Prince's Tale Series 1: She i...

Galing kay rose_ungu

71.5K 2.4K 50

Prince’s Tale Series. Sebuah kisah Empat pria yang mengalami kejadian layaknya di negeri dongeng, apakah aka... Higit pa

Prince's Tale Series 1: She is My Cinderella
#1 Pilihan
#2 Pesta
#3 Perjodohan
#5 Kejutan
#6 Sang Mantan
#7 Kejujuran
#8 Liburan
#9 Masalah
#10 Tak Mudah
#11 Ending

#4 Kehidupan

4.5K 212 3
Galing kay rose_ungu

Agni menuruni tangga dengan santai, pakaiannya juga terlihat lebih resmi dari biasanya. Menandakan ia akan ada pekerjaan di luar rumah. Agni berjalan ke arah meja makan dimana disana telah berkumpul seluruh anggota keluarga yang berada di rumah itu.

“Morning Mom, Dad, Shill.”

Setelah menyapa mereka satu persatu Agni langsung duduk di kursi biasanya lalu mengambil roti untuk ia makan, setelah itu ia menghabiskan susu yang memang selalu tersedia setiap paginya.

“Kamu belum cerita sama Mom tentang semalam lho sayang... Kamu gak lupakan? Mom gak mau melewatkan cerita kamu yang satu itu.”

Agni menghentikan kunyahannya, ia menghela nafas sambil menyimpan roti yang hampir habis itu. Agni mengangkat bahu acuh tapi beberapa detik kemudian ia mengangkat tangan kanannya, bermaksud memperlihatkan cincin yang sekarang ia kenakan itu.

Orangtua Agni tersenyum lega, sementara Shilla menatap Agni dengan mata yang memicing meminta penjelasan. Ia heran kenapa Agni bisa menerima lelaki itu begitu saja. Padahal ia tau betul Agni, dan tentu tau bagaimana hati Agni sekarang. Shilla hanya dapat menghela nafas. Apapun yang loe rencanakan semoga loe tetap di lindungi Tuhan...

“Eh iya, loe mau kemana Shil? Rapih banget tumben.”

“Lumayan kemaren ada respon dari perusahaan yang gue simpen surat lamaran gue itu. Hari ini gue wawancara.”

Agni menautkan alisnya. “Obsesi banget loe mau kerja, emangnya Mom sama Dad gak ngasih uang?.” Agni melirik orangtuanya dengan sebal. Bukannya apa-apa, ia hanya tidak tega melihat Sahabatnya ini bekerja padahal belum sehat betul.

Shilla tersenyum ia melirik orangtua Agni lalu menatap Agni. “Ini kemauan gue sendiri, gue juga pengen kenal dunia kayak loe.”

“Yaudah loe kerja sama gue aja. Gak usah nyari. Gampangkan?.”

“Gak ah takut di gosipin.” Shilla terkekeh. “Udahlah gue gapapa lagi. Yakan Mom Dad?.”

Orangtua Agni hanya tersenyum menanggapinya, sebenarnya mereka juga belum tega melihat Shilla keluar rumah. Keluar dari rumah sakit aja modal nekad karena memang belum di rekomendasikan oleh Dokter yang merawatnya. Apalagi untuk kerja? Tapi mau bagaimana lagi? Anak itu memang tetap pada pendiriannya ingin bekerja.

Agni menghela nafas kemudian berdecak. “Yaudah loe pake mobil gue aja. Hari ini gue di jemput.” Agni berkata dengan begitu acuhnya tanpa menyadari ekspresi dari orangtuanya dan Shilla.

“Agni...” Pervita menata Agni meminta kepastian. “Kamu dijemput Cakka?.” Pervita tersenyum begitu lebar melihat anggukan dari puterinya itu.

“Yaudah ya Mom, Agni berangkat dulu. Bye Mom, Dad.” Agni mengecup bergantian orangtuanya kemudian melambaikan tangan pada Shilla. “Bye Shill.” Setelah berpamitan Agni beranjak untuk menemui sang ‘tunangan’ yang telah menunggu didepan istananya itu dengan membawa keretakuda (dibaca. Mobil).

Cakka tersenyum simpul dengan penuh wibawa di depan Agni. Sementara Agni tak mengindahkannya sama sekali, ia langsung masuk ke dalam mobil yang pintunya memang sudah sedari tadi di bukakan. Cakka segera menyusul ke dalam karena kebetulan jika ia kekantor akan menggunakan jasa sopirnya.

“Kamu mau kemana?.”

Agni menginstruksikan pada Cakka agar diam karena ia telah menempelkan ponselnya ketelinga, pertanda ia akan memulai berkomunikasi dengan seseorang. Cakka hanya bisa menghela nafas, tak heran jika Agni banyak diputusin gara-gara cuek. Cakka yang diabaikan lebih memilih mengambil gadget-nya. Ia juga memiliki perkerjaan yang banyak terbengkalai selama sebulan terakhir ini.

Agni tersenyum senang, ia berhasil lagi menjalankan tugasnya. Ia menyimpan ponselnya ke dalam tas lalu melirik ke arah Cakka yang sedang sibuk dengan gadget-nya. Bagus deh, lebih baik sibuk daripada ngoceh. Agni tersenyum masam. Sebenarnya ia kesal juga, pasalnya tak pernah ada satupun pria yang berani cuek padanya, mereka akan dengan senantiasa meninggalkan pekerjaannya demi Agni, kecuali... Agni menghela nafas. Oke! Lupakan. Yang ada di depan loe Cakka oke? Bukan orang lain, dia sama Cakka beda. Dan itu jelas sekali. Agni menghela nafas sekali lagi lalu menengok ke arah Cakka yang ternyata sedang menatapnya.

“Kamu kenapa? Hm?.” Cakka menyimpan gadget-nya lalu menyilangkan tangannya itu di depan dada dengan posisi miring menghadap ke arah Agni. Agni tersenyum masam lalu menatap lurus ke arah depan.

“Pak Restoran Semarang.”

“Baik Non.”

Cakka menghela nafas. Lagi-lagi ia di acuhkan. Ia tersenyum kemudian menghadap Agni dengan sempurna. “Kalo gitu setelah urusan kamu selesai kamu ke kantor aku, tepat di seberang Restoran itu.”

Agni tersenyum tipis ia menghadap Cakka yang menatapnya begitu dekat. Hingga kini hidungnya saja hampir saja bersentuhan. Ia menangkupkan tangan kanannya di pipi Cakka, mengelusnya pelan. “Oke. Sayang...”

Cakka tersenyum, saat ia memiringkan tubuhnya hendak mengecup, ternyata Agni mundur kemudian keluar dari mobil itu yang ternyata telah berhenti didepan Restoran yang ia tuju. “Bye... semoga kamu sibuk ya.” Agni melambaikan tangan pada Cakka, setelah menutup pintu mobil itu. Cakka tersenyum dan membalas lambaian tangan Agni. Sementara tanpa sepengetahuan Cakka, setelah mobil yang dikendarainya berlalu Agni memutar bola matanya kesal dan tersenyum masam. Ia menghela nafas kemudian berjalan dengan tegap memasuki Restoran itu.

***

Cakka beberapa kali memeriksa laporannya yang begitu menumpuk dengan sesekali ia melirik ke arah restoran seberang yang terlihat begitu ramai. Adapula beberapa orang yang membawa kamera yang ia perkirakan dari infotaimen. Cakka menghela nafas, ia heran sendiri mengenai pekerjaan Agni, sebenarnya apa dan bagaimana pekerjaan itu? Agni sama sekali tak menceritakan apapun padanya.

“Pak ini laporan terakhir.”

“Eh Syad tunggu.”

Sekertarisnya yang bernama Irsyad berbalik kembali saat mendengar panggilan dari atasannya tersebut. “Iya Pak, ada yang bisa saya bantu lagi?.”

“Di Resto depan ada acara apa?”

“Oh itu. Meet And Great Smith Familly Pak.”

Cakka kembali melirik kearah restoran itu. Agni tampil rapih cuma mau menghadiri meet and great? Cakka tanpa sadar menggelengkan kepalanya. Ia menghela nafas.

“Saya mau tiketnya sekarang juga.”

“Tiketnya sudah sold out Pak. Kebetulan tadi saya juga mau memebikan untuk adik saya tapi ternyata sudah habis.”

“Yasudah. Kamu boleh kembali.”

“Baik Pak. Permisi.”

Cakka menghela nafas lagi. Tanpa ingin memikirkannya lagi, ia kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Ia belum bisa berpikir jernih jika pekerjaannya masih numpuk seperti itu. Hingga hampir lebih dari dua jam akhirnya ia dapat merampungkan pekerjaannya, ia memang tidak perlu sulit memeriksa pekerjaannya karena orang kepercayaannya -Irsyad- selalu memeriksanya terlebih dahulu dan merapihkannya jika masih ada yang salah. Ponselnya bergetar tanda sebuah pesan masuk.

Gabriel.

Aktifin Skype, NOW!!!

Cakka langsung menyambar laptopnya. Tak lama ternyata ia telah tersambung dengan sahabat-sahabatnya yang juga terlihat masih di kantor masing-masing.

“Kenapa Gab?.”

Gabriel terlihat tersenyum lebar. Lalu ia memamerkan sebuah foto wanita cantik pada sahabatnya itu.

“Shilla?.”

“Kok loe tau Kka?.”

Cakka mengangkat bahu acuh pada Gabriel yang terlihat kaget melihatnya tau wanita dalam foto itu. Kemudian ia memamerkan cincinnya dan tersenyum penuh kemenangan.

“Loe tunangan? Sama siapa?”

“Iya Kka. Kok gak cerita sih? Kemaren katanya loe dijodohin dan memang mau nolak. Kok bisa sih?”

Cakka tersenyum lagi. “Dia ternyata Cinderella gue dan Shilla...” Cakka mengerlingkan matanya menggoda Gabriel yang terlihat begitu penasaran dengan ucapan Cakka.

“Shilla? Apa hubungannya? Awas aja loe ternyata loe suka sama dia.”

Cakka tergelak mendengar ucapan Gabriel. “Dia sahabat cewek gue.” Ia semakin tergelak melihat ekspresi Gabriel begitu pula Alvin. Namun berbeda dengan Rio yang sedari tadi hanya diam. Padahal ia selalu paling rame mengoceh. Tapi untuk kali ini? seperti bukan Rio saja.

“Kenapa Yo?.” Rio tak bergeming di sapa oleh Gabriel. Kemudian ketiganya berpandangan lalu mengangkat bahunya tanpa ketidak tauan mereka.

“WOY YO!!!.”

Rio terlihat kaget lalu memandang ketiga sahabatnya itu. “Eh iya. Ada apa?.”

“Loe kenapa sih? Ada masalah?.”

“Enggak Vin, gue cuma lagi banyak kerjaan. Udah dulu ya...”

Rio memutuskan sambungan begitu saja membuat sahabat-sahabatnya merasa penasaran dengan keadaan Rio yang sepertinya tengah menyembunyikan sesuatu.

“Aneh banget tuh orang.”

“Bener banget Kka. Gue juga tau kalo dia jarang ngantor kok. Kira-kira kenapa ya? gak biasanya aja si playboy jadi pendiem.”

Alvin mengangguki apa yang dikatakan Gabriel. Mereka masing-masing memang memiliki kekuatan saling mengerti antar sahabat satu dengan yang lain.

Tiba-tiba seorang wanita memasuki ruangan Cakka tanpa permisi. Wanita itu lalu menghampiri Cakka. “Honey... apa kabar?.” Kemudian ia memeluk leher Cakka dengan manja.

Cakka melepaskan pelukan itu dengan paksa, saat wanita itu enggan beranjak ia berdiri dengan kesal.

“Bisa diem gak sih? Memangnya ada perlu apa? Saya rasa saya tidak memiliki janji dengan siapapun.” Cakka berjalan ke arah sofa lalu duduk di kursi panjang itu, karena memang hanya ada satu-satunya di ruangan itu.

Wanita itu kembali mendekat lalu duduk di samping Cakka dan memeluknya beitu manja. “Aku kangen kamu...”

Cakka menunjuk wajah cantik itu. “ACHA!. Apa-apaan sih? Pergi sana! Jangan pernah dateng kehadapan gue lagi kalo loe mau aman. Ngerti?!.”

Bukannya pergi wanita bernama Acha itu malah semakin berani memeluk leher Cakka. Lalu terdengar sebuah suara deheman dari seseorang di ambang pintu.

“Agni...”

Agni tersenyum lalu berjalan ke arah Cakka dengan begitu percaya diri. Ia kemudian menatap tajam wanita yang berada di samping Cakka lalu menginstruksikan dia untuk segera keluar.

Acha menatap Agni dengan menantang, begitupun dengan Agni. Namun Agni tak mengindahkan pandangan itu, karena Acha yang tak kunjung beranjak dari samping Cakka ia malah menarik Cakka untuk berdiri.

Cakka tersenyum lalu duduk di kursi kerjanya, kemudian ia menarik Agni agar duduk di pangkuannya. “Sayang kok kamu gak bilang ke acara Meet and Great? Kalo aku tau pasti aku ikut.”

Agni mengerlingkan matanya sambil sedikit melirik wanita yang masih saja duduk di sofa. Agni duduk menyamping dan menumpukan berat badan sepenuhnya pada Cakka. Ia tersenyum kemudian mendekatkan wajahnya ke telinga Cakka. “Kali ini aku maafin kamu kepergok sama cewek, sekali lagi aku liat yang kayak gini jangan harap cincin ini masih aku pakai dan jangan nyesel kalo aku dapet yang LEBIH dari kamu.”

Cakka tersenyum, tak ia pungkiri ia kaget juga mendengar ancaman wanita di atas pangkuannya ini. Ini pertama kalinya ia di ancam oleh seorang wanita dengan begitu sadisnya. Cakka mengelus pipi Agni menghadapkan wajah itu kehadapannya. “Aku padamu sayang.”

“Well...” Agni turun dari pangkuan Cakka kemudian berjalan kehadapan wanita yang masih duduk cantik dengan wajah yang memerah, entah karena marah atau apa yang jelas Agni tidak peduli. “Perkenalkan saya Anggita Mahesa, taukan Mahesa?”

“Loe...”

“Sudah mengerti? Silahkan keluar, pintunya sudah menanti anda disebelah sana.” Agni tersenyum dengan begitu ramahnya pada wanita itu meski jika di resapi bahwa perkataan Agni itu sebuah usiran yang memang di haluskan.

Cakka tersenyum kemudian berjalan mendekati Agni saat melihat Acha keluar tanpa keluar satu ucapanpun lagi, hanya saja memperlihatkan wajah kesalnya. Memangnya siapa yang akan peduli?

“Kamu hebat sayang. Aku suka nama aku ada di belakang namamu.”

Agni tersenyum masam, ia berjalan dengan anggun ke arah sofa sambil mengeluarkan handphone-nya dari dalam tas.

Cakka tersenyum sambil menghela nafas, sebaiknya ia lebih bisa bersabar dan lebih terbiasa di abaikan oleh gadisnya ini. Jujur saja, ia memang merasa bingung jika memikirkan cara mendekati Agni yang menurutnya ‘ajaib’ itu.

“Mom ke apartemen Agni sekarang.”

“...”

“Ada deh Mom.”

“...”

“Kejutan Mom, aku gak bisa on the way kesana.”

“...”

“Iya aku sama dia.”

Cakka mengerutkan keningnya saat melihat ekspresi wajah Agni yang berubah, yang tadinya tertawa renyah dan tersenyum ramah menjadi cemberut dan terlihat enggan untuk berucap. Ia duduk di samping Agni yang terlihat berpamitan dengan lawan bicaranya.

“Udah nelponnya?.”

Agni mengangkat bahunya acuh kemudian menghadap Cakka dengan kaki menyilang dan tangan yang di simpan di atas pahanya. Ia menghela nafas lalu menatap Cakka.

“Jadi apa kerjaan kamu? Tanggal lahir? Hobi? Alamat Apartemen, rumah? dan ya ceritakan segalanya tentang kamu.”

Cakka tersenyum, akhirnya ia tidak di abaikan lagi. Ia kira setelah percakapan itu Agni akan mengabaikannya, ternyata tidak. “Aku cuma pengurus perusahaan Ayah, kamu hadir di ulang tahunku sayang masa lupa, hobi? Hangout aja. Alamat biar itu urusan nanti.”

“Oh. Jadi kamu masih anggap aku kayak yang lain? Masih mau rahasia-rahasia?” Agni menatap sinis ke arah Cakka. Ia sungguh sebal sekali. Bagaimana tidak? Katanya Cakka akan terbuka padanya jika telah menjalin hubungan, tapi jika seperti ini? Sama saja dengan tidak memiliki hubungan bukan?

Cakka menatap Agni serba salah, ia tak memungkiri bahwa ia memang tak pernah sekalipun membawa wanita ke apartemen atau rumahnya hingga mereka tak pernah tau dimana keberadaan Cakka. Tapi untuk masalah dengan Agni bukannya Cakka tidak mau.

“Kita kesana sekarang kalo kamu raguin aku.”

“Gak usahlah. Thanks...”

“Sekarang aku yang nanya kamu. Ulang tahun kamu kapan dan keberapa?”

“Hari Sabtu minggu depan ke 25 tahun.” Setelah mengatakan itu Agni kemudian berdiri hendak beranjak. Ia menoleh ke arah Cakka. “Kamu udah selesai kerjanya?.”

Cakka tersenyum. “Sudah sayang.” Ia mengikuti Agni yang berdiri. “Memangnya kenapa? Kamu mau aku anter pergi?.”

Agni tersenyum misterius. Lalu ia menarik Cakka keluar dari ruangan itu.

***

Cakka mengatur nafasnya dengan wajah yang sarat akan kekagetan. Ia tak menyangka ternyata Cinderella-nya begitu menyukai olahraga berbahaya. Ia menahan lengan Agni yang hendak menaiki perahu karet untuk arung jeram. Ia menggeleng saat Agni meminta jawaban.

“Aku cuma nanya hobi aja, gak usah di praktekin ya?.”

Agni tersenyum. Disana Agni memang mengalah karena jujur saja hari itu ia malas sekali berbasah-basahan. Namun ternyata Agni beralih ke arah tempat panjat tebing, Agni menggulungkan rambutnya sambil beberapa orang memasangkan alat untuknya.

Lagi-lagi Cakka hanya bisa menghela nafas pasrah, kali ini Agni tidak mau mengalah padanya padahal ia disini melihatnya dengan rasa penuh kekhawatiran. Ia tak sedetik pun mengabaikan Agni, ia tak ingin kekasihnya itu terkena sesuatu yang tidak di inginkan.

“Hati-hati...”

Agni tak menghiraukannya sedikitpun, ia terus berkonsentrasi pada kerikil-kerikil buatan itu. sedikit lagi. Agni menarik nafas dalam kemudian di keluarkan. Beberapa langkah ia memang lancar, tapi Agni merasakan tubuhnya melayang tanpa tenaga.

“Agni... awas.”

Dengan sigap Cakka menangkap tubuh Agni yang tidak terlalu berat karena atas bantuan alat itu. “Agni... kamu gapapa?.” Cakka mendudukan Agni disebuah bangku lalu ia membersihkan wajah Agni dengan tissu yang kebetulan ia bawa “Aku juga udah bilang, hati-hati. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa. Udah ah jangan maen kayak gini lagi.”

Agni tersenyum dengan begitu tulus. Kini ia merasa benar-benar terperhatikan. “Iya Maaf tapi aku udah biasa kok.”

Cakka menatap Agni dengan tatapan tajam, tidak ingin dibantah. “Biasa apa? Biasa jatoh? Hm? Aku bilang jangan lagi ya jangan! Ngerti?!”

Agni memukul dada Cakka begitu keras dengan kedua tangannya, ia membalas tatapan Cakka dengan berani. “Kamu pikir aku mau jatuh? Belum 24 jam aja udah berani ngatur. Ini hidup aku, terserah aku!. Memangnya apa peduli kamu?.”

Cakka menarik Agni kedalam pelukannya. Ia benar-benar khawatir melihat kekasihnya itu hampir saja jatuh menyentuh tanah. “Maaf... aku cuma khawatir, aku gak mau liat kamu luka. Aku takut... aku gak bisa liat kamu kayak tadi.”

Agni perlahan membalas pelukan itu. ia menghela nafas dalam. “Tapi ini kehidupan aku Kka. Ini aku, beginilah aku dari dulu.”

Cakka menghela nafas, untuk menetralkan suasana hatinya. “Iya, aku ngerti. Maaf...” Cakka mengeratkan pelukannya pada Agni, seakan takut kehilangan kekasihnya itu. Semoga kamu memang tercipta buat aku, sayang.

***

Bersambung.

Ditulis, Sabtu 04 Januari 20'4

Penulis, Nenden Siti sopiah

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
806K 77.1K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
2M 328K 66
Angel's Secret S2⚠️ "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Angel's Secret- •BACK TO GAME•...
3.4M 26.7K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...