Marry With Boss

Galing kay tiystories

5.7M 235K 17K

Hanya karena kesalahan yang bahkan tak Prilly sadari membuat Prilly terpaksa menandatangani perjanjian tertul... Higit pa

1
2
3
Visualisasi Leo
4
5
6
7
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Q & A MWB
Penting!

8

149K 9.9K 312
Galing kay tiystories

Tidak ada yang bisa Prilly lakukan ketika melihat Deana duduk dekat sekali dengan Ali bahkan kepala mereka hampir menyatu saat membaca beberapa berkas. Sudah hampir sebelas hari Ali dirawat di rumah sakit, selama itu juga banyak berkas-berkas yang harus Ali tandatangani. Hal yang membuat Prilly tidak bisa menerima kalau Deana yang mengurus kepentingan berkas itu. Wanita seksi itu datang beberapa saat yang lalu dan langsung membicarakan soal laporan perusahaan dengan Ali yang masih duduk di ranjang rawatnya.

Ali masih butuh waktu untuk memulihkan kesehatannya karena tifus yang menyerang tubuhnya. Namun Prilly tidak bisa melarang Deana atau pun Ali. Kalau ia melarang Ali untuk tidak memikirkan pekerjaan lebih dulu pasti lelaki itu akan memarahinya. Sebenarnya bukan amarah yang keluar tapi kata tegas dan tatapan tajamnya. Terkadang membuat Prilly ngeri atau malah ingin menantangnya.

Prilly berdeham kuat-kuat sambil merapikan berkasnya sendiri yang berisi gambar-gambar gaun desainnya. Deana terlihat kesal melirik Prilly. Wanita itu tidak memperbaiki posisinya sama sekali yang sangat dekat dengan Ali.

"Ekhem khem!" Prilly berdeham lagi. Kali ini mampu mengalihkan perhatian Ali dari berkas-berkasnya.

"Ada apa?" Tanya Ali dengan wajah datarnya.

"Panas banget ya ampun padahal cuma ngegambar doang." Prilly memasukkan berkasnya ke dalam tas. "Kamu kecilin ya AC-nya? Aku keluar aja deh kali dapat yang sepoi-sepoi."

"Tetap diam di ruangan ini."

Prilly menumpukan tangan di pipi bawahnya sambil mengutak-atik menu ponsel di tangan kirinya. Saat ia melirik Ali, lelaki itu kembali fokus pada berkas-berkasnya. Dan saat ia melirik Deana, wanita itu bukannya menunjukkan berkas lain pada Ali tapi malah tersenyum sambil memperhatikan Ali.

Laki gue kali! Biasa aja dong lihatnya!

"Saya minta laporan minggu lalu," ucap Ali pada Deana.

"Ada di bawahnya Pak." Balas Deana, perempuan itu tidak mengalihkan perhatiannya dari wajah tampan Ali.

"Ini laporan beberapa hari yang lalu." Ali langsung menatap Deana tajam membuat Deana langsung mengerjapkan matanya.

"Oh, maaf Pak. I-ini." Deana terlihat gugup menyerahkan berkas lain pada Ali.

Prilly mengerucutkan bibirnya merasa bosan. Hampir dua jam ia tidak melakukan apa-apa selain menggambar dan kini ia sudah berhenti melakukan pekerjaan itu karena malas melihat Deana yang terlihat sengaja memepetkan tubuhnya pada Ali.

"Aku sudah melihatnya. Sekarang pergilah!" Usir Ali terdengar marah karena Deana menyentuh-nyentuh tangannya secara sengaja.

Deana merapikan berkas-berkasnya kemudian pergi dari ruangan Ali. Prilly menatap Ali sinis lalu beranjak dari sofa menghampiri Ali.

"Senang? Digrepe-grepe sama perempuan lain?"

"Kamu melihatnya tapi malah diam saja." Ali hanya menunjukkan ekspresi datarnya.

"Sebenarnya aku mau marah! Tapi, takut ganggu, lagi pula kamu sedang memeriksa laporan perusahaan." Prilly melipat tangannya di bawah dada.

"Itu perempuan pakai bajunya rendah banget di bagian dadanya! Jujur, kamu ngintip kan?"

Ali menyipitkan matanya menatap Prilly, "Mengintip apa?"

"Pakai nanya lagi, payudaranya lah!"

"Aku tidak melihatnya, hanya terlihat," balas Ali sekenanya.

"Mata kamu gak suci lagi tuh. Punya aku aja belum kamu lihat tapi perempuan lain udah kamu lihat!"

"Aku tidak ingin berdebat."

"Memangnya kita lagi mengajukan pendapat. Sekarang bilang, menurut pendapat kamu besaran mana antara aku dan Deana?"

"Tidak ada pertanyaan yang lebih penting?" Prilly mendengus mendengar jawaban Ali yang begitu saja.

Ali turun dari ranjangnya melepas infusan. Prilly terkejut melihatnya. Lelaki itu memakai tuxedo hitamnya karena kebetulan sudah melepas kemeja biru yang menandakan dia sebagai pasien.

"Mau ke mana?"

"Aku sudah tidak betah di rumah sakit ini."

"Kamu mau pulang sekarang? Tapi kondisi badan kamu---,"

"Sudah diamlah." Ali langsung menarik tangan Prilly. Tidak perlu repot baginya saat meninggalkan rumah sakit. Anak buahnya pasti mengurus kepulangannya.

"Kamu masih sakit, nanti kalau kenapa-napa aku yang disalahin," ucap Prilly namun Ali tidak menghentikan langkahnya begitu juga tidak melepaskan genggaman tangannya.

"Ali?"

"Kita tidak akan pulang ke rumah tapi menuju suatu tempat," ucap Ali begitu mereka duduk di dalam mobil yang disupiri oleh anak buahnya.

"Suatu tempat?"

"Hm," Ali memejamkan matanya saat mobil melaju. Sementara Prilly mengernyit bingung tidak tahu tempat apa yang Ali maksud.

Semua berlalu begitu cepat. Prilly menapakkan kakinya di atas pasir lembut tanpa alas kaki. Deburan ombak terdengar tak jauh dari posisinya yang berjalan berdampingan dengan Ali. Langit terlihat kemerah-merahan saat matahari akan tenggelam. Prilly menatap panorama alam yang sangat indah itu dengan senyum yang mengembang. Baru saja ia menikmati perjalanan panjang dengan pesawat pribadi dan helikopter tapi saat ini ia sudah ada di sebuah pulau saja. Pulau kecil milik Ali yang letaknya dekat dengan pulau Belize.

Pulau yang memiliki sejuta keindahan dengan laut biru kehijauan dan batu karang besar. Mungkin Prilly akan melihat keindahan pulau besok pagi karena sekarang air laut pun terlihat kemerahan karena pantulan langit.

"Sunset-nya indah banget..." Prilly bergumam sambil mengeluarkan ponselnya memotret panorama di hadapannya.

"Mau diam saja di sana sampai malam?" Suara Ali menghentikan kegiatan Prilly saat mulai ber-selfie ria. Prilly mencibir melihat Ali yang berdiri tak jauh darinya.

"Sebentar lagi, masih mau foto," balas Prilly.

"Kamu bisa melanjutkannya besok. Sekarang kita harus ke villa."

"Gak mau." Rengek Prilly. Ali memasukkan tangan kanannya ke saku celana sementara tangan kirinya menenteng jas hitamnya. Mata lelaki itu bersinar tajam memaksa Prilly meninggalkan kegiatannya sekarang juga. Prilly hanya bisa mendengus lalu melangkah malas menghampiri Ali.

"Nyebelin!" Omel Prilly seraya mendelik tajam pada Ali kemudian berjalan lebih dulu darinya.

"Cuma foto doang gak boleh. Pelit!"

Ali hanya diam mendengarkan Prilly yang mulai mengoceh tentang dirinya.

"Harusnya kita memanfaatkan waktu sekarang dengan baik, kenapa cuma foto aja nunggu besok? Siapa tahu aja besok aku udah gak ada di dunia ini ya kan? Siapa tahu aku gak lihat sunset ini lagi atau merasakan pasir lembut ini lagi!"

Ali menghentikan langkahnya menatap punggung Prilly. Dahinya berkerut marah tidak suka dengan perkataannya.

"Berhenti dan lakukan apa yang kamu mau."

Prilly pun berhenti melangkah dan berbalik menatap Ali.

"Aku bosan mendengarnya. Kamu tetap melarang aku ngelakuin sesuatu."

"Kali ini tidak," jawab Ali dengan tegas.

Prilly berjalan menghampiri Ali dan berdiri tepat di hadapannya, "Kalau gitu, aku mau foto sama kamu."

"Ti--"

Ckrek!

Ali menggertakkan giginya saat Prilly bersandar di dadanya dan mengambil foto bersama tanpa menunggu jawaban darinya.

Prilly mencibir saat melihat hasil gambarnya di layar ponsel, "Fix, ini kelihatan lagi foto sama patung. So flat! Senyum kamu mana sayang?"

"Sudah selesai? Kita ke villa sekarang."

"Buru-buru banget sih, mataharinya belum sepenuhnya tenggelam lho." Prilly tersenyum jahil menatap Ali. "Kamu gak sabar ya?" Tambahnya dengan percaya diri.

"Maksudmu?"

"Memangnya menurut kamu apa? Kamu ajak aku ke sini mau honeymoon kan?" Ali membulatkan matanya.

Prilly pun melingkarkan tangannya di leher Ali, "Iya kan?" Ia menaik-turunkan alisnya menggoda.

"Selain mengurangi candaan, rupanya kamu harus mengurangi rasa percaya diri juga." Prilly mengernyitkan dahinya.

"Ingat, terlalu percaya diri itu tidak baik, Nona 259 Milyar." Prilly pun melepaskan tangannya dengan kesal.

Ali menyunggingkan senyum sinisnya menatap Prilly. Prilly langsung menaikkan dagunya menantang. "Mungkin sekarang kamu menolak, tapi lihat aja nanti, aku pastikan kamu mengemis-ngemis minta perhatian aku."

"Oh?" Ali menaikkan satu alisnya, "Begitu."

Prilly mengembungkan pipinya dengan wajah memerah. Satu tangannya mengepal di depan dada.

"Villa sudah terlihat. Kalau masih mau di sini maka diamlah." Ali langsung pergi meninggalkan Prilly.

Prilly berjongkok mengambil sekepal pasir dan meremasnya kuat-kuat. "Dasar muka lukisan nyebelinnn." Matanya melotot melihat pasir di tangannya kemudian melemparnya asal seolah itu Ali.

"Bagus kamu kayak pasir biar dihempas ombak sekalian!" Dumelnya sambil berkacak pinggang.

Prilly memperhatikan air laut dengan pikiran ke mana-mana. Ia bergerak mendekati air itu dan mencelupkan kakinya. Rasa dingin langsung terasa. Ia pun duduk sambil menekuk lututnya menunggu matahari benar-benar kembali ke tempat peraduannya.

Memikirkan Ali membuatnya kesal sekaligus senang. Kesal karena sifat lelaki itu dan senang karena perhatian yang sudah diberikannya selama ini.

Prilly belum pernah merasakan jatuh cinta yang seperti ini sebelumnya. Ia akui Ali sangat spesial di hatinya. Seburuk apa pun sikap lelaki itu padanya, ia tetap menerimanya. Ditatap tajam oleh Ali menurutnya menyenangkan, ia selalu mendapatkan cara untuk mengusik ketenangan lelaki itu.

Tingkah Prilly mungkin kekanak-kanakkan kalau sudah merajuk, namun ia seperti itu hanya untuk menutupi kesedihannya. Kalau sifatnya unik memang sudah ada sejak kecil. Pasti membuat semua orang harus memiliki kesabaran yang tinggi saat sudah berhadapan dengannya, termasuk Ali. Sikapnya pasti berlebihan di hadapan Ali, tapi ia seperti itu hanya ingin mendapatkan perhatian lebih dari Ali. Ia ingin Ali merasakan juga apa yang ia rasakan. Ia ingin Ali takut kehilangannya. Selain itu, ia juga ingin Ali mencintainya apa adanya.

Jika dulu Prilly mengatakan belum jatuh cinta pada Ali, maka sekarang tidak lagi. Rasanya ia ingin ungkapkan isi hatinya, tapi ia tidak mau sebelum ia tahu bagaimana perasaan Ali padanya.

Tiba-tiba saja punggung Prilly tertutupi oleh sebuah jaket yang membuat lamunan Prilly terbuyarkan setelah cukup lama memikirkan Ali. Prilly hanya bergeming saat seseorang sudah berdiri di sebelahnya. Tanpa menoleh pun ia sudah tahu siapa orang itu.

"Berdirilah, ini sudah malam," perintah lelaki itu dengan suara dalamnya.

Prilly masih bergeming sambil menggerak-gerakkan jemari kakinya di dalam air.

"Siapa yang bilang ini udah pagi?" Ucap Prilly akhirnya. Kemudian mendongak melihat wajah Ali dengan penerangan bulan. Ali hanya melirik padanya lalu menatap laut.

"Aku masih mau di sini. Kamu istirahat sana, kamu kan baru keluar dari rumah sakit."

"Tidak bersamamu?" Tanya Ali pelan.

"Memangnya harus sama aku? Mau dikelonin yaa?" Prilly langsung tertawa geli.

"Lalu untuk apa kamu di sini kalau tidak masuk ke dalam?"

"Ke dalam mana? Ke dalam hatimu yaa?"

"Dengar..."

"Apa sayang?" Panggil Prilly gemas.

"Cepatlah masuk!" Prilly menggeleng cepat sambil meraih tangan Ali.

"Temenin aku ya? Sebentaaar aja."

"Tidak. Udara di sini tidak bagus untuk kesehatan."

"Aku cuma mau mengatakan sesuatu sama kamu. Aku janji gak akan lama."

"Kamu bisa mengatakannya di dalam. Cepat berdiri, ikut aku ke villa."

"Aku gak pernah meminta apa pun sama kamu kecuali kamu sendiri yang memberikannya tanpa aku minta, seperti ponsel. Tapi, kali ini aku punya permintaan kecil, aku cuma mau ditemenin sebentar saja di sini tapi sepertinya susah banget ya buat kamu."

Ali yang baru membalikkan badannya hendak pergi terpaku mendengar perkataan Prilly yang seperti itu.

"Sebenarnya ada sesuatu yang mau aku tanyakan sama kamu, menurut aku ini penting tapi mungkin menurut kamu gak penting. Yaudahlah lagian aku gak berhak memaksa kamu kan?"

Prilly langsung berdiri membersihkan pasir-pasir di celananya.

"Ayo ke villa, di sini dingin banget ya," kata Prilly terakhir kalinya hingga ia pergi sendiri ke villa yang tak jauh dari posisinya.

Ali masih terpaku di tempatnya. Pandangan lelaki itu tak lepas dari punggung Prilly sampai Prilly benar-benar masuk ke pekarangan villa.

Ada alasan tertentu jika seseorang memilih diam dibandingkan bicara, karena orang itu tahu diam lebih baik dari pada membicarakan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan orang lain.

***

Ali mencengkram besi pagar balkon kamarnya ketika melihat pemandangan di bawah laut. Dari lantai dua tempatnya berdiri, ia melihat Prilly berenang di lautan di pagi yang bahkan matahari masih terbit malu-malu.

Benar-benar gadis tengil itu!

Seperti biasanya kesedihan Prilly tidak berlangsung lama. Semalam setelah ia menyusul gadis itu ke kamarnya, ia melihatnya sedang tertawa sambil memainkan ponselnya. Saat ia lihat apa yang menarik di ponselnya ternyata dia memainkan permainan anak-anak. Bodohnya ia juga memperhatikan gadis itu saat asik memainkannya.

Sekarang ini pun ia memperhatikan Prilly yang berenang ke sana kemari dengan ahli di dalam air laut yang warnanya memanjakan mata. Yang membuat ia tidak melepaskan cengkraman dari besi itu sejak tadi adalah Prilly berenang dengan pakaian seksi!

Demi Tuhan kalau sampai ada penduduk setempat pulau yang ingin berlayar atau penjaga villa ini melihatnya, ia akan melarang gadis itu berenang lagi.

Sejenak Ali mengernyitkan dahinya. Mengapa ia tidak suka kalau itu sampai terjadi?

Ali pun meninggalkan balkon itu turun ke lantai bawah. Melewati para pelayan yang menawarkan sarapan. Ali mengambil jubah handuk dari tangan pelayan kemudian menghampiri Prilly yang masih asik berenang sampai gadis itu berhenti dan menyembulkan kepalanya. Bagaikan slow motion tubuh Prilly mulai terlihat saat melangkah menghampirinya di air. Ali pun terpaku melihat Prilly memakai celana jeans pendek yang hanya setengah paha dan kemeja putih transparan hingga memperlihatkan pusar dan kulitnya yang putih bersih.

Bodohnya lagi Ali terus memperhatikannya! Entah sudah ke berapa kalinya Ali membodohi diri sendiri.

Begitu Prilly berdiri di hadapannya, Ali langsung menatapnya tajam.

"Morning!" Sapa Prilly dengan senyum cerianya namun Ali tidak membalas. Ali pun meraih tangan Prilly dan langsung memakaikannya jubah handuk sampai handuk tersebut menutupi tubuh Prilly lalu mengikat tali di depan perutnya.

"Pagi-pagi seperti ini berenang di laut? Apa kamu sudah gila?" Prilly hanya mengernyit menatap Ali.

"Dan mengapa berenang memakai pakaian seperti itu? Mau memperlihatkan tubuhmu pada orang lain?"

Prilly masih saja diam.

"Apa kamu pikir pulau ini tidak berpenghuni sehingga kamu bebas memakai apa saja? Kalau begitu berenanglah tanpa pakaian sekalian!"

Setelah cukup lama terdiam akhirnya Prilly pun tertawa, "Oh my... My Sweet Boss bikin gemesss."

Ali mengepalkan tangannya.

"Setelah pakaikan aku handuk, kamu bilang sesuatu yang menunjukkan kalau kamu cemburu. Manis banget sih. Kamu gak mau ya kalau badan aku yang seksi ini dilihat orang lain?"

Ali pun terdiam menatap Prilly yang mulai menggodanya.

"Bukan waktunya bercanda. Kamu tahu air laut pagi ini sangat dingin?" Kata Ali kemudian.

"Hm, tahu lah. Tapi segar kok!" Balas Prilly.

"Terserah kamu saja kalau begitu. Tapi, lain kali jangan berenang memakai baju seperti itu." Ingatkan Ali.

"Namanya juga berenang, masa aku harus pakai daster! Apa aku harus pakai sarung? Apa tuh namanya? Kemben ya? Hehehe..."

"Jangan cengegesan seperti itu. Pergi berendam dengan air hangat, setelah itu sarapan."

"Hm." Ali mengernyit mendengar balasan Prilly itu saja. Ia lihat Prilly malah melamun di tempatnya. Tatapan mata gadis itu kosong ke arah lain.

"Memikirkan apa?" Prilly diam saja. Ali pun mengulurkan tangannya seperti sebelumnya pernah ia lakukan, menyentuh hidung Prilly dengan telunjuknya sampai Prilly kembali tersadar.

"Aku lihat akhir-akhir ini banyak yang kamu pikirkan."

"Iya, banyak banget sampai aku gak sanggup cari kebenarannya satu per satu."

"Apa maksudmu?"

"Maksud aku..." Prilly menarik napasnya sesaat, "Semalam aku udah bilang mau mengatakan sesuatu sama kamu, banyak juga yang mau aku tanyakan."

"Katakan itu sekarang." Prilly menggeleng hingga Ali mempertegas wajah marahnya. "Katakan sekarang dan apa yang mau kamu tanyakan?"

"Malam itu..." Melihat wajah cemas Prilly membuat Ali membulatkan matanya.

"Malam itu kamu sakit terus..." Wajah Ali pun tegang menanti kata-kata selanjutnya dari Prilly.

"Apa aku melakukan sesuatu padamu?" Tanya Ali langsung.

Prilly menundukkan kepalanya sesaat, "Kita tidur, terus..." Prilly kembali menatap lelaki itu. Ekspresi baru yang Ali perlihatkan adalah luar biasa terkejutnya dengan mata yang melotot membuat Prilly tidak bisa menahan gelak tawanya, "Cie panik cie..."

Raut wajah Ali langsung berubah marah, "Mengerjaiku, eh? Apa kamu pikir lucu?"

"Nggak. Dengar dulu, malam itu kamu sakit terus kita tidur kan, aku mimpi bertemu kedua orangtua aku!" Pekik Prilly menghentikan Ali yang mau meninggalkannya sendiri ke villa.

"Orangtuamu?" Akhirnya Ali berbalik menatap Prilly dengan dahi yang berkerut heran.

"Iya. Aku mimpi bertemu dengan mereka." Raut wajah Prilly terlihat sedih, "Mimpi yang benar-benar seperti nyata, mereka bilang, aku bukan anak kandung mereka."

Ali terkejut tapi dalam sekejap digantikan dengan wajah datarnya.

"Siapa yang gak sedih saat orangtua yang sudah merawat sejak bayi sebelum akhirnya pergi terus bilang seperti itu, kalau aku bukanlah anak kandung mereka."

"Ayah bilang waktu itu dia mau menemui orangtua kandung aku sama saudari aku tapi sayang Ayah kecelakaan lebih dulu."

Prilly menarik napas, "Kalau mimpi itu benar, sampai sekarang pun aku nggak percaya kalau aku terpisah dengan orangtua kandung aku, termasuk... saudari aku sendiri." Ketika menyebut kata saudari Prilly menatap Ali dalam.

"Itu hanya mimpi." Hanya itu yang Ali balas saat dirinya sedang tegang-tegangnya mendengarkan Prilly.

"Ya, mungkin hanya mimpi. Tapi, mimpi itu bisa saja mengandung pesan nyata dalam kehidupan. Ibu bilang, melalui kamu..." Prilly menatap Ali ragu, "Aku bisa tahu orangtua kandung aku yang sebenarnya. Mungkin juga tahu saudari kandungku yang bernama... Natasha."

Bak disambar petir tanpa hujan ketegangan Ali saat ini terlihat jelas. Ia terkejut sekali. Tidak menyangka kalau Prilly tahu nama gadis yang masih ia cintai.

"Apa kamu tahu sesuatu? Tentang orangtuaku? Natasha?"

Ali masih diam dengan raut wajah yang sama.

"Atau masa laluku? Mungkin kamu tahu semua tentang aku makanya kamu buat surat perjanjian itu supaya aku menikah sama kamu."

"Itu hanya mimpi, belum tentu nyata."

"Tapi bagaimana kalau aku tahu kenyataannya?"

Ali mengalihkan perhatiannya ke arah lain, tak lama ia membalikkan badan.

"Kamu menikahi aku karena Natasha kan?" Ali tertegun.

"Siapa Natasha? Saudari aku? Aku bahkan gak kenal sama dia. Jelas kamu pasti tahu masa lalu aku, Ali."

"Kamu gak mau jawab juga? Gak apa-apa, aku udah tahu kok. Awalnya aku bingung soal Natasha sampai aku bertanya sama Papa. Papa bilang... Natasha adalah saudari kandung aku. Dan aku juga tahu alasan kamu menikahi aku, yaitu Natasha. Natasha yang meminta kamu menikah sama aku karena rasa bersalahnya, sampai sekarang pun aku gak tahu rasa bersalah apa yang Natasha maksud."

Ali langsung berbalik menatap Prilly marah, "Atas hak apa kamu mencari tahu tentang Natasha?"

"Aku istri kamu. Aku juga berhak tahu masa lalu aku yang berhubungan dengan Natasha."

Seperti biasa Prilly tidak takut melihat kemarahan yang terpancar jelas di mata Ali.

"Kalau kamu tetap gak mau kasih tahu aku kebenarannya, biar aku yang cari tahu sendiri!" Prilly pun pergi dari sana meninggalkan Ali yang kebingungan.

***

TBC...

Saking pngn bgt update karna bntr lagi kuota habis *kode keras*, aku juga disibukkan sama kerjaan baru aseek :v Update lg minggu depan ya sekalian info baru mengenai Best Wife... hehe bhay bhay

TF

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.5M 89.5K 69
Antara fans dan idola yang tidak sengaja dipertemukan.
271K 21.3K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
246K 3.9K 9
Alice Olivia Hansen terguncang di pagi hari saat mendapati seseorang berada di atas tempat tidurnya. Seperti dihimpit batu besar, Alice melebarkan ma...
274K 6.5K 36
15+ Tahap Revisi . Nichol Alvaro Atmaja. Dialah sosok dingin dan ketus, semua itu ia lakukan untuk membentengi hatinya dan menunggu sosok dari masa l...