Married by Accident

By litmon

5.2M 382K 57.6K

[ver. belum di edit] Jeon Jungkook dan Shin Jinri adalah tetangga yang terkenal selalu tidak akur. Jeon Jungk... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Litmon Info (Harap dibaca)
Chapter 22
Pengumuman (Wajib Baca)
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
ask_litmon
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Pengumuman
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Tolong dibaca :'v
Chapter 59
OPEN ORDER MBA versi PDF

Chapter 23

107K 7K 994
By litmon

Pagi ini, saat bangun tidur Jinri dikejutkan dengan ramainya ucapan ulang tahun untuk Jungkook saat ia membuka akun SNS nya. Teman-temannya bahkan Yerin pun terlihat membuat ucapan ulang tahun dengan foto-foto Jungkook yang entah mereka dapat darimana.

Jinri merasa dirinya sangat payah. Ia tidak tahu jika hari ini Jungkook berulang tahun. Dulu, ia sama sekali tidak peduli tentang hal apapun yang menyangkut seorang Jeon Jungkook karena dibenaknya sudah tertanam dengan baik bahwa Jungkook adalah pengganggu hidupnya. Namun, hal itu secara perlahan-lahan berubah hingga sekarang ia tiba-tiba jatuh cinta dengan sosok pengganggu hidupnya tersebut. Takdir memang lihai membolak-balik kehidupan mereka.

Jinri mengubah posisi tidurnya yang awalnya terlentang menjadi menyamping menghadap Jungkook yang tampak mendengkur halus disampingnya. Ada gurat kelelahan di wajah terlelap laki-laki itu. Setelah kepulangan mereka dari LA, Jungkook langsung disibukkan dengan persiapan acara Festival Seni dan Musik tahunan di Universitas mereka yang akan diselenggarakan akhir bulan ini. Tahun ini jabatan ketua panitia dipercayakan pada Jungkook yang baru saja Jinri tahu ketika Jungkook pulang dengan membawa setumpuk proposal acara festival dua hari yang lalu.

Lamunan Jinri langsung buyar ketika Jungkook membuat pergerakan lalu membuka mata walaupun hanya terlihat setengah.

"Jinri-ya, sekarang jam berapa?" tanya nya dengan suara parau.

Jinri mengambil ponselnya lalu melihat jam. "Ini masih jam 8 pagi. Kenapa? Kau memiliki jadwal kuliah pagi?" gadis itu tampak menggapai nangkas disamping untuk menyimpan ponselnya kembali.

Jungkook mendesah berat. "Aku memiliki jadwal rapat dengan semua koordinator acara 1 jam lagi," sahutnya dengan nada yang terdengar malas.

Jinri menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Aku akan menyiapkan sarapan kalau begitu. Kau harus bangun untuk bersiap-siap," Jinri menepuk lengan Jungkook yang entah sejak kapan sudah bertengger nyaman dipinggangnya.

Jungkook sekali lagi mendesah dengan berat. "Temani aku 15 menit lagi. Tetap seperti ini," ucapnya lalu tanpa permisi langsung membawa gadis itu kepelukannya.

Wangi tubuh laki-laki itu langsung menguar di indra penciumannya. Wangi yang begitu menggoda sekaligus membuat ia merasa nyaman. Pelukan hangat Jungkook berhasil membuat Jinri kembali menguap. Astaga... Bisa-bisa ia tertidur kembali jika seperti ini.

10 menit kemudian...

Jungkook membuka matanya ketika cahaya matahari akhirnya berhasil menembus celah-celah gorden jendela kamar mereka. Sepertinya ia harus benar-benar bangun sekarang mengingat tepat pukul 9 ia harus ada diruang rapat kepanitiaan.

Jungkook menunduk untuk melihat Jinri yang ternyata tertidur dengan nyaman dipelukannya. Ia tersenyum tipis. Ia paham pasti Jinri juga ikut kurang tidur karena selama 3 hari ini gadis itu selalu menunggunya pulang yang selalu diatas jam 12 malam. Jungkook memang selama 3 hari ini selalu lembur untuk menyelesaikan berbagai macam proposal dan laporan untuk acara festival tahunan Universitas mereka.

Melihat Jinri menunggunya pulang dan menyambutnya saat datang selama 3 hari ini entah membuat Jungkook merasa ada kebahagian tersendiri baginya. Rasa lelah dan mood buruknya seperti langsung terangkat ketika Jinri menyambutnya dengan senyum manis gadis itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 08.55 namun laki-laki itu terlihat tidak berniat untuk bangun dari posisinya sekarang. Jungkook masih terlihat nyaman memeluk Jinri yang kini tengah terlelap dipelukannya. Ponselnya yang tergeletak di atas nangkas sejak tadi bergetar tidak ada hentinya. Jungkook sudah dapat menebak jika Taehyung yang menghubunginya.

Tahun ini, Kim Taehyung dipercayakan menjadi wakil ketua. Hal tersebut sempat menjadi perdebatan antara peserta rapat waktu itu. Siapa yang tidak tahu bagaimana Taehyung jika sudah bergabung dalam mengurus acara. Walaupun laki-laki itu terkenal dengan sifat aneh nan idiotnya tapi jika sudah serius ia akan sangat tegas dan disiplin. Laki-laki itu tidak akan segan-segan membentak semua anggota yang lalai dalam melakukan tugasnya. Hal itu yang Jungkook suka dari sahabatnya tersebut.

Jungkook menggapai ponselnya diatas nangkas. Setelah dapat, ia langsung menyalakan ponselnya. Terdapat 20 pesan belum terbaca dan 56 panggilan tidak terjawab. Itu semua dari Taehyung.

Jungkook menghela napas. Ia langsung menghubungi balik sahabatnya itu. Tidak butuh lama sampai nada tersambung terdengar dan setelah itu tampak Jungkook langsung menjauhkan ponselnya itu dari telinganya. Taehyung meneriakinya dari seberang.

"Ya! Bodoh. Kau dimana? Kami sudah di ruang rapat," teriak Taehyung dari seberang.

Jungkook berdecak. "Tunda rapat sampai jam 10 pagi. Umumkan itu pada semua koordinator dan anggota," perintahnya.

"Mwo? Ya! Bagaimana bisa kau menunda rapat seenak jidatmu, bodoh! Semua koordinator dan anggota sudah berkumpul disini," Taehyung kembali berteriak dengan segala umpatannya.

Jungkook memutar matanya jengah mendengar sahabatnya itu yang akhir-akhir ini hobby berteriak. "Aku memiliki pekerjaan lain yang harus aku selesaikan. Aku benar-benar sibuk sekarang." alasannya. Setelah Jungkook mengatakan alasannya tersebut, tiba-tiba Jinri menggeliat dipelukannya dan melenguh dengan suara yang cukup nyaring.

Suara Jinri tersebut berhasil membuat Taehyung di seberang sana terdengar terbatuk-batuk cukup keras. Jika Jungkook tidak salah mendengar, ada suara gaduh dibalik suara batuk-batuk Taehyung. Ada apa sebenarnya dengan mereka pikirnya.

"Ahh... Kerongkonganku gatal sekali," terdengar suara Taehyung diseberang sana dengan tawa yang dibuat-buat. Sepertinya laki-laki itu berbicara pada peserta rapat yang tadi terdengar gaduh.

"Bodoh, selesaikan dulu urusanmu baru kau menghubungiku. Kau membuat semua peserta rapat mendengar suara lenguhan Jinri," ucap Taehyung dengan volume suara yang tiba-tiba mengecil. Suara gaduh juga tak terdengar lagi, sepertinya laki-laki itu keluar dari ruangan.

Jungkook tampak terkejut. "Ya! Apa maksudmu?" tanya nya.

"Aku tadi menggunakan mode speaker. Dan... Hmm... Suara itu terdengar. Mereka kini tengah membicarakanmu," sahut Taehyung sambil terkekeh.

"Sudah berapa ronde, huh?" lanjut laki-laki itu diseberang sana.

Jungkook berdecak sebal. "Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku bukan sepertimu," sahutnya ketus.

"Eyy... Jangan seperti itu. Baiklah, aku akan mengatakan pada semua koordinator dan anggota jika rapat kita akan ditunda. Kau lanjutkan saja kegiatanmu. Aku tak akan mengganggumu sampai jam 10 nanti. Bye!" ucap Taehyung lalu langsung memutus sambungan. Jungkook berdecih. Dasar alien aneh pikirnya.

-00-

Jinri menggeliat lalu secara perlahan-lahan membuka matanya. Ia mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, gadis itu memperhatikan sekitar kamar. Matanya berhenti pada jendela kamar yang kini gordennya sudah disingkap ke sisi kiri dan kanan. Ia membelalakkan matanya ketika melihat keadaan luar sudah sangat terang. Jinri melihat sisi kanannya, Jungkook sudah tidak ada. Apa laki-laki itu sudah berangkat tanpa membangunkannya pikirnya.

Jinri mengambil ponselnya dan betapa terkejutnya ketika ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 9.10 pagi. Ternyata ia tertidur cukup lama. Jinri merutuki dirinya, kenapa ia bisa kembali tidur hingga tak membuat sarapan. Pasti Jungkook berangkat tanpa sarapan lagi.

Gadis itu akhirnya memutuskan untuk keluar kamar lalu melangkah ke dapur. Ia sangat lapar. Jinri kembali terkejut ketika melihat Jungkook ternyata belum berangkat. Laki-laki itu kini terlihat sedang menikmati semangkuk sereal. Jinri dengan cepat menghampiri suaminya itu dengan wajah bingung dan penasaran.

Jungkook mengangkat kepalanya sedikit ketika mendengar suara kursi bergeser didepannya. "Oh, kau sudah bangun?" tanya nya sambil tersenyum.

Jinri menganggukkan kepalanya pelan. "Kenapa kau tidak membangunkanku?" tanya nya dengan wajah sebal.

Jungkook mengangkat sebelah alisnya. "Aku sudah membangunkanmu tapi kau tidak bangun. Kau tidur benar-benar seperti babi. Dengkuranmu sangat keras," sahutnya dengan nada mengejek.

Jinri langsung menatap Jungkook tidak terima. "Mwo? Seperti babi? Ya! Jangan membolak-balikkan fakta. Bukankah kau yang tidur seperti babi? Sepanjang malam kau yang berisik mendengkur," serangnya balik.

Jungkook tertawa. "Tapi kau menyukainya kan?" tanya nya dengan kerlingan nakal.

Jinri hanya berdecih sambil memalingkan wajahnya kearah lain. Demi Tuhan, ini masih pagi namun Jungkook sudah membuatnya merona tidak jelas.

Jinri berdehem. "Kenapa kau belum berangkat? Ini sudah lewat dari jam 9," tanya nya.

Jungkook meminum segelas susu rasa strawberry miliknya hingga habis sebelum ia menjawab pertanyaan dari gadis itu. "Aku menunda rapatnya menjadi jam 10." sahutnya singkat. Setelah itu, Jungkook bangkit dari tempat duduknya. Laki-laki itu mengantar mangkuk dan gelasnya yang sudah terlihat kosong ke wastafel.

Setelah mengantar mangkuk dan gelasnya. Jungkook menarik kursi disamping istrinya itu lalu duduk. Ia menatap wajah bangun tidur Jinri yang masih terlihat cantik.

Jinri menoleh membalas tatapan laki-laki itu. "Kenapa kau menundanya?" tanya nya.

Jungkook mengangkat bahunya tidak peduli. "Hanya ingin saja," sahutnya.

Jinri berdecak prihatin. "Kau harus ingat tanggung jawabmu, Jungkook-ah. Kau tidak bisa seenaknya mengundur janji seperti itu," nasehat gadis itu.

Jungkook tersenyum tipis, "Baiklah, Nyonya Jeon. Aku tidak akan begitu lagi." sahutnya sambil mengacak rambut Jinri dengan gemas. Jinri tampak langsung menatapnya risih.

Jungkook melihat jam tangannya. Sepertinya ia harus segera berangkat sebelum Taehyung meneriakinya kembali. Memang tidak baik menunda pekerjaan seperti yang ia lakukan sekarang. Ini bukan stylenya. Namun, kali ini Jungkook melakukan pengecualian. Ia ingin lebih lama bersama Jinri dirumah, akhir-akhir ini Jungkook sering merindukan omelan Jinri padanya. Jujur saja, ia bosan setiap hari mendengar omelan Taehyung yang berisik berbeda dengan omelan sexy milik Jinri.

Jungkook bangkit berdiri dari tempat duduknya dengan helaan napas berat. Rasa malas beranjak tiba-tiba menyerangnya.

"Kau akan berangkat sekarang?" tanya Jinri ikut bangkit berdiri dari tempat duduknya.

Jungkook menganggukkan kepalanya. "Hm... Ya... Aku harus berangkat sekarang. Mereka pasti sudah menungguku." sahutnya.

Jinri tampak menganggukkan kepalanya pelan tanda paham. Ia mengikuti langkah Jungkook yang kini tengah menuju ruang tengah untuk mengambil jaket dan tas ranselnya. Saat ia menatap laki-laki itu, ia tiba-tiba teringat dengan ulang tahun Jungkook hari ini. Haruskah ia membuat kejutan? Atau membuat makan malam spesial? Apa yang harus ia siapkan? Pertanyaan itu berputar-putar diotaknya membuat ia pusing sendiri. Jujur saja, Jinri tidak mempunyai pengalaman dalam hal seperti ini.

Jinri berdehem pelan. "Jungkook-ah," panggilnya dengan suara ragu-ragu.

Jungkook yang tengah memasang jaketnya langsung menoleh pada gadis itu. "Hm? Ada apa?" tanya nya.

Jinri tidak langsung menjawab, ia tampak menggaruk-garuk lehernya dengan matanya yang menatap ke sana kemari. Hal tersebut membuat Jungkook mengerutkan dahinya bingung. Jinri tiba-tiba terlihat gelisah.

Jinri menghembuskan napasnya dengan pelan. "Hari ini kau pulang jam berapa?" tanya gadis itu dengan hati-hati.

Jungkook tampak berpikir sejenak. "Aku lembur hari ini," sahutnya santai sambil menyampirkan ransel di bahunya.

Raut wajah Jinri langsung berubah. Sepertinya rencananya akan gagal. "Begitukah? Apa kau benar-benar tidak bisa pulang cepat hari ini?" tanya nya tanpa sadar.

Jungkook langsung menoleh dengan pandangan yang jelas-jelas terlihat bingung ketika Jinri dengan ajaibnya bertanya seperti itu. Tumben sekali.

Jinri yang baru saja sadar dengan pertanyaannya itu, tampak diam-diam meringis. Oh.... Tuhan, ada apa dengan mulutnya ini?

Jinri tiba-tiba tertawa aneh. "Ah... Itu.... Maksudku kau harus pulang cepat karena lampu dapur kita mati... Ya... Mati. Aku ingin meminta bantuanmu nanti untuk menggantinya," ralatnya dengan alasan yang asal saja keluar dari mulutnya. Entah kenapa ia sangat konyol pagi ini. Seperti bukan dirinya sendiri.

Jungkook tampak melirik sebentar kearah dapur dengan sebelah alis terangkat. "Bukankah tiga hari yang lalu kita baru saja menggantinya? Kenapa bisa mati lagi?" tanya nya bingung.

Jinri membulatkan matanya. Ia baru ingat jika mereka baru saja mengganti lampu dapur tiga hari yang lalu. "Ya, memang. Tapi, malam tadi lampu nya kembali mati," sahutnya cepat.

Jungkook tampak menganggukkan kepalanya percaya. Laki-laki itu mengangkat lengan jaketnya sampai di batas siku lalu melepas tas ranselnya. "Aku akan mengeceknya," ucapnya. Jungkook mengambil langkah untuk menuju dapur.

Jinri tentu saja langsung panik. "Nanti saja, saat kau pulang. Kau bisa terlambat jika mengeceknya sekarang," cegatnya.

Jungkook mengerutkan keningnya. "Tidak juga. Masih ada waktu untuk menggantinya. Kau akan kesusahan memasak makan malam nanti jika lampunya tidak segera diganti," sahutnya kembali ingin mengambil langkah. Namun, sekali lagi Jinri mencegat langkahnya.

Jinri mengeluarkan senyum meyakinkannya. "Nanti saja. Oke? Rapatmu lebih penting sekarang." gadis itu menarik Jungkook untuk melangkah ke arah pintu apartemen mereka.

Kerutan didahi Jungkook semakin terlihat karena sikap aneh yang ditunjukkan istrinya pagi ini. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu darinya. Tadi malam saat ia pulang lampu dapur masih baik-baik saja. Namun, Jungkook akhirnya tidak ambil pusing mungkin lampu di dapur memang mati kembali. Setelah rapat mungkin ia akan menyempatkan dirinya untuk pulang sebentar mengurus lampu di dapur kesayangan Jinri tersebut.

Jungkook kini sudah memasang sepatunya. Ia berdiri sambil menatap Jinri didepannya yang entah kenapa terlihat kembali sibuk dengan dunianya sendiri. Gadis itu melamun.

Jungkook berdehem cukup keras dan itu berhasil menarik gadis itu dari lamunannya. "Aku berangkat dulu," ucap laki-laki itu dengan senyum khasnya.

Jinri yang baru saja sadar dari lamunannya langsung menganggukkan kepalanya cepat. "Ya, hati-hati di jalan." sahutnya dengan senyum tipis.

Jungkook mengangguk pelan lalu berbalik menuju pintu. Saat tangannya sudah menyentuh ganggang pintu, entah karena apa Jungkook menolehkan kepalanya ke belakang. Ia menatap Jinri yang masih berdiri ditempat awalnya.

Jinri mengerutkan keningnya bingung. "Ada apa, Jungkook-ah? Apa ada yang terlupa kau bawa?" tanya nya.

Jungkook melepas genggamannya pada ganggang pintu, laki-laki itu memutar tubuhnya lalu mengambil langkah menghampiri Jinri.

Hal tersebut semakin membuat Jinri bingung, raut wajah Jungkook tidak terbaca. Namun, detik berikutnya Jinri harus merelakan jantungnya melompat-lompat brutal di pagi hari karena kini laki-laki itu tanpa permisi langsung mencium bibirnya. Jungkook hanya menempelkan bibirnya pada bibir gadis itu lalu setelah itu ia memberi beberapa kali kecupan sebelum ia melepas bibir manis gadis Shin itu. Anggap saja itu ciuman semangat sebelum ia menjalani rutinitas super sibuknya di kampus.

Pipi Jinri sudah merona sempurna setelah laki-laki itu melepas ciumannya. Jungkook tidak bisa menahan tangannya untuk tidak menyentuh pipi merona milik istrinya itu. Pipi merona alami milik Shin Jinri adalah favoritnya. Kecantikan gadis itu akan bertambah berkali-kali lipat di matanya ketika gadis itu merona malu karenanya.

Jungkook tersenyum. "Aku melupakan itu. Morning kissku," ucapnya setengah berbisik dengan nada bicara yang terdengar sengaja menggoda.

Jinri merengut lalu memukul laki-laki itu. "Aish! Dasar mesum. Cepat berangkat sana," usirnya lalu mendorong bahu Jungkook untuk berbalik kearah pintu.

Jungkook terkekeh. "Oke... Oke... Aku berangkat," sahutnya lalu memutar tubuhnya untuk pergi.

Jinri menghela napas. Akhirnya, ia akan bebas dari berbagai bentuk godaan seorang Jeon Jungkook walaupun hanya sementara. Ia tidak tahu lagi bagaimana nasib jantungnya jika Jungkook selalu menggodanya seperti itu. Mungkin ia akan benar-benar membutuhkan dokter ahli jantung.

Jinri baru saja selesai menghela napas ketika detik berikutnya Jungkook tiba-tiba kembali berbalik ke arahnya dan hal tak terduga kembali dilakukan oleh laki-laki itu. Jungkook mencuri satu kecupan dibibirnya.

Jinri terkejut sampai ia merasa jantungnya berhenti berdetak sejenak. Oke... Itu berlebihan. Tapi, ia benar-benar terkejut dengan tindakan Jungkook yang memang tidak bisa ditebak itu. Jinri tiba-tiba kehilangan suaranya, ia hanya berdiri dengan mulut yang sedikit terbuka.

Jungkook menyeringai. "Anggap saja itu bonus." ucapnya sebelum menghilang dibalik pintu.

"Ya! Awas kau, Jeon Jungkook!"

Setelah itu terdengar suara teriakan Jinri memenuhi apartemen mereka. Namun, percuma saja gadis itu berteriak karena Jungkook sudah mengambil seribu langkah meninggalkan pintu apartemen mereka dengan seringaian puas menghiasi bibirnya.

-00-

"Aku akan berusaha pulang cepat hari ini. Jangan mencoba untuk menggantinya sendiri. Tunggu aku pulang."

Jinri hampir saja mengeluarkan pekikan senangnya saat ia tengah memilih daging di supermarket ketika membaca pesan dari Jungkook yang baru saja masuk di ponselnya. Senyumnya tidak bisa ia tahan lagi, ia sudah kelewat senang. Rencananya memberi kejutan untuk Jungkook pasti akan berhasil malam ini.

Jinri mendorong troli belanjanya sambil tersenyum-senyum sendiri. Mungkin orang-orang akan mengiranya gila karena tidak bisa berhenti tersenyum. Malam ini, ia akan memasak makanan kesukaan Jungkook dan tidak lupa ia juga akan menyiapkan strawberry cake yang sudah ia pesan di toko langganannya. Jinri tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Jungkook ketika melihat kejutannya nanti. Ia berharap laki-laki itu senang dengan kejutan sederhananya.

Setelah selesai berbelanja bahan makanan dan kado untuk Jungkook yang memakan waktu hampir tiga jam tersebut, Jinri langsung memulai kegiatan memasaknya. Masakan pertama yang ia buat adalah sup kerang rumput laut kesukaan Jungkook. Ia membuat sup itu terlebih dulu karena sup tersebut harus di rebus selama empat jam. Makanan kesukaan Jungkook memang merepotkan.

-00-

Ketentraman tidur Min Yoongi pagi ini benar-benar terusik karena seorang Jung Jiwoo yang tiba-tiba datang ke apartemennya dengan teriakan heboh khas wanita itu. Jika Jiwoo sudah datang seperti ini, sudah dipastikan Yoongi tidak akan bisa menikmati tidur sampai nanti malam karena wanita berisik dan cerewet itu akan mengganggunya dengan berbagai permintaan.

Yoongi semakin menenggelamkan dirinya dibalik selimut ketika ia merasa wanita itu naik ke atas ranjangnya. Lalu tidak lama setelah itu, Yoongi hampir saja berteriak dengan segala umpatannya jika ia tidak mengingat wanita yang tengah mengganggunya ini adalah calon istrinya. Tangan wanita itu tanpa permisi menyusup di bawah selimut lalu mencubiti pinggangnya dengan keras.

Yoongi menyibak selimut yang ia gunakan. Wajah laki-laki itu tampak sangat kusut. "Apa lagi sekarang?" tanya nya dengan suara parau.

Jiwoo tampak tersenyum tanpa dosa. "Temani aku keluar hari ini," sahutnya.

Yoongi menghela napas dengan berat. "Apa kau tidak bisa sendiri saja? Aku benar-benar lelah hari ini," sahutnya.

Jiwoo tampak mengerecutkan bibirnya. "Tidak bisa. Kau harus menemaniku dan membantuku hari ini," rengeknya sambil menggoyang-goyangkan tangan Yoongi.

Yoongi mendengus. "Paling untuk hal yang tidak penting lagi. Aku malas membuang-buang waktu dengan acara keluar yang tidak penting seperti kemarin-kemarin," sahutnya dengan blak-blakan.

Jiwoo memukul lengan laki-laki itu cukup keras. "Aish... Kali ini sangat penting. Kau tidak akan menyesal menemaniku hari ini. Aku jamin," jawab wanita ibu satu anak itu tampak sangat yakin dengan kata-katanya.

Yoongi bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk menghadap wanitanya itu. "Katakan seberapa penting hal itu. Jika hal itu sama saja dengan yang kemarin-kemarin, aku akan kembali tidur," ucapnya dengan tidak peduli.

Jiwoo tersenyum. "Temani aku memata-matai Hoseok hari ini. Aku baru mendapat info dari salah satu narasumberku jika Hoseok akan keluar ke suatu tempat hari ini," sahutnya dengan semangat.

Mulut Yoongi tampak sedikit terbuka dengan pandangan aneh. "Hah? Apa kau bilang? Membuntuti Hoseok? Jangan gila. Aku tidak mau," suara Yoongi terdengar dingin kali ini. Ayolah... Ini bukanlah style seorang Min Yoongi. Hal ini begitu norak baginya.

Jiwoo langsung menatap calon suaminya itu dengan pandangan garang. "Kau hanya bertugas menemaniku saja. Apa susahnya, hah?" suara Jiwoo naik satu oktaf.

Bukan Min Yoongi namanya jika ia tidak membalas tatapan garang wanita itu. Tatapannya tidak kalah dari wanita tersebut. "Ini bukan masalah susah atau tidak. Hal yang kau lakukan itu tidak ada gunanya. Jangan bersikap norak seperti itu. Biar aku tebak. Kau pasti mengambil cuti dari kantor hanya karena ini, kan? Untuk apa kau membuntuti Hoseok? Ia sudah dewasa. Jika ia memiliki suatu hubungan dengan gadis itu, pasti suatu saat ia akan memberitahukannya pada kita dengan sendirinya," ucap laki-laki itu dengan panjang lebar.

Jiwoo kembali mengerucutkan bibirnya. "Aku tahu tapi aku sangat penasaran. Sekali ini saja. Temani aku, hm?" wanita itu belum menyerah. Ia tidak akan terpengaruh dengan kata-kata tak berfilter yang keluar dari mulut laki-laki itu. Ia sudah biasa.

Yoongi menggelengkan kepalanya. "Tidak!" sahutnya tegas.

Jiwoo memegang lengan laki-laki itu dengan lembut. "Sekali ini saja," pintanya.

Yoongi mendengus. "Jangan memaksaku. Aku tetap ti-

"Cup!"

Satu kecupan cepat mendarat dibibir laki-laki itu. Yoongi tampak langsung bungkam. Ia tampak terkejut dengan tindakan calon istrinya itu.

Jiwoo tersenyum. "Temani aku, ya?! Sekali ini saja, sayang," wanita itu mulai mengeluarkan nada merayunya.

Yoongi berdecih. "T.I.D.A.K!" sahutnya dengan penekanan. Laki-laki itu masih saja keras kepala, sepertinya rayuan tidak mempan kali ini.

Jiwoo tampak langsung menunduk. "Baiklah jika kau tidak mau. Aku bisa meminta bantuan orang lain. Maaf jika aku mengganggumu," ucap wanita itu lalu dengan cepat turun dari ranjang.

Yoongi kembali berdecih. "Memangnya siapa yang mau membantumu?" tanya nya dengan nada meremeh.

Jiwoo langsung tersenyum sinis. "Taejun Sunbae sepertinya bisa menemaniku. Aku dengar-dengar ia juga tengah mengambil cuti," sahutnya dengan santai.

Ekspresi Yoongi tampak tidak berubah sama sekali. Laki-laki itu tidak menjawab membuat Jiwoo memutuskan untuk meninggalkan manusia es itu.

"Lihat saja, Min Yoongi. Aku benar-benar akan melakukannya." Batin Jiwoo berteriak.

Jiwoo kini tengah memasang sepatunya di depan pintu dengan gerutuan tidak jelas keluar dari mulutnya. Yoongi benar-benar menyebalkan kali ini. Saat tangannya ingin menggapai ganggang pintu, suara deheman Yoongi terdengar dari arah belakangnya.

Yoongi tampak bersandar pada dinding dengan ekspresi datarnya. "Baiklah, aku akan menemanimu," ucapnya cepat.

Jiwoo melangkah mendekati laki-laki itu yang tampak lucu menggunakan piyama dengan motif Kunamon tersebut. "Benarkah?" tanya nya dengan mata sudah terlihat berbinar-binar.

Yoongi menghela napas dengan berat. "Ya, aku serius." sahutnya pelan.

Demi Kunamon kesayangannya, sebenarnya Yoongi tidak berniat sama sekali menemani Jiwoo untuk melakukan hal norak seperti itu. Namun, karena wanita itu mengancam akan meminta Taejun "si Sunbae sialan" teman Jiwoo di kantor yang sebenarnya menyukai wanitanya itu membuat Yoongi dengan terpaksa menyetujui untuk menemani Jiwoo. Terakhir, saat ia menolak permintaan wanita itu untuk berkencan di akhir minggu, Jiwoo juga memberi ancaman jika ia akan berkencan dengan Taejun. Yoongi tentu saja tidak percaya. Tapi, ternyata faktanya Jiwoo benar-benar pergi berkencan dengan laki-laki sialan itu membuat Yoongi mengamuk hingga Taejun harus menginap di rumah sakit setelah itu.

-00-

Yoongi keluar dari kamar mandi dengan bathrobe hitamnya, laki-laki itu tampak ogah-ogahan melangkahkan kakinya. Hal tersebut membuat Jiwoo yang kini tengah duduk di ranjang menunggu calon suaminya itu menggeram kesal. Yoongi seperti sengaja memperlambat waktu.

Wanita itu turun dari ranjang lalu melangkah menghampiri Yoongi yang kini tampak mengeringkan rambutnya di depan cermin.

Jiwoo bersedekap di belakang laki-laki itu. "Yoon, apa kau bisa lebih cepat? Kita tidak mempunyai banyak waktu lagi," ucapnya.

Yoongi menghentikan kegiatan mengeringkan rambutnya dengan helaan napas. "Aku tahu," sahutnya ketus.

Jiwoo mengerecutkan bibirnya. "Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu. Aku tunggu diluar. Waktumu hanya tersisa 5 menit," peringatnya lalu keluar dari kamar calon suaminya tersebut.

Yoongi berdecih pelan. "Waktumu hanya tersisa lima menit... bla... bla... Cih... Dasar wanita cerewet." cibirnya sambil menirukan gaya bicara Jiwoo. Jika Jiwoo melihat tingkah Yoongi sekarang mungkin disaat ini juga akan terjadi perang ketiga di apartemen laki-laki itu.

Tepat 5 menit, Yoongi keluar dari kamar dengan memakai pakaian yang sudah Jiwoo siapkan untuknya tadi. Jiwoo langsung berdiri ketika melihat Yoongi keluar dari kamar. Wanita itu tersenyum yang hanya dibalas ekspresi datar khas Yoongi. Jiwoo sudah terbisa dengan sikap cuek yang luar biasa keterlaluan milik laki-laki bermarga Min tersebut. Apalagi jika moodnya sedang buruk maka taraf kecuekannya akan bertambah berlipat-lipat ganda. Seperti sekarang contohnya.

Yoongi menyambar kunci mobilnya di meja. "Ayo, berangkat." ucapnya singkat tanpa menatap Jiwoo di sampingnya. Bahkan, laki-laki itu lebih memilih melangkah lebih dulu meninggalkan Jiwoo yang tengah menunduk mengambil tasnya.

Tidak butuh lama bagi mereka untuk sampai di kawasan gedung apartemen tempat Hoseok tinggal. Yoongi memarkir mobilnya tidak jauh dari gedung apartemen tersebut sesuai perintah Jiwoo disampingnya.

Yoongi menoleh untuk melihat Jiwoo yang sejak tadi tidak bisa diam ditempat duduknya. "Kau yakin mereka belum berangkat?" tanya nya.

Jiwoo menganggukkan kepalanya. "Aku yakin. Mereka akan keluar sekitar jam 9," sahutnya dengan pandangannya yang memantau kearah gedung apartemen didepan mereka.

Yoongi mengangkat sebelah alisnya. "Bagaimana bisa kau seyakin itu? Apa narasumbermu itu juga yang mengatakannya?" tanya nya kembali dengan kekehan mengejek.

Jiwoo menoleh sebentar lalu kembali menatap ke depan. "Aku mengeceknya sendiri," sahutnya.

"Aku tadi meminjam ponselmu untuk menanyakan apa ia ada waktu hari ini, jawabannya ia tidak bisa karena ia akan keluar kota jam 9 ini," lanjutnya dengan wajah tak berdosa sama sekali.

Yoongi langsung kembali menoleh dengan raut wajah terkejut khasnya. "Hah? Kenapa menggunakan ponselku?" tanya nya dengan keberatan.

Jiwoo kali ini sempurna menoleh pada Yoongi lalu menepuk paha laki-laki itu dengan cukup keras. "Aku tidak mungkin menghubunginya menggunakan ponselku. Ia akan curiga, sayang. Makanya, aku mengirim pesan menggunakan ponselmu dan berpura-pura menjadi kau. Hoseok tidak mungkin curiga jika kau yang bertanya," jelas Jiwoo panjang lebar.

Yoongi menganggukkan kepalanya lelah. "Iya... Iya... Terserah kau saja. Lakukan sesukamu." sahutnya malas.

Jiwoo tersenyum. Wanita itu menepuk-nepuk lengan Yoongi dengan pelan lalu kembali menolehkan kepalanya kembali ke depan dan pada saat itu juga mobil putih milik Hoseok keluar dari kawasan apartemen.

Jiwoo langsung heboh menepuk-nepuk lengan Yoongi disebelahnya yang baru saja ingin menutup matanya. Yoongi tampak terkejut dengan tepukan keras wanitanya itu pada lengannya.

"Yoon, itu mobil Hoseok. Ayo... cepat ikuti mereka." teriak Jiwoo tidak sabar.

Yoongi tidak menjawab. Ia langsung menjalankan mobilnya mengikuti mobil Hoseok yang sudah cukup jauh melaju didepan mereka.

Yoongi dan Jiwoo benar-benar memata-matai Hoseok yang ternyata bersama seorang gadis. Bahkan, tingkah Jiwoo sekarang sangat mirip dengan paparazi. Wanita itu ternyata membawa kamera DSLR yang baru Yoongi sadari itu adalah miliknya. Demi Tuhan, itu kamera kesayangan Yoongi dan yang berani menyentuhnya hanya Jiwoo selama ini.

Oke... Kembali pada masalah awal. Seperti Namjoon, Yoongi juga langsung dapat mengenal siapa gadis yang bersama Hoseok sekarang. Gadis itu Choi Ahra, mantan kekasih Jung Hoseok. Ia mengenal gadis itu karena dulu Hoseok dan Namjoon pernah memperebutkan gadis itu saat mereka masih di Universitas.

Tidak ada yang mencurigakan dari gerak-gerik Hoseok dan Ahra sejak dua jam yang lalu. Mereka terlihat biasa-biasa saja. Pergi ke sebuah kedai untuk sarapan, berbelanja di supermarket lalu mampir sebentar ke sebuah kedai ice cream lalu melanjutkan perjalanan yang ternyata menuju pinggir kota. Hal tersebut sempat membuat Jiwoo kembali heboh.

Jiwoo tampak bergerak gelisah. "Yoon, bisakah kau menyetir lebih cepat? Mereka sudah jauh didepan. Jika kau menyetir seperti ini, kita bisa kehilangan jejak mereka," omel wanita itu entah untuk keberapa kalinya.

Kepala Yoongi sudah berdenyut-denyut mendengar wanita disampingnya ini sejak tadi selalu mendesaknya. "Apakah kau tidak bisa diam?" tanya nya dengan suara yang mulai terdengar jengkel,

Jiwoo mendelik tajam. "Bagaimana bisa aku diam jika kau menyetir begitu lambat. Kita sudah beberapa kali tertinggal jauh dibelakang," sahutnya tidak kalah jengkel.

Yoongi benar-benar sudah kehilangan kesabarannya. "Apa kau ingin kita berdua mati disini? Apa kau tidak melihat sekarang jalan sedang padat?" tanya nya dengan suara naik satu oktaf.

Jiwoo tampak sedikit terkejut mendengar Yoongi yang mulai berteriak padanya. "Ya, aku tahu. Tapi, kau seperti sengaja memperlambat laju mobilmu. Sejak tadi kau selalu bersikap seperti itu. Jika kau tidak suka, bilang saja." sahutnya dengan suara yang tidak kalah nyaring dari Yoongi.

Kepala Yoongi semakin berdenyut sakit ketika medengar suara Jiwoo yang berteriak disampingnya. Laki-laki itu tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan dengan kasar. Ia sudah tidak peduli lagi dengan mobil Hoseok yang semakin menjauh dan akhirnya tak terlihat lagi didepan.

Jiwoo menatap garang Yoongi ketika mereka tiba-tiba berhenti dipinggir jalan. "Ya... Tuhan. Min Yoongi! Apa sebenarnya yang sedang kau pikirkan? Kenapa kau menghentikan mobilnya? Astaga, kita sudah kehilangan jejak mereka." kali ini wanita itu berbicara dengan bentakan.

Ya Tuhan, Yoongi benar-benar merasakan bukan kepalanya saja yang berdenyut sakit tapi kupingnya pun ikut berdenyut sakit. Wanita disampingnya ini memang luar biasa.

"Jika kau ingin mengejar mereka, sebaiknya kau keluar dari mobilku. Cari supir yang bisa menuruti segala perintahmu tersebut. Dan satu lagi, aku bukan supirmu, Nona." ucap Yoongi dengan suara luar biasa dingin. Ia bahkan tidak menatap Jiwoo sedikitpun, pandangannya tetap lurus kedepan.

Jiwoo membulatkan matanya tidak percaya. Yoongi mengusirnya. Selama satu tahun mereka menjalin hubungan, baru kali ini Yoongi mengusirnya seperti ini.

"Yoon," panggilnya pelan.

Yoongi tampak mencekram setir dengan keras. "Apa kau tidak mendengar perkataanku? Keluar dari mobilku, Jung Jiwoo." bentaknya kasar.

Jiwoo langsung melepas selt beltnya lalu keluar dengan membanting pintu tanpa berbicara apapun.

Setelah wanita itu berjalan meninggalkan mobilnya, Yoongi langsung melaju membawa mobilnya pergi. Hal tersebut membuat tangis Jiwoo semakin deras. Yoongi sudah diluar batas kali ini.

Jiwoo melangkahkan kakinya menuju pantai yang tidak jauh dari pinggir jalan. Ia menghempaskan bokongnya di hamparan pasir pantai tersebut lalu mulai mengeluarkan tangisnya kembali. Ia menangis sesegukan.

Wanita itu sudah duduk selama dua jam lebih tanpa bergeser sedikitpun dari tempatnya dan menangis sepuas-puasnya. Matanya sudah membekak, make-up luntur dan rambutnya sudah acak-acakan tak karuan. Jika orang-orangnya melihatnya sekarang, mungkin orang mengira ia wanita kurang waras. Untung saja, pantai ini cukup sepi. Hanya ada beberapa orang yang terlihat lewat dan duduk di kedai dekat pantai yang berjarak sekitar 500 meter darinya sekarang.

Jiwoo menghela napas. Ia tidak tahu hari ini ia bernasib seperti ini. Yoongi benar-benar meninggalkannya sendiri disini. Entah apa terjadi pada hubungan mereka setelah ini. Ia memang sering bertengkar dengan laki-laki itu tapi baru kali ini Yoongi tega meninggalkannya sendiri dipinggir jalan.

"Drrttt... Drrrtt."

Ponsel Jiwoo tiba-tiba bergetar membuat lamunan wanita itu buyar. Ia dengan cepat mengambil ponselnya tersebut dari tasnya. Sena, istri Seokjin menelponnya. Tanpa pikir panjang, Jiwoo langsung mengangkat panggilan dari sahabatnya itu.

"Yeo-"

"Jiwoo-ya, apa Yoongi bersama mu? Katakan padanya untuk mengambil vitaminnya segera. Kekasih es mu itu tidak mengambil vitaminnya padahal ia membutuhkan hal itu jika ia ingin sembuh," cerocos Sena tanpa sadar memotong perkataan Jiwoo.

Jiwoo tampak terkejut. "Apa? vitamin? Memang ada apa dengan Yoongi? Sena-ya, ada apa dengannya? Ia sakit apa?" tanya nya wanita itu terdengar langsung panik.

"Kau tidak tahu? Yoongi kemarin malam pingsan di studionya dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Tapi, setelah sadar ia malah langsung pulang tanpa mengambil vitamin yang sudah aku resepkan padanya," sahut Sena dari seberang.

Jiwoo seperti disambar petir di siang bolong ketika mendengar perkataan Sena. "A... Apa? Ia pingsan? Aku tidak tahu. Sama sekali tidak tahu, Sena-ya," suara wanita itu terdengar terbata-bata. Ia kini menahan tangisnya. Bagaimana bisa ia tidak tahu jika Yoongi kemarin malam pingsan dan sempat dilarikan ke rumah sakit. Kenapa tidak ada yang mengabarinya?

"Astaga, Jiwoo-ya. Aku kira kau sudah tahu. Salahku juga yang tidak langsung menghubungimu. Pantas saja aku tidak melihatmu," terdengar suara Sena yang sangat bersalah.

Jiwoo menghela napas. "Sepertinya ia merahasiakan sakitnya lagi dari ku," sahut Jiwoo pelan.

"Sepertinya begitu. Kau tahu, ia pingsan karena tidak tidur selama 4 hari. Kau harus bersikap tegas padanya kali ini, Jiwoo-ya. Ia sudah bekerja diluar batas. Aku tidak ingin kau menjanda untuk kedua kalinya," cerocos Sena.

Jiwoo membulatkan matanya. "Ya! Jangan berkata yang aneh-aneh. Aku akan berbicara padanya nanti. Akan aku pastikan secepatnya membawanya ke rumah sakit. Terima kasih, Sena-ya. Kau sudah mengabariku," sahutnya.

"Bukan masalah. Ya, aku tunggu. Ia harus diperiksa lebih lanjut lagi. Kali ini, jangan menghalangiku untuk menghajarnya jika kau berhasil membawanya ke rumah sakit. Kekasihmu itu memang luar biasa keras kepala. Ah... Aku selalu emosi jika menghadapi manusia es itu," terdengar helaan napas berat dari Sena.

Setelah mengobrol beberapa saat, akhirnya Sena menutup panggilan mereka karena tiba-tiba wanita itu mendapat pasien darurat. Jiwoo menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas, ia menengadahkan kepalanya sebentar ke langit lalu menghirup dalam-dalam aroma pantai berharap hal yang ia lakukan dapat mengurangi kesedihan, kekhawatiran dan kemarahannya.

"Agashi?" suara seseorang datang dari belakang mengejutkan Jiwoo.

Jiwoo memutar tubuhnya dan ia dapat melihat seorang wanita paruh baya kini tengah tersenyum padanya.

Jiwoo membalas senyuman wanita itu. "Apa ada yang bisa saya bantu, bi?" tanya nya dengan ramah.

Bibi tersebut tampak menengok sebentar ke belakang dengan raut khawatir. "Ah... Begini. Sepertinya sejak tadi kau sedang di awasi oleh seseorang. Ia tampak mencurigakan," ucap bibi tersebut dengan suara bisik-bisik.

Jiwoo membulatkan matanya. "Dimana orangnya, bi?" tanya wanita itu sedikit cemas.

Bibi tersebut menunjuk mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan. "Mobil hitam yang terparkir disana." sahutnya.

Jiwoo memicingkan matanya melihat mobil tersebut. Itu mobil Yoongi. Apa sejak tadi Yoongi mengawasinya? Bukankah laki-laki itu meninggalkannya tadi. Jiwoo tidak mau terlalu percaya diri sekarang dengan berpikir jika Yoongi kembali karena mengkhawatirkannya.

Jiwoo mengalihkan pandangannya dari mobil hitam tersebut. "Bibi, apa kau tahu dimana halte bus terdekat?" tanya nya.

Bibi tersebut mengangguk. "Yang terdekat sekitar 300 meter dari sini, Agashi. Lurus saja kearah sana." sahutnya sambil menunjuk jalan.

Jiwoo mengangguk paham lalu mengucapkan terima kasih pada bibi tersebut. Ia mengambil langkah lebar-lebar meninggalkan kawasan pantai tersebut. Jiwoo ingin cepat-cepat menuju halte bus dan pulang. Namun, diluar dugaannya Yoongi mengejarnya.

Yoongi menarik tangan wanita itu. "Kau mau kemana? Ayo... Kembali ke mobil," perintahnya.

Jiwoo dengan gerakan cepat menghempaskan cengkraman laki-laki itu pada tangannya. "Tinggalkan aku sendiri, Min Yoongi. Kau pikir aku ini apa, hah? Tadi kau mengusirku dan sekarang kau menyuruhku untuk kembali. Aku bukan boneka yang bisa kau perlakukan dengan semau mu," bentak wanita itu.

Yoongi memegang kepalanya lalu meremas rambutnya dengan frustasi. "Oke... Aku keterlaluan tadi. Aku memang salah," sahut laki-laki itu.

"Maafkan aku, Ji," lanjutnya lalu mendekat pada wanita itu. Sekali lagi, ia mengambil tangan wanitanya tersebut lalu menggenggamnya dengan lembut.

Jiwoo menunduk. "Kenapa kau melakukannya, Yoon? Kenapa... Kenapa kau juga tidak memberitahuku kemarin? Apa aku sudah tidak berarti lagi untukmu?" tanya dengan isakan pelan.

Yoongi menutup matanya sejenak. Ia sadar kesalahannya. "Maafkan aku," hanya itu yang bisa ia katakan. Ia langsung membawa wanita itu ke dalam pelukannya.

Jiwoo melepas pelukan laki-laki itu. "Kita ke rumah sakit sekarang. Kau harus dirawat, Yoon," wanita itu menarik tangan Yoongi.

Yoongi tidak bergeming dari tempatnya. "Aku baik-baik saja, Ji-ya," sahutnya.

Jiwoo mengerang frustasi. "Demi Tuhan, Yoon. Untuk kali ini saja, jangan keras kepala. Kau sedang tidak baik-baik saja. Kau sedang sakit," ucap wanita itu dengan raut wajah antara marah dan khawatir.

Yoongi menghela napas. "Aku hanya membutuhkan mu sekarang, Ji-ya. Jadi, jangan memaksaku untuk pergi ke rumah sakit," sahutnya.

Jiwoo mencoba menenangkan dirinya agar tidak menghajar Yoongi yang sekarang sedang menggigau tidak jelas karena demam tinggi. Apa ini yang disebut laki-laki itu sebagai baik-baik saja? Setelah mereka pulang, Yoongi langsung tumbang.

Untung saja, Sena sangat berbaik hati datang ke apartemen Yoongi untuk memeriksa keadaan laki-laki itu. Karena, Yoongi bersikeras tidak ingin ke rumah sakit.

Jiwoo melirik jam kecil di nangkas. Jam menunjukkan pukul 08.00 malam. Wanita itu mulai menguap, ia sangat lelah hari ini. Mengurus Yoongi yang sedang sakit bukanlah hal gampang. Jika ia boleh jujur mengurus Yoongi tidak ada bedanya dengan mengurus Young putrinya jika sedang sakit. Merengek ini, merengek itu, tidak mau makan bubur, selalu mengeluh berlebihan dan lebih parahnya lagi Yoongi sangat susah jika disuruh meminum obat. Bahkan, tadi laki-laki itu sempat dua kali memuntahkan obatnya dengan alasan obat tersebut sangat pahit.

Jiwoo menatap Yoongi yang tertidur lelap. "Ya Tuhan. Kenapa aku bisa jatuh cinta dengan manusia es berkepala batu ini?" gumamnya.

-00-

Jungkook menghempaskan tubuhnya di sofa yang terletak di sudut ruangan dengan wajah yang terlihat sangat lelah. Ia tampak memijit kepalanya pelan. Akhir-akhir ini, tanggung jawabnya terasa semakin berat. Pikiran dan tenaganya hampir terkuras semua karena acara festival seni dan musik tahunan universitas mereka yang semakin dekat.

Entah berapa kali ia marah hari ini pada hampir semua koordinator. Bahkan, Taehyung pun tidak berani mengeluarkan teriakannya hari ini. Ada beberapa koordinator mengerjakan tugasnya tidak sesuai dengan yang dirapatkan bahkan ada beberapa kesalahan yang membuat ia terpaksa mengeceknya kembali. Belum lagi, hari ini ia mendapat siraman rohani selama satu jam dari Prof. Nam yang notaben dosen yang ikut bertanggung jawab dalam festival ini. Lengkaplah sudah penderitaannya hari ini.

Taehyung yang baru saja kembali dari kamar mandi langsung ikut menghempaskan bokongnya di samping Jungkook. "Kau tidak pulang?" tanya nya.

Jungkook berdecak. "Kau mengusirku?" tanya nya balik.

Taehyung ikut berdecak. "Ya! Hari ini ulang tahunmu. Raya lah sesuatu bersama Jinri. Pulanglah lebih awal, kau sudah bekerja keras hari ini hingga kita tidak jadi lembur," Taehyung menepuk bahu Jungkook pelan.

Jungkook tampak tertegun. Bagaimana bisa merayakan ulang tahun bersama Jinri? Jungkook bahkan sangat yakin jika Jinri tidak tahu hari ini adalah ulang tahunnya. "Sepertinya tidak bisa. Ia sedang sibuk," sahutnya beralasan.

Taehyung mengibas-ngibas tangannya tanda tidak setuju. "Eyy... Kata siapa tidak bisa. Sibuk itu hanya alasannya. Aku tadi siang bertemu dengannya di toko kue bibi Park, ia memesan kue ulang tahun untukmu." ucap Taehyung enteng. Namun, beberapa saat kemudian laki-laki itu tampak terkejut. Apa barusan ia membocorkan sesuatu? Taehyung memukul mulutnya, ia keceplosan.

Jungkook juga tampak terkejut. Ia terdiam. Jadi, karena ini sebenarnya Jinri menyuruhnya untuk pulang lebih awal. Pantas gadis itu terlihat bersikap aneh tadi pagi. Jungkook tersenyum tipis. Oh... Ternyata Jinri diam-diam menyiapkan kejutan untuknya.

Taehyung menggaruk kepalanya. "Jangan katakan pada Jinri jika aku memberitahumu hal ini," ucapnya.

Jungkook tertawa. "Terima kasih sudah memberitahuku," ia menepuk bahu sahabatnya itu.

Taehyung tersenyum. "Jangan lupa buatkan keponakan untukku setelah itu, agar aku dan Yerin dapat meminjamnya," sahutnya tidak nyambung.

Jungkook berdecih. "Buat punya mu sendiri." Ia bangkit berdiri dari tempat duduknya untuk mengambil tasnya yang ia letakkan diatas meja.

"Oh... Yuri Noona!" suara Hanbin yang kini sedang duduk di tengah ruang sekretariat itu berhasil membuat Jungkook menegang ditempatnya.

"Hai... Semuanya," suara seorang gadis langsung menyapa pendengaran Jungkook. Ia kenal suara itu.

Jungkook menoleh dan senyuman Kwon Yuri lah yang pertama ia lihat. "Jungkook-ah, kau sudah makan malam? Aku membawa makanan untukmu," ucapnya dengan nada riang.

"Aku juga membawa makan makanan untuk kalian," lanjutnya berbicara dengan teman-teman Jungkook lainnya yang kebetulan belum pulang.

"Benarkah, Noona? Wah... Noona, tidak usah repot-repot." Hanbin menyahut dengan senang.

Mereka yang di ketuai Hanbin langsung membantu Yuri membawa makanan yang dibawa gadis itu. Jungkook benar-benar tidak berharap gadis ini datang lagi. Namun, selama tiga hari ini Yuri selalu datang membawa makanan dan mengakrabkan dirinya pada teman-teman Jungkook. Entah apa lagi yang direncakan gadis itu.

Taehyung yang sejak tadi hanya diam kini mulai membuka suara. "Wah... Dalam rangka apa Noona membawa makanan sebanyak ini?" tanya laki-laki itu terperangah melihat makanan yang dibawa oleh Yuri tersebut.

Yuri tersenyum. "Jungkook kan hari ini ulang tahun, Tae. Aku ingin merayakan ulang tahun Jungkook disini bersama kalian. Aku juga sudah membawa strawberry cake, Jungkook harus tiup lilin diatasnya," Yuri mengangkat kotak kue berukuran sedang di tangannya. Taehyung tampak langsung melirik Jungkook ketika mendengar perkataan gadis itu.

"Kau pasti menyukainya. Aku membuatnya sendiri," lanjutnya. Kali ini ia berbicara dengan Jungkook yang sejak tadi hanya diam dengan sorot mata tak terbaca.




-TBC-

Jangan lupa vote dan komentarnya ya ^^

Yoongi-Jiwoo moment masih bersambung ke chapter 24, ya. Klo, ada yang kurang sreg sama couple ini, seperti biasa bisa dilewatin.

Kurang ngefeel? Itu udah pasti, karena sebenarnya Litmon baru pulih dari writer's block (╥﹏╥)

Sekian dari Litmon.

Selamat membaca dan bermalam minggu. Thankseu 💕

Continue Reading

You'll Also Like

145K 16.7K 35
Jika ditanya perihal kuadrat, pangkat, akar dan kawan-kawannya maka Yoongi akan mengacungkan tangan di detik pertama gurunya bertanya. Tapi kalau dit...
14.8M 561K 55
"Pernikahan ini terjadi karena aku hamil." -Bella Elyana ** Bella Elyana, gadis belia yang masih duduk di bangku SMA dan merupakan anak tunggal dari...
151K 8.7K 61
Boleh di Follow sebelum di baca;)✔️ ⬇️ #StoryWiloKevin1 (BELUM DI REVISI) * Hanya soal menunggu,sejauh mana aku dan kamu mampu bertahan.. kamu yang...
110K 11.4K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...