Cinta Dari Langit [Completed]

By Lil_Butterflies

191K 13.6K 1.6K

There are million reason for me to leave you. But i never do that for one reason because i love you. O'on More

Prolog
1. Fragrance Riverside
2. I Love You More Yansen
3. Si Oo'n yang Nyebelin
4. Please, Do Not Change
5. When Disappear
6. She is a Hero
7.Saving My Love For You
8. Morning Sickness
9. No, l Won't Give Up
10. Kemelut Prasangka & Diagnosa Akhir
11. Don't Say Good Bye
12. Everytime I Need You
14. The First Day of Work
15. Stay With Me
16. First Kiss
17. Perasaan Yang Berbeda
18. April Die?
19. Please Comeback For Me
20. April Reborn
21. Terbiasa Bersama
22. Menyangkal Rasa
23. "Are You Still Love Me?"
24. Penyadapan
25. Shootout
26. "Onci, wake up.."
27. Bunga Terakhir
28. Liebe Vom Himmel [Completed]
Epilog
[*]

13. We're Like Different Stars

4.2K 449 43
By Lil_Butterflies

Terpaan angin semakin terasa dingin, hampir lebih dari satu jaman kami saling diam, aku masih dengan fokus menatap kesekeliling taman, dengan pikiranku akan penataan masa depan, sementara Onci bias bayangnya sesekali menoleh kearahku, lalu kembali melirik ke depan, menoleh kearahku, lalu kembali menghamburkan pandangan.

"Aku semalam pulang dadakan dijemput Papa" suara Onci kembali membuyarkan keheningan.

"Mama aku nanyain kamu, kamu udah pulang ke rumah? , udah sore lho Pril, aku anter yuk, besok aku jemput main kerumah aku, tapiiiii", kalimat Onci menggantung

Aku penasaran dengan kelanjutannya, tapi aku tetap tak mau menyuara untuk bertanya

"Tapi aku uda nggak di rumah" kalimat itu terdengar pelan dan rasa penasaranku kembali hadir, namun tetap kutahan sampai ia bercerita

"Aku ada tugas analisa kasus di Indonesia, besok jadwal meet team dengan beberapa secret FBI agent, jadi aku harus ngontrak rumah sementara waktu".

Seperti dugaanku, tanpa perlu bertanya ia pasti akan bercerita sendiri, Onci tidak pernah berubah, ia selalu menempatkan aku utama dan pertama untuk ia berbagi suka ataupun duka, terlepas dari penyakit nya, lain dari pada itu, apapun ia selalu bercerita.

"Pril pulang yukk, inget ada yang harus kamu jaga" kalimat yang terdengar samar yang aku tahu dengan begitu hati-hati ia sampaikan.

"Aku masih mau di sini, sampe nanti aku mau pulang"

"Yaudah aku tungguin"

"Pulang aja Ci, aku lagi mau sendiri"

"Dengan aku pindah duduk di belakang dan nggak ngeluarin suara juga sama artinya kamu sendri tanpa ada siapa-siapa di deket kamu, yaudah aku tungguin aja sampe kamu mau pulang"

"aku nggak akan pulang ke rumah"

Dengan cepat Onci membalikkan tubuh mengambil kesempatan bergeser mendekatiku

"Lhooo kenapa?"

Aku membalikkan tubuhku menatapnya

"Geser nggak"

Dengan menghembuskan nafas berat ia beregeser ke tempat semula, menggerakkan kedua kakinya yang terlihat jelas ia pasti tadi habis berolah raga.

"Papa ngusir aku"

"Masa sih ia, papa cuma lagi marah mungkin, mana coba sini aku anter dan ngomong sama papa, pasti papa mau maafin"

"Percuma, mama udah terlanjur kecewa, mungkin sabar mereka udah diujung batas, akibat ulah aku yang emang sulit buat dimaafin"

Onci diam dan kami kembali diam, jam menunjukkan pukul delapan malam, dan kami masih saja saling hening dan sesekali Onci melirik kearahku diam.

"Pulang aja yuk Pril ke kontrakan aku, nggak jauh dari sini , nanti seminggu dua minggu aku anterin pulang, dan mungkin marah Papa udah agak redaan"

Kali ini aku tertarik menoleh kearahnya, menatap binar matanya yang terlihat bahagia.

"Ci kamu kok dari tadi senyam-senyum gitu kenapa sih?"

"Aku bahagia lah bodoh, aku tuh ya hampir tiga minggu nguber-nguber asrama, nyari kamu sana-sini sampe-sampe kamar kamu direversaide aku sewa buat bolak balik, dan nyaris main petak umpet, sampe aku memang harus pulang karena emang ada panggilan kerja, yaudah semalam nyampe dan nggak tau kenapa aku kangen aja pengen lari-lari ke krida loka, ada sesuatu yang ngebawa aku ke sini dan aku bersyukur akhirnya kebetulan nemuin kamu, kamu juga pasti kangen aku, kangen aku kaaaaan? makanya kesini, hayolah ngakuu, nggak usah pura-pura kesel gitu, aku nyantei aja kok"

Dengan begitu berapi Onci bak lomba pidato menceritakan perihalnya padaku dengan closing akhir kalimat yang sukses membuat ku merasa kesal kembali padanya, bagaimana mungkin ia seyakin itu atas apa yang ia lakukan padaku. Aku diam, dan seperti yang aku duga, jika aku diam tanpa membalas ocehannya, dia pasti tau aku sungguhan sedang marah.

"ia dehh kamu nggak kangen aku, Cuma aku yang kangen kamu, pulang yuuk"

Luruh kalimat itu terdengar mendayu, namun dengan sedikit cuek kali ini kalimat itu meluncur tanpa ia mau menatap kearahku. Lagi , jarum jam terus berputar waktu semakin menandakan malam, aku rasa tak ada pilihan lain selain memang harus menumpang sementara waktu di rumah Onci, dan ku tegaskan hanya sementara sampai aku menemukan rumah sewaan.

"Dingin"

"Yaudah yuk pulang"

Aku berdiri dari kursi memanjang meninggalkan ia di belakang

"Lho kok tas kamu tinggal Pril"

Aku menoleh ke belakang ke tempat di mana aku duduk dan meletakkan tas ku tak jauh dari arah kursi kembali memperhatikan Onci.

"Siapa yang ninggalin?"

"Lho ini"

"Bawaain" singkat perintahku melenggang pergi meninggalkan Onci, aku capek harus membawa dua koper pakaian itu lagi, dan kudengar , deru nafas onci menyeret tas ku dengan sedikit berlari, pasti wajahnya terlihat kesal, bodoh, aku tak perduli.

***

Kami sampai disalah satu perkomplekkan, dimana Onci kini tinggal pasti lagi-lagi pilihan terbaik kedua orang tuanya. Aku teringat sesuatu yang tidak kutanyakan padanya, perkara beasiswa S2 dari Law University di Amerika.

"ini bukan rumah kontrakan, kamu bohong kan Ci?" kalimatku terlepas saat hendak menuruni mobil

"Kok kamu mikir begitu?"

"Kamu dapet berapa dari pihak beasiswa, aku denger juga KBRI ngasi hadiah dengan nominal yang mereka nggak sebutin, belum lagi uang jaminan pendidikan, ini rumah kamu belikan?" Onci melirik kearahku dengan terengah-enggah menyeret koper pakaianku. Ia tidak menjawab, namun tersenyum seolah memberi isyarat.

"Bukan rumah aku, tapi rumah kita"

Lagi deeehh, ku tatap guyonan yang baru ia sampaikan, entah serius atau bercanda, jantungku berdesir seketika. Aku mengikuti Onci dari arah belakang, saat ia membuka pintu depan kumasuki ruang tamu sederhana, cukup minimalis dan terbilang besar untuk ukuran Onci yang tinggal sendiri di sini, disisi ruang tamu terhiasi lukisan kuda yang berjumlah lebih dari lima berlari dengan satu pemacu kuda wanita mengiringi kuda-kuda yang lain, mencorok ke dalam sebuah ruangan keluarga terdapat tv di dinding lengkap dengan sound system di sisi meja hias. Di samping ruang keluarga ada dua ruangan yang saling bertemu, satu buah kamar tempat onci meletakkan tas ku dan ruangan depan yang ia buka menaruh kunci dan tas ia sendiri, terlihat olehku sebuah meja kerja beserta kursi dan layar dua buah LCD komputer di dalamnya.

"sorry Pril kamar cuma ada satu"

Aku melihatnya , kuharap ia mengerti, suasana hatiku belum bisa kembali seperti dulu lagi.

"kamu tidur di kamar aku, aku disofa ruang TV aja nggak papa"

Aku melihat tempat duduk Banquette yang didesain menyatu ke sisi lemari dinding, design yang cukup unik menurutku, sebuah under cover yang sepertinya nyaman untuk dijadikan tempat tidur, yap, biarin aja Onci di situ.

Aku menggerakkan mata ke atas tepatnya melirik ke arah Onci, isyarat aku lelah dan ingin segera berbaring dan melepas penatku seharian ini.

Memasuki kamar Onci aku disambut dengan wewangian aroma therapy, ya aku lupa aku selalu merasakan suasana setenang ini hanya di apartemen Onci, ia yang terkesan rapi namun hobi memberantakkan ruanganku itu memiliki selera yang bagus terkait kerapian, oleh sebab itu ketika aku pindah aku selalu meminta ia menata perabotanku, dan Onci selalu menjuarai itu. Aku berdiri ditepian tempat tidur memperhatikan lukisan mural motif bunga di dinding kamar tidur, yang menggunakan perpaduan stensil dan lukisan tangan.

Aku membaringkan tubuhku yang terasa lelah di atas tempat tidur linen dengan sisi meja side table yang berasal dari Fornasetti semakin memperlihakan kesan mewah dengan kamarnya yang tidak terlalu besar namun pernak pernik serta penataan yang pas menjadikan ruangan kecil kamar ini layak disandingkan dengan hotel berbintang lima, aku suka selera Onci, gitu-gitu jiwa kewanitaannya begitu mendominasi.

Mataku memberat namun rasa kantukku terkalahkan oleh rasa laparku yang begitu melilit perut

"Tuhan, aku belum makan dari tadi siang"

Aku bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi yang ada di kamar, syukurlah kamar Onci ada toilet, kalo harus ketoilet dapur, lagi-lagi males harus bertatapan kembali dengannya. Tapi rasa syukurku hanya sementara saat pintu kamarku digedor oleh makhluk satu itu. Aku bergegas membukakan pintu, tercium olehku aroma masakan dari arah dapur menggugah selera ku.

"aku masakin Pencil Asparagus Spicy Croutons buat kamu"

Dengan wajah sumringah ia mengayunkan tangannya memberi isyarat aku untuk ke dapur.

"Ribet amat sih namanya, ini jakarta Ciiii...!" gumamku melangkah menuju ruangan dapur yang tak jauh dari kamar ku dan tepat di sebelah ruang kerja Onci dengan pembatas pintu kaca , aku mengeser pintu dan memasuki dapur dengan kitchen set nya yang lagi-lagi terlihat rapi. Kombinasi perpaduan warna gelap serta kursi meja makan yang diberi ambalan stripe dan cushion floral, mempermanis tatanan dapur Onci yang terlihat tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil, cukup untuk diduduki lebih dari enam orang serta meja makan bulat yang berjarak dua meter dari kompor masakan.

Diatas meja makan aku temui Pencyl Asparagus Spicy yang pastinya tidak akan membuat aku kenyang .

"Ini apaan deh, nggak ada Nasi gitu?"

"Ini buat jabang bai kamu, selesai makan ini baru aku sajikan Lobster yang aku beli tadi pagi, rejeki kamu deh, tuh udah aku masakin, tapi masih di atas grill pan, kalau udah agak dinginan ntar aku angkat, buruan makan dulu itu, ntar dingin nggak enak"

Aku memperhatikan wajah Onci, yang lagi-lagi aku tau dia pasti niatan ngelucu yang buat aku itu sama sekali nggak lucu

"On, dimana-mana orang hamil ya makannya tetep sekali, nggak ada yang namanya ini makanan buat anaknya dan ini buat emaknya, tetep aja masuk diperut yang sama, gimana sih?"

"Akhirrnya, kamu manggil aku Oon juga"

Ia terkekeh puas menahan tawa "ntar aku ambilin nasi, kamu duduk aja, sambil ntar aku hidangin udangnya buat kamu".

Ia begitu cekatan mengoles lobster yang kini telah mengembangkan liurku yang tak sabar lagi untuk melahapnya, dengan olesan mentega serta parutan kulit parsley dan dengan sebuah nampan ia letakkan di atas meja, kutatap wajah Onci datar tanpa ekpresi, aku tetap memperhatikannya saat ia mengambil nasi dan meletakkannya kembali di atas meja makan kami, ia melepas celemek yang ia gunakan dan mengambil posisi duduk tepat di hadapanku, sadar diperhatikan ia menoleh kearahku , kulihat dengan cepat ia menunduk dengan wajahnya yang memerah dengan sambil pura-pura mengambil nasi untuk ia taruh di atas piring makannya, semakin kutatap wajahnya semangkin terlihat memerah, aku suka melihat ia salah tingkah dan lagi wajahnya semakin merona merah muda dan duduk tak berani membalas tatapan mataku yang liar ke arah wajahnya.

"Dih, ngapain orang ini?"

"yuk dimakan"

Rutuk Onci mencairkan suasana diantara kita dengan intonasi terbata, aku mengambil sendok nasi dengan gerakan tanganku kewadah, namun masih dengan tatapanku kewajahnya, aku ingin ia melirik ku, tapi dengan bayang ia pasti tau aku sedang memperhatikannya, hingga ia tak berani mendongakkan kepala dan tetap fokus ke arah piring sembari memakannya dengan lahap.

"Duhhh Oon, kemana gombal bawel anak ini, aku jadi kangen gombalnya lagi".

TBC

Mulmed : Wouldn't Change A Thing|Demi Lovato feat. Joe Jonas

Lagu ini sweet banget buat April Onci 😚

We're face to face.
We don't see eye to eye
Like fire and rain.
You can drive me insane
But i can't stay mad at you for anything.
We're like different stars
But you're the harmony to every song a sing.
When i'm yes, she's no
When i hold on, she just lets go
We're perfectly imperfect.

[•]

😃😃😃😃😉


Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 303 16
lanjutan aku kmu dan dia
32.6K 3.1K 47
Sejak mata ini pertama kali melihatmu, kamu berhasil menyita perhatianku. Kala itu, kalau kamu masih ingat, kamu menggunakan sepatu nike, yang sepert...
373K 32K 56
Ada yang bilang, pemusik dan penari itu jodoh karena saling membutuhkan satu sama lain. Tapi apa iya? Kalau misalnya keduanya memiliki jenis kelamin...
2.6M 39.7K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...