Cinta Satu Kompleks

By TheSkyscraper

1.6M 29.8K 2K

Ini tentang Moza dan ketiga cowok yang tinggal satu kompleks dengannya. Ada Eghi, cowok yang Moza sukai. Lalu... More

Prolog
01| Minggu pagi Moza
03| Aryan Suteja
04| Pertengkaran antara Ferrish dan Tejo
05| Mantan kekasih Ferrish
06| Dikejar Ferrish
07| Pulang bersama Ferrish
08| Kepulangan Kak Dylan
09| Pertengkaran dengan Masha
10| Moza mau kencan
11| Pertemuan Moza dengan Tejo
12| Moza patah hati
13| Rasa sesak di dada
14| Jadian, yuk?
15| Lari
16| Tamu tetangga sebelah
17| Rasa penasaran Moza
18| Jawaban dari pertanyaan Moza
19| Lagi-lagi bertemu Masha
20| Semua orang sibuk, kecuali Moza
21| Gosip hangat hari ini
22| Malam di rumah Moza
23| Kembali mencari gara-gara

02| Dua cowok menyebalkan

72.5K 1.8K 89
By TheSkyscraper

Keesokan harinya, badanku benar-benar seperti habis terkena pukul dan tonjok. Sekujur tubuhku terasa pegal dan sakit.

"Sayang udah ditungguin sama Dennis di depan," ucap Mama sambil membereskan piring-piring di meja makan.

"Moza nggak mau berangkat bareng sama Dennis Ma..., Moza berangkat sendiri aja."

"Orang kaki masih pincang begitu mau berangkat sendiri. Sepedamu juga masih rusak sayang, udah bareng sama Dennis aja cepet sana. Atau mau bareng sama Ferrish?"

"Ogah banget bareng sama Ferrish, mending berangkat ngesot deh,Ma," kataku sebal sendiri.

Masa Mama menyuruhku berangkat bersama Ferrish. Bisa-bisa sebelum sampai di sekolah, Ferrishnya sudah duluan kulempar ke jalan karena kesal. Dia kan benar-benar menyebalkan.

"Ya udah sana keluar. Kasihan Dennisnya udah nungguin lama. Keburu telat juga nanti." Mama menarikku berdiri dari meja makan. Dengan malas aku berdiri dan langsung memasang wajah cemberut.

"Papa juga gitu, masa ninggalin Moza yang mau nebeng ke sekolah."

"Kan Papa buru-buru, ada rapat, Sayang. Kalau nungguin kamu, Papa bisa telat kena macet."

Kemudian dengan terpaksa aku berjalan ke luar rumah bersama Mama di sebelahku. Haduh, beneran deh, badanku sakit semua.

"Pagi Moza," sapa Dennis yang kini sudah tersenyum lebar ke arahku.

"Moza berangkat dulu Ma." Aku mencium tangan dan pipi Mama, kemudian berjalan menuju mobil Dennis yang terparkir di depan rumah.

"Hati-hati ya, sayang. Dennis jangan ngebut."

"Iya, Tante. Siap! kami berangkat dulu."

Kemudian Dennis mulai membukakan pintu mobilnya untukku. Dengan setengah hati aku memasuki mobil tersebut. Pasrah deh, kalau begini. Andaikan Kak Eghi tidak nebeng Ferrish pagi ini, beneran deh, aku bakalan standby di garasinya Kak Eghi biar dapat tebengan darinya. Bahkan aku rela menunggu di garasinya dari subuh agar dapat tebengan dari Kak Eghi.

"Kemarin habis jatuh, ya?" tanya Dennis sambil menjalankan mobilnya pelan-pelan.

Aku hanya menjawabnya dengan gumaman saja.

"Kok bisa?" tanyanya lagi.

"Tanya tuh, sama temen lo si Kutu Kupret!"

Kembali kuingat kejadian nahas yang menimpaku kemarin. Got, air comberan dan Ferrish. Tiga hal menjijikkan yang membuatku babak belur.

Karena kejadian jatuh ke got kemarin juga, waktu berduaanku dengan Kak Eghi jadi terganggu. Kurang apes apa coba?

"Ferrish maksudnya? Makanya Moz, nggak usah berantem mulu sama Ferrish. Udah tahu dia rusuh gitu masih lo tanggepin terus."

"Belain aja terus pacarnya,"sindirku yang membuatnya menoleh ke arahku cepat-cepat.

"Lho, kok pacar? Gue masih normal kali, Moz. Kan gue cintanya sama lo, kalaupun mau enggak normal, gue juga pilih-pilih lah. Masak Ferrish, sih."

Dennis dan Ferrish itu sudah berteman sejak kecil. Mereka berdua sudah seperti Batman sama Robin, Dean sama Castiel, Dora sama Boots, Spongebob sama Patrick, dan Masha sama Bear. Mereka sangat dekat. Dan mereka berdua sama-sama nyebelin.

"Kenapa sih, pelan banget jalanin mobilnya?" tanyaku bingung ketika mengetahui bahwa mobil ini berjalan layaknya seekor siput.

"Nggak dengar apa, yang tadi diomongin sama Mama lo? Nggak boleh ngebut."

"Ya tapi kan jangan ketelaluan juga pelannya, Denn!" kataku kesal.

Dasar Dennisnya ngeselin. Ya Tuhan, kenapa aku harus dikelilingi cowok menyebalkan macam Dennis dan Ferrish? Kan bikin nyiksa aja.

Gara-gara keleletan mobil Dennis, hampir saja kami terlambat sampai di sekolah. Beneran deh, kalau dia membuatku dihukum gara-gara terlambat, bakalan aku gorok ini anak. Moza anti sama yang namanya telat. Moza itu tepat waktu. Belum ada sejarahnya Moza kena hukum gara-gara terlambat.

"Ciee ..., Moza ciee ..., berangkat bareng sama Ayang Dennis ciee...." Dan akhirnya terdengarlah suara ledekan dari mulut nyinyir Ferrish ketika aku keluar dari mobil Dennis.

"Rish, Nggak usah gitu. Moza bisa ngambek lagi sama gue kalau lo ledekin begitu," kata Dennis terdengar tidak suka.

"Apa sih, yang lo suka dari ini cewek Denn? Mendingan juga Kakaknya yang udah jelas-jelas cantik dan pintar."

Tuh kan, Ferrish nyebelin! Bisa-bisanya menyamakanku dengan Kak Shila. Ya jelas kalah dong aku. Secara Kak Shila kan cantik, pintar, baik, anggun, kalem dan semua jenis sifat baik yang membuat cowok mana saja kecantol. Sedangkan aku? Apa kelebihanku coba? Nggak ada!

"Yee ..., Moza mah cantik banget Rish. Liat deh, kalau udah senyum beneran bisa bikin hati bergetar," kata Dennis seraya tersenyum manis kepadaku. Dan entah kenapa senyumnya itu membuatku tersipu malu.

Astaga! Moza sadar!

"Iya kalau lagi senyum sih, cantik. Tapi coba deh, lihat kalau lagi marah, beneran kayak Emak Lampir, serem." Ferrish memeluk tubuhnya sendiri dengan ekspresi pura-pura ketakutan.

"Hehe ..., iya juga ya, Rish, Moza kalau lagi marah emang serem banget."

Aku melotot ke arah Dennis. Kupikir dia akan membelaku!

"Dennis nggak usah ikutan rese, deh!" kataku sebal sambil memukul lengannya.

"Hehe ..., iya maaf-maaf sayang," ucap Dennis sambil mengelus-elus lengannya yang barusan kupukul.

"Sayang-sayang pala lo peyang!" kataku lagi masih tetap memukulinya.

Ini nih, salah satu kebiasaan Dennis yang begitu menyebalkan dan kubenci. Dia terus-terusan memanggilku sayang. Padahal kan yang seharusnya memanggilku sayang itu Kak Eghi! Bukan dia!

Ferrish yang melihatku memukuli Dennis dengan sebal malah tertawa puas. Seharusnya dia juga ikut kupukul! Sama-sama menyebalkan mereka berdua.

"Haduh gawat. Sayang Moza, gue ke kelas duluan ya. Lupa ngerjain PR soalnya. Bye," ucapnya sambil manyunin bibirnya ke arahku.

Dengan sigap aku memblokade bibirnya dengan tanganku. "Berani nyosor-nyosor, gue tonjok lo Denn!" ancamku.

Dennis terkekeh. "Sori, khilaf, Sayang. Ya udah duluan, ya," ucapnya seraya berlari meninggalkanku dan Ferrish.

Aku melirik ke arah Ferrish yang sedang cekikikan melihat kepergian Dennis. Bakalan kena sial nih, kalau ditinggal berdua sama Ferrish. Mending pergi aja.

Dengan segera, sambil terpincang, aku berjalan menjauh darinya. Semoga dia tidak sadar.

"Heh, mau ke mana lo?" tanyanya tiba-tiba sambil mengikutiku dari belakang.

"Mau ke diskotik! Ke ke laslah," jawabku sewot.

Ferrish tertawa mendengar jawabanku. "Anak baik-baik kayak lo mana berani ke diskotik. Lo kan mainnya paling ke ruang tamu rumah lo doang," ledeknya.

Aku hanya meliriknya tajam tanpa menjawab ocehannya. Sekali omongan Ferrish dijawab, dia tidak akan pernah diam. Calm down, Moza. Jangan terpancing sama Ferrish.

"Eh kaki lo kenapa? Kayaknya sakit ya," katanya seraya menyepak kaki kiriku yang luka akibat kelakuannya kemarin. Dan hal itu membuat rasa sakit di kakiku menjalar ke sekujur tubuhku. Sontak aku langsung berhenti dan meringis kesakitan. Ferrish yang mengetahui bahwa aku sedang kesakitan langsung tertawa puas kemudian melarikan diri sebelum kubalas.

"Ferrish, setan lo ya!" makiku kesal.

Kakiku rasanya benar-benar sakit. Sumpah, Ferrish beneran minta digantung di tiang jemuran bareng sama daleman! Dasar Raja Setan rese!

Dengan susah payah aku berjalan menuju kelasku. Kemudian aku duduk di bangkuku sambil mengelus-elus kakiku yang terasa nyeri.

"Lo kenapa Moz?" tanya Zilva teman sebangkuku.

"Kaki gue sakit, kemarin habis jatuh," jawabku sambil meringis menahan sakit.

"Kok bisa?"

"Biasa gara-gara sang biang kerok," kataku sewot.

"Kok lo bisa nggak akur sih, sama si cakep Ferrish? Padahal kan kalian berdua tetanggaan?"

"Bagaimana bisa gue akur sama setan sih, Zil? Yang nama peri cantik sama setan itu nggak bakalan bisa akur."

"Idih peri cantik dari WC lo mah," cibirnya.

"Enak aja kalau ngomong. Lagian nih ya, kenapa coba lo bilang Ferrish itu cakep? Mata lo sakit ya?"

"Sembarangan aja kalau ngomong. Dari ketiga cowok di kompleks lo itu, menurut gue yang paling cakep dan keren itu Ferrish bukan Kak Eghi. Lo yang sakit mata."

Bagaimana bisa Zilva bilang kalau Ferrish cakep dan keren? Baiklah diluar dari kelakuannya yang minus, dia memang terlihat agak cakep dan lumayan keren. Tubuh tinggi tegap, hidung mancung, kalau senyum kedua lesung pipinya langsung terlihat dan itu manis sekali. Terus dia juga kapten tim basket, dan idola semua cewek di sekolah. Dari diskripsiku itu dia memang tampak begitu wow. Tapi sayang kelakuannya yang selalu bikin orang naik darah membuatnya seribu kali lebih jelek dari orang terjelek sedunia! Beneran, deh.

"Eh, Kak Eghi itu yang paling cakep tahu. Lo nggak pernah lihat kan kalau dia senyum? Wah, bisa meleleh lo. Belum lagi kalau dengar dia tertawa. Bikin hati tentram tahu nggak. Tinggi, putih, cakep dan sempurna," pujiku sambil membayangkan senyum Kak Eghi yang selalu sukses membuatku terpesona. Ya, Kak Eghi memang sesempurna itu. Selain hal yang kusebutkan tadi, Kak Eghi juga orangnya baik dan pengertian. Tipeku banget pokoknya.

"Daripada Kak Eghi juga mendingan Dennis, deh. Meskipun dia kadang agak sableng, tapi dia tampan dan cute banget tau. Pernah gue liat Dennis bantuin ibu-ibu nyebrang jalan. Gentle banget tau enggak. Udah kaya, baik, ganteng, imut lagi. Banyak tahu yang ngejar-ngejar Dennis. Tapi lo yang dikejar-kejar Dennis malah lari gitu aja ke arah Kak Eghi." Zilva menatapku sambil geleng-geleng kepala.

Ya, memang yang dikatakan Zilva benar. Dennis memang idola banyak cewek. Dikejar-kejar Dennis adalah impian hampir semua cewek di sekolah. Secara, Dennis baiknya minta ampun dan cakepnya juga enggak ketulungan. Kalau diibaratkan superhero, Dennis itu kayak Thor. Cakep, kece, lucu, polos dan penurut. Yah, sebelas dua belas sama Kak Eghi, sih. Kalau Kak Eghi sih, kayak Captain America. Badai pokoknya. Dan Ferrish itu kayak Iron Man, sok keren, narsisnya selangit tapi jenius.

"Ya udah ambil aja Dennis sama Ferrish buat lo. Gue kasih diskon deh kalau perlu," kataku.

"No thanks ya, gue masih naksir sama Pak Juni," ucap Zilva dengan wajah memujanya.

Aku hanya bisa menatap Zilva prihatin. Jatuh cinta dengan guru sendiri agaknya terlalu mengenaskan. Terlalu tinggi dan tak tergapai.

Selama jam pelajaran berlangsung kami masih saja menggosipkan anak-anak cowok berperilakuan aneh seperti Ferrish dan Dennis. Entah kenapa topik ini menjadi topik favorit Zilva. Padahal dia tahu kalau aku sangat membenci topik ini.

"Eh Kakak lo kapan balik?" tanya Zilva.

"Kak Shila? Bentar lagi kali."

"Bukan Kak Shila Moz, tapi Kak Dylan. Kakak lo yang super ganteng dan kece," kata Zilva cengengesan. Ini anak beneran deh, kalau dikasih lihat cowok pasti matanya langsung ijo.

"Nggak tau, Bentar lagi juga kali," jawabku tidak yakin.

Ya, aku juga masih mempunyai satu orang kakak cowok yang cakepnya kelewatan banget dan pinternyapun ngeselin. Sekarang Kak Dylan sedang menempuh kuliahnya di Australia–sama seperti Kak Shila. Entahlah, sepertinya hanya aku hasil gagal dari orangtuaku. Bagaimana bisa kedua kakakku cakep-cakep dan pinternya bikin iri. Sedangkan aku cuma sekadar biasa-biasa saja. Kelewatan nggak adilnya kan? Kadang aku berpikir kalau aku adalah anak pungut, secara aku beda sekali dengan kedua kakakku yang sangat mirip dengan kedua orangtuaku yang tampan dan cantik. Apalagi kejeniusan kedua kakakku yang membuat kebanyakan orang tak mempercayai bahwa mereka mempunyai adik yang mempunyai otak berkapasitas standar sepertiku. Tapi ketika Papa bilang kalau Mama dulu tidak pintar, akhirnya aku sadar, gen ketidak pintaranku berasal dari mana.

***

Aku memandang ke arah lapangan basket yang sekarang sedang dikerumuni banyak orang. Itu pasti gara-gara Ferrish sedang bermain basket, deh. Kenapa sih, pada suka sama Raja Setan? Beneran tidak habis pikir.

"Moza Sayang, nanti pulang bareng kan?"

Sontak aku menoleh ke sisi kananku. Sekarang sudah ada sosok Dennis yang tengah menatapku dengan senyum cemerlang. Sejak kapan coba Dennis duduk di sampingku?

"Hai Dennis," sapa Zilva sambil tersenyum sok manis.

"Hai Zilva," sapa Dennis balik sambil tersenyum ke arahnya. Lalu Dennis kembali menatapku. "Pulang bareng kan?" tanyanya lagi.

Aku mengaduk jus jambu bijiku dengan sedotan. "Apa gue punya pilihan lain selain pulang bareng lo?" tanyaku kesal sendiri.

Dennis mengangguk. "Tentu aja, Sayang. Tinggal pilih pulang bareng gue apa Ferrish," katanya sambil nyengir.

Ya jelas aku pilih bareng Dennis lah daripada sama si Setan menyebalkan itu. Bakalan kena sial melulu kalau aku bareng sama Ferrish. Ogah pokoknya.

"Aku nebeng juga dong Dennis, masa supirku nggak bisa jemput hari ini," pinta Zilva sok manja.

Aku menatap Zilva dengan kernyitan di dahi. Kegenitan Zilva sepertinya sedang kambuh.

"Oh begitu, ya udah bareng gue aja kalau begitu," ucap Dennis sambil tersenyum manis.

Aku berdecak. "Sekalian aja tebengin anak sekelas Denn," sindirku sambil meliriknya tajam.

"Nggak muat kali Moz," ucapnya polos.

Yah, kalau begini beneran mending jalan kaki, deh. Jangan bilang aku cemburu atau apa ya. Aku hanya merasa risih kalau Zilva sedang bersama dengan Dennis. Zilva akan berubah jadi supergenit. Dan aku tak akan sanggup mendengar gombalannya.

"Ferrish bawa mobil kan Denn?" tanyaku padanya.

Dennis hanya mengangguk sambil menyesap jus jambu bijiku. Kebiasaan!

Apa sebaiknya aku bareng Ferrish saja ya? Lagian kan, Kak Eghi nebeng Ferrish. Jadi lumayan juga tuh, jadiin Ferrish sopir. Sedangkan aku dan Kak Eghi bisa duduk di belakang sambil mesra-mesraan. Wih, keren juga ideku.

Dengan cepat aku langsung merogoh ponsel di sakuku dan langsung mengetik pesan singkat kepada Ferrish.

Pulang nebeng dong :)

Kirim.

Tak lama kemudian aku mendapatkan balasan darinya.

Iya, asal pantat lo dibersihin dulu sebelum duduk di jok mobil gue nanti :)

-Raja Setan-

Astaga, aku sempat lupa seberapa menyebalkannya makhluk neraka ini.

Sialan!

Kirim.

Hahaha.

-Raja Setan-

Dan itu lah balasan singakat darinya. Dasar setan! Tenang Moza, ini demi ketemu sama Kak Eghi. Abaikan Raja Setan yang tidak penting itu. Semangat!

"Dennis, lo nganterin Zilva aja, deh. Gue bareng sama Ferrish nggak apa-apa," kataku pada Dennis yang tampak terkejut dengan ucapanku.

"Lha, kok gitu?"

"Ya emang gitu. Jaga sahabat gue baik-baik ya, Denn," ucapku sembari menepuk pelan pundak Dennis.

"Asyik!" Zilva pun bersorak gembira.

"Lho, Sayang Moza marah ya, sama gue?" tanya Dennis bingung.

"Enggak Dennis. Gue cuma ..., cuma ada urusan aja sama Ferrish. Ya gitu lah pokoknya. Ya udah ah, gue ke kelas dulu."

Perlahan aku berdiri dan diikuti Zilva.

"Sayang Moza beneran nggak marah kan sama gue?" tanyanya terdengar khawatir.

Aku menggelengkan kepala. "Nggak, Denn. Santai," jawabku.

Setelah itu aku dan Zilva langsung pergi meninggalkan Dennis di kantin. Dennis hanya memandangku dengan raut wajah bingungnya yang agak menggemaskan. Ya, agak.

"Tumben lo mau bareng sama Ferrish?" tanya Zilva penasaran.

Aku hanya nyengir kuda. Zilva yang sudah penasaran berat mulai mencubit pipiku yang membuatku meringis kesakitan.

"Iya ..., iya ngomong. Tapi lepasin dulu cubitan lo Zil, sakit," kataku memegangi kedua pipiku yang menjadi korban kekejaman Zilva.

"Kenapa?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi.

"Biar ketemu sama Kak Eghi. Kan Kak Eghi tadi pagi nebeng Ferrish," jawabku cengengesan.

"Huuuu..., dasar cewek penuh dengan modus," ledeknya.

"Biarin, emang situ enggak?" tanyaku sambil menjulurkan lidah. Orang dianya juga sama. Jika tidak ngapain coba bilang sopirnya tidak bisa jemput dan minta dianterin Dennis pulang?

Aku melirik ke arah lapangan berada, kulihat Ferrish sedang melemparkan bola basket ke arah ring dan masuk. Kini teriakan dan tepuk tangan dari fansnya terdengar begitu nyaring. Dih sok keren!

Aku membuang muka dan melemparkan pandanganku ke arah lain. Di sana, di jalan setapak seberang lapangan, aku melihat Kak Eghi sedang berjalan bersama teman-temannya menuju ke arah kelasnya. Sontak senyum kecil terbit di bibirku.

"Sayang Moza!" teriak seseorang memanggil namaku. Kini kulihat sosok Dennis yang sedang keluar dari kantin dan berjalan ke arahku. Dia tersenyum lebar ke arahku sambil melambaikan tangan. Oh Tuhan, kepalaku pusing.

---------------------------

[repost-26.07.2020]

Halo! Aku seneng bisa post cerita ini lagi. Karena bagiku, cerita ini tuh salah satu cerita yang begitu menyenangkan ketika diketik. Secara dulu tiap ngetik langsung ngayalin 3 cowo ganteng. HAHAHA

btw, buat yang udah pernah baca, jangan spoiler yaaaa hihihi

daaan buat pembaca baru, selamat datang!

oh ya, aku apdet cerita ini tiap ada waktu luang buat revisi yaaa. Karena fokusku sekarang tuh mau ngelarin cerita Sweet Disaster duluuu(monggo mampir). 

Terima kasih udah mampir ke sini. Moga suka!

Continue Reading

You'll Also Like

489K 53.3K 23
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 101K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
302K 18K 36
JANGAN LUPA FOLLOW... *** *Gue gak seikhlas itu, Gue cuma belajar menerima sesuatu yang gak bisa gue ubah* Ini gue, Antariksa Putra Clovis. Pemimpin...
1.7M 119K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...