Air Mata Cinta | END

By Shineeminka

5M 150K 7.5K

The second story of Cinta Dalam Diam | Sebagian isi cerita telah dihapus karena tengah dalam proses penerbita... More

Prolog
Satu : Perlahan Rasa Itu Datang
Dua : Kebetulan Yang Memalukan
Tiga : Putus
Empat : Satu Jendela Yang Sama
Lima : Lamaran Dokter Danang
Enam : Dinda
Tujuh : Kecelakaan Bag.1
Sembilan : Perjodohan
Sepuluh : Enam Puluh Dua Hari
Sebelas : Dua Syarat
Dua Belas : Jodoh Tidak Mungkin Tertukar Bag.1
Vote Cover
Pre Order

Delapan : Kecelakaan Bag.2

136K 10.9K 389
By Shineeminka

Danang bergegas keluar dari mini market saat dia sadar kalau Naya sudah tidak ada di sampingnya. Naya benar-benar anak yang aktif lengah sedikit sudah menghilang.

"Naya," panggil Danang saat melihat Naya yang tengah duduk di teras mini market. Si kecil Naya sedang berusaha membuka bungkus coklat, "Sini Om bukain," Danang mengambil alih coklat itu dari tangan Naya, membukakan bungkusnya.

"Om bukain," setelah coklat terbuka Naya meminta Danang untuk sekalian membukakan tutup es cream-nya.

"Kalau yang ini nanti di rumah makannya."

Naya cemberut tidak terima, "Nay mau sekarang, Om."

"Nanti yah sayang. Kalau sudah nyampe rumah baru makan itu. Ayo pulang nanti es cream-nya keburu cair," Danang sudah hendak meninggalkan mini market namun urung saat tiba-tiba terjadi sebuah kecelakaan tepat di depan matanya. Sebuah mobil Honda Civic hampir saja menabrak seorang bocah yang sedang bermain di pinggir jalan. Andai saja mobil itu tidak membanting setir Danang yakin bocah itu pasti mengalami luka parah.

"Dimana sih ini orang tuanya. Malah ngebiarin anaknya main di pinggir jalan," cerocos seorang ibu yang membantu bocah itu bangun dari aspal. Hanya tangan bocah itu yang lecet karena terjatuh ke atas aspal, "Mana ibu kamu.. lain kali jangan main di pinggir jalan. Tuh orang jadi celaka."

Mobil Honda Civic yang menabrak pohon dikerumuni orang-orang yang memang kebetulan berada di tempat kejadian.

Didorong oleh rasa penasaran karena ingin melihat bagaimana keadaan si pengemudi Danang menghampiri mobil itu.

"Eh Neng buka atuh... Neng," ucap lelaki paruh bayu, yang menempelkan kepalanya ke kaca mobil yang gelap seraya mengetuk-ngetuk kaca tersebut berharap si pengemudi akan keluar dari mobilnya.

Di dalam mobil Citra sedang dalam keadaan ketakutan. Dia takut kalau anak yang dia tabrak terluka parah dan bapak-bapak yang mengerumuni mobilnya hendak menghakiminya. Saking takutnya dia mengabaikan sakit yang menyerang kepalanya, darah merembes dari pelipisnya karena tadi kepalanya menghantam kemudi. Dia berusaha untuk menghubungi nomer Mamanya, Adiknya dan saudara-saudaranya tapi tidak satupun yang mengangkat. Dia ingin dijemput. Dia takut bakal dihakimi masa gara-gara nabrak anak orang.

Tidak tahu kenapa tiba-tiba dia ingat Dion. Walaupun Dion tidak bisa menyusul dalam waktu dekat setidaknya dia berharap akan ada orang yang dapat menenangkan kepanikkannya. Akhirnya di tengah rasa panik yang merajarela dia memutuskan untuk menghubungi Dion.

Citra sangat bersyukur karena Dion langsung mengangkat panggilannya, "Dion... tolong aku," ucapnya disela isak tangisnya.

"Kamu kenapa?"

"Aku nabrak anak kecil..aku harus gimana?"

"Kamu nabrak dimana? Biar aku susul," ucap Dion cepat. Dari nada suaranya sepertinya Dion pun ikut panik.

"Nggak tahu ini dimana? Yang...aku... tahu ini deket gedung Harmoni Bandung."

"Ka..kamu di Bandung? Aku kira kamu udah balik ke Jakarta."

"Ih gimana? Aku harus gimana.... banyak orang yang terus-terusan mukulin mobil aku. Nyuruh aku keluar.. tapi aku takut?" pecahlah tangisan Citra.

"Jangan nangis semuanya pasti baik-baik aja. Kamu udah coba hubungi keluarga kamu?"

"Udah tapi nggak ada yang ngangkat."

"Yaudah kamu tenang. Aku bakal nyuruh temen aku yang tinggal di Bandung buat jemput kamu... jangan nangis yah. Aku juga bakal ke Bandung sekarang buat lihat keadaan kamu."

"Dion."

"Hmm?"

"Jangan tutup.. teleponnya. A..aku takut."

"Iya.. aku nggak akan tutup teleponnya, tapi kasih aku waktu bentar buat ngehubungi temen aku buat bisa jemput kamu."

"Maa..kasih Dion," ucap Citra masih disela isak tangisnya yang tak kunjung mau berhenti.

Di luar mobil. Orang-orang dibuat gemas karena Citra tidak kunjung mau membuka pintu mobilnya.

"Pingsan kali si Enengnya.. kok nggak keluar-keluar?" tanya seorang ibu-ibu yang terlihat paling heboh menunggu si pengemudi keluar dari mobilnya.

"Enggak kok, Bu. Si enengnya lagi nelpon. Kayanya lagi ngehubungi keluarganya kali," sahut seorang pemuda yang menempelkan wajahnya ke kaca mobil, "Geulis pisan si Eneng na. Eta maneh Na moal kehabisan darah.. keningna kos na mah sobek," cerocos pemuda tersebut menggunakan bahasa daerah bercampur Indonesia.

Saat mendengar pengemudi yang mendapatkan luka di kening Danang yang masih berdiri di dekat mobil seraya menggendong Naya meminta jalan kepada orang-orang yang masih setia mengerumuni mobil, "Punten, Pak. Saya mau lihat keadaan pengemudinya," ucapnya sopan.

"Oh mangga, Ujang saderekna nya?"

Danang menggeleng, "Sanes," jawabnya lantas mendekatkan wajahnya ke kaca mobil tersebut. Saat itu bertepatan Citra pun tengah menoleh ke arah kaca hingga membuat dia dan Danang saling beradu pandang. Meskipun Citra menggunakan jilbab dan keningnya berdarah, Danang masih dapat mengenalinya. Dia langsung mengetuk kaca mobil Citra, "Citra buka pintunya."

Di dalam mobil Citra menatap Danang tidak percaya.

Kenapa ada dia? Batinnya kebingungan.

"Citra buka pintunya.. kepala kamu terluka.. itu harus segera di obati," Danang kembali mengetuk kaca mobil Citra dengan lebih kencang berharap Citra akan segera keluar. Dan akhirnya Citra pun keluar. Dia menatap takut pada orang-orang yang sekarang tengah memperhatikannya.


"Ikut aku!" pinta Danang pada Citra.

Citra yang dalam keadaan masih shock. Mengikuti langkah Danang. Sesekali dia memegangi pelipisnya yang terasa sakit.

"Masuk," Danang meminta Citra untuk masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan mini market.

"Tante teningnya beldalah. dalahnya banyak," celoteh Naya yang sudah Danang dudukkan di samping Citra, "Tante jangan nangis yah.. Om Danang doktel..jadi nanti lukanya diobati.. sama Om Danang."

Citra hanya mampu mengangguk. Tangannya menyentuh pipinya yang basah oleh air mata. Air mata ketakutan.

"Tente mau coklat...," Naya menyodorkan coklat yang tinggal separo kepada Citra.

Citra menggeleng. Andai saja dia tidak dalam keadaan shock sudah pasti dia akan mencubiti pipi Naya yang terlihat begitu menggemaskan.

Danang menahan senyumnya saat mendengar kata-kata yang telah di katakan oleh keponakkannya kepada Citra, setelahnya dia mengambil sarung tangan dari dalam kotak P3K sebelum membersihkan luka Citra. Dia mulai membersihkan luka yang ada di kening Citra, memeriksa seberapa dalam luka robek yang ada di kening Citra. Kalau memang dalam dia akan membawa Citra ke rumah sakit untuk dijahit lukanya, namun untungnya luka Citra tidak terlalu dalam.

"Lukanya tidak terlalu dalam," ucapnya memberi tahu Citra, "Apa kamu merasa pusing?"

"Sedikit," jawab Citra. Dia memperhatikan wajah Danang yang terlihat serius mengobati lukanya.

"Bila dalam beberapa jam kamu merasa semakin pusing dan mual segera periksakan keadaanmu ke rumah sakit. Dikhawatirkan ada luka dalam akibat benturan yang terjadi. Jangan menyepelekan dampak dari kecelakaan hari ini. Apa kamu mengerti?"

Seperti seorang bocah polos. Citra hanya mengangguk patuh, "Ba..bagaimana dengan keadaan anak kecil yang aku tabrak?" tanyanya dengan nada ketakutan.

"Dia baik-baik saja, mobilmu sama sekali tidak mengenai tubuhnya."

"Benarkah?" tanya Citra tidak percaya. Dia terlalu paranoid hingga membayangkan yang tidak-tidak.

Danang mengangguk, lantas mengoleskan semacam gel ke kening Citra yang terluka setelah itu baru dia membalut luka Citra dengan kasa.

Naya diam memperhatikan Om-nya yang tengah mengobati Citra. Mata bulatnya mengerjap-ngerjap, "Apa cakit tante?"

Citra menoleh pada Naya, "Tidak sakit kok," jawabnya seraya tersenyum manis pada Naya. Hatinya benar-benar merasa lega setelah tahu kalau anak kecil yang hampir saja tertabrak oleh mobilnya tidak mengalami luka.

"Tente cantik," puji Naya setelah melihat senyuman manis Citra.

Gerakkan tangan Danang yang hendak menaruh kembali kotak P3K ke tempatnya terhenti saat mendengar pujian Naya untuk Citra. Citra memang terlihat cantik dengan jilbab syar'i yang dia kenakan sekarang. Batin Danang sekilas menoleh pada Citra yang tengah membelai lembut pipi Naya.

"Kamu juga cantik," puji Citra pada Naya.

"Tente namanya ciapa?"

"Citra, sayang. Nama kamu siapa?"

"Naya," jawab Naya, "Om Danang kok nggak kenalan cama tante Citla."

"Om sudah kenal sama tante Citra, jadi tidak perlu kenalan lagi. Kita sudah saling mengenalkan?" tanya Danang pada Citra.

Citra mengangguk ragu. Dia memang sudah mengenal Danang. Danang adalah cowok songong yang dulu pernah ngasih ceramah gratis di deket tukang siomay padanya, Danang adalah dokter baik hati yang memberinya selimut serta mengantarkannya pulang. Danang adalah teman Dokter Ali yang bukan lain adalah suami dari sahabat baiknya sendiri, dan Danang adalah cowok yang satu gerbong kereta api saat mereka menuju Bandung. Bila memang itu yang dimaksud dengan saling mengenal maka jawabannya memang benar dia dan Danang sudah saling mengenal walaupun belum pernah sekalipun saling berkenalan secara resmi.

"Tente Citla belalti doktel juga yah cama kaya Om Danang?"

Belum sempat Citra menjawan pertanyaan Naya ada seorang wanita yang mengetuk kaca mobil Danang, "Permisi... saya mencari pemilik mobil itu," ucapnya seraya menunjuk mobil Citra yang masih teronggok di pinggir jalan dengan keadaan menyedihkan.

"Sa..saya," ucap Citra ragu, "Anda siapa?"

Wanita itu tersenyum ramah, "Perkenalkan saya Weni, temannya Dion. Dion bilang tunangannya mengalami kecelakaan jadi dia menyuruh saya untuk menjemput kamu. Kamu Citra kan? Tunangannya Dion?"

Tunangan? Tunangan dari Hongkong? Batin Citra menggerutu kesal dan dia pun merutuki kebodohannya kenapa dia tadi malah menghubungi Dion. Merekakan sudah putus. Bodoh... dia benar-benar merasa menjadi wanita paling bodoh.

"Iya," jawab Citra akhirnya. Kalau dia bilang bukan, kasihan Dion. Pasti itu akan membuat Dion malu.

"Kalau begitu mari saya antarkan ke rumah sakit. Dion meminta saya untuk membawa kamu ke rumah sakit. Dia sangat mengkhawatirkan kamu. Saking khawatirnya dia terus menghubungi saya," ucapnya.

Citra mengangguk. Dia menatap ke arah Danang, "Terimakasih atas bantuannya," ucapnya tulus pada Danang.

Danang hanya mengangguk.

"Makasih Naya. Semoga kita bisa bertemu lagi yah," dengan lembut Citra menciun pipi Naya. Naya benar-benar membuatnya gemas.

"Cama-cama tante," Naya pun membalas ciuman Citra. Dia mencium kedua pipi Citra bergantian, "Dadah... tante Citla!" seru Naya sambil melambaikan tangannya pada Citra yang berjalan ke arah mobil Sedan berwarna merah.

Danang menghela napas panjang. Dia tidak menyangka kalau ternyata Citra sudah bertunangan. Itu berarti mau tidak mau dia harus mundur. Rencananya untuk menjadikan Citra halal baginya harus dia batalkan karena dalam sebuah hadis sudah ditentukan hukumnya, Janganlah seorang laki-laki meminang atau melamar (seorang wanita) yang telah dipinang oleh saudaranya, sampai peminang sebelumnya itu meninggalkan atau mengizinkan untuknya.

Danang beristigfar berusaha menenangkan hatinya yang bergemuruh oleh rasa kecewa.

Ya Allah bila memang dia bukan untukku maka bantulah hamba untuk melupakannya. Akhirnya doa itulah yang terukir dalam hati Danang.

Bogor, 2 Muharram 1439H

Continue Reading

You'll Also Like

257K 21K 30
"Kita baru mengenal dalam waktu singkat, tapi cinta saya untuk kamu tidak sesingkat itu, Ishara!" -ABYAN ARFATHAN- "Aku bukan wanita kuat, tapi cuma...
18.8K 428 9
Kisah Perjalanan Syaikh Abdul Qodir Jailani
239K 9.4K 67
Cerita ini, menceritakan seorang perempuan yang bernama Chamelia Zhafira Az-Zahra. yang dimana, perempuan ini slalu dihina hanya karna bentuk tubuhny...
657K 20.2K 53
Kesalahan karena kabur dari Mesir saat pendidikan membuat seorang gadis terpaksa dimasukkan ke sebuah pesantren ternama di kota. namun karena hadirny...