Wedding Breakers ✔

By PenyihirAgung

1.2M 52.3K 1.1K

Quality: Raw Rate:21+ Status: 27 to 27 Started: 01 September 2016 End: 25 Desember 2016 Bagaimana j... More

Bab 0: Prolog
Bab 1: Wanita Bangkrut
Bab 2: Kematian dan Hutang
Bab 3: Uang Panas
Bab 4: Menghancurkan Pernikahan
Bab 6: Kepala Editor
Bab 7: Perjanjian
Bab 9: Kakak Laki-laki
Bab 10: Makan malam yang canggung...
Bab 12: Kerja Sambilan dan perjanjian lama
Bab 13: Magang dan Kencan
Bab 14: Acara Keluarga dan Musuh Lama
Bab 16: Kudapan Tengah Malam
Bab 17: Gadis Pelayan
Bab 18: Panggilan Darurat
Bab 20: Rintikan Hujan
Cast- Bukan Update
Bab 21: Apa kita baik-baik saja?
Bab 22: Dia tahu ...
Bab 24: Akhir dari perjanjian
Bab 26: Ciuman Perpisahan
Sequel Preview: (un)Planning Wedding
Extra Story: hoping a help in silent

Bab 25:Tunangan

33K 2.1K 35
By PenyihirAgung

Dia berjalan secepat yang dia bisa menaiki anak tangga sambil menggandeng seorang wanita asing yang mencarinya tanpa memandangku sama sekali. Dia mengacuhkanku begitu saja.

Berani sekali dia. Tidak bisa kubiarkan. Dia tidak mempunyai hak apapun untuk mengacuhkanku atau membatalkan apapun.

Kulangkahkan kakiku ke anak tangga mengikutinya yang sudah lama menghilang dari pandanganku. Aku tidak tahu mau kemana dia tapi yang kutahu, aku ingin mengejarnya. Aku harus mengubah pikirannya untuk menghentikan semuanya. Aku tidak akn membiarkannya meninggalkanku.

"Kak Zain."

Aku berhenti pada anak tangga kelima yang kupijak dan memutar tubuhku kebelakng. Zendra dengan rambut pendeknya yang dia tata kesamping, mendengus kesal kepadaku sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya.

"Kak Zain jangan meninggalkanku berdua dengan Viola. Aku tidak suka." Dia merajuk sambil memajukan bibirnya seperti anak kecil. Tidak seperti anak kecil. Dia memang paling kecil diantara kami aku-dan-dua-saudara-kembarnya di keluarga.

"Aku tidak meninggalkanmu, Zandra. Aku perlu berbicara dengan seseorang."

"Kak Elle, bukan? Aku benar, tadi itu kak Elle."

"Hum."

"Kak Zain harus mempertegas hubungan kakak dengan kak Elle. Jangan biarkan mom bertindak. Karena tanpa kita semua ketahui, mom selalu cepat mengambil keputusan yang tidak kita duga."

"Apa maksudmu?" tanyaku sambil menuruni tangga mendekat padanya.

"Zandra, Zainal." Viola muncul dengan gaun pestanya yang berwarna berlian. Dia terlihat cantik. Sangat cantik jika dibandingkan dengan Nora. Tapi ada yang berbeda.

"I'm looking for you. Darimana saja kalian?" tanya Viola yang berjalan mendekat ke arah kami berdua dan mengaitkan tangannya pada lenganku. Seakan itu adalah hal alami.

"Tidak darimana-mana. Apa kamu menyukai pamerannya tadi?" tanyaku mengalihkan pembicaran. Aku tidak mai repot menjelaskan tentangku dan Nora padanya, yang baru dua kali aku temui.

"Absolutely. Semua rancangan Harry begitu indah. Aku sampai bingung mau memilih yang mana." Viola menepuk pundakku dan memperat pegangannya sambil tertawa kecil. Tawa yang terdengar membosankan. Berbeda dengan tawa Nora yang lepas tanpa malu.

Dia memang tidak punya malu sama sekali.

"Aku tunggu kalian di dalam." Zendra mengibaskan rambut pendeknya ke belakang dan berjalan pergi memunggungi kami.

"Sepertinya dia tidak menyukaiku. Apa aku berbuat salah?" tanya Viola yang merasa perlakuan Zendra yang terlalu cuek padanya.

"Tidak. Dia memang seperti itu kepada semua orang yang baru dia temui."

Ya. Zendra memang terlalu cuek kepada siapapun apalagi wanita yang dekat denganku. Seakan mereka musuhnya. Berbeda sekali dengan Zondra dan Zendra yang cepat akrab kepada siapapun. Apalagi saat aku memperkenalkan Poeny kepada mereka.

Zendra dan Zondra langsung akrab hanya beberapa jam. Berbeda dengan Zandra yang bahkan sampai saat ini pun tidak menyukai siapapun wanita yang kukenalkan. Apalagi dia selalu berkomentar yang tidak enak didengar padaku.

Namun sikap dinginnya yang selalu terlihat jika di sekitar Poeny tidak nampak sama sekali saat ada Nora. Dia tidak sekali pun memberikan komentar buruk kepada Nora ataupun memberikan tatapan sinis. Mencurigakan sekali. Seperti dia mengenal Nora dan mengidolakannya jika dilihat dari caranya memandang saat makan malam.

Sejak makan malam itu, dimana aku mendengarkan sesuatu kebenaran dari kekacauan hidupku. Dimana aku mengetahui bahwa Poeny ingin meninggalkanku dengan menggunakan Nora. Juga mendengarkan kata-kata Nora yang akan melindungiku.

Aku membencinya. Aku membenci mereka berdua malam itu. Tidak. Tidak mereka berdua. Aku tidak bisa membenci perbuatan Nora karena kata-katanya. Sebuah kalimat yang akan aku pegang dan tagih. Ya. Dia harus ada disampingku, sesuai dengan ucapannya.

"Oh ya, kalian nanti mampir ke rumah ya setelah ini? Mama sudah menyiapkan makan malam bersama. Tante Rahayu juga akan datang."

Viola menarik pelan lenganku, membuyarkan pikiranku, hingga aku menunduk menatapnya.

"Ya." Kujawab pelan ajakannya. Lagipula aku tidak akan bisa menolak jika mom ikut datang.

-™-

Hanya perlu lima belas menit perjalanan dari tempat acara menuju rumah kediaman keluarga Viola di Singapura, dengan jalanan lenggang dan tertib, tidak seperti di Jakarta. Perlu waktu setengah jam atau paling parah jika macet satu jam hanya ke tempat terdekat.

Rumah besar milik keluarga Atlanta tidak usah di ragukan mengenai kemewahannya. Sebuah keluarga bangsawan di Singapura yang memiliki aset hampir di seluruh industri hiburan di Asean. Dan Viola adalah salah satu pewaris tunggal di keluarga Atlanta dan adik laki-lakinya yang berumur 19 tahun.

Keluarga Atlanta adalah sponsor utama untuk majalahku dan partner bisnis keluargaku yang sudah saling terjalin sejak aku kecil. Entahlah aku tidak begitu ingat dan tidak tertarik dengan bisnis keluarga. Aku lebih tertarik dengan dunia tulis menulis. Majalahku.

"Kita sampai!" seru Viola yang sedang duduk di sampingku dengan semangat. Aku memberikan senyuman terbaikku untuk membalas seruannya.

Jika aku duduk di tempat strategis, aku pasti keluar terlebih dulu dan membukakan pintu untuknya. Namun sayang posisiku saat ini seperti roti lapis, dimana aku duduk di tengah, antara Viola dan Zendra dalam mobil limosin hitam yang tentu saja milik keluarga Atlanta.

Sebenarnya aku membawa mobil sendiri saat menjemputnya atas perintah mom bersama dengan Zendra. Tapi ibu Viola bersikeras meminta mengunakan mobil dengan supir. Aku hanya bisa pasrah.

Kami segera keluar saat pintu mobil terbuka pada sisi pintu Zandra dan Viola di saat bersamaan. Aku duduk diam di tempatku dan akhirnya memutuskan untuk turun dari sisi Zandra. Di sisi lain, Viola berjalan kecil kepadaku dan menggandeng tanganku begitu saja.

"Cih..." desisan pelan terdengar dari mulut Zandra sambil memutar matanya ketika melihatku.

Senyuman kecil melesat dariku yang tahu pasti alasan dibalik desisannya. Tidak mau berdebat atau apapun, kami berjalan ke pintu depan yang terbuka dimana mom sudah berdiri di depan menyambut kami bersama tante Siti Maharani, ibu dari Viola. Viola yang melihatnya langsung melepas lenganku, berlari kecil ke arah tante Siti dan menerima sambutan ibunya dengan membalas memeluk.

"Bagaimana acaranya?" tanya tante Siti dengan lembut dan penu perhatian.

"Menakjubkan Mami. Harry selalu berhasil memberikan konsep yang lain dari pada yang lain dan gaun pesta rancangannya begitu indah. Aku memesan dua. Satu untukku dan Mami tentunya."

"You're  the best, honey." Tante Siti mengecup salah satu pipi Viola, melepas pelukannya dan melihat ke arah kami, aku dan Zandra, "kalian bagaimana? Menikmati petunjukannya?"

"Ya."

Aku menjawabnya dengan senyuman ramah. Untuk membalas keramahannya. Tante Siti Maharani satu-satunya wanita teramah yang pernah kukenal daripada teman mom yang lain. Wajahnya sangat Indoensia, berbeda sekali dengan Viola. Ya, semua juga tahu mereka berdua bukanlah ibu dan anak kandung. Tapi keakraban dan kekompakan mereka sungguh terkenal.

Aku mendorong pelan punggung Zandra untuk mengikuti Viola dan tante Siti yang berjalan dahulu. Mereka menuntun kami ke suatu ruang makan dimana mejanya sudah penuh dengan makanan. Dan tentu saja, mom sudah ada di sana. Dia berdiri dari tempatnya dan berjalan mendekat.

Mom menghampiriku dan langsung memelukku singkat. Hanya sekedar basa-basi. Dia juga tidak lupa memeluk Zandra, sedikit lebih lama dengan bisikan yang selalu dia ucapkan kepada setiap anaknya yang kemungkinan besar membuat ulah seperti; 'jaga sikapmu' atau 'jaga bicaramu'. Kurasa mom dulu seorang cenayang yang bisa menebak kejadian yang akan datang.

Krieet... kudangakan kepalaku saat kursi kosong di dekatku bergeser. Viola menarik kursi tepat sebelahku. Sebagai seorang gentleman aku berdiri dari tempatku dan membantunya duduk dengan mendorong kursinya ke dalam setelah dia duduk.

"Thank you," kata Viola dengan senyumannya.

"Sama-sama."

Aku duduk kembali di tempatku tadi dan menunggu pelayan meletakan semangkuk sup di hadapanku.

"Kalian sudah saling mengenal satu sama lain?" tanya tante Siti yang duduk di ujung meja.

"Tentu saja. Kita sudah mencoba saling mengenal satu sama lain. I know he is the best man, I ever met."

"Kamu terlalu berlebihan, Viola." Aku merendahkan diriku karena kutahu pujiannya padaku terlalu berlebihan.

"Oh ya. Lalu Zainal, bagaimana menurutmu mengenai Viola?" tanya tante Siti yang membuatku merasa janggal dengan pertemuan ini dengan pertanyannya.

"Viola. Dia wanita yang cantik dan ceria," akuiku jujur karena dia memang cantik dan selalu ceria sepanjang hari ini.  Juga punya selera yang tinggi terutama mengenai fashion.

"Lihatlah, mereka saling cocok satu sama lain seperti yang kubilang, Ran." Mom mulai berbicara dengan semangat di seberang mejaku. Aku menatapnya bingung seakan minta penjelasan maksud ucapannya tapi tentu saja diabaikannya.

"Begitu. Bagaimana menurutmu, Viola?" tanya tante Siti kepada anak perempuannya.

"Aku ikut kata mama saja."

"Kalau kamu Zainal?" tanya tante Siti padaku.

"Ya?" jawaban singkat yang tak kupahami maksud ucapannya.

"Dia tentu saja setuju. Dia tidak akan membuat kesalahan dua kali, jadi aku pastikan perjodohan ini berjalan lancar."

Perjodohan? Siapa dengan siapa?

"Begitu. Jadi kapan rencana pertunangan kalian di laksanakan?" tanya tante Siti kepada kami, aku dan Viola yang duduk berdampingan.

"Aku siap kapanpun," jawab Viola yang meraih tanganku di atas paha dan menggenghamnya. Aku memandang bingung ke arahnya yang tersenyum lebar.

"Lebih cepat, lebih baik." Mom kembali menjawab begitu saja tanpa perundingan.

Kutatap tajam padanya tapi mom tidak kalah menatap tajam ke arahku untuk mengikuti semua rencananya. Merasa jengkel aku duduk bersandar pada kursiku dan tidak sengaja melihat Zandra yang menatapku prihatin.

"Told you." Bibirnya bergerak memperingatkan.

-™-

"Apa-apaan itu tadi, mom?" Ujarku yang sudah tidak bisa menahan semuanya ketika kami memasuki apartment pribadi di Singapura.

"Apanya yang apa-apaan?"

"Tentu saja perjodohan dan pertunangan. Bagaimana bisa mom memutuskan semua begitu saja tanpa ada persetujuan dariku? Aku tadi disana seperti orang tolol yang tidak mengerti sama sekali arah pembicaraan kalian."

"Karena kamu sudah gagal, sayang. Pernikahanmu dengan Poeny." Mom memberikan senyum tanpa bersalah, "kamu tahu mom tidak menerima kegagaln dalam bentuk apapun."

"Per-pernikahanku dengan Poeny bukan kegagalan tapi hanya sedikit kesalahan. Bukankah mom mengundang Poeny makan malam untuk memutuskan hubungankun dengan Nora?"

"Apa kamu sudah memutuskan hubunganmu dengan wanita murahan itu?"

"Dia bukan wanita murahan , mom," belaku yang entah aku sendiri tidak yakin mengenai Nora.

"Ya. Ya. Kamu tidak memutuskan hubunganmu dengannya. Karena itu mom bertindak selangkah lebih cepat dengan mencarikanmu pasangan yang tepat dan pantas melebihi wanita murahanmu dan Poeny wanita pilihanmu yang kamu campakan."

"Kalau begitu kenapa mom mengundang Poeny dalam makan malam keluarga?"

"Karena mom sudah menganggapnya sebagai keluarga. Tapi bukan berarti mom akan mengulang kesalahan yang sama dengan menyatukan kalian kembali. Dari awal mom sudah memiliki calon yang pantas dan itu Viola. Dia satu-satunya wanita yang pantas sebagai menantu di keluarga kita. Apalagi jika kalian menikah, bisnis kita akan semakin berkembang lebih besar."

"Jadi, ini semua karena bisnis."

"Tidak dan ya. Sudahlah. Sekarang kamu harus mengikuti semua kata mom karena kamu sudah menyiakan kesempatanmu sendiri dengan kegagalan pernikahan dengan wanita pilihanmu."

Mom memutar tubuhnya dan berjalan menjauh dariku sebelum bisa membalas ucapannya. Kubuka dasi kupu-kupuku dan menyisir rambutku kebelakang dengan jari tanganku. Aku merasa putus asa dengan keputusan mom yang selalu membuatku tidak berdaya.

"Sudah kubilang pertegas hubungan kakak dengan kak Elle." Zandra yang hampir kulupakan berjalan mendekat kepadaku dan mengambil dasi yang ada di tanganki dan melipatnya rapi.

"Kamu baru memperingatiku tadi, Zandra." Kuputar bola mataku dengan kesal padanya.

"Terserah," balasnya yang memutar tubuhnya, meninggalkanku juga. Hanya beberapa langkah sampai dia berbalik kembali, " jika aku disuruh memilij wanita yang pantas untuk menjadi kakakku, aku pasti memilih kak Elle."

"Karena dia pernah membantumu, bukan?"

"Begitulah." Dia menaikan kedua pundaknya dan lanjut berjalan meninggalkanku.

Senyuman tersinggung di bibirku saat mengingat percakapan kami berdua pagi itu. Setelah mendengarkan percakapan antara Poeny dan Nora di kamar mandi, aku mulai mencari tahu kesamaan dan kemungkinan mereka saling mengenal satu sama lain. Dan itu aku temukan setelah membaca ulang surat lamaran milik Nora.

Mereka satu kampus. Dan yang mengejutkan lagi, kampus yang sama dengan Zandra sebelum dia meminta pindah setelah mendapat masalah dengan seniornya.

Dengan paksaan dan bujukan, akhirnya Zandra memberitahukan alasan utamanya menentang keras hubunganku dengan Poeny. Poeny adalah senior yang telah mempermalukannya di depan mahasiswa baru lain saat malam keakraban. Dan berakhir dia pindah kampus ke luar negri sesuai keinginan mom, karena dia dianggap mom telah gagal memilih masa depannya. Sejak saat itu dia membenci sekali Poeny dan selalu menghindar setiap kali aku membawanya.

Lalu alasan dia lebih memilih Elle atau Nora, karena dia telah membantunya saat acara keakraban. Aku kurang tahu apa yang telah dilakukan Nora padanya, tapi dari cara dia bercerita, ada rasa kagum tersirat dalam ceritanya.

Drrt ... drrt ... kuambil ponselku yang bergetar di dalam kantong celana bahanku dan membaca pesan yang masuk. Pesan dari Nora.

Ini pesan terakhirku. Aku tidak ingin melanjutkan semua perjanjian dan sandiwara kita. Aku berhenti. Aku akan mengganti semua kerugianmu dengan memotongnya dari semua gajiku di perusahaanmu. Selamat tinggal.  –Penguntit-

"Astaga Nora. Jangan menambah masalahku," ujarku kesal yang mencoba mengubunginya tapi gagal. Lalu, kukirim pesan singkat tapi gagal terkirim.

"Bagus. Sekarang kamu memblokir nomorku."

Aku berjalan mondar-mandir di ruang tengah dengan sinar remang. Kubuka jasku dan kulempar begitu saja dengan kesal.

Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus mengagalkan acaraku sendiri. Tidak, ini acara mom bukan acaraku. Dan Nora. Aku tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Aku harus menemuinya. Sebelumnya, aku harus berdiskusi dengan seseorang.

Kubuka kunci pada ponselku dan mencari nomor seseorang yang dapat kupercaya dan kuandalkan.

"Hum..."

"Indra. Jelaskan padaku mengenai perjanjian pra-nikah yang pernah kamu singgung padaku sebelumnya."

"..."

"Indra?"

"Sialan, Zain. Ini sudah jam dua belas malam dan aku baru bisa tidur!"

"Jelaskan padaku sekarang. Aku akan membayar mahal jasamu itu."

"Fine. Kapan kita bertemu."

"Besok pagi jemput aku di bandara."

Kututup ponselku setelah selesai berbicara padanya tanpa banyak berbasa-basi. Untuk sementara satu masalah akan dapat kuselesaikan. Berikutnya Nora. Aku harus bicara dengannya. Harus.

-™-

Tuk ... tuk ... kuketukkan pena berulang kali di atas meja. Pandanganku menatap ke luar kaca ruanganku, memperhatikan sosoknya yang berlarian ke meja kerjanya. Kulirik jam yang ada di pergelangan tanganku yang menunjukkan jam delapn lebih sepuluh menit.

Dia terlambat sepuluh menit.

Mataku kembali tertuju padanya yang terkena omelan Cecilia dan sibuk meminta maaf sambil menundukkan kepalanya. Rambut panjangnya yang ikal sudah menghilang, bergantikan rambut pendek sebahunya. Meski aku lebih menyukai wanita berambut panjang, penampilan barunya lumayan menarik. Nora terlihat menawan dengan penampilannya yang apa adanya.

Ya. Aku akui kalau aku mulai menyukainya sejak malam itu. Malam dia menangis di hadapanku. Tidak. Bukan saat itu. Dia terlihat menarik di mataku saat kulihat dia berdansa dengan Harry.

Rok birunya melambai dengan indah setiap kali dia bergerak. Membuatku ingin merebutnya dari tangan Harry. Dan aku melakukannya. Aku tidak suka ada orang lain selain diriku bersamanya. Aku juga merasa senang saat dia tiba-tiba menciumku di hadapan umum. Di hadapan kakaknya.

Dia juga berhasil menyiksaku saat menginap di tempatku. Tubuhnya yang hanya menggunakan pakaian dalam begitu menyiksaku. Aku benar-benar ingin menyerangnya tapi aku masih bisa menahan diriku. Itu malam terberatku. Apalagi ciumannya yang membangkitkan gairahku. Sialan wanita itu. Jika aku tidak memukul kepalanya mungkin aku sudah mendorongnya ke sofa dan mencumbunya tanpa henti.

Bagaimana pun aku pria normal dan dia berani membuatku frustasi secara seksual. Perempuan perawan itu.

"Aku harus bicara padanya."

Kuambil gangang intercomku dan menyambungkannya kepada Cecilia.

"Cecilia, speaking" sapa Cecilia dengan genit.

"Apa kamu sudah menyelesaikan tugasmu kemarin?"

"Yes, Zi. Tinggal finishing."

"Jika sudah selesai, suruh Nora menyerahkan ke ruanganku."

"Alright Zi."

"Dan Cecilia. Berhenti memanggilku Zi."

Tawa kecil Cecilia terdengar sebelum aku menutup panggilanku padanya. Sialan Cecilia. Dia masih mengingat panggilanku saat sma, dimana selalu dia gunakan untuk menggodaku. Dan paling mengesalkan, Nora memanggilki dengan nama itu juga. Nama yang paling aku benci. Karena itu nama kecil pemberian wanita jalang yang menipuku saat SMA.

Tuut... intercomku berbunyi yang langsung aku angkat.

"Pak Zainal, ibu Rahayu memanggil."

"Baik. Aku akan segera kesana."

Helaan napas keluar begitu saja. Sekarang apalagi kemauan mom. Aku keluar ruanganku dengan malas. Saat menuju lift aku melihat sosok Nora berjalan dengan tumpukan file di tangannya.

"Nora," panggilku.

Dia menoleh ke belakang dengan ekspresi kagetnya.

"Sialan!" desisan terdengar dari mulut kecilnya yang suka sekali memaki. Dia membuang muka dariku dan mulai berlari menjauh.

Apa-apaan dia?

Sedikit lambat karena mencerna situasiku, aku mengejarnya yang sudah masuk ke dalam lift. Aku berlari secepat mungkin, tapi saat berada di depan lift, pintu tertutup. Sekilas aku bisa melihat Nora menjulurkan lidahnya untuk mengejekku.

Bagus. Sekarang dia menghindariku. Bagaimana aku bisa bicara dengannya jika aku tidak berhasil menemuinya.

Tidak. Aku tidak akan membiarkannya menghindar dariku.

"Lihat saja Nora. Aku akan menangkapmu."

—•—
Happy holiday everybody,
Dari penulis yang masih melancong ke negri seberang.
K.S.

Continue Reading

You'll Also Like

611K 86.5K 41
Seumur hidup, tak ada yang pernah mengira bahwa Lucas adalah seorang gigolo. Pria ini malah dianggap sebagai playboy karier yang selalu memacari mode...
38.4K 2.3K 37
Qinara Larasati ❤ Arkaan Putra Pratama Sinopsis ada di dalam cerita.
452K 31.1K 41
Lyla tidak berminat menikah. Namun, siapa sangka ia harus terjebak dalam pernikahan dengan sahabatnya sendiri? "You're a jerk, Hanan." "And you're tr...
1.2M 98.4K 54
Meta memutuskan pulang kampung untuk menemani orang tua ketika mendengar bahwa sang adik harus merantau karena kuliahnya, namun seperti dugaannya, ke...