menarik gadis itu ke depan tubuhnya dan menopang dagunya di atas bahu Seohee.

"Kalian membuatku mual!"

Seohee dan pria bernama Aiden itu saling melepaskan diri saat seorang pria masuk dan berjalan ke arahku.

Aku yang sedang duduk di atas sofa dengan terpaksa harus mendongak menatapnya, wuah... wajah yang sempurna. Tampang pria ini benar-benar menunjukan bahwa ia memang pantas berada di bangsa Eklessia.

"Senang bertemu denganmu, nona. Aku harap kau dapat segera beradaptasi dengan semua hal ini mengingat kami tidak mampu menjagamu terus menerus."

Aku mengerjap pelan, masih tidak mengerti dengan ucapannya. Beradaptasi? Menjagaku? Apa maksud perkataannya?

"Andrew, kapan dia bisa segera berlatih? Akan lebih baik jika dia dapat segera menguasai semuanya. Kita tidak pernah tahu kapan mereka akan menyerang dan sepertinya keberadaan Aquinas di sini akan sangat menarik perhatian mereka." Seohee berjalan ke arahku dan berdiri tepat di sebelah pria tersebut.

"Apa dia sama sekali belum mengetahui apa pun?"

"Belum. Seharusnya kau sudah tahu hal itu."

"Hey! Hey!! apa yang kalian berdua bicarakan?" ujarku dengan wajah bingung. Menatap satu persatu dua orang itu, menuntut penjelasan.

"Kau harus belajar beberapa hal. Tapi, sepertinya akan lebih baik jika kau mempelajari pertahanan diri dahulu. Andrew, kau yang harus mengajarinya." ucap Seohee sambil berjalan menujuh meja yang berada di ruangan itu dan duduk di atasnya.

"Kenapa harus aku? Yang benar saja! kau tahu jelas bahwa aku tidak berbakat menjadi pengajar."

"Lalu? Kalau bukan kau siapa lagi? Bangsa Eklessia yang lain pasti tidak akan berani mengajarinya. Lagipula, tidak mungkin aku menyuruh Aiden. Pria tengik ini bahkan sudah menyukai Jira jauh sebelum hari ini datang."

"Mwo?!" ucapku kaget dan segerah menoleh ke arah Aiden yang dibalas pria itu dengan cengiran lebar.

"Akan aku ceritakan nannti padamu. Yang jelas, kau harus segera berlatih bersama Andrew. Bagaimana kalau nanti sore?" Tanya Seohee sambil menatapku dan Andrew bergantian.

"Baiklah, aku bisa. Lalu, bagaimana denganmu nona Aquinas? Kau bisa?"

Aku menoleh menatap Andrew, pria itu sedang menatapku tanpa berkedip, membuatku harus menelan kembali penolakan yang ingin aku ucapkan. "Terserah kalian."

"Baiklah nanti sore kalian sudah harus berlatih. Ngomong-ngomong mulai sekarang, selama kau berada di sini gunakanlah nama baratmu. Kau harus menyembunyikan semua identitas aslimu, mengerti?

"Mworagoyo?? Jadi maksudmu aku harus terbiasa dengan nama Aquinas? Dan memanggilmu dengan nama Aurora, begitu?" desisku tajam memperjelas maksud dari ucapannya.

"Tepat sekali!"

Author POV

"Apa yang sedang kau lakukan? Kita sudah melakukan hal ini berulang-ulang! astaga, anak bangsa Eklessia yang berumur tujuh tahun jauh lebih hebat dibandingkan dengan dirimu!"

Jira mengatupkan bibirnya, berusaha meredakan emosinya yang mulai tersulut. Ia sedang berlatih dengan Andrew di taman belakang sejak matahari masih bersinar hingga sudah tenggelam seperti sekarang, namun ia sama sekali tidak bisa melakukant apa yang diajarkan Andrew.

"Sudah ku katakan kau harus berkonsentrasi dan menyebut kata itu dengan tulus, apakah itu hal yang sangat sulit? Aku sudah lelah mengajarimu sejak tadi!" ucap Andrew lagi, sengaja menyulut emosi Jira.

"Hey! bukankah tadi sudah ku katakan bahwa kita tunda saja latihan hari ini? Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi!" pekik Jira geram dan menjatuhkan dirinya di atas tanah, mencabut beberapa helai rumput dan melemparnya dengan kasar. "salahmu tidak mau mendengarkanku, Choi Siwon-ssi! jadi berhentilah memaksaku dan menghinaku terus!"

Andrew berdecak kesal melihat perilaku gadis di depannya. Ya, Seohee memang benar, gadis ini memiliki sifat manja bahkan nyaris kekanak-kanakan.

Bagaimana tidak?

Jira bersikap seperti ini hanya karena ia tidak diperkenankan bertemu dengan kakek dan neneknya sebelum menngetahui cara untuk melakukan pertahanan diri.

Hal itu bukan peraturan yang di buat mereka, melainkan permintaan langsung dari kedua orang tua itu yang merasa begitu khawatir pada keselamatan Jira.

"Baiklah, jika kau ingin menyudahi latihan hari ini. Tapi ingat, besok kita akan melakukan hal ini lagi dengan peraturan yang sama. Jangan berharap karena kau seorang putri Sanctus dan keturunan dari keluarga Constantin, kau akan diperlakukan berbeda dengan bangsa Eklessia yang lainnya."

"Aku sama sekali tidak berpikir seperti itu!"

"Oh yah? Baguslah! berarti kau sudah sangat paham bahwa di sini kau tidak bisa bersikap kekanak-kanakan," ucap Andrew sambil berjalan ke arah Jira, berhenti tepat di depan gadis itu dan menunduk untuk menatapnya. "melihatmu seperti ini, aku jadi berpikir ulang apakah kau sanggup menghadapi bangsa Obscure? Jangankan menghadapi The Dragon, aku sangsi jika kau mampu melawan seorang Hominis."

Jira membulatkan matanya seketika saat ucapan Andrew selesai, gadis itu bahkan tidak sadar bahwa dirinya terus memandangi tubuh Andrew yang sudah menjauh darinya, menujuh ke dalam gedung.

"Pria itu benar-benar membuatku kesal! Aish, aku telah salah mengatakan bahwa wajahnya seperti orang suci! sialan!" umpat gadis itu sambil terus mencabuti rumput dan membuangnya dengan geram. "kau telah menghinaku Choi Siwon!"

Jira berdiri dari duduknya, membersihkan celana panjang jeansnya yang kotor dan bertolak pinggang sambil menatap gedung yang tadi di masuki oleh Andrew.

Mata gadis itu terlihat menyipit, ia menggigit bibir bawahnya dengan gemas dan mengerang marah.

"Aku pasti akan memberikanmu pelajaran." desisnya pelan sebelum menutup matanya.

Gadis itu membuka matanya perlahan, seiring dengan hembusan nafasnya yang terdengar berat. Ia menengadah menatap langit, tersenyum saat melihat butiran air yang jatuh dari langit dan menerpa wajahnya.

Hujan.

Jira sangat menyukai fenomena alam yang satu itu, karena membuatnya merasakan kenyamanan saat merasakan air hujan menerpa kulitnya. Jira menundukan kepalanya dan menatap tangan kanannya saat merasakan sesuatu yang aneh.

Senyum gadis itu kian melebar saat sebuah tanda perlahan muncul di bagian tubuhnya itu. Tanda yang sama dengan milik Seohee, Andrew dan Aiden. Gadis itu masih menikmati keterkejutannya saat sesuatu terlintas di kepalannya.

Bagaimana bisa tanda itu muncul?

Ia bahkan tidak melakukan apa pun dan Andrew sama sekali tidak mengatakan padanya cara untuk memiliki tanda itu. Jadi, bagaimana bisa ia memiliki tanda itu?

"Ini aneh. Tapi..." Jira memiringkan kepalanya, menatap tanda yang berada di tangannya dengan serius, menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan selanjutnya. "Defenders?" ucapnya ragu.

Jira tidak mampu mengontrol mulutnya yang menganga saat ia melihat pantulan bayangan dirinya pada genangan air.

Dari balik tubuhnya muncul sesosok cahaya, bahkan cahaya itu sekarang sudah bergerak dan berhenti tepat di hadapannya. "Oh! annyeong~" ucapnya masih dengan wajah terkejut.

Tanpa disadari oleh Jira tingkahnya itu sedang menjadi bahan tontonan oleh beberapa orang dari kejauhan. Keberhasilannya itu mengukir senyum di wajah mereka, terlalu bahagia melihat pemandangan yang diciptakan gadis itu.

"Omona~ Kyeopta!" gumam Aiden dengan senyum geli. Ia menoleh menatap Seohee yang berada di sampingnya, merangkul gadis itu yang terlihat sangat menikmati dengan apa yang dia lihat. "aku tidak pernah melihat seorang bangsa Eklessia selucu ini saat bertemu dengan Defendersnya."

"Aku sudah bilang kan? dia adalah gadis yang aneh." ujar Seohee dengan senyum yang semakin melebar.

"Reaksinya benar-benar diluar dugaan. Ia bahkan memperlakukan Defendersnya seperti sahabatnya sendiri." gumam Leyna saat melihat Jira mulai berbicara dengan sosok cahaya itu, sedang sibuk memperkenalkan dirinya sendiri pada pelindungnya.

"Dia masih sangat polos." suara berat itu membuat semua orang yang berada di ruangan itu menoleh. Seorang pria tua, sedang duduk nyaman di kursi kerjannya, menatap tajam ke arah Jira yang terlihat sedang bermain-main dengan Defendersnya. "kalian harus melindungi dan mengawasinya. Ingat, aku tidak ingin kehilangan cucuku. Jika terjadi sesuatu dengannya, kalian harus bertanggung jawab."

"Memangnya apa yang akan terjadi dengan Aquinas? Bangsa Obscure bahkan tidak akan sanggup melukainya." jawab Aiden dengan hati-hati, takut menyinggung pria paruh baya itu.

Leyna tersenyum sinis mendengar perkataan Aiden, tatapannya kembali beralih pada Jira, melihat tingkah laku gadis itu dengan serius. "Mereka bukan tidak sanggup, melainkan tidak berniat melukai Aquinas. Setidaknya hal itulah yang akan mereka pikirkan jika mengetahui alasan keluarga Constantin menyembunyikan gadis itu. Dibandingkan dengan Eklessia, jiwa Obscure jauh lebih dominan pada dirinya."

"Itulah sebabnya kita harus menjaga Aquinas. Jika dia berpihak pada bangsa Obscure, maka bangsa Eklessia tidak dapat berbuat apa-apa lagi." Leyna menoleh, menatap Seohee yang juga menatapnya dengan tatapan yang aneh. "katakan padaku, apa yang kau lihat saat meramal tentang hal ini? Pada siapa Aquinas akan berpihak? Kau sudah mengetahuinya bukan? Katakan pada kami yang sebenarnya, Leyna ."

****

Kyuhyun POV

Aku menatap tiga pria di depanku yang terlihat sangat sibuk, salah satu di antara mereka bahkan terlihat gelisah dan berjalan ke sana ke mari, mengitari ruang tamu ini. "Spancer, apa yang kau lakukan?" ucapku setelah tidak tahan melihatnya.

Pria bermata kucing itu menoleh, menatapku dengan gelisah "Aku... Aku..."gumamnya pelan dengan tatapan yang tidak fokus. Aku memicingkan mata, mencari tahu apa yang terjadi dengan pria tersebut. Mungkinkah dia...

"Sepertinya dia haus." Casey menatap ke arah pria itu dengan pandangan kasihan. Ia kemudian mendesah berat, tidak tega melihat sahabatnya terlihat tersiksa. "pergilah pada Kaitlin."

Aku tersenyum melihat Spencer mendongak, ia terlihat terkejut dengan ucapan Casey. Pria cantik itu memang memiliki tabiat yang diktator dan terkesan tidak perduli namun, dia bukanlah seorang pria yang tega melihat sahabatnya menderita di depan matanya sendiri.

"Tapi aku..."

"Kami tidak ingin melihat kau gelisah dan menderita seperti itu." Ucap Jeremy sambil membolak-balikan buku mengenai ramalan miliknya "lagipula aku rasa Marcus juga tidak keberatan."

Spencer berbalik dan menatapku, mata pria itu jelas meminta pendapat sekaligus persetujuan dariku. "Aiss, mengapa rasa hausmu datang disaat seperti ini?" umpatku dengan wajah kesal. "pergilah. Aku tidak ingin mengambil resiko, kau bisa saja menyerang para manusia di jalan nanti."

"Aku beruntung memiliki sahabat-sahabat seperti kalian! I love you man!" ucap pria itu sambil berlari kecil ke luar, ia tertawa lebar, memamerkan gusinya pada setiap orang yang berada di ruang tamu, terlihat sangat bahagia.

Aku mendesah pelan melihat kelakuannya. Seorang The Dragon memang haus darah namun, tidak seperti Vampire yang sering mengisap darah manusia mana saja yang mereka temukan di jalan, sebaiknya kami menolak keras membenamkan taring kami ke sembarang leher, kami hanya akan melakukan tindakan yang intim itu dengan Reossa saja.

Jika kami belum menemuka Reossa kami, biasanya kami akan mencari darah donor yang bisa kami dapatkan dengan mengeluarkan uang yang cukup banyak. Hal itu bukan sebuah masalah, kami rela membayar berapapun untuk menghilangkan rasa haus itu karena, jika terlalu lama ditahan, rasa haus itu akan membuat kami menjadi lemah dan terlihat seperti orang sinting.

Kabar gembiranya adalah kami tidak sering mengonsumsi cairan merah tersebut, kami hanya merasakan haus itu di saat-saat tertentu, tanggal dan bulan yang sama saat kami resmi menjadi anggota The Dragon, saat di mana kami berulang tahun, saat di mana kami terlau lelah karena berhadapan dengan bangsa Eklessia dan saat di mana hari raya bangsa kami diperingati..

Valentine.

Kalian pasti bertanya-tanya mengapa hari raya kami tepat di hari Valentine, hari di mana manusia menunjukan rasa kasih sayang mereka, hari yang penuh cinta dan bahkan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kaum kami.

Tapi kalian salah,

Kami adalah bangsa yang menyesatkan manusia dan Valentine adalah hari di mana manusia akan menjadi sangat lemah dan mudah tergoda. Kami hanya memerlukan satu kata dan hal itu mampu meluluh lantakan pertahanan manusia bahkan sanggup menggoyahkan keimanan mereka.

Kata yang jika diucapkan terdengar berdosa, menjijikan dan haram sekaligus terdengar seperti surga dunia di saat yang bersamaan..

Seks.

"Baiklah kita pergi sekarang?" Suara Casey membuatku mendongak, ia sedang berbicara dengan beberapa Hominis.

Pria itu, sebenarnya apa yang ia pikirkan? Mempergunakan posisinya sebagai team The Dragon untuk memaksa para Hominis mengikutinya mencari gadis keturunan Constantin itu.

"Casey, tidakah perbuatan kalian ini berlebihan? Lebih baik kalian pergunakan waktu ini untuk mencari Hominis, dan kau Jeremy," ucapku mengalihkan tatapanku pada Jeremy, "mengapa kau mau mengikuti Casey? Biasanya kau tidak suka dengan hal-hal yang berlebihan seperti ini."'

"Aku hanya penasaran dengan gadis itu, penasaran apakah ia sehebat isu yang beredar, apakah wajahnya secantik yang kulihat dalam ramalanku. Memangnya kau tidak penasaran dengan wajah Reossamu?"

Jeremy tersenyum licik di akhir kalimat, membuatku mengatupkan bibir menahan makian yang ingin kulontarkan pada pria yang kuhormati itu.

Penasaran katanya?

Saat pertama kali Jeremy mengungkit tentang gadis itu, dengan susah payah aku harus menahan diri agar tidak terbang ke Negara gingseng itu hanya untuk melihatnya, bahkan Jeremy harus menahanku agar tidak pergi.

Dan sekarang saat gadis itu berada di langit yang sama denganku Jeremy masih bertanya apakah aku tidak penasaran dengan gadis itu?

Sialan!

"Sudahlah Jeremy, biarkan saja dia," ucap Casey dengan senyum miring, tangannya terlihat meraih kunci mobil yang berada di atas meja tepat di depanku, ia melirikku sekilas sebelum melanjutkan perkataannya. "diam-diamlah di sini selagi kami memperhatikan Reossamu, Marcus."

***

Author POV

Jira terkejut saat tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang dengan paksa dan sedikit kasar, ia baru saja akan mengeluarkan makian jika saja orang yang manariknya bukanlah pria tampan bertubuh tinggi yang baru saja dikenalnya kemarin, Andrew.

"Yak! apa yang kau lakukan?" bentak gadis itu sambil meronta untuk dilepaskan, rasanya ingin sekali Jira memaki pria itu karena mengganggu aktifitas belanjanya "Andrew! kenapa kau memmfff..."

"Sst! diamlah! bangsa Obscure sedang berada di sekitar sini." Bisik Andrew sambil membekap mulut Jira dengan tangan kanannya, memblokir mulut gadis itu agar tidak mengeluarkan suara apapun.

Andrew membawa gadis itu ke sebuah lorong sempit, mencari tempat yang memungkinkan mereka akan aman dari segerombolan bangsa Obscure.

Ini pertama kalinya ia melihat bangsa gelap itu berjalan dengan jumlah yang banyak, sesuatu yang sangat tidak biasa dan entah mengapa Andrew merasa bahwa semua itu ada hubungannya dengan gadis di depannya ini.

Jira menarik paksa tangan pria itu dari mulutnya, berdecak kesal dan menatap Andrew dengan pandangan membunuhnya. "Kenapa kita harus bersembunyi? Kenapa kita tidak melawan mereka saja?"

"Jumlah mereka jauh lebih banyak dari kita, nona Aquinas Constantin," ucap Andrew sambil meraih ponselnya dan menekan layar benda tersebut dengan gerakan cepat "aku hanya seorang bangsa Eklessia dan kau hanya seorang putri Sanctus yang masih bayi. Sedangkan dalam rombongan mereka, aku melihat beberapa anggota The Dragon. Kau tidak ingin mati konyol sebelum berperang kan?" lanjut Andrew dengan senyum mengejek.

Pria itu kemudian meletakan ponselnya ke arah telinga dan menunggu orang yang ia hubungi menjawab panggilannya.

"Bayi kau bilang? Aku akan menyimpan penghinaanmu ini di dalam otakku dan kupastikan kau akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perkataanmu ini," desis Jira dengan mata berkilat marah.

Jira kemudian melirik ke luar lorong dan menatap orang-orang yang berlalu lalang. Matanya kemudian menatap beberapa orang yang terlihat sangat mencolok.

"Wuah, kalian benar. Mereka benar-benar mencolok, membutakan mata dengan wajah yang nyaris sempurna. Benar-benar diciptakan untuk menggoda dan menjerumuskan manusia."

"Aiden, kau di mana? Mereka sedang berada di sini," Jira menoleh saat Andrew berbicara dengan Aiden melalui ponselnya. Wajah pria itu terlihat sedikit khawatir dan panic. "aku juga tidak mengerti, aku tidak tahu apa maksud mereka muncul di tempat yang sama dengan jumlah yang banyak seperti itu. Bahkan beberapa team The Dragon juga berada di sana. Apakah kau pikir hal ini ada hubungannya dengan Aquinas?"

"Aku?" ucap Jira tanpa mengeluarkan suara. Jira menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung.

Apa hubungannya para Obscure itu dengan dirinya?

Apakah mereka sedang berusaha mencari dirinya?

Untuk apa? Membunuhnya?

Tapi bukankah mereka tidak bisa membunuh seorang putri Sanctus? Mereka hanya bisa melukainya dan tidak bisa lebih dari itu.

Jira masih saja menatap Andrew, memastikan apa yang ada dipikiran pria itu.

"Tidak, aku tidak melihatnya," jeda sesaat, Andrew melirik sekilas ke arah Jira sebelum melanjutkan ucapannya. "baiklah, aku akan berusaha melewati mereka. Berdoalah agar tidak ada yang mengenali kami, dan kami bisa sampai di tempatmu dengan keadaan utuh."

Andrew mematikan ponselnya dan meletakan benda tersebut dalam saku celana jeansnya. Ia kemudian meirik ke luar lorong, menoleh ke kiri dan ke kanan sebelum kembali menatap Jira.

"Bisakah kau berakting seperti manusia biasa yang tidak tahu apa-apa?"

"Kau memintaku untuk berakting? hahahahaha... Jangan bercanda!" desis Jira tajam, rasanya ingin sekali ia menonjok wajah tampan di depannya ini, memberikan sedikit ukiran pada tubuh Andrew. "bagaimana bisa kau menyuruhku untuk berperilaku biasa-biasa saja saat berada di tengah-tengah makhluk seperti mereka? Mereka penghuni kegelapan! mereka penikmat darah, Choi Siwon-ssi!"

Andrew mendesah kesal mendengar Jira menyebut nama Koreanya, tanda bahwa gadis di depannya ini sedang sangat marah.

Memang sangat sulit untuk bersikap biasa saat kau berada di tengah-tengah bangsa Obscure, kecuali kau memang tidak mengetahui keberadaan mereka tapi, Andrew juga tidak memiliki ide lain untuk membawa Jira pergi dari tempat ini tanpa menghasilkan luka pada tubuh gadis itu seperti yang dimiliki oleh Leyna.

Apa lagi ini sudah malam dan sangat sedikit manusia yang berkeliaran di tempat ini, membuat bangsa Obscure dapat dengan bebas menyerang mereka.

"Dengar Nona Constantin yang sangat kuhormati," gumam Andrew sambil kembali melirik ke luar, melihat keadaan di sekitar lorong itu. "kita harus segera pergi dari tempat ini. Aiden akan menunggu kita di ujung jalan. Yang perlu kita lakukan hanya pergi menjauh tanpa dicurigai oleh mereka. Aku tidak akan memaksamu untuk berakting tapi, yang perlu kau ketahui adalah, jika mereka mengetahui keberadaan kita maka ada kemungkinan mereka akan menyakitimu."

"Jadi?" Tanya Jira dengan wajah polos, membuat Andrew berdecak kesal dan ingin mencolok mata gadis itu yang terlihat tidak berdosa namun menyebalkan di saat yang bersamaan.

"Terserah kaulah, yang jelas aku akan pergi dari sini dan kau harus mengikutiku." ucap Andrew sambil menarik pergi gadis itu, berjalan keluar lorong dan melangkah menuju tempat ramai di mana segerombolan Obscure tengah memperhatikan manusia-manusia yang berlalu lalang.

Jira ingin sekali memprotes dan melepaskan cengkraman Andrew pada tangan kirinya namun niatnya itu berubah saat mereka semakin mendekati segerombolan bangsa Obscure.

Satu orang,

Dua orang,

Tiga or...

Jira menahan nafasnya saat orang ketiga yang ia dan Andrew lewati menatapnya dengan pandangan menilai dan curiga, dilihat sekilas saja Jira dapat menebak bahwa gadis eropa itu adalah salah satu bangsa Obscure.

Mungkin seorang Hominis?

"Auw!" Jira menjerit kaget saat ia menabrak tubuh seseorang, sepertinya ia terlalu serius memperhatikan gadis eropa tadi hingga tidak menyadari bahwa dirinya berjalan sedikit ke kanan dari tubuh Andrew dan menyenggol orang lain. "Maaf, aku benar-benar minta maaf!"

"Tidak apa-apa, nona." ucap pria yang ditabrak itu sambil menunduk membersihkan baju yang terkena tumpahan kopi, hasil dari kecerobohan Jira.

Pria itu kemudian membuang gelas plastic yang sudah kosong di tangannya ke tempat sampah yang berada di dekatnya. "kau sepertinya sangat terburu-buru hingga tidak melihat makhluk sebesarku." ucap pria itu lagi sambil tertawa renyah.

Jira mengerjap pelan melihat pria itu, mata yang hitam legam dengan pandangan yang terkesan tajam, wajah yang dingin meski terdapat segaris senyum hangat di tempat itu dan....

Tubuh Jira seketika bergidik saat tersadar bahwa pria itu adalah seorang Obscure, bukan seorang Hominis, melainkan salah satu yang terhebat.

The Dragon?

Oh sial! bukankah seharusnya ia segera pergi dari hadapan pria itu sekarang juga?

"Maaf, tuan. Gadis ini memang sangat ceroboh. Matanya selalu tidak bisa diam jika di ajak ke tempat ramai seperti ini. Sekali lagi kami minta maaf." ucap Andrew dengan wajah bersalah.

Jira melirik ke arah pria itu dengan ekor matanya, bertanya-tanya dalam hati mengapa Andrew dapat berakting sehebat ini? Ataukah pria itu tidak menyadari siapa pria di depan mereka?

"Benarkah? Kalau begitu lain kali kau harus menjaganya baik-baik."

"Pasti. Lain kali hal ini tidak akan terjadi. Sekali lagi kami minta maaf. Hey! gadis bodoh, cepat minta maaf lagi." bentak Andrew sambil menyikut tubuh Jira, membuat tubuh gadis itu terlihat sedikit oleng.

"Aish, aku sudah meminta maaf tadi. Baiklah, aku akan melakukannya lagi." gerutu Jira kesal, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. "sekali lagi aku mintaa maaf."

"It's oke, tidak apa-apa." jawab pria itu masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya "kalau begitu, silahkan lanjutkan perjalanan kalian."

"Iya, kami permisi, tuan," ucap Andrew sebelum menarik tubuh Jira lagi. Selama di perjalanan Jira dapat merasakan tangan pria itu yang meremas pergelangan tangannya dan saat Jira akan memprotes, Andrew sudah lebih dulu membuka suara. "bagaimana bisa kau menabraknya? Bagaimana bisa kau tidak melihatnya? Kau hampir membuat kita berdua dalam bahaya!" desis pria itu dengan rahang mengeras karena marah.

"Aku sama sekali tidak melihatnya, perhatianku tertuju pada seorang gadis dan..."

"Pria itu adalah anggota The Dragon."

"Aku tahu." ucap Jira menahan kesal karena Andrew dengan tidak sopannya memotong ucapannya.

"Dia mengenalmu."

"Mwo? Bagaimana bisa dia mengenalku?"

Andrew melepas cengkraman tangannya dari Jira, ia berbalik menyapukan pandangannya di mana para bangsa Obscure berada, matanya tertuju pada satu titik, membuat Jira berbalik dan mengikuti arah pandang pria itu.

"Di...Dia..." gumam Jira terbata-bata dan secara tidak sadar segera bersembunyi di balik tubuh Andrew yang tinggi. Menyelamatkan dirinya dari pandangan pria tadi yang sempat ditabraknya.

"Pria itu adalah satu-satunya bangsa Obscure yang mengenalmu bahkan sebelum ia bertemu denganmu."

"Ma... maksudmu?"

"Dia adalah anggota The Dragon yang disebut-sebut memiliki keahlian meramal sama seperti Leyna, nama pria itu Jeremy," jelas Andrew lagi dengan mata yang perlahan mulai menajam "Aquinas."

"Ya?"

"Dalam hitungan tiga, kau harus berlari secepat yang kau bisa, pergilah ke tempat saat Aiden mengantarkan kita, kau ingat tempatnya kan? Dan katakan padanya bahwa ia harus segera mencariku." Desis Andrew tanpa menatap Jira.

"Kenapa kau tidak ikut dengannku menemui Aiden?"

"Karena jika kita pergi bersama, maka kita berdua akan terluka."

Jira mengernyitkan dahinya, tidak mengerti dengan ucapan Andrew. Gadis itu akhirnya kembali menoleh ke arah Jeremy dan terkejut saat semua bangsa Obscure sedang menatap tajam ke arahnya.

Bangsa Obscure sudah menyadari kehadiran Jira dan Andrew, entah karena Jeremy yang terus menatap mereka atau ada hal lain hingga bangsa itu dapat mengenali mereka berdua. Jira menahan nafasnya saat para Hominis sudah melangkah menuju ke arah mereka, tangan gadis itu menarik lengan Andrew untuk mundur namun, Andrew malah melepaskan cengkraman Jira.

"Pergi," desis pria itu

"Tapi..."

"Pergilah atau kau akan melihatku mati di tangan mereka."

****

Bunyi decitan mobil sport terdengar memakan telinga, dari dalam mobil itu terlihat Seohee, Aiden dan Leyna yang dengan terburu-buru keluar.

Di belakang mobil mereka juga ada beberapa mobil dan motor bangsa Eklessia, perkataan Andrew di telpon beberapa saat yang lalu cukup membuat mereka khawatir, terutama sikap Leyna yang terlihat gelisah namun, tidak mengucapkan apa-apa.

Hal itu justru menambah kekhawatiran mereka, hal buruk sepertinya akan segera terjadi.

"Oh! Aquinas!" teriak Aiden saat melihat Jira berlari ke arah mereka, wajah gadis itu terlihat memucat dengan banyak peluh.

"Kau tidak apa-apa?" ucap Seohee khawatir dan segera memeriksa tubuh gadis itu, ia kemudian mendesah lega setelah memastikan Jira dalam keadaan baik.

"Hhhh...hhh... Andrew... dia...dia... hh.." Jira berbicara terbata-bata, gadis itu bahkan harus tersungkur di atas jalan karena terlalu lelah berlari.

"Kami mengerti, kami akan mencarinya," ucap Aiden mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut gedung, seakan-akan ia mampu melihat keberadaan Andrew saat ini. "sebaiknya kita menyebar. Dan ingat, hindari para The Dragon. Kita datang ke sini bukan untuk mati konyol karena menghadapi mereka." lanjutnya lagi memperingatkan beberapa kaumnya.

Jira masih terduduk di jalan saat Seohee, Aiden, Leyna dan beberapa bangsa Eklessia menyebar untuk mencari Andrew. Tubuhnya seperti remuk karena berlari seperti orang gila tadi, kakinya mulai terasa sakit dan mau tidak mau membuatnya mengernyit saat menggerakan bagian tubuhnya itu.

"Nona Aquinas, sabaiknya anda masuk ke dalam mobil." ucap salah satu pria yang tadi datang bersama Seohee.

Pria itu segera membantu Jira berdiri dan masuk ke dalam mobil Aiden, kemudian kembali menghampiri temannya yang ikut ditugaskan untuk menjaga Jira.

"Aish jinjja!" rutuk Jira sambil meluruskan kakinya, ia menggigit bibir bawahnya saat kembali merasakan nyeri pada kakinya lagi.

Gadis itu mendesah berat, merasa bersalah karena harus meninggalkan Andrew seorang diri. Pikirannya perlahan mulai melayang seiring pertanyaan-pertanyaan yang mulai menumpuk dalam benaknya.

Apakah pria itu berhasil kabur?

Apa Andrew dapat menang melawan bangsa Obscure itu?

Bagaiamana jika tidak?

Jira menggelengkan kepalannya saat terlintas pikiran yang buruk mengenai keadaan Andrew, perlahan gadis itu mengulurkan tangannya, memijat betisnya, berharap hal itu dapat menghilangkan rasa sakit di kakinya.

"Lari!" suara bentakan itu cukup mengejutkan Jira, membuatnya terlonjak dan menatap ke sekelilingnya, melihat apa yang terjadi dengan keadaan di luar mobil. "nona, kau harus lari!"

Pria yang tadi membantu Jira menarik lengan gadis itu dengan kasar, tanpa memperdulikan makian yang dikeluarkan gadis itu saat kakinya terbentur oleh pintu mobil.

"Yak! kenapa kita harus... huwaaa!!' pekik gadis itu saat seorang wanita menarik lengannya yang lain dan mengakibatkan kaos hitam yang ia kenakan robek seperti tercabik.

Jira menatap ngeri ke arah wanita itu, matanya beradu dengan mata abu-abu gelap milik wanita di depannya.

Pria yang dari tadi menjaga Jira segera mencengkram tangan wanita tersebut, melepasnya dengan kasar dan menarik Jira ke belakang tubuhnya.

"Ba... bagaimana ini?" gumam Jira saat melihat bahwa kini mereka sudah dikeliingi oleh bangsa Obscure. Jira meremas bajunya sendiri, melampiaskan kegugupannya pada benda tersebut. "a..aku harus bagaimana?"

"Lari, selamatkan dirimu."

"Apa? Kenapa aku harus lari? Aku bisa membantu kalian." protes gadis itu tidak terima.

Ia sudah meninggalkan Andrew sendirian dan sekarang Jira tidak ingin meninggalkan kaumnya untuk kedua kalinya. Sudah cukup ia merasa bersalah karena Andrew.

"Mereka mencarimu, terutama para The Dragon. Sebelum The Dragon datang, kau harus lari nona, kami akan mengatasi mereka." gumam pria lain sambil menatap tajam ke arah bangsa Obscure yang kini sudah mulai mendekati mereka.

"Aku tidak mau! bagaimana bisa kalian melawan The Dragon? Kalian ingin mati, eoh? Biarkan aku yang melawan mereka."

Kedua pria itu menoleh ke arah Jira, mendesah kesal kemudian kembali mengawasi gerak-gerik bangsa Obscure. "Kau bahkan baru belajar pertahanan kemarin sore, nona. Bagaimana bisa kau melawan The Dragon?"

Jira menggigit bibir bawahnya, ia baru saja tersadar betapah bodoh dirinya. Kekuatannya saat ini bahkan jauh di bawah kedua pria itu dan ia berkata akan melindungi mereka? Sinting! tapi tetap saja ia tidak sanggup meninggalkan mereka berdua.

"Defenders!" Jira tersentak saat mendengar suara kedua orang itu. Ia memandang ke depan dan bergidik ngeri melihat betapa banyak bangsa Obscure dengan tanda di bagian tangan kiri mereka.

Mata Jira menyipit saat Defenders milik kedua pria itu muncul dan melindungi mereka bertiga, kemudian secara bergantian melumpuhkan para bangsa Obscure yang masih seorang Hominis.

"Kyaaa!!" Jira berteriak saat seorang Hominis menarik tangannya, menyeret dirinya menjauh dari kedua pria tadi yang tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka juga dalam keadaan yang sulit.

Jira merontah, berusaha melepaskan dirinya dari Hominis yang ternyata seorang pria.

Jira menggigit bibir bawahnya, ia nyaris menangis saat ini hingga suatu pemikiran terlintas begitu saja dan membuatnya menyeringai.

Bukankah pria yang menariknya ini seorang Hominis? Bangsa Obscure yang baru dan itu artinya kekuatan mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bangsa Eklessia!

"Hey! Kau ingin mati?" desis Jira pada pria Eropa itu dengan ekspresi membunuh, mata gadis itu perlahan berubah menjadi warna merah darah, membuat pria tersebut membeku seketika, terkejut dengan ucapan dan sikap Jira yang berubah seratus delapan puluh derajat.

Pria itu segera melepaskan cengkramannya dan berjalan menjauhi gadis itu, tahu bahwa sekarang Jira sudah menyadari situasi yang sedang terjadi, gadis itu telah mengetahui siapa yang seharusnya memburu dan diburu.

"Defenders," desis Jira dingin.

Tersenyum saat cahaya pelindungnya melesat ke arah pria Eropa itu, mengurungnya dan mengangkat tubuh tersebut

"Distruz!" lanjutnya lagi. tanpa mau bersusah payah mendekati tubuh pria tersebut dan menyentuh Jantungnya seperti yang pernah diajarkan oleh Andrew. Satu lagi kelebihan seorang putri Sanctus, kau tidak perlu beradu fisik dengan bangsa Obscure untuk menghabisi mereka.

Cukup dengan mengucapkan kata-kata dan semua keinginanmu akan terjadi.

Jira melirik ke arah dua pria yang berada di belakangnya, masih terlihat sangat sibuk melawan para Hominis.

Gadis itu mendesah kesal, ia berniat membantu kedua pria itu sebelum matanya dengan tidak sengaja menangkap sosok seorang pria yang berjalan mendekatinya.

Mata Jira menajam, pria itu bangsa Obscure namun bukan seorang Hominis. Aura gelapnya terlalu pekat, sama seperti pria bernama Jeremy tadi.

"Shit!" maki Jira saat menyadari bahwa pria itu anggota The Dragon. Mati! ia pasti tidak akan sanggup melawan pria tersebut.

"Ja...Jangan mendekat!" pekiknya dengan tangan yang menunjuk pria itu. Defenders milik Jira terlihat siaga di belakang tubuh gadis itu, siap untuk menyerang jika pria tersebut melukai Jira.

Pria itu tersenyum meremehkan, ia melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap jira dari ujung kaki hingga ke kepala. "sepertinya kau tidak sehebat yang dikatakan orang-orang. Kau bahkan terlihat ketakutan saat ini."

Jira menelan salivanya dengan susah payah saat mata pria itu perlahan berganti warna menjadi biru sapphire. Terlihat sangat indah namun berbahaya di saat yang bersamaan, membuat tubuh gadis itu seketika mendadak lemas dan tersungkur jatuh.

"Kenapa keturunan Constantin begitu lemah? Ini adalah kota kalian, di sinilah kekuatan kalian seharusnya menjadi begitu menakutkan. Tapi, apa ini? Kau bahkan tidak sanggup berdiri hanya karena melihatku?" pria itu dengan santaiannya melangkah mendekati Jira, menyeringai saat menyadari betapa gemetar tubuh gadis itu.

"Hentikan!"

Jira menoleh saat Aiden berteriak dan berlari ke arah mereka, diikuti oleh beberapa orang yang berada di belakangnya. Gadis itu tersenyum saat melihat Aiden, ia merasa sedikit lega denga keberadaan pria itu.

"Kau yang berhenti. Jangan membuatku menyakitimu, Aiden. Apa kau lupa bahwa kau bukanlah lawanku?" Ucapan pria itu sukses membuat kelegaan Jira menguap seketika.

Ya, ia baru tersadar bahwa tidak seharusnya Aiden berada di sini dan melawan pria itu. Leyna bahkan dapat mereka lukai, lalu apa jadinya dengan Aiden yang hanya seorang bangsa Eklessia biasa?

"Berani sekali kau menyerang kami dengan cara licik seperti ini."

"Menyerang? Kami tidak menyerang, kami hanya ingin melihatnya." Pria itu mengalihkan tatapannya pada Jira dan tersenyum menyeramkan.

"Seperti ini kau bilang tidak menyerang? Hentikan sekarang juga, Casey! aku yakin tindakan kalian ini tanpa sepengetahuan Marcus!" Bentak Aiden dengan tangan terkepal, sebenarnya saat ini ia sangat ketakutan. Bukan karena pria bernama Casey itu adalah seorang The Dragon melainkan sifat pria tersebut yang terkenal berbahaya dan tidak dapat diduga.

"Kau terlalu banyak bicara." gumam Casey dengan mata berkilat marah dan saat itu juga tanpa disengaja Aiden menatap mata pria itu dan ia tidak mampu lagi mengendalikan dirinya. "sudah kukatakan bahwa kau bukan lawanku."

Mata Jira membulat seketika saat melihat punggung Aiden menegang kaku, tubuh pria itu kemudian tersungkur jatuh begitu saja di atas jalan dan dalam keadaan tidak sadar.

Orang-orang di samping Aiden juga mengalami hal yang tidak jauh beda, tubuh mereka mendadak kaku. Pikiran mereka sedang berada di bawah kekuasaan Casey.

Jira mengerjap beberapa kali, matanya mulai memanas dan berair, ia mendongak menatap Casey dengan pandangan marah.

"Hal itulah yang akan tejadi jika kau tidak dapat melindungi bangsamu. Hentikanlah semua ini! pulanglah ke negaramu sebelum banyak nyawa bangsa Eklessia terenggut hanya untuk melindungi nona muda yang tidak tahu apa-apa sepertimu." ucap Casey dengan senyum sinis, sangat terlihat bahwa ia begitu menyukai permainannya kali ini.

Senyum Casey menghilang secara perlahan saat ia melihat senyum setengah terukir di wajah Jira.

Membuatnya bertanya-tanya apa yang salah dengan gadis itu?

Bagaimana bisa ia dapat tersenyum dalam situasi seperti ini?

Atau mungkinkah gadis di depannya ini sudah tidak waras karena terkejut melihat situasi ini?

"Jika aku kembali ke Korea," ucap Jira sambil berusaha berdiri meski kakinya gemetar dan berdenyut nyeri "apa kalian akan melakukan Recupera?" Casey terkejut dengan ucapan gadis itu,

Recupera?

Hal yang sangat ingin bangsa mereka lakukan, impian terbesar yang telah mereka kubur dalam-dalam.

Recupera sama artinya dengan kebebasan sekaligus kematian bagi mereka. Jika mereka beruntung menjalaninya hingga akhir, mereka akan kembali menjadi manusia biasa namun, jika mereka gagal maka kematian dan penyiksaan akan menunggu mereka.

"Aku yakin kalian pasti tidak akan melakukannya. Jadi, untuk apa aku kembali? Kalian tetap akan menyerang bangsa Eklessia bukan?" Senyum sinis kembali terukir di wajah gadis itu, Casey bahkan dapat mendengar suara tertawa kecil yang keluar dari bibir Jira. "kau ingin membunuh Aiden? Kau ingin mengambil nyawa mereka semua? Silahkan! Aku tidak akan melarangmu."

Jira menegakan tubuhnya, ia mengernyit saat angin malam menerpa kulit lengannya yang terekspos karena baju yang ia kenakan sudah tidak memiliki lengan lagi. Ia mendesah berat, secara terang-terangan memberitahu pada Casey betapa bosannya ia dengan semua hal ini.

"Cepat selesaikan semuanya Mr.Casey! kemudian larilah sejauh mungkin, sembunyilah! karena aku bersumpah padamu, jika terjadi sesuatu dengan salah satu dari mereka, aku akan membuatmu menyesal dan berlutut di hadapanku."

"memangnya kau bisa apa?" tantang Casey

"Kau bertanya apa yang bisa kulakukan?" ulang Jira dengan nada sinis "aku bisa menyakiti Reossamu." desisnya dingin. Jira sudah membaca semua kelemahan bangsa Obscure dari buku yang di berikan Seohee saat mereka masih di Korea, termasuk tentang Reossa yang merupakan takdir mereka.

Sebenarnya ia tidak tahu siapa Reossa pria itu, ia hanya sedang membual saja. Menyakiti seseorang yang tidak bersalah? Oh ayolah! ia tidak sesadis itu.

Casey mengatupkan bibirnya, ia sama sekali tidak menyangka bahwa gadis itu dapat mengucapkan hal yang terdengar menakutkan baginya.

Menyakiti Reossanya? Ya Tuhan! ia bisa mati jika sampai hal tersebut terjadi.

"Hentikanlah," Casey menoleh, ia kemudian menemukan Jeremy dan Marcus sudah berada di belakangnya. "kita datang ke sini hanya untuk melihat saja." lanjut Jeremy lagi.

"Kau tahu? Dia sangat menyebalkan!" keluh Casey sambil berjalan ke arah dua orang itu dengan pandangan kesal. "bagaimana bisa ia memanfaatkan Reossa untuk mengancamku?"

"Casey awas!" teriak Jeremy saat Defenders milik Jira melesat ke arah pria cantik itu. Marcus dan Jeremy berlari ke arahnya, berusaha menarik pria itu namun terlambat, Jira jauh lebih cepat.

Kyuhyun POV

"Casey awas!" teriak Jeremy saat sesosok Defenders melesat ke arah Casey. Aku dan Jeremy refleks berlari ke arahnya namun, kami kalah cepat dari pelindung sialan itu.

Casey mulai berteriak kesakitan, cahaya milik Defenders itu mulai membakar tubuhnya, membuat diriku dan Jeremy kalang kabut dibuatnya. Jeremy kemudian menoleh ke arahku lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Marcus, kau harus melakukan sesuatu."

"Apa yang harus aku lakukan? Sudah kukatakan untuk tidak melakukan hal yang tida-tidak pada kalian tapi kalian ti..."

"Cho Kyuhyun!" pekik Jeremy frustasi. Aku terdiam terlalu shock dengan tindakan Jeremy yang menyebut nama Koreaku. "pemilik Defenders itu adalah Reosamu!"

Aku mengernyit, tidak mengerti dengan ucapan Jeremy hingga akhirnya aku berbalik dan menemukan sosok itu.

Tunggu!

Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? Bagaimana bisa aku tidak melihat gadis itu? Apa mungkin karena Jeremy sengaja menghalangi gadis itu dari pandanganku saat tiba tadi?

Sialan! aku tidak dapat mengendalikan diriku untuk tidak menatapnya.

Mataku mulai menelusuri sosoknya, sepertinya ia tidak menyadari keberadaanku dan Jeremy karena ia terlalu terfokus pada Casey.

Gadis itu memiliki rambut ikal yang terlihat lembut, ia memiliki tubuh yang tinggi dan ramping dengan kaki yang jenjang. Pakaian yang ia kenakan sama sekali tidak terlihat feminim, bahkan nyaris seprti pria namun, anehnya aku malah menyukai hal itu.

Dan... wajah itu!

Astaga!

Wajahnya terlihat sangat angkuh dan dingin, membuatku penasaran akan seperti apa wajah itu saat tersenyum. Sekarang perhatianku beralih pada matanya, ia memiliki mata yang berwarna merah darah, terlihat tajam dan sangat marah, kemudian bibir gadis itu terlihat berwarna merah tanpa polesan bahan kimia, terlihat sangat menarik dan...

Sialan! sejak kapan aku berada sedekat ini dengannya?

Ia mengalihkan pandangannya padaku dan di detik mata kami bertemu, aku menyadari bahwa ia terkejut, entah karena kaget dengan keberadaanku yang sudah berada di hadapannya atau mungkin ada hal lain. Matanya mengerjap pelan, terlihat bingung dan panic.

Aku mendengar Casey kembali berteriak, membuatku tersentak dan sedikit menoleh kebelakang. Aish, aku lupa dengan pria cantik itu.

Ku alihkan kembali tatapannku pada keturunan Constantin tersebut, matanya, aku harus menutup mata gadis itu karena Defenders di kendalikan melalui mata tuannya. Tapi, apakah gadis ini tidak akan menyerangku jika aku menyentuhnya?

Bagaimana jika kami terlibat pertarungan?

"Ja..jangan mendekat!" ucapnya dengan suara yang gemetar.

Ah! dia takut padaku? Kalau begitu aku tidak perlu merasakan hal yang sama sepertinya bukan?

Sepertinya gadis ini belum menguasai banyak hal tentang Sanctus, lihat saja, ia hanya bisa mengendalikan Defenders, padahal anggota The Dragon tidak dapat dimusnahkan hanya dengan sosok pelindung itu.

"Yak! Neo micheoseo?!!!"

Aku tersenyum geli mendengarnya berbicara dengan bahasa Korea, tidak tahukah ia bahwa seorang Sanctus harus menjaga semua identitas aslinya, termasuk asal Negara mereka?

Sepertinya Reossaku yang satu ini sedikit bodoh.

"Ah~ ayo kita selesaikan ini." gumamku sambil meraih lengannya dan menarik tubuhnya mendekat, sedikit mengernyit saat merasakan sensasi saat telapak tangannku menyentuh kulit dingin gadis itu.

Rasanya seperti... ah! sulit untuk dijelaskan tapi yang pasti, aku menyukai sensasi ini.

"Ka..kau..." desisnya pelan sebelum aku meletakan tangan kananku pada matanya, menutup akses penglihatannya, melumpuhkan salah satu inderanya.

Ia terdiam saat aku melakukan hal itu, membuatku tersenyum puas. Aku melirik ke arah Casey, tubuh pria itu perlahan jatuh ke atas jalan seiring dengan menghilangnya Defenders gadis ini. Jeremy dan beberapa Hominis terlihat segera menolong pria tersebut.

Aku kembali mengalihkan tatapanku pada gadis itu, melihat bagaimana ia meremas bajunya hingga menjadi sangat kusut, tubuhnya yang gemetar meski tidak separah tadi dan bibirnya yang terkatup rapat seperti sedang menahan sesuatu yang ingin ia lontarkan, makian mungkin?

"Hey," gumamku pelan tanpa merubah posisi tubuh dan tanganku. Gadis itu tampak menegang, mungkin terkejut dengan tindakanku. "kau menggunakan Reossa untuk mengancam Casey?"

Gadis itu tetap diam, ia malah menggigit bibir bawahnya, membuatku menatap aktifitasnya itu dan berpikir yang tidak-tidak mengenai bagian tubuhnya tersebut.

"Itu hal yang sangat licik, kau tahu? Casey pasti akan sangat menderita jika Reossanya terluka untuk kedua kalinya. Lagi pula, memangnya kau sanggup menyakiti Leyna?" ucapku, sengaja memberi penekanan saat menyebut nama Leyna. Gadis itu mendongak, seakan-akan dapat melihatku dari balik telapak tanganku.

"Le... Leyna adalah Reossanya? Tidak mungkin!" ucapnya tidak terima.

"Ya, terdengar tidak mungkin. Tapi, itulah kenyataannya" Aku menunduk mensejajarkan tubuh kami, memperkecil jarak antara diriku dan dirinya. Telapak tanganku dapat merasakan mata gadis itu bergerak gelisah, sepertinya ia sadar bahwa aku bergerak ke arahnya. "hey, kau ingin ku beri tahu sebuah rahasia?"

"Ha?" gumam gadis itu, sangat kentara bahwa sekarang ia dalam keadaan bingung, gugup dan ketakutan.

Aku menyeringai melihat kelakuannya, sepertinya akan sangat menyenangkan jika aku bisa bermain-main sebentar dengan gadis ini.

Perlahan ku majukan tubuhku ke arahnya, kali ini benar-benar membunuh jarak di antara kami dan mengecup singkat bibir gadis itu.

Mohon dicatat, hanya mengecup, tidak lebih!

Bahkan aku melakukan hal itu hanya sepersekian detik karena, saat aku melakukannya, aku tersentak dengan reaksi tubuhku yang seperti tersengat listrik jutaan volt, membuatku dengan segera menarik tubuhku menjauh darinya.

Aku melangkah mundur dari hadapan gadis itu, menatapnya dengan pandangan ketakutan. Sialan! gadis ini benar-benar berbahaya untukku. Aku hanya melakukan hal sesingkat itu dan reaksinya separah ini?

Gila! Reossa benar-benar sangat berbahaya untuk bangsa kami.

Gadis itu membuka matanya perlahan, menatapku dengan pandangan yang sulit untuk kuartikan. Dia terlihat sedikit....

"Aku... Reossamu?" gumamnya pelan namun, masih dapat ku dengar dengan jelas. Mataku membulat saat senyum licik terukir di wajahnya, membuatku penasaran apa yang ada di benak gadis itu. Tindakannya yang tersenyum saat aku mencuri ciumannya bukanlah hal yang wajar. "dilihat dari tindakanmu, maka dugaanku benar. Seorang anggota The Dragon tidak akan pernah sudi menyentuh wanita yang bukan Reossanya."

Aku mengatupkan bibirku, sedikit tersulut amarah dengan perkataannya saat mengerti maksud dari ucapannya. Sepertinya gadis itu sangat tahu arti Reossa bagi bangsa kami dan ia terlihat ingin bermain-main denganku.

Baiklah, jika itu maunya, aku akan mengikuti kemauannya. Mencoba bermain-main denganku? Ha! aku bersumpah akan membuatmu tidak dapat bernafas tanpa diriku.

Sialan!

"Jika kau sudah mengetahuinya, mengapa kau tidak mendekat? Kita bisa mulai bersahabat dan berkencan setelah ini." desisku berusaha untuk tetap tenang, meski aku tahu bahwa sekarang mataku bergerak liar saat melihat iris matanya yang perlahan menghitam.

Gadis itu sedang tidak menggunakan kekuatannya, membuatku berpikir bahwa ia sedang merasa nyaman saat ini.

"Aiden!!!!"

Teriakan tersebut sukses membuat gadis itu batal menjawab perkataanku, ia menoleh ke asal suara dan terlihat terkejut. Sedangkan aku tidak tertarik untuk mencari tahu siapa pemilik suara itu, aku sudah mengenal semua putri Sanctus yang berada di Inggris, dan aku sangat tahu bahwa suara teriakan itu adalah milik Aurora, kekasih Aiden.

Aku masih betah memandang gadis itu, mengacuhkan suara Jeremy yang berteriak memanggilku untuk segera pergi. Sebentar saja, aku masih ingin melihat gadis itu, merekam setiap lekuk wajahnya agar aku tidak akan melupakannya.

Aku mengerjap pelan saat gadis itu menoleh menatapku, ia memiringkan kepalannya, memandangku dengan pandangan bingung.

"Kau tidak pergi? Jika kau mati sekarang, kau tidak akan bisa lagi melihatku." gumamnya dengan senyum licik, membuatku mendesah kesal karena perkataannya.

Gadis ini benar-benar...

Aku berjalan cepat ke arahnya, menarik tubuhnya ke arahku, tidak perduli dengan suaranya yang berteriak kaget karena ulahku.

Secepat gerakanku menariknya, secepat itu juga ku pertemukan bibirku dan bibirnya. Ciuman kedua kami itu tidak berbeda dengan yang tadi, singkat dan menakjubkan.

Aku menyeringai saat mata gadis itu membulat menatapku, terlihat terkejut sekaligus marah tapi, apa perduliku? Yang penting aku berhasil menyentuhnya kembali! hahaha...

"Dengarkan aku baik-baik," ucapku dengan suara serak, berusaha menahan diri untuk tidak membawa lari gadis ini bersamaku. "meskipun kau adalah Reossaku, bukan berarti kau boleh menyakiti salah satu dari kami. Aku tidak memberimu ijin untuk melakukan hal itu. Dan mulai sekarang, kau harus terbiasa dengan kehadiranku, aku akan segera menemuimu setelah ini."

"Marcus! menjauh dari Aquinas!" Aku tersenyum mendengar suara Aurora, ah~ jadi nama Reossaku itu Aquinas? Hey, itu terdengar seperti air.

"Sampai berjumpa lagi Aquinas." ucapku sebelum pergi menjauh dari tempat itu.

Meninggalkan dirinya yang masih menatap tajam ke arahku.

Aquinas...

Aku tertawa kecil setiap menyebut namanya. Gadis itu benar-benar membuatku seperti orang gila.

=TBC=

ceritanya membingungkan? susah untuk diimajinasikan? Feelnya kurang? Bahasanya masih kurang jelas? tenang saja, author juga merasakan hal yg sama #plakkk!!itulah sebabnya sangat diharapkan koment dari semua readers, entah kritikan, masukan, atau komentar apa pun..

Continue Reading

You'll Also Like

590K 56.9K 27
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
618K 38.5K 64
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
435K 36.1K 27
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
596K 15.7K 19
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...