Velynissa

Oleh arhusy

50 9 2

Velynissa Octavia dan Kevin Alvaro. Dua manusia berbeda yang terjebak dalam suatu masalah yang mengharuskan m... Lebih Banyak

[01] Aku Velynissa

[02] Bandara

21 3 0
Oleh arhusy

"Vel. Udah kek bete' nya. Entar cantiknya ilang lo," Friska berusaha membuat mood sahabatnya yang hyperactive ini kembali seperti sediakala.

Bel pulang telah dibunyikan sepuluh menit yang lalu. Velyn dan ketiga sahabatnya masih di kelas Seni, tempat mata pelajaran terakhir mereka hari ini. Velyn masih dengan mood jeleknya sejak kejadian di kantin saat istirahat tadi. Itulah Velyn. Sekalinya moodnya di perburuk, maka ia akan membenci orang yang membuat moodnya buruk mungkin untuk selamanya. Kecuali jika orang itu mau mengakui kesalahannya.

"Coba aja lo bayangin. Gue masih capek bersihin kamar mandi yang luasnya sama kayak lapangan basket dan pengen nikmati pesenan gue sekalian ngelepas capek gue eh taunya tu anak - anak saiko pada dateng Ngancurin mood gue yang daritadi udah gue jaga mati - matiam. Lagian elo juga sih, ra! Ngapain juga ngijinin mereka gabung sama kita. Udah tau gue moodyan orangnya. Kalo habis capek gamau diganggu. Dan lo malah ngijinin mereka buat gabung sama kita. Lo sendiri juga tau kan kalo si saiko - saiko itu hoby nya bikin onar doang. Gue kesel sama lo, ra." jelas Velyn blak - blakan.

Beginilah Velyn saat ia berada dipuncak kemarahannya. Ia tak peduli siapa lawan bicaranya. Entah itu sahabatnya, temannya, bahkan orang tuanya pun pernah menjadi korban kemurkaan Velyn. Velyn adalah anak semata wayang dari keluarga George dan itu membuatnya tumbuh menjadi gadis manis, imut, dan manja. Maka sangat tidak heran jika Velyn berperilaku layaknya anak kecil.

"Iya, Vel. Sorry. Gue minta maaf. Gue terlalu kebawa suasana. Maafin gue ya Vel. Sorry banget Vel," sesal Ara.

Entah apa yang ada di fikirannya saat itu, ia malah mengizinkan Kevin and The Geng duduk bersama mereka. Padahal ia tau bahwa sahbatnya, Velyn, sedang kelelahan dengan good mood nya yang ia jaga sejak tadi pagi.

"Tau ah. Udah minggir gue mau pulang," ketus Velyn seraya menyambar ransel tosca miliknya yang masih tertata rapi  digantungan samping mejanya. Ia melenggang pergi menuju tempat di mana mobilnya sedang bersemedi.

Mata Ara seketika merah selepas kepergian Velyn dari kelas Seni.

"Hiks...hiksss..." sesegukan Ara menangis menyesali perbuatannya.

"Udah, ra. Maklumin aja. Lo tau kan Velyn gimana? Tapi lain kali jangan lo ulangin lagi, okey?" Vika berusaha menenangkan Ara dengan tangisannya. Jujur ia paling benci dengan sikap Velyn yang seperti ini. Dia egois.

Ara hanya mengangguk disertai derai air mata yang membanjiri pipinya lengkap dengan suara segukan dari hidungnya.

⚫⚫⚫

Hari ini cuaca di Ibu Kota sangat cerah.

Seolah mengejek Velyn yang sedang kehilangan mood nya.

Ia sampai di singgasananya tepat pada pukul tiga sore. Segera ia banting tubuhnya ke atas ranjang empuk berlapis sprei pink.

Baru lima menit ia merebahkan tubuhnya, ponselnya berdering. Menandakan ada panggilan masuk dari seseorang.

Mama is calling.....

Panggilan tersebut berasal dari Mamanya. Padahal saat masuk rumah, ia sudah bertemu dengan Mamanya. Bahkan yang membukakan pintu juga Mamanya.

Tanpa pikir panjang, ia segera menggeser tombol menuju warna hijau.

"Halo, ma?"

"Vel, cepet ganti baju. Ikut mama ke bandara," sambar Andini, mama Velyn, dari seberang sana.

"Ngapain ke bandara sih, ma? Velyn masih capek," katanya dengan nada merajuk. Berharap Mamanya tidak jadi mengajaknya pergi.

"Vel! Udah kamu ga usah ngebantah kenapa sih? Udah ganti baju cepet. Ga pake tapi tapian. Sepuluh menit kamu nggak turun, ga ada uang jajan sebulan. Titik,"

"Hah? Ta-"

Belum sempat Velyn menyelesaikan kalimatnya, sambungan telepon via LINE antara Mamanya dengan dirinya terputus.

"Tai," dengusnya.

Dengan malas atau mungkin keterpaksaan, Velyn beranjak menuju ke lemari pakaiannya kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan menukar baju.

Belum sampai sepuluh menit, Velyn sudah rapi dengan gaun tosca selutut favoritnya lengkap dengan jelly shoes abu-abunya.

"Jalannya cepetan, vel. Kita udah terlambat, nih." teriak Andini dari ruang tamu saat mengetahui putri semata wayangnya itu tengah menuruni anak tangga.

"Iya, ma. Ini juga udah cepet,"

Andini berjalan mendahului Velyn menuju mobil jazz biru yang disusul Velyn di belakangnya.

Kini Andini dan Velyn sudah meletakkan pantat mereka masing -masing di bangku mereka. Andini di bangku kemudi. Sementara Velyn di sampingnya.

Mereka tak ditemani sang Papa karena beliau sedang ada tugas ke luar kota selama satu bulan ke depan.

Dirasa semuanya sudah siap, Andini melajukan kendaraannya membelah jalanan Ibu Kota menuju bandara.

⚫⚫⚫

Suasana di Bandara sore ini sangat ramai. Banyak orang yang datang kemari untuk menjemput, memulai, atau bahkan mengakhiri perjalanan mereka.

Velyn tahu segala hal tentang Bandara Internasional ini. Mulai dari letak toiletnya, mushola, tempat parkir, bahkan ruang kepala kantornya Velyn tahu. Hanya saja satu yang ia tak tahu.

Mengapa ia di Bandara pada saat ini?

Sudah lebih dari lima kali ia menanyakan hal yang sama pada Andini. Namun, tetap saja ia tak mau memberitahu putrinya sebelum ia tahu sendiri. Ia ingin membuat kejutan untuk Velyn hari ini karena ia tahu, putrinya itu sedang kehilangan mood baiknya.

"Ma, kita ngapain sih? Kalo ga ngapa-ngapain mending pulang aja. Yuk ah! Velyn capek nih,"

Akhirnya kekesalan Velyn meledak saat ini. Meski begitu, ia masih harus bersikap wibawa di hadapan orang tuanya. Ia masih bisa menahan emosinya agar tak meledak-ledak apalagi di public place.

"Sabar sayang. Bentar lagi orangnya dateng kok. Tunggu du... Nah! Itu orangnya," seru Andini dengan tangan kanannya menunjuk orang yang dituju.

Melihat tangan mamanya yang menunjuk sesuatu, ia pun mengikuti arah telunjuk mamanya itu.

Entah harus senang, terkejut, marah atau bagaimana. Yang jelas ia tak percaya bahwa orang yang ditunjuk mamanya tadi adalah Gallen Ardian Prasetyo. Sebut saja Gallen.

Gallen adalah sepupu Velyn sejak kecil yang tinggal di Inggris. Gallen lebih tua satu tahun dari Velyn.

"Waah! Gallen!!! Woy Galen!!!" teriak Velyn dengan melambaikan kedua tangannya.

Merasa namanya diteriakki, Gallen segera mencari-cari sumber suara. Ternyata Velyn yang meneriakkinya sambil melambaikan tangannya. Ia berjalan menuju tempat Velym dan Tantenya berada.

"Len lo jahat. Masak lo ke Jakarta gak bilang ke gue. Tiba-tiba dateng gitu aja. Gak kasih kabar. Terus semalem gue telpon gak diangkat. Di spam LINE gak dibales. Sepupu apaan lo," cerocos Velyn sesampainya Gallen di hadapannya.

"Iya, iya maaf. Abis semalem gue nugas jadi gak keburu ngangkat telpon atau ngebales LINE lo. Ya sorry, deh. Gue minta maaf,"

"Berhubung mood gue lagi baik, so lo gue maafin," ucap Velyn sambil memerkan deretan gigi putih berbalut behel tosca.

Gallen hanya membalasnya dengan cengiran lantas mengusap ujung kepala gadis yang berstatus sebagai sepupunya itu.

"Ekhem. Udah kangen-kangenannya? Yang di sini dilupain?"

Merasa tak dianggap, Andini berdeham guna mengalihkan perhatian kedua remaja itu padanya.

"Eh Tante. Apa kabar, tan?" Gallen memulai percakapan dengan Andini.

"Tante baik, Len. Riska sama Nando di London gimana?"

"Mom sama Dad baik-baik aja, tan. Alhamdulillah,"

"Ya udah pulang yuk, ma. Kan yang ditunggu udah dateng," Velyn mulai angkat bicara.

Andini hanya mengiyakan ajakan putri semata wayangnya itu dan berlalu menuju tempat di mana mobilnya sedang bersemedi yang disusul kedua remaja tersebut di belakangnya.

Tempat mobil dengan pintu kedatangan sangat jauh sehingga hanya Andini yang menuju mobil. Ia menyuruh putri dan keponakannya untuk menunggu di depan pintu kedatangan saja.

Awalnya Velyn menolak karena ia punya firasat buruk dengan Mamanya. Namun, Andini menolak. Menganggap itu hanya perasaan Velyn saja. Akhirnya,  Velyn menuruti permintaan Mamanya untuk menunggu dan berdoa agar tak terjadi sesuatu.

Baru delapan langkah ke depan Andini meninggalkan Velyn dan Galen di depan tempat keberangkatan, tiba-tiba mobil pick-up tua dari arah kanan Andini melaju kencang. Andini yang tak menyadari bahwa dirinya kini dalam posisi bahaya hanya berjalan santai menyeberangi jalanan. Ia sangat terkejut saat melihat mobil itu berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri sedang melaju kencang. Tabrakan tak dapat dihindari. Andini terpental dua meter dari tempat kejadian. Para pengunjung Bandara yang menyaksikan berbondong-bondong mengerubungi korban.

Velyn dan Gallen yang sedang asyik bergurau, sama-sama terkejut saat mendengar decitan rem yang memekakkan telinga mereka.

"Berisik," gerutu Velyn.

Mereka mengalihkan pandangan ke sumber suara. Bukan ke mobilnya, melainkan ke segerombolan manusia yang berada tepat dua meter di depan mobil pick-up tua itu. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari menerobos kerumunan.

Hatinya kini tak karuan.

Merasakan sesuatu yang perih.

Sesuatu yang membuatnya sesak.

Betapa remuknya hati Velyn saat ini saat mengetahui korban tabrakan itu adalah Mama kandumgnya.

Seketika tenaga yang ia miliki hilang entah kemana. Seperti direnggut paksa oleh Tuhan. Untuk berdiri saja Velyn tak sanggup. Lututnya melemah. Ia mendaratkan kedua lututnya di samping tubuh mamanya yang berlumur darah dan menggoyangkan pundak mamanya berharap beliau bangun.

Padahal baru beberapa menit lalu ia bisa bercengkerama bersama mamanya. Namun tidak untuk saat ini.

Velyn tak kuasa membendung tangisnya. Pipinya kini dibanjir aliran air mata kesedihan.

Ternyata firasatnya tadi itu benar.

Tuhan mengapa Kau memberikanku ujian seperti ini?

"Ma...Mama bangun, ma. Hiks, hiks. Ma, bangun, ma. Hiks..hiks..."

Velyn masih bersikeras membangunkan Mamanya. Tak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Gallen yang mengetahui bahwa Tantenya lah yang menjadi korban segera menghubungi pihak bandara untuk memanggil ambulance dan polisi. Sepuluh menit kemudian permintaan Gallen terpenuhi. Ambulance dan Polisi datang secara bersamaan di tempat kejadian.

Tanpa ba-bi-bu lagi, mereka segera melaksanakan tugasnya. Andini diangkat menggukan tandu ranjang untuk dipindahkan ke dalam ambulance. Velyn menemani mamanya. Gallen membawa mobil Andini setelah kunci mobil tersebut diberikan oleh Velyn.

Kurang dari lima menit semenjak kedatangan ambulance, mereka sudah melesat menuju rumah sakit terdekat.

Selama perjalanan, Velyn berdoa semoga mamanya tidak kenapa-napa. Tidak ada sesuatu yang serius yang harus dihadapi mamanya.

Ia tak ingin kehilangan mamanya.

Ia sangat takut.

Sangat takut.

Takut jika sumber energinya ini hilang.

Ia harap ini semua hanya mimpi dan ia segera dibangunkan ke alam dunia yang sebenarnya.

⚫⚫⚫

Halohaa......

Maaf baru bisa update soalnya aku udah kelas 9 . Harus ngurusi ujian lah, tugas lah, dan sebagainya. Jadi mohon pengertiannya ya :)

O ya. Betewe bab 2 nya gimana? Absurd ya? Hehe:D
Habisnya buntu mau nulis apaan.

Buat bab 3 aku usahain deh biar gak absurd-absurd gitu.

Tapi jangan lupa buat vote sama komennya. Hehe

Makasih :D

29 Januari 2017
9.56

Arhusy

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

3.9M 304K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
733K 53.4K 33
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
942K 91.9K 51
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
6.2M 266K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...