The Way Into You

By LalaKhaireen

448 49 26

Disaat Sakha dan Vanesha memutuskan untuk saling menjauh dan melupakan, keadaan justru mendekatkan mereka. More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5

BAB 6

39 6 0
By LalaKhaireen

Aku mencari buku-buku biologi di rak, begitu pula yang dilakukan oleh Nadia. Aku menghela napas karena Nadia hanya diam, tidak berbicara apa-apa. Padahal—

"Van."

"Apa?" sahutku tanpa berhenti mencari buku.

"Lo udah nggak--"

"Emang kenapa?" aku memotong perkataannya karena aku memang sudah mengetahui ke mana arah pembicaraannya.

"Nggak apa-apa, cuma nanya."

Aku menghela napas lagi untuk kesekian kalinya. Dugaanku benar. Nadia mengajakku pergi ke perpustakaan untuk membicarakan sesuatu. Dan sesuatu itu tentang Sakha.

"Kita udah nemu bukunya. Jadi bisa balik sekarang, kan?"

***

"Lo beneran suka sama Sandra, Ram? Gila lo ya, kayak nggak tau seleranya aja."

"Cantik gitu siapa yang nggak suka coba? Selera mah kalah sama yang bikin nyaman, Bay."

Sakha berdehem.

"Kenapa lo? Keselek?"

Sakha menggeleng.

Rama melempar kuaci ke arah Sakha. "Diem aja lo kek lagi galau. Kenapa sih? Kena virusnya Faisal lo ya?"

Mendengar namanya disebut-sebut, Faisal yang sedang memainkan game di ponselnya pun mendongakkan kepala menatp Rama sebentar lalu kembali fokus dengan ponsel.

Saat ini mereka sedang berada di kafe tempat biasa Rama dan Bayu nongkrong sepulang sekolah. Sakha yang diajak oleh Rama pun memaksa Faisal untuk ikut juga. Awalnya cowok kutu buku itu merasa enggan tapi akhirnya ia mau juga.

Sakha memandang ke arah pintu kafe. Ia memicingkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Matanya menangkap sosok Vanesha dan Delia yang masuk ke kafe.

Rama, Bayu dan Faisal menyadari ada sesuatu yang aneh pada Sakha pun mengikuti arah pandang cowok itu.

"Berdua doang mereka, nggak ada Sandra." Rama tampak kecewa.

"Lo mau ke mana Bay?" tanya Rama heran melihat Bayu beranjak dari duduknya. Sementara Bayu tak menyahut, ia terus berjalan menghampiri Vanesha dan Delia.

Mereka tampak membicarakan sesuatu. Entah apa. Sakha melihat Vanesha tersenyum ketika berbicara dengan Bayu. Bukankah itu sesuatu hal yang wajar?

"Gue balik."

Sakha meraih kunci mobilnya kemudian pergi.

"Tuh anak kenapa sih Sal?"

Rama menatap punggung Sakha yang kian menjauh. Ia mengernyit kala melihat Sakha dan Vanesha saling tatap selama beberapa saat. Tatapan mereka bukanlah tatapan biasa. Ia yakin betul. Pasti ada sesuatu diantara mereka.

"Lo lihat nggak tuh Sal? Tatapan Sakha barusan. Dalem banget! Biarpun cuma sebentar, gue yakin tadi mereka tatap-tatapan."

Faisal bergeming. Ia juga melihat itu. "Gue duluan," pamitnya melenggang pergi.

"Buset dah, gue ditinggalin sendiri. Nasib jomblo gini amat."

Rama mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Kenapa lo?"
Bayu kembali duduk di tempatnya. Ia memainkan ponsel sembari menyeruput jus alpukat pesanannya.

Rama menggeleng.

"Gue balik ya Ram, mau jemput Wulan."

"Gue balik juga deh, daripada sendirian di sini."

Bayu tersenyum kecil.

"Jangan lupa tugas fisika besok."

"Anjir lo makin ngerusak mood gue aja pake diingetin tugas fisika segala."

Bayu terkekeh. Memperburuk mood Rama adalah sesuatu yang menyenangkan baginya. Hanya saja semakin buruk mood-nya semakin sering Rama berkata kasar.

"Kontrol Ram, hewan-hewan di hutan bisa keluar semua dari mulut lo lama-lama."

"Ck! Udah sana lo duluan aja, katanya mau jemput Wulan."

Bayu mencangklong tasnya bersiap untuk pergi. "Lo katanya mau balik?"

"Iya bentar lagi, nggak usah nungguin gue," kata Rama dengan percaya dirinya.

"Kelihatan jones banget sih lo. Yaudah gue duluan, bye."

***

"Gue lihat ya tadi dia natap elo, lo harus cerita sama gue pokoknya!"

Aku yang sedang melihat-lihat daftar menu makanan mendengus kesal mendengar Delia yang terus mengoceh.

"Iya, iya. Lo mau pesen apa?"

Aku memanggil seorang waiter yang tak jauh dari tempat kami duduk.

"Kentang goreng sama Vanila latte. Lo apa?"

"Mozarella chese sticks, minumnya sama."

"Baik, saya ulangi pesanannya ya. Kentang goreng, mozarella chese sticks, dan dua vanila latte."

Aku dan Delia menggangguk bersamaan. Waiter itu pergi setelahnya.

"Kayak kentang lo lama-lama makan kentang goreng mulu."

"Bodo," sahutku.

Melihat Delia sibuk berkutat dengan ponselnya, aku pun ikut menyibukkan diri dengan ponselku. Sepi. Tak ada chat yang masuk dari siapapun. Namanya juga single.

"Pegang hape mulu lo kayak ada yang nge-chat aja," ujar Delia meledekku. Ia meletakkan ponselnya di meja.

Aku memutar kedua bola mataku kesal.

"Ayo cerita Van... lo udah janji ya sama gue tadi."

Aku menarik napas lalu membuangnya perlahan. Seolah sedang menyiapkan mental untuk mengatakan sesuatu.

"Semalam dia telpon gue. Awalnya dia minta maaf, cerita kalau dia putus sama pacarnya, dan di situ sifat menyebalkannya muncul. Gue nggak bisa ngontrol diri dan ya... kita berantem. And then... kita sepakat buat ngelupain semuanya dan nggak saling mengganggu."

Delia menautkan sebelah alisnya.
"Terus?"

Aku melihat waiter berjalan ke arah kami dengan membawa pesanan kami di atas nampan. Ia memindahkan pesanan kami dari nampan ke meja. Setelah itu, ia pergi.

"Yaudah, gitu."

"Terus meskipun kalian sekelas, nggak ada ngobrol apa gitu juga? Sekelompok cuman diem-dieman?" Delia menatapku tak percaya. Kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala.

Aku mengindikkan bahu. Malas memikirkan semua itu. Terserah saja apa maunya.

Aku mengambil sepotong kentang goreng hangat dan memasukkannya ke mulutku sambil mengedarkan pandangan ke sekitar kafe.

Delia terlihat sibuk dengan ponselnya. Mungkin sedang bermain game, membaca manga, webtoon, nonton anime, atau ngepoin Manu Rios. Oke, yang terakhir itu nggak banget.

"Van,"

"Apa?" Aku tidak menoleh pada Delia.

"Besok ngerjain bio di rumah Sandra."

"Hah?" Spontan saja aku menatap Delia. "Kata siapa?"

"Sandra." Ia menunjukkan chat-nya dengan Sandra di LINE padaku. Aku menghela napas. Sandra sepertinya terlihat so excited dengan tugas biologi kali ini.

"Yaudah, kabarin yang lain aja."

"Oke. Rama pasti semangat banget ini." Delia terkekeh.

Aku hanya tersenyum tipis mengiyakan.

***

Sakha merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Tangannya memainkan ponsel sementara televisi ia biarkan menyala begitu saja tidak ditonton.

Matanya memang memandang ponsel, tapi pikirannya menerawang jauh pada peristiwa tadi malam dan juga siang tadi di sekolah.

Sakha mengumpat dalam hati. Kenapa ia harus satu kelompok dengan gadis itu saat mereka sedang mencoba saling menjauh dan melupakan perlahan-lahan?

"Kak Sakha."

"Hmm." Sakha berdehem menyahuti panggilan adiknya.

"Kak." Lani memanggilnya sekali lagi.

"Apa sih?" Sakha merubah posisinya menjadi duduk. Tatapannya yang semula kesal kini berubah menjadi tatapan keheranan lantaran melihat adiknya berpakaian rapi.

Alisnya tertaut. "Mau ke mana lo?"

"Les," jawabnya. "Anterin gue. Mama lagi pergi arisan."

"Sama temen lo aja sana. Mager gue."

Sakha kembali merebahkan dirinya ke sofa.

"Itu juga Mama yang nyuruh! Gue bilangin ntar lo." Lani mengancam.

Sakha mendengus. Ia berdiri. "Bentar, gue ganti baju dulu." Sakha berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Kayak mau ketemu cewek aja lo pake baju bagus segala," cibir Lani.

"Diem lo!"

***

Setelah mengantar Lani ke tempat les, Sakha memutuskan untuk pergi ke rumah Rama. Ia bosan dan kesepian di rumah seorang diri.

"Rumah lo sepi amat tumben." Sakha menjatuhkan diri di sofa yang berada di kamar Rama.

"Njir, emang biasanya sepi juga."

Rama melemparkan softdrink pada Sakha yang ditangkap dengan mudah oleh cowok itu.

Sakha nyengir. Ia baru teringat kalau orang tua Rama yang bekerja di luar negeri memang jarang pulang. Sedangkan kakak perempuannya sedang kuliah di Jogja. Jadilah ia hanya tinggal dengan seorang pembantu dan satpam di rumah.

Entah bagaimana dan kenapa, ingatannya barusan justru membuat ia teringat pada Vanesha. Rama dan Vanesha mengalami hal yang serupa tapi tak sama. Ya... semacam itu lah jika ia tidak salah ingat.

"Woy! Diem aja lo. Kenapa sih? Ke sini cuman mau ngelamun doang?"

Rama duduk bersila di depan monitor sambil memegang joystick-nya.

"Main sini sama gue," lanjutnya.

Sakha beranjak dari tempatnya. Ia berpindah duduk di samping Rama lalu menerima joystick yang diberikan oleh Rama.

"Eh," Rama teringat sesuatu. "Lo sama Vanesha udah pernah kenal sebelumnya?"

Kening Sakha berkerut.

"Gue kenal sama lo udah lama Sa. Something happened to you, isn't it?"

Sakha terdiam. Sesekali ia menatap Rama yang menanti penjelasan darinya. Sakha sebenarnya sudah pernah bercerita mengenai kedekatannya dengan gadis itu, tapi tidak secara gamblang. Ia pun tidak sampai menyebut nama Vanesha kala itu.

"She is Vanesha."

Kening Rama berkerut. "Ya emang dia Vanesha. Gue juga tau Sa," ujar Rama gregetan.

"Dia Ram, dia Vanesha yang pernah gue ceritain ke elo."

"Njir, kalimat lo ambigu banget. Dia siapa? Kapan lo cerita sama gue?"

Pletak!

Merasa kesal, Sakha menjitak kepala Rama dengan joystick yang ia pegang. Membuat Rama merintih kesakitan dan mengelus-elus kepalanya dengan tangan.

"Sakit anjir!"

"Lagian lo yang lupa pake bilang kalimat gue ambigu segala. Tau deh, males cerita gue. Kalau lo nggak inget yaudah lupain aja sekalian. Nggak penting juga bahas tu cewek."

"Ya gimana gue nggak lupa, orang cewek yang lo ceritain ke gue banyak." Rama tak mau kalah.

Sakha baru saja akan menyahut ketika tiba-tiba terdengar notifikasi Line pada ponsel mereka secara bersamaan. Keduanya langsung mengecek ponsel masing-masing.

Cassandra: besok ngerjain tugas bio di rumah gue kuy!

Cordelia: yooo...

Vanesha: ngikut aja

Nadia: tumben semangat lo ngerjain bio keknya?

Cordelia: ho'oh tuh tumben

Cassandra: emang biasanya semangat keleus, jan su'udzson deh -_-

Vanesha: brisik

Cassandra: yg lain mana?

Rama: wkwk setuju gue

Sakha meletakkan ponselnya. Ia tidak berminat membalas chat di grup yang entah dibuat oleh siapa dan sejak kapan dibuat. Ia tidak peduli. Baginya, pembuatan grup itu hanya akan menguntungkan Rama saja. Selebihnya akan menimbulkan notif-notif tidak jelas yang mengganggu.

***

Thanks for reading! 😊 Maaf telat update buat kalian yang nunggin. *kalauada 😂
I hope you like this chapter 😆

Jangan lupa voment. 😁

Continue Reading

You'll Also Like

291K 13.3K 18
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
3.3M 169K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 69.7K 32
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
7M 293K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...