Cinta Satu Kompleks

By TheSkyscraper

1.6M 29.8K 2K

Ini tentang Moza dan ketiga cowok yang tinggal satu kompleks dengannya. Ada Eghi, cowok yang Moza sukai. Lalu... More

Prolog
01| Minggu pagi Moza
02| Dua cowok menyebalkan
04| Pertengkaran antara Ferrish dan Tejo
05| Mantan kekasih Ferrish
06| Dikejar Ferrish
07| Pulang bersama Ferrish
08| Kepulangan Kak Dylan
09| Pertengkaran dengan Masha
10| Moza mau kencan
11| Pertemuan Moza dengan Tejo
12| Moza patah hati
13| Rasa sesak di dada
14| Jadian, yuk?
15| Lari
16| Tamu tetangga sebelah
17| Rasa penasaran Moza
18| Jawaban dari pertanyaan Moza
19| Lagi-lagi bertemu Masha
20| Semua orang sibuk, kecuali Moza
21| Gosip hangat hari ini
22| Malam di rumah Moza
23| Kembali mencari gara-gara

03| Aryan Suteja

64.3K 1.6K 53
By TheSkyscraper

Setelah bel tanda pulang berbunyi, aku langsung berjalan menuju parkiran mobil untuk menghampiri Ferrish karena memang tadi aku minta tebengan sama dia. Ini pun bukan murni karena aku ingin satu mobil dengannya. Melainkan aku ingin pulang bareng sama Kak Eghi. Secara hari ini Kak Eghi bareng sama Ferrish.

Setelah sampai di parkiran mobil, aku langsung berjalan menuju mobil sport putih milik Ferrish. Namun, di sana aku tak menemukan keberadaan cowok itu. Kak Eghi pun tak kulihat. Sepertinya mereka masih di kelas.

Aku menghela napas dalam, lalu bersandar pada mobil Ferrish, menungu pemiliknya datang. Kuamati sekitar, mencari keberadaan Ferrish dan Kak Eghi di antara murid-murid yang lain. Tapi sampai sepuluh menit berselang, mereka masih saja belum datang.

Jangan-jangan Ferrish mengajak Kak Eghi untuk berlama-lama hanya biar aku capek menunggu? Ya, pasti begitu. Ferrish memang menyebalkan.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim pesan kepada Ferrish menanyakan keberadaannya. Namun pesanku pun tak kunjung dibukanya.

"Mau lo apa, sih?" gerutuku kesal sambil membuka tutup halaman pesanku dan Ferrish.

Aku mendengus dan mengangkat kepala. Lalu dari arah lorong kelas aku melihat sosok Ferrish yang sedang berjalan ke arahku. Aku tak pernah merasa selega ini melihatnya.

Aku mengangkat tanganku, berniat untuk menyapanya. Tapi Ferrish hanya berjalan melewatiku dan langsung masuk ke dalam mobilnya. Aku menatapnya dengan tak percaya.

"Apa-apaan itu?" omelku.

Tanpa basa-basi aku mengikutinya memasuki mobil dan langsung duduk di bangku penumpang di sebelahnya. Ferrish yang menyadari kehadiranku langsung menatapku dengan kening berkerut.

"Ngapain lo di mobil gue?" tanyanya bingung bercampur heran.

"Kan gue tadi udah bilang sama lo minta tebengan," ucapku sebal sendiri.

"Oh."

Kali ini gantian aku yang mengernyitkan dahi menatap Ferrish yang tampak aneh. Biasanya, paling tidak, Ferrish akan meledekku dulu. Jarang sekali Ferrish mengabaikanku begitu saja.

"Lo kenapa?" tanyaku menatapnya ngeri.

Pertanyaannya itu membuatku kembali menatapku dan menghujaniku tatapan tajam. Secara refleks aku langsung merapat ke pintu, siap untuk membukanya dan kabur jika diharuskan. Aura yang terpancar dari cowok di sampingku ini sedang tidak bagus. Ya, meskipun sebenarnya dia memang tak pernah memiliki aura yang menyenangkan tapi kali ini auranya begitu mengerikan. Bahkan seorang Moza dibuat takut olehnya.

"Lo kenal sama Aryan Suteja nggak, Moz?" tanyanya tiba-tiba masih dengan tatapan dingin dan tajam.

Aku melirik ke arah kaca jendela depanku sambil mengingat pemilik nama Aryan Suteja. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.

"Kenal atau enggak?" tanyanya lagi dengan nada menuntut.

"Ya..., ya bentar. Gue lagi mikir," jawabku kebingungan.

Diberi pertanyaan dalam situasi seperti ini sungguh menyusahkan. Mana bisa aku berpikir jika dihujani tatapan mengintimidasi seperti ini.

"Anak kelas XI IPS 3. Kenal atau nggak?"

Apa mungkin yang dia maksud itu Tejo, anak Paskibra yang tinggi dan gagah itu? Ya, setahuku anak XI IPS 3 yang namanya Suteja itu ya dia. Anak-anak lebih sering memanggilnya Tejo daripada Teja. Kata anak-anak sih, lebih mantap nama Tejo.

"Tejo maksud lo?" tanyaku balik.

"Tejo?"

Aku hanya mengangguk. "Iya, Tejo. Anak XI IPS 3. Yang tinggi, gagah, kulit sawo matang dan tampan itu, kan? Ngapain lo nanyain Tejo?" tanyaku lagi. Lalu aku menunjuk Ferrish dan memasang wajah terkejut yang dibuat-buat. "Jangan bilang lo naksir dia? Tobat, Rish. Tobat!"

"Najis," sahutnya sepenuh hati.

"Lo tuh kenapa sih, Rish? Aneh tahu nggak," kata sambil memandangnya horror.

Ferrish mendengus kesal. "Masha selingkuh sama Tejo. Beneran pengen gue bunuh tuh, anak!" ucapnya berapi-api sambil menatap halaman parkiran di depannya.

Aku menaikkan sebelah alis, menatapnya bingung. "Ngomong-ngomong Masha itu siapa, ya?" tanyaku.

"Pacar gue!" jawabnya seakan sebal akan kebodohanku.

Aku menatapnya tak percaya. "Lo punya pacar? Sejak kapan? Kok gue nggak tahu? Kok ada yang mau sih, sama lo? Secara lo kan lo gitu, Ferrish manusia menyebalkan sealam semesta. Wah..., haruskah gue lega karena seorang Ferrish punya pacar atau merasa kasihan sama pacar lo?" komentarku yang dibalas Ferrish dengan tatapan datar.

"Ya, gue punya pacar. Cewek, cantik. Nggak kayak lo yang jomblo abadi. Atau jangan-jangan emang lo nggak laku, ya?" Ferrish tersenyum lebar, meledekku.

Nyakitin!

"Sembarangan aja kalau ngomong! Gue jomblo juga jomblo terhormat tahu. Ngapain pacaran jika akhirnya diselingkuhin gitu," sindirku. "Uuuh, si jagoan lagi patah hati ya? Uuuh kasian," lanjutku seraya memasang wajah pura-pura prihatin.

Ferrish hanya geleng-geleng kepala menaggapi ucapanku.

"Ya udah, ayo pulang," katanya seraya menyalakan mesin dan siap untuk meninggalkan halaman parkir. "Sabuk pengaman jangan lupa."

Aku berdecak, lalu memasang sabuk pengaman. Setelah mobil yang kami tumpangi berjalan, mendadak aku merasakan sesuatu yang salah. Seperti ada yang terlupakan. Lalu aku menoleh ke arah belakang. Benar!

"Rish, Kak Eghi mana? Bukannya dia balik bareng lo? Kok lo tinggal, sih?" tanyaku menoleh ke arah Ferrish.

"Kak Eghi ada les tambahan di sekolah. Jadi dia pulangnya agak sorean," jawabnya santai yang membuatku terkulai lemas di jok mobil.

Astaga, kenapa aku apes banget, sih? Aku kan minta tebengan sama Ferrish agar bisa pulang bareng sama Kak Eghi. Tapi kenapa Kak Eghinya malah tidak ikut pulang bareng, sih? Kan percuma aku di sini. Mana tadi aku nungguin Ferrish lama banget. Sumpah, ini sia-sia!

"Kenapa lo cemberut gitu?" tanyanya.

"Enggak," ucapku sewot.

Selama perjalanan pulang aku hanya diam membisu di dalam mobil tanpa mau menjawab ocehan Ferrish yang tidak jelas. Kadang dia sebal dan bete sendiri sama Tejo. Kadang juga tertawa tidak jelas memuji diri sendiri. Asli, aku beneran yakin kalau Ferrish itu gila.

Setelah sampai di depan rumahku, aku langsung ngacir keluar dari mobilnya tanpa basa-basi terlebih dahulu sama Ferrish.

"Woi! Bilang makasih dulu kek! Main cabut gitu aja!" teriaknya sebal ketika aku berjalan menuju teras rumahku dengan terpincang-pincang. Aku hanya melambaikan tangan tanpa berbalik menghadapnya.

Enak aja terima kasih. Dia bilang maaf aja tidak padahal sudah mencelakakanku, membuat kakiku sakit dan pincang. Cuih! Jangan harap ucapan terima kasih dariku. Lagian, aku kan maunya satu mobil sama Kak Egi, bukan sama Ferrish.

Aku masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi. Jam segini Papa masih di kantor. Biasanya malam baru pulang. Mama sendiri sepertinya masih ada di toko. Mama punya toko alat musik di salah satu mal jaraknya agak dekat dengan rumah. Tak jarang kalau sedang bosan di rumah, aku pergi ke toko untuk membantu Mama. Ya, sebenarnya tidak membantu juga sih, karena biasanya aku di toko itu cuci mata. Banyak dari pelanggan di toko Mama itu cowok-cowok tampan, anak band gitu.

"Mbok Rum...," panggilku seraya berjalan memasuki ruang makan mencari asisten rumah tangga yang sudah mengabdi di keluargaku lebih dari lima tahun. Di meja makan aku menemukan menu favoritku. Pecel lele!

Segera aku mengambil piring dan sendok. Ketika aku hendak mengambil nasi, mendadak aku ingat jika masih memakai seragam dan menggendong tas. Sebaiknya aku ganti baju dulu.

Aku meletakkan piring di meja makan, lalu berderap pergi ke kamarku yang berada di lantai dua. Segera aku mengganti seragamku dengan kaos berlengan pendek dan celana jeans selutut. Sebelum kembali ke ruang makan, aku menyempatkan diri untuk ke balkon, memantau keberadaan Kak Eghi. Siapa tahu dia sudah pulang. Kan lumayan jika bisa menyapa Kak Eghi sambil melambaikan tangan. Siapa tahu Kak Eghi balas melambai dan tersenyum manis kepadaku. Ah, suntikan semangatku!

"Hai Moza...," sapa suara dari sisi kananku.

Sontak aku menoleh ke arah balkon kamar Ferrish. Di sana aku mendapati Dennis tengah tersenyum lebar ke arahku sambil melambaikan tangan.

"Ngapain lo di sana Denn?" tanyaku.

"Nih nemenin Ferrish yang lagi galau," jawabnya santai masih tersenyum manis ke arahku.

"Enak aja galau," sergah Ferrish yang tiba-tiba muncul dari dalam kamarnya. Lalu ia menoleh ke arah Dennis. "Lo ke sini cuma mau liat Moza aja kan? Salah rumah lo. Rumah Moza di sebelah sana, bukan disini," lanjut Ferrish sambil menunjuk kearahku.

Senyum Dennis merekah. "Tahu aja lo, Rish," balas Dennis menatapku dengan mata berbinar. "Jadi, gue main sana, ya, Moz?"

"Nggak usah. Lo di sana aja sama Ferrish yang lagi galau," kataku seraya berjalan kembali ke dalam kamarku.

"Gue nggak lagi galau!" seru Ferrish membalas ucapanku.

"Bodo amat," gumamku. "Mending makan."

--------------------------

[repost-01.08.2020]

Hai! selamat tanggal satu bulan depalan! Cepet banget udah Agustus aja~

btw ini Moza.

Continue Reading

You'll Also Like

860K 64.8K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
230K 21.9K 28
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
463K 50.4K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
807K 11.4K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+