Anne and Wine

By angelarebong

560 20 1

Desas desus mengenai dirinya sudah beredar di Nashville, kota kelahirannya. Banyak orang meyakini ia melakuka... More

Chapter 4 Tantangan
Chapter 5 Permainan Dimulai
Chapter 6 Drama
Chapter 7 Twist Gossip
Chapter 8 Tantangan Tergenapi
Chapter 9 Titik Terang

Chapter 1 Kenangan di Nashville

180 6 1
By angelarebong


Nashville. Kota yang indah lengkap dengan jalan panjang yang dipagari pohon ek. Tak disangka-sangka, masa kecil seorang Anne ada di sini. Mungkin ia berlagak lupa, tetapi semua warga disini tahu siapa dia.

Dengan tatapan dingin Anne keluar dari mobil, menginjakkan kakinya setelah lima belas tahun menghilang dari sana. Kakinya yang panjang, dibalut dengan stilleto heels berwarna merah muda membuat beberapa pria di hadapanya menunggu, berharap wanita yang memiliki kaki indah itu adalah salah satu orang yang mereka kenal.

Saat pintu kafe terbuka, Anne menegakkan kepalanya dengan angkuh, mencari pria dengan jaket baseball berwarna biru. Banyak orang yang berpikiran Anne pasti menjadi kurus karena kesedihan yang dialaminya selama bertahun-tahun. Tetapi, setelah ia menjadi salah satu penyanyi pendatang baru di industri hiburan, tubuhnya tetap kurus, dengan tulang pipi yang sedikit menonjol.

"Hi, Anne. Ini aku, Daniel, err--kalau kau lupa wajahku," sapa pria berbadan tegap di hadapannya. Beberapa pria di luar tampak mengambil beberapa foto Anne sambil menunjuk-nunjuk. Mereka tidak menyangka Anne Hummington akan kembali ke kota itu. Anne lahir dan tumbuh di sana. Banyak orang bertanya-tanya bagaimana caranya ia bangkit dari kehidupan malangnya di Nashville.

"Oh, Danne," kata Anne seperti dibuat-buat, "siapa yang menyangka kau akan menjadi pria dewasa yang begitu menawan." Anne menatap Daniel, sahabat lamanya dengan tatapan penuh kehangatan. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Daniel, cinta pertamanya yang tidak pernah sekalipun mengetahui perasaannya.

"Kau terlalu berlebihan," kata Daniel tersipu, "silahkan duduk. Aku akan memesan secangkir kopi terbaik yang kami miliki, maksudku, yang terbaik di El's Coffee." Wajah tampan Daniel memang tidak pernah berubah. Rahang yang tegas, rambut pirang lengkap dengan hidungnya yang tinggi. Walaupun kulitnya pucat, bola matanya yang berwarna hijau terlihat sangat menyenangkan.

Daniel memanggil seorang pelayan, membisikkan sesuatu, dan kembali tersenyum lebar kepada wanita yang ada dihadapannya.

"Well, kau tidak perlu malu begitu," kata Anne sambil tertawa, "El's Coffee. beberapa sahabatku yang tinggal di dekat kota ini tahu betapa hebatnya tempat ini, termasuk siapa pemiliknya." Anne memandang ke segala arah.

Daniel kembali melemparkan senyumnya, "dan aku satu-satunya yang tidak tahu, Anne Brown—maksudku Hummington—wanita cantik yang ada dihadapanku, kini menjadi penyanyi terkenal yang sangat menawan. Aku hafal dengan baik lagu 'Loving Me'. Well, tebakanku benar,kan. Suatu hari nanti aku pasti akan melihatmu bersinar, Anne."

"Aku rasa kita akan perlu waktu seharian untuk saling memuji. Tapi tentu saja aku berterima kasih, fansku," goda Anne sambil menyeringai. "Kau bisa memanggilku Anne Brown atau Hummington, Danne."

Daniel mengangkat cangkirnya dan bergumam, "aku lebih suka memanggilmu Anne Brown, kalau begitu."

Seharusnya Anne tahu bahwa Daniel masih terus memikirkannya, berharap sahabatnya baik-baik saja. Daniel tidak pernah bosan melihat foto-foto lama bersamanya. Terkadang, Daniel membayangkan Ann saat mereka masih remaja. Bibir tipisnya yang membentuk senyuman indah. Kulitnya yang agak kecoklatan, dengan warna bola mata dan rambut yang senada.

Untuk beberapa detik mereka saling bertatapan. Tidak terasa pertemuan mereka berlangsung begitu cepat. Daniel, sesekali mengenang masa kecil mereka, berharap Anne akan merasakan kembali kebahagiaan yang mereka alami. Tetapi tidak seperti Daniel, Anne lebih banyak menyimpan kenangan duka.

"Apakah kau masih berhubungan dengan Eve? Aku penasaran seperti apa dia sekarang," tanya Anne sambil menghirup aroma kopinya. Ia tersenyum melihat beberapa pria di luar yang masih sibuk membicarakannya, sesekali melihat ke arahnya sambil menunjuk-nunjuk.

"Oh, Eve. Kini ia tinggal di New York. Sama sepertimu, ia menghilang begitu lama." Daniel bertanya-tanya di dalam hati mengapa Anne menanyakan Evelyn, mantan kekasihnya saat remaja. "Suatu saat ia muncul tiba-tiba di depan rumahku. Menceritakan kehidupan barunya—dia seorang CEO di perusahaan raksasa Star Tech—tak bisa kubayangkan memang, tapi ia tumbuh menjadi orang yang sangat berbeda, sama sepertimu."

"Aku yakin ia akan menjadi seorang wanita hebat," kata Anne, "kita menjadi orang hebat, sungguh."

***

Anne mengendarai mobilnya dengan kecepatan 80 km/jam, walaupun udara dingin menerpa wajahnya. Ia berharap Daniel tidak melihat sedikitpun kesedihan dari wajahnya tadi. Anne berharap dapat melupakannya, tetapi kini ia tahu setiap detiknya hanya ada rasa dendam yang menghantuinya. Ia menyetir sendirian menuju rumah dimana ia tumbuh, walau kini rumah itu bukan menjadi miliknya lagi. Anne hanya ingin melihatnya sekali lagi, dan masa lalunya kembali melintas dipikirannya.

Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat ulang tahun Anne yang keempat belas, ia menerima hadiah terindah sesuai yang ia harapkan, juara 1 lomba menyanyi di Nashville Rising Idol. Ibunya mengadakan pesta kecil yang meriah. Kue tart, bolu coklat, roti keju—semua yang disukainya tersedia di meja makan. Semua teman-temannya datang: mulai dari Ken, Emma, Mandy, Daniel, bahkan Vivia, yang hampir tidak pernah keluar rumah datang merayakan ulang tahunnya.

Mereka bersenang-senang, sampai seorang anak perempuan datang. Eve. Ia datang dengan membawa sebuah bingkisan berwarna merah ditangannya. Rambut pirangnya dibiarkan terurai. Ia mengenakan baju serba hitam, membuatnya terlihat seperti datang ke acara pemakaman. Beberapa sahabat Anne berbisik, tetapi tidak ada yang berani mengatakannya secara langsung pada Anne. Sambil mengucapkan salam kepada Mrs. Brown, ia melihat ke segala arah, melambaikan tangan kepada setiap tamu yang datang.

Eve adalah teman di salah satu les vokal Anne. Mereka berteman baik, meskipun tidak sedekat dengan teman-teman Anne yang lainnya. Alasannya mengapa ia mengundang Eve, karena ia selalu mendekatinya. Meskipun merasa ada sesuatu dibalik sikapnya, Anne tetap berpikir bahwa mungkin Eve hanya ingin memiliki teman, mengingat orang tuanya yang begitu mengekangnya.

Kehidupan Anne sangat berbeda dengan Eve. Eve tumbuh dengan aturan-aturan yang menjadikannya gadis yang disiplin. Ia jarang terlihat bersama orang lain, hampir dikatakan bahwa ia tidak memiliki teman dekat. Sementara Anne, meskipun ia terlihat riang, sebenarnya ia adalah gadis kaku yang sulit untuk mengutarakan isi hatinya. Sangat jarang orang yang mengetahui apakah Anne sedang sedih, gembira, atau dalam masalah.

"Selamat menikmati makanannya," kata Anne menyodorkan beberapa piring lagi di atas meja makan. Semua orang tampak senang, tidak terkecuali Eve yang sulit tersenyum.

Di akhir acara, Anne membantu ibunya membawa piring-piring yang dipenuhi sisa-sisa kue ke dapur. Ia membuka pintu belakang untuk membuang sampah. Terdengar suara anak laki-laki dan perempuan yang tertawa, mengundang rasa penasarannya untuk mencari darimana arah datangnya suara itu.

Terlihat Eve dan Daniel berpegangan tangan. Daniel membisiki sesuatu, lalu merangkul Eve dan saling bertatapan. Yang terjadi selanjutnya membuat Anne gemetar. Daniel mencium bibir Eve, sebuah ciuman yang singkat namun cukup membuat Eve tersipu.

Hari-hari berlalu dengan penuh kesedihan. Daniel adalah cinta pertama Anne. Ia bersedia mengikuti les vokal, lomba-lomba menyanyi, dan latihan di saat sahabat-sahabatnya bermain. Semua ia lakukan karena Daniel membujuknya untuk mengikuti semua kegiatan itu, karena Daniel berpendapat Anne memiliki suara yang indah dan talenta yang membuat orang terpana dengan penampilannya.

Daniel selalu berkata, bahwa Anne membuatnya sulit tidur ketika mengingat suaranya yang merdu. Ia menyukai Daniel yang memuji kecantikannya. Daniel yakin bahwa Anne begitu mirip dengan artis idolanya yang berwajah lugu dan menawan.

Jadi...
bagaimana bisa ia menyukai Eve?
Apakah karena Eve berasal dari keluarga terpandang?
Karena ia pintar dalam berbagai mata pelajaran?
Atau karena kecantikan Eve yang begitu memukau?

Sekalipun Anne merasa dirinya cukup menarik, tetapi ia tetap tidak percaya diri jika dibandingkan dengan Eve.

Tahun-tahun berlalu.

Anne tetap menyembunyikan perasaannya terhadap Daniel, berharap bahwa semua orang tahu kalau ia baik-baik saja. Mereka tetap berteman dengan baik, hingga saat masa dimana ibunya, Mrs. Stefany Brown terkena penyakit mematikan. Kanker otak yang terus menggerogoti tubuhnya tak dapat dibiarkan. Anne yang saat itu sudah berumur delapan belas tahun, memiliki pekerjaan disebuah restoran cepat saji dan beberapa pekerjaan sampingan menyanyi di acara-acara di kota Nashville tidak dapat menutupi biaya kemoterapinya.

Beberapa orang kepercayaan ibunya tidak dapat meminjamkan uang lebih banyak lagi. Pihak bank sudah mencatat track record buruk keluarga Brown dalam masalah kredit macet hingga tidak mungkin baginya untuk mendapatkan pinjaman. Anne malang yang kehabisan akal pergi menemui Eve. Sambil tergesa-gesa ia menceritakan semua yang terjadi pada ibunya. Sesekali ia menggosokkan kedua tangannya dan menyembunyikannya di balik jaketnya yang tebal. Eve yang kini sedang kuliah di Universitas Columbia menghabiskan akhir pekannya di Nashville.

Di depan pagar rumahnya yang besar, Eve menjawab keluhan Anne secara mengejutkan. "Aku tahu. Tapi maaf, Anne. Aku tidak bisa memberikanmu pinjaman. Bagaimana mungkin dengan pekerjaanmu itu bisa membayar semuanya?

Ibu dan ayahku pasti marah jika tahu aku meminjamkan padamu. Saranku, berhentilah bermimpi. Ambillah pekerjaan tambahan yang menjanjikan. Menjadi penyanyi bagus itu biasa. Tapi jika kamu tidak memiliki keistimewaan, orang-orang akan segera melupakanmu."

Tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, Anne segera pergi dari tempat itu.

"Anne, maafkan aku, kalau kau butuh uang, aku bisa memberikannya. Tetapi meminjamkan uang sebanyak itu, maaf, aku tidak bisa. Maafkan aku!" teriak Eve dengan lantang.

Anne menoleh, mendapati Eve tersenyum, tetapi tidak menunjukkan wajah penyesalan. Ia sangat yakin Eve diam-diam membencinya.

"Mungkin kau tidak bisa membantuku, tetapi jangan membunuh mimpiku. Kau bisa merendahkanku, tapi tidak dengan kemampuanku," kata Anne dengan berlinang air mata. Ketika Anne kembali melangkah pergi, ia dapat mendengar samar-samar suara Eve yang memanggil namanya. Tanpa menoleh kembali, ia meneruskan langkahnya dengan kaki yang gemetar.

Tanpa keluarga dekat, ayah yang meninggalkannya sejak lahir, Anne tidak dapat berbuat banyak. Musim dingin itu meninggalkan begitu banyak luka di hatinya. Ibunya menghembuskan nafas terakhirnya tengah malam, saat salju semakin menutupi jalan dan udara dingin membekukan tubuh.

Saat itu juga ia berjanji, bahwa ia akan meninggalkan kota itu, mengubah jalan hidupnya, dan membalaskan semua rasa sakitnya.


Continue Reading

You'll Also Like

Cafuné By REDUYERM

General Fiction

49.8K 5.1K 25
(n.) running your fingers through the hair of someone you love Ayyara pernah memiliki harapan besar pada Arkavian. Laki-laki yang ia pilih untuk menj...
559K 17.9K 71
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...
452K 16.6K 30
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
1M 48.3K 47
(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Warning! Mengandung unsur kata kasar! Harap bijak dalam memilih bacaan! Suatu hal yang paling buruk bagi Atlantik...