Air Mata Cinta | END

By Shineeminka

5M 150K 7.5K

The second story of Cinta Dalam Diam | Sebagian isi cerita telah dihapus karena tengah dalam proses penerbita... More

Prolog
Satu : Perlahan Rasa Itu Datang
Tiga : Putus
Empat : Satu Jendela Yang Sama
Lima : Lamaran Dokter Danang
Enam : Dinda
Tujuh : Kecelakaan Bag.1
Delapan : Kecelakaan Bag.2
Sembilan : Perjodohan
Sepuluh : Enam Puluh Dua Hari
Sebelas : Dua Syarat
Dua Belas : Jodoh Tidak Mungkin Tertukar Bag.1
Vote Cover
Pre Order

Dua : Kebetulan Yang Memalukan

169K 11.5K 363
By Shineeminka

Danang memijit kepalanya yang berdenyut sakit. Hari ini ia harus menangani tiga kasus operasi yang cukup menguras energi serta emosinya. Salah satu pasien yang ia tangani tidak bisa ia selamatkan dan keluarga pasien menyalahkan dirinya.

"Sabar, Nang. Resiko jadi dokter saat operasi sukses dokter hanya akan mendapatkan ucapan terimakasih tanpa embel-embel lain tapi disaat pasien tidak dapat diselamatkan kita akan mendapat hinaan, tuduhan dan embel-embel lainnya akan mengikuti di belakangnya," ujar salah satu teman sejawatnya.

Danang hanya tersenyum tipis. Lantas memilih berlalu dari ruang operasi menuju ruangannya.

Baru saja ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruangannya telepon berdering nyaring. Telepon dari Dokter Wirawan, atasan Danang di bagian bedah menanyakan perihal tentang kematian yang menimpa pasiennya. Andai saja yang meninggal bukanlah salah satu orang penting di dunia politik, ia jamin atasannya tidak akan repot-repot langsung memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

"Keadaan perutnya sangat mengerikan ketika saya bedah," ujar Danang melalui sambungan telepon, memberitahu penyebab pasien tidak dapat ia selamatkan meskipun ia sudah mengerahkan segala kemampuannya, "Radang dan penyumbatan pembuluh darah mesenterial," jelas Danang kepada Dokter Wirawan.

"Pihak keluarga tidak terima operasi gagal. Mereka mengancam akan membawa kasus ini ke meja hijau."

Danang menghela napas panjang, Yasudah terserah mereka. Ia sudah bekerja sesuai dengan prosedur yang ada. Sukses tidaknya sebuah operasi itu tentu Allah yang menentukan, bukan dia.

※※※

Citra sudah hendak menjemput mimpi indah saat tiba-tiba pintu kamar kossan-nya digedor. Ia langsung terperanjat dari atas tempat tidur.

"Ada apa?" tanyanya pada teman kossan-nya yang berdiri tepat di depan kamar kossan-nya.

"Si Desi minum racun serangga."

Mata Citra terbelalak, "A..apa?" tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Kakinya gemetar.

"Ayo Cit, bantu gue bawa dia ke rumah sakit."

Dengan kaki gemetar Citra langsung menuju kamar Desi. Ia membekap mulutnya saat melihat keadaan Desi yang kejang-kejang menggelepar di atas lantai, mulutnya berbusa, matanya melotot. Pemandangan yang sungguh mengerikan.

"Cit lo kan anak FK. Tolongin dong si Desi. Nggak tega gue liatnya," Riani, teman kossan Citra yang cukup dekat dengan Desi terisak pelan melihat keadaan Desi.

Tidak ada yang bisa Citra lakukan selain membawa Desi ke rumah sakit. Desi harus segera mendapatkan penanganan medis. Keadaannya benar-benar sudah parah.

Saking paniknya Citra pergi ke rumah sakit menggunakan pakaian tidur yang benar-benar tidak layak di pakai di luar rumah, teman-teman kossan-nya pun tidak ada yang mengingatkannya karena merekapun sama paniknya dengan Citra. Hingga akhirnya saat ia tengah berdiri di depan UGD ada seorang dokter yang tiba-tiba datang menghampirinya dan menyampirkan sebuah selimbut tipis berwarna biru di bahunya.

Citra menahan napasnya saat melihat wajah si Dokter yang sudah menyampirkan selimut di bahunya, "Ka..kau," Shit.. kenapa tiba-tiba dia gagap. Malu-maluin.

"Apa kamu tidak malu?" ucap Dokter itu. Matanya fokus menatap ke arah pintu UGD. Tidak menatap ke arah Citra padahal Citra lah yang tengah ia ajak bicara. Benar-benar tidak sopan. Bantin Citra mendumel.

"Malu kenapa?" Citra balik bertanya.

Dokter itu menghela napas panjang, sebelum pergi berlalu meninggalkan Citra yang masih dalam kebingungan.

"Dasar cowok aneh," gerutu Citra.

"Kayanya bukan Dokter itu deh yang aneh, tapi lo," timpal Riani.

Citra mendelik kesal, "Emang gue aneh kenapa sih?"

"Lo pake baju tidur Cit, dan baju tidur Lo tipis banget."

Citra menatap pantulan dirinya di dinding kaca UGD, "AKhhhh.....," teriaknya saat ia melihat pantulan dirinya. Tububnya hanya dibalut oleh gaun tidur yang sangat tipis. Ia langsung membungkus tubuhnya dengan selimbut biru yang tadi hanya tersampir di bahunya, "Kalian tega banget sih nggak ngasih tahu gue kalau gue cuma pake baju kaya gini," hardik Citra pada Riani dan Flora.

Riani dan Flora nyengir kuda.

"Maaf Cit, kita berdua panik jadi mana engeh lo pake apa," ucap Flora membela diri, "emangnya sedari tadi lo nggak ngerasa dingin pake baju setipis itu?"

Citra menggeleng lemah. Dalam hati ia berdoa semoga Allah tidak akan pernah kembali menemukan dia dengan laki-laki itu. Mau ditaruh di mana mukanya kalau kembali bertemu dengan laki-laki itu.

Namun sayang seribu sayang doa Citra tidak dikabul oleh Allah. Disaat ia hendak pulang setelah mendapat kepastian kalau Desi sudah melewati masa kritisnya ia kembali bertemu dengan laki-laki itu. Dan laki-laki itu menawarkan tumpangan.

"Biar saya antarkan kamu pulang."

Citra langsung menggeleng, "Saya nunggu taksi."

Laki-laki itu mengangguk, tidak memaksa, namun tidak juga kunjung pergi.

"Ngapain masih disini?" tanya Citra jengkel.

"Saya akan pergi kalau kamu sudah dapat taksi. Ini sudah jam dua dini hari akan sangat berbahaya kalau saya membiarkan kamu sendiri menunggu taksi."

"Jam dua!" pekik Citra nggak percaya. Ia kira baru jam sebelas. Pantesan jalanan udah sepi banget.

"Kamu masih mau tetap menunggu taksi?"

Otomatis kepala Citra menggeleng. Sekilas ia melihat sudut bibir laki-laki yang berdiri tidak jauh darinya namun tidak bisa dikatakan dekat juga tertarik tipis. Mau senyum namun tidak jadi.

"Yasudah biar saya antar kamu pulang."

Citra akhirnya mengangguk. Ia naik ke dalam mobil laki-laki tersebut. Tidak ada obrolan yang tercipta selama perjalanan pulang, laki-laki itu hanya menanyakan dimana alamat rumahnya. Tidak lebih tidak kurang. Benar-benar niat hanya ingin mengantar. Jarak rumah sakit dan tempat kossan-nya sangatlah dekat, tidak sampai setengah jam ia sudah sampai di depan kossan-nya dengan selamat.

"Terimakasih," ucap Citra sebelum turun dari mobil.

"Lain kali saat keluar rumah perhatikanlah apa yang kamu pakai."

Tidak ada niat untuk membantah, akhirnya Citra hanya mengangguk patuh, lantas langsung berlari memasuki kossan-nya. Ia benar-benar malu.. sangat malu.

※※※

Danang memejamkan matanya. Berulangkali ia beristigfar saat wajah gadis yang baru saja ia antarkan pulang memenuhi pelupuk matanya. Gadis itu adalah gadis pertama yang ia antarkan pulang dan gadis itu juga yang menjadi gadis pertama yang ia ijinkan berada satu mobil dengannya, sebelumnya ia tidak pernah berduan dengan seorang gadis yang bukan mahromnya di dalam mobil. Tapi malam ini ia melanggar aturan yang telah ia buat sendiri. Ia membiarkan dirinya hanya berdua dengan gadis itu di dalam mobil. Gadis itu benar-benar membawa pengaruh buruk baginya. Sepertinya ia harus menerima tawaran Uminya untuk segera menikah. Mungkin dengan menikah ia bisa melupakan gadis itu. Gadis itu tidak baik untuknya.

Paginya, setelah kembali dari masjid ia menghubungi Uminya. Memberitahu kalau ia telah memutuskan pilihan.

"Kamu pilih yang mana?" tanya Uminya begitu terdengar antusias.

"Aku pilih Naila."

"Alhamdulillah. Naila memang gadis baik. Umi sudah beberapa kali berjumpa dengannya. Dia sangat cantik, tutur katanya lembut, dan dia juga pinter bikin kue," Uminya terus menyebutkan segala kelebihan gadis yang telah Danang pilih. Danang hanya menimpali seadanya, "Jadi kapan kamu pulang ke Bandung buat ngelamar dia?"

"Insyaallah akhir bulan."

"Kamu mau lihat fotonya dulu nggak?" tawar Uminya.

"Tidak usah. Nanti saja pas acara lamaran aku lihat langsung orangnya."

"Yasudah kalau memang kamu maunya begitu. Beneran tidak mau lihat fotonya?"

"Tidak Umi. Kalau aku lihat fotonya takutnya aku malah kepikiran terus sama dia."

Uminya terkekeh geli, "Oh iya. Tidak baik yah kalau nanti kamu kepikiran terus sama dia. Tapi Umi jamin kamu pasti suka sama dia. Dia bener-bener cantik. Hampir mirip sama Bella soalnya dia sama Bella memang sepupuan."

"Bella?" Danang bergumam bingung.

"Itu loh Bella artis sinetron yang cantik banget."

Oh ternyata calon istrinya sepupuan sama artis. Tapi semoga saja calon istrinya tidak berkeinginan untuk menjadi artis. Ia tidak mau punya istri artis.

Tiga belas hari lagi. Ia akan kembali ke Bandung untuk melamar dia yang akan menjadi pendamping hidupnya dan ia akan melupakan gadis yang selalu memenuhi kepalanya. Gadis yang jauh sekali dari kata baik. Bagaimana bisa dikategorikan gadis baik kalau aurat saja tidak ia tutup padahal hukumnya sudah jelas wajib.

Ia percaya akan janji Allah kalau lelaki yang baik untuk wanita yang baik. Jadi bila ingin mendapatkan jodoh yang baik maka berusaha untuk menjadi seorang hamba yang baik. Bukan pura-pura baik.

Bogor, 21 Dhu Al-Hijja 1438H

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 55.2K 35
Mungkin kemarin aku terlalu larut dengan perasaan ku sendiri, ego menguasai hati tanpa sedikitpun memikirkan banyak hati yang tersakiti. Terlalu bany...
6.3M 443K 58
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...
1.5M 92.3K 16
The third story of Cinta Dalam Diam | Andra & Diandra | Cover : @betyal_4 | Part sudah tidak lengkap | Proses Penerbitan. "Bersemangatlah atas hal-ha...
194K 10.8K 23
[BOOK 1] [COMPLETE] Berawal dari rasa sakit hati karena disakiti mantan pacarnya, Prilly memutuskan untuk pindah dari Jakarta ke rumah neneknya. Dan...