Married by Accident

By litmon

5.2M 382K 57.6K

[ver. belum di edit] Jeon Jungkook dan Shin Jinri adalah tetangga yang terkenal selalu tidak akur. Jeon Jungk... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Litmon Info (Harap dibaca)
Chapter 22
Chapter 23
Pengumuman (Wajib Baca)
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
ask_litmon
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Pengumuman
Chapter 45
Chapter 46
Chapter 47
Chapter 48
Chapter 49
Chapter 50
Chapter 51
Chapter 52
Chapter 53
Chapter 54
Chapter 55
Chapter 56
Chapter 57
Chapter 58
Tolong dibaca :'v
Chapter 59
OPEN ORDER MBA versi PDF

Chapter 17

104K 7K 1.9K
By litmon

Setelah makan malam, Jungkook dan Jinri menghabiskan waktu duduk dan menonton televisi di ruang tengah apartemen mereka. Jinri tampak asyik menikmati serial drama kesayangannya sambil memeluk bantal sofa. Lalu Jungkook yang kini tengah duduk disamping Jinri hanya menatap televisi dengan wajah datar. Entah apa yang membuat Jungkook betah lama-lama duduk mengikuti kegiatan Jinri menonton drama yang sama sekali tidak ia pahami kisahnya. Laki-laki itu sekali-kali menguap, perut yang sudah terisi penuh dan faktor kelelahan membuat Jungkook mengantuk. Ia melirik Jinri disebelahnya dan sebuah ide langsung muncul di otaknya.

Jungkook merebahkan kepalanya di pangkuan Jinri tanpa seizin gadis itu. Jinri terkejut, ia mengangkat kedua tangannya dengan tatapan menyeramkan. Jungkook tidak mengubris tatapan menyeramkan yang Jinri lemparkan padanya. Ia bahkan sekarang sedang mengatur posisi kepalanya senyaman mungkin dipangkuan gadis itu. Rasa kantuk semakin menyerangnya apalagi sekarang ia sudah mendapatkan posisinya nyamannya dan mungkin setelah ini tidur dengan posisi seperti ini menjadi favoritnya.

"Jeon Jungkook, cepat menyingkir," ucap Jinri. Ia menggoyang-goyangkan pahanya agar laki-laki itu segera bangun.

"Biarkan seperti ini sebentar. Aku lelah, Jinri-ya," gumam Jungkook dengan mata yang sudah tertutup.

"Jika kau lelah, kau bisa tidur dikamar. Cepat menyingkir, Jeon Jungkook," sahut Jinri. Ia berusaha mengangkat kepala Jungkook agar menyingkir dari pahanya. Namun, laki-laki itu dengan sigap menangkap kedua tangan Jinri dikepalanya lalu menahannya.

"Hanya sebentar, biarkan seperti ini." Jungkook melepas genggamannya pada tangan Jinri. Jinri menghela napas. Akhirnya ia membiarkan Jungkook beristirahat di pahanya.

Jungkook membuka matanya. Ia baru ingat sesuatu. "Jinri-ya apa tadi di supermarket kau bertemu dengan seseorang?" tanya Jungkook.

Jinri tidak langsung menjawab. Gadis itu menatap Jungkook sesaat. "Kenapa kau bertanya sepeti itu?" tanyanya.

Jungkook mendongakkan kepalanya sedikit. Ia menatap Jinri yang kini juga tengah menatapnya. "Jawab saja pertanyaanku, Shin Jinri. Apa kau bertemu dengan seseorang tadi saat aku meninggalkanmu untuk mengambil sekotak sereal?" tatapan Jungkook tiba-tiba penuh dengan selidik.

Jinri tertawa sumbang. "Pertanyaanmu aneh. Aku tidak bertemu siapa-siapa tadi," Jinri terkejut dengan jawabannya. Kenapa ia berbohong dengan Jungkook? Jelas-jelas ia tadi ada bertemu dengan seseorang. Ia bertemu dengan Jung Ilhoon, mantan kekasihnya.

Jungkook membuang tatapannya pada Jinri. "Aku tidak suka kau bertemu dengannya." ucap Jungkook.

Jinri langsung merasakan jantungnya berdegup dengan keras ketika mendengar perkataan Jungkook padanya. Apa laki-laki itu tau ia sedang berbohong? Apa Jungkook melihatnya bertemu dengan Ilhoon tadi?

Jinri kembali tertawa dengan sumbang. "Apa yang kau maksud, Jungkook-ah? Aku tidak mengerti dengan perkataanmu," sahut Jinri. Ia mencoba menyembunyikan kegugupannya. Ayolah, kenapa ia sekarang seperti seorang gadis yang kedapatan selingkuh oleh kekasihnya.

Jungkook tersenyum hambar. "Siapa dia?" tanyanya.

Jinri menghela napas. Jungkook tahu ia sedang berbohong. "Ia hanya teman lamaku," sahutnya.

Jungkook hanya diam mendengar jawaban dari istrinya tersebut. Ia tampak seperti sedang berpikir. Jinri menunggu dengan harap-harap cemas dengan tanggapan laki-laki itu. Ia tidak tau apa yang dipikirkan oleh laki-laki yang kini masih merebahkan kepalanya di pahanya kini. Jungkook terlihat bersikap tenang-tenang saja namun perkataan yang keluar dari mulutnya mampu membuat Jinri seperti tersangka sekarang.

"Ia mantan kekasihmu, bukan? Kenapa kau masih berhubungan dengannya?" tanya Jungkook dengan nada bicara tenang namun bagaikan petir di siang bolong bagi Jinri.

"Darimana kau tahu? Aku hanya berteman dengannya sekarang," sahut Jinri cepat.

"Aku tahu semuanya. Jadi, jangan coba-coba untuk membohongiku," ucap Jungkook dengan senyum kemenangan diwajahnya.

Jinri menatap Jungkook tidak percaya. "Mwo? Kau-

"Sudahlah. Kali ini aku memaafkanmu tapi jika kau mengulangi perbuatanmu itu aku tidak akan segan-segan memberimu hukuman," Jungkook mendongak menatap Jinri lalu mengedipkan sebelah matanya dengan seringaian khasnya. Jinri membulatkan matanya ketika melihat tingkah Jungkook. Laki-laki itu sengaja membuatnya malu. Ketahuan berbohong merupakan hal yang sangat memalukan bagi Jinri apalagi ketahuan oleh seorang Jeon Jungkook.

Jungkook tiba-tiba mengubah posisinya menjadi wajahnya menghadap perut Jinri. Ia membenamkan wajahnya pada perut gadis itu. Jinri menggeliat karena merasa geli dengan Jungkook yang sekarang sedang membenamkan wajahnya di perutnya. Jungkook bahkan sekarang sedang mencium perutnya dengan gemas. Jinri semakin merasa geli, ia mencoba menjauhkan wajah laki-laki itu dari perutnya. Gadis itu tidak bisa menahan tawanya, ketika Jungkook semakin gencar mencium perutnya. Kelemahan Jinri memang terletak di perutnya, ia akan merasa geli luar biasa ketika ada seseorang yang menyentuh perutnya.

"Ya! Hantikan, Jeon Jungkook," pekik Jinri dengan wajah yang memerah karena terlalu banyak tertawa. Jungkook tertawa, ia menghentikan kegiatannya namun wajahnya masih menghadap perut gadis itu. Laki-laki itu terdiam sambil menatap perut datar Jinri.

"Jinri-ya," panggil Jungkook.

"Hmm...," gumam Jinri.

"Kapan Jeon kecil ada disini?" tanya Jungkook. Ia mengusap perut Jinri.

Jinri langsung terbatuk mendengar pertanyaan Jungkook yang cukup gila itu. Ia tersedak air ludahnya sendiri. Apa kepala Jungkook terbentur sesuatu?

"Mwo? Ya! Bercandaanmu tidak lucu, Jeon Jungkook," sahut Jinri.

"Aku serius, Shin Jinri. Aku tidak sedang bercanda. Aku ingin ia segera ada disini," ucap Jungkook dengan senyum jahilnya. Ia kembali mengusap perut rata Jinri membuat Jinri kembali merasa geli.

"Andwae! Kau ingin merusak masa depanku, hah?" teriak Jinri. Jungkook langsung bangkit dari posisinya saat mendengar teriakan Jinri yang sangat dekat dari telinganya. Kupingnya langsung mendengung.

"Masa depanmu tidak akan rusak hanya karena seorang anak, Shin Jinri. Aku akan menjamin masa depanmu," sahut Jungkook tidak mau kalah.

"Aku ingin menyelesaikan pendidikanku dan mencari pekerjaan. Itu adalah cita-citaku, aku tidak ingin mempunyai anak sebelum cita-citaku tercapai," ucap Jinri dengan tegas.

"Benarkah? Jadi, setelah itu tercapai kau akan setuju jika kita membuat Jeon kecil?" tanya Jungkook dengan seringaian diwajahnya.

"Ti..Tidak akan." jawab Jinri. Ia langsung membuang muka setelah itu, ada semburat merah dikedua pipinya. Entah kenapa arah pembicaraan mereka menjadi masalah seorang anak. Hal tersebut membuat Jinri merasa aneh dan malu.

Jungkook tersenyum jahil. Ia mendekat lalu memeluk Jinri dari samping. Ia mendekatkan bibirnya di kuping gadis itu. Jungkook membisikkan sesuatu yang membuat Jinri membulatkan matanya. Wajah gadis itu langsung memerah mendengar bisikan tersebut.

"Jika menunggu kau mengapai cita-citamu, itu terlalu lama. Bagaimana jika kita membuat Jeon kecil sekarang saja?" bisik Jungkook dengan seduktif.

Setelah itu terdengar teriakan Jinri yang memenuhi ruang apartemen mereka tersebut dengan tawa Jungkook yang sudah meledak. Jungkook tidak akan pernah jera menjahili Jinri. Itu adalah kegiatan favoritnya.

-00-

Hana mendesah di kursi kerjanya sambil menatap ponselnya. Ia baru saja menghubungi sekretaris Park untuk menanyakan kabar Namjoon suaminya itu. Ia terpaksa menghubungi sekretaris Park karena semenjak dua hari yang lalu Namjoon sama sekali tidak bisa dihubungi. Biasanya, jika laki-laki itu sedang keluar kota atau keluar negeri untuk urusan bisnis ponselnya akan aktif 24 jam dan setiap ada kesempatan Namjoon akan menghubungi Hana walaupun hanya sekedar untuk menanyakan kabar dan kegiatan istrinya itu.

Sekretaris Park mengatakan padanya bahwa sekarang Namjoon sedang rapat dengan kliennya membuat harapan ingin mendengar suara suaminya itu pupus sudah. Jujur saja Hana sudah merasakan rindu yang luar biasa walaupun baru tiga hari saja mereka tidak bertemu. Wanita itu mengacak rambutnya frustasi, ia bisa gila karena rasa rindunya ini. Ia juga tidak mengerti kenapa ia ingin cepat-cepat bertemu dengan Namjoon. Ia merindukan pelukan hangat laki-laki itu, canda tawa laki-laki itu bahkan Hana juga merindukan bau keringat Namjoon setelah laki-laki itu selesai berolahraga. Ia menyesal membuat suaminya itu kesal padanya tiga hari yang lalu. Mungkin karena itu Namjoon mendiamkannya.

Hana menatap foto pernikahannya bersama Namjoon yang terbingkai indah dimeja kerjanya. Ia tersenyum ketika melihat betapa bahagianya mereka berdua difoto tersebut lalu matanya beralih ke bingkai foto disebelah bingkai foto pernikahannya. Ia mengambil foto tersebut, Hana cukup lama menatap foto tersebut yang merupakan foto suaminya. Hana mengusap foto Namjoon yang tengah tersenyum tersebut dengan mata berkaca-kaca.


"Oppa, kau tidak merindukanku, huh?" gumam Hana, masih mengusap foto suaminya tersebut.

"Kau benar-benar bodoh, Kim Namjoon. Kenapa kau mendiami ku seperti ini? Aish, aku bisa gila jika kau seperti ini. Aku merindukanmu, Kim Namjoon." teriak Hana. Ia sudah tidak peduli jika karyawannya maupun pelanggan butiknya yang berada diluar mendengar teriakan frustasinya.

Hana tidak menyadari jika ada seseorang yang masuk kedalam ruang kerjanya itu karena ia memutar kursinya membelakangi pintu. Orang tersebut masuk dengan langkah pelan lalu berdiri tidak jauh dari meja kerja Hana. Orang tersebut tersenyum mendengar teriakan Hana yang terdengar cukup frustasi itu.

"Aku juga merindukanmu, Kim Hana."

Hana tersentak mendengar suara yang berasal dari arah belakangnya itu. Ia mengenal suara itu, ia benar-benar mengenalnya. Itu suara Namjoon suaminya. Apa ia sekarang benar-benar gila? Bagaimana bisa ia mendengar suara Namjoon disini sedangkan suaminya itu masih di Beijing?

Hana memutar kursinya untuk berbalik dan wanita itu kembali tersentak ketika melihat Namjoon benar-benar ada didepannya sekarang. Laki-laki itu tengah berdiri dengan senyum manis khasnya.

"O..Oppa?" ucap Hana dengan terbata-bata.

"Sayang, aku pulang," ucap Namjoon sambil merentangkan kedua tangannya. Hana langsung bangkit dari kursinya lalu berlari kearah suaminya tersebut. Wanita itu langsung memeluk Namjoon dengan erat sambil terisak. Mendengar Hana yang terisak dipelukannya membuat Namjoon semakin merasa bersalah. Ia sudah bersikap kekanak-kanakan selama tiga hari ini, tidak seharusnya ia mendiami istrinya itu hanya karena masalah sepele. Namjoon mencium rambut istrinya itu, aroma shampoo langsung menyeruak di indra penciumannya. Ia begitu merindukan aroma menenangkan ini.

Kini, Namjoon dan Hana sudah duduk disofa dengan Hana yang masih dipelukan suaminya itu. Wanita itu dengan erat memeluk pinggang Namjoon dengan kepalanya yang ia sandarkan didada bidang laki-laki bersurai coklat itu.

"Oppa, kenapa kau menyuruh sekretaris Park untuk membohongiku?" tanya Hana. Ada nada kesal yang terdengar dari pertanyaannya.

"Karena aku ingin memberikanmu kejutan. Aku tahu kau setiap hari menghubungi sekretaris Park untuk menanyakan kabarku dan kegiatanku walaupun kalian mencoba merahasiakannya dariku," ucap Namjoon sambil terkekeh.

"Maafkan aku, Hana-ya. Tidak seharusnya aku mendiami mu seperti itu dan membuatmu khawatir padaku. Aku terlalu egois, aku hanya memikirkan kepentingan pekerjaanku tanpa memikirkan perasaanmu." lanjutnya dengan bersungguh-sungguh.

Hana melepas pelukannya, ia menegakkan tubuhnya. Wanita itu menatap suaminya dengan senyum manisnya. Ia menyentuh pipi Namjoon lalu mengusapnya dengan lembut.

"Tidap apa-apa, Oppa. Aku memaafkanmu," sahut Hana. Namjoon tersenyum, ia memegang telapak tangan Hana yang kini tengah mengusap pipinya lalu mengecup telapak tangan tersebut dengan lembut.

"Aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku dan kita bisa berangkat berlibur seperti yang sudah kita rencanakan. Kali ini, aku berjanji tidak ada yang mengganggu jadwal berlibur kita" ucap Namjoon serius. Hana tiba-tiba menghela napas berat ketika mendengar perkataan suaminya itu.

"Oppa, sepertinya kita harus membatalkan jadwal berlibur kita," sahut Hana pelan. Namjoon langsung menatap Hana dengan ekspresi terkejut bercampur bingung. Kenapa istrinya itu ingin membatalkan liburan mereka yang berharga ini dengan tiba-tiba padahal Hana sendirilah yang paling bersemangat untuk berlibur.

"Kenapa kita harus membatalkannya? Apa kau ingin berlibur ke negara lain? Atau kepulau lain? Atau kau ingin ke Amazon lagi?" tanya Namjoon denga pertanyaan yang beruntun.

"Bukan itu, Oppa," sahut Hana.

"Lalu karena apa?" Namjoon tampak sangat penasaran apalagi ketika ia melihat wajah Hana yang tiba-tiba berubah menjadi sendu. Apa ia melakukan hal yang salah lagi? Apa Hana masih marah padanya?

"Keadaanku tidak mungkin untuk melakukan perjalanan jauh, Oppa. Aku tidak ingin mengambil resiko," Hana menggenggam tangan suaminya itu dengan wajah yang masih terlihat sendu. Hal tersebut semakin membuat Namjoon tidak mengerti. Laki-laki itu mulai berpikir yang tidak-tidak.

"Kenapa dengan keadaanmu? Apa kau sakit? Katakan padaku, sayang. Apa kau sedang sakit parah?" tanya Namjoon panik. Rasa khawatir sudah merasukinya.

Hana meletakkan telapak tangan suaminya itu di perutnya. Wanita itu tiba-tiba tersenyum. Namjoon mengerutkan keningnya dengan sikap Hana yang semakin aneh menurutnya.

"Kita tidak bisa melakukan perjalanan jauh karena sekarang ada dia yang harus kita jaga," ucap Hana. Kening Namjoon semakin berkerut. Kenapa perkataan istrinya itu sangat ambigu.

"Dia siapa?" tanya Namjoon pelan dengan wajah bodoh. Ia menatap telapak tangannya yang kini diatas perut istrinya. Ternyata IQ tinggi Namjoon tidak berfungsi saat ini.

"Dia. Bayi kita," ucap Hana pelan.

"Ba..bayi?" tanya laki-laki itu dengan terbata-bata.

"Ya, sebentar lagi kau akan menjadi seorang ayah, Oppa. Kita akan menjadi orangtua. Aku hamil," sahut Hana dengan senyum bahagianya.

"Kau hamil? Anak kita?" tanya Namjoon pelan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Ya, anak kita, Oppa," Hana mengangguk dengan senyum haru.

"Terima kasih, sayang. Aku tidak percaya ini, sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah," Namjoon langsung memeluk Hana, laki-laki itu tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada istrinya untuk hadiah terindah yang sebentar lagi akan hadir dikehidupan rumah tangga mereka.

Setelah Namjoon mengetahui bahwa istrinya kini tengah hamil, entah kenapa laki-laki itu tidak bosan-bosannya menatap perut Hana dengan tatapan takjub. Ia hampir tidak percaya jika Hana kini tengah mengandung buah cinta mereka. Hal tersebut membuat Namjoon tiba-tiba menjadi sedikit sensitif, laki-laki itu bahkan sempat meneteskan airmata haru.

"Apa ia bisa mendengar suara kita?" tanya Namjoon. Ia mendekatkan kepalanya diperut istrinya itu sambil menatap perut Hana yang masih terlihat rata.

"Ia baru berusia 7 minggu, Oppa. Ia masih belum bisa mendengar suara kita," sahut Hana. Ia mengelus rambut suaminya itu.

"Benarkah? Aku tidak sabar ingin berbicara dengan bayi kita," ucap Namjoon dengan senyum khasnya.

"Berbicara? Berbicara tentang apa?" tanya Hana penasaran.

"Rahasia," sahut Namjoon, ia mengedipkan sebelah matanya pada Hana dengan smirknya. Hana hanya mendengus mendengar perkataan suaminya itu.

"Oppa, kita harus memberitahukan kabar ini untuk keluarga kita," ucap Hana sambil memainkan jari-jari Namjoon ditangannya.

"Tentu, sayang. Kita harus segera memberitahukan mereka. Aku akan menghubungi orangtua kita," Namjoon mengeluarkan ponselnya lalu mulai menghubungi orangtuanya dan mertuanya.

Keluarga Jeon dan Keluarga Kim menyambut kabar bahagia itu dengan sangat heboh. Bahkan, orangtua Namjoon yang kini menetap di New Zealand langsung memesan tiket penerbangan untuk pulang ke Korea saat Namjoon memberitahukan bahwa istrinya tengah mengandung cucu pertama mereka. Orangtua Hana tidak kalah heboh. Nyonya Jeon dan Tuan Jeon bahkan sampai menangis terharu karena sebentar lagi ia mereka akan menjadi kakek dan nenek.

-00-

Jungkook keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil ditangannya. Ketika ia melewati meja rias milik Jinri, Jungkook tidak sengaja melihat ponsel Jinri yang menyala. Jungkook langsung mengambil ponsel berwarna putih itu dan membuka isinya. Ada 10 panggilan tidak terjawab dan 2 pesan. Ia membuka notifikasi tersebut dan raut wajah Jungkook langsung berubah melihat nama Jung Ilhoon yang menghubungi dan mengirim pesan untuk Jinri. Jungkook membuka isi pesan dari mantan kekasih Jinri tersebut, isi pesan pertama dari laki-laki itu hanya mengucapkan ucapan selamat pagi.

Jungkook tertawa meremehkan. "Sangat norak," ucapnya. Jungkook lalu melanjutkan membaca pesan kedua dari Ilhoon. Isi pesan itu tentang janji mereka menonton konser sebuah grup musik kesukaan Jinri yang akan diselenggarakan malam ini.

Jungkook menyeringai. "Kau tidak akan pernah mendapatkannya, Jung Ilhoon."

Jinri kini tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Jungkook. Ia hanya membuat telur dadar untuk sarapan pagi ini karena memasak telur dadar termasuk masakan yang praktis menurutnya. Ia harus cepat-cepat menyiapkan sarapan sebelum Jungkook mengeluarkan teriakan laparnya dan tentu saja setelah itu akan terjadi adu mulut diantara mereka berdua. Pagi ini, Jinri ingin mengantisipasi hal tersebut, ia sudah cukup lelah selalu adu mulut dengan Jungkook tentang apapun.

Jinri hampir saja menghancurkan bentuk telur dadarnya ketika ia merasa ada sepasang tangan yang tiba-tiba melingkar dipinggang rampingnya. Jantungnya langsung melompat-lompat tidak karuan. Jungkook memeluknya dari belakang dan menopang dagunya dibahu Jinri.

"Jungkook, lepaskan. Aku sedang memasak," ucap Jinri dengan susah payah.

"Kenapa? Lanjutkan saja kegiatan memasakmu dan aku disini memelukmu," sahut Jungkook santai.

"Kau menggangguku. Siapa yang menyuruhmu untuk memelukku? Dasar mesum," Jinri mencoba melepas pelukan Jungkook namun hal itu percuma saja. Kekuatan Jungkook lebih besar dari kekuatannya.

"Tidak ada yang menyuruhku. Aku hanya ingin dan aku tidak mesum. Apa seorang suami tidak boleh memeluk istrinya, hum?" Jungkook menyeringai.

"Tolong, Jeon Jungkook. Lepaskan aku jika tidak kau tidak akan mendapatkan sarapanmu," ancam Jinri.

"Tidak. Aku tidak peduli. Jika kau tidak memberikanku sarapan maka aku yang akan memberikanmu sarapan," Jungkook mengambil jeda sesaat. "Dikamar kita..." bisiknya.

Jinri membulatkan matanya dengan sempurna. Sejak kapan Jungkook bisa semesum ini? Jantungnya berdetak semakin gila, apalagi sekarang Jungkook tengah mengecup bahunya dengan lembut. Sensasi yang diberikan oleh laki-laki itu membuat tubuhnya seperti ingin melayang. Jungkook membalikkan tubuh Jinri agar berhadapan dengannya. Ia menyampirkan anak rambut gadis itu lalu membelai pipi memerah milik Jinri. Jungkook sedikit menundukkan kepalanya agar dapat sejajar dengan wajah Jinri. Secara perlahan ia mendekatkan bibirnya pada bibir manis milik Jinri hingga suara bell pintu menghentikan pergerakan Jungkook. Jinri langsung mendorong Jungkook untuk menjauh. Laki-laki itu berdecih tidak suka, ia benar-benar akan menyumpah orang yang tengah menekan bell pintu apartemennya itu dipagi hari seperti ini.

"Biar aku saja yang membukanya," ucap Jungkook. Laki-laki itu berjalan meninggalkan dapur dengan wajah kesal. Ia harus melihat siapa yang berani mengganggu kesenangannya.

Jungkook dengan cepat membuka pintu karena bell pintu nya itu tak henti-hentinya berbunyi. Hal tersebut membuat ia bertambah kesal. Kini ia dapat melihat siapa pelaku yang memencet bell pintunya itu. Seseorang laki-laki jangkung dengan warna rambut ungu yang sangat mencolok. Orang tersebut tersenyum saat Jungkook membuka pintu.

"Apa ini benar tempat In Seok Hyung?" tanya orang tersebut. Ada secarik kertas ditangan orang tersebut. Sepertinya ia sedang mencari alamat.

"Maaf, anda salah alamat," sahut Jungkook singkat dengan wajah datarnya.

"Nde? Tapi dikertas ini tertera alamat In Seok Hyung disini," ucap orang tersebut.

"Saya tidak tahu, Mungkin itu penghuni yang dulu," Jungkook menjawab dengan ketus. Jujur saja ia merasa tidak nyaman dengan orang tersebut. Tatapan laki-laki itu mencurigakan.

Jinri menyusul Jungkook ketika mendengar keributan didepan pintu apartemennya. Ia dapat melihat Jungkook yang sedang berbicara dengan seseorang laki-laki asing dengan warna rambut aneh.

"Jungkook-ah siapa yang datang?" tanya Jinri. Gadis itu berdiri dibelakang Jungkook. Laki-laki itu menoleh dan memberi isyarat agar gadis itu kembali masuk. Namun, karena ia penasaran, Jinri menengokkan sedikit kepalanya dari balik punggung Jungkook untuk melihat orang yang kini tengah berbicara dengan suaminya tersebut. Laki-laki asing itu tiba-tiba langsung menatapnya dengan tatapan tajam.

Jungkook menutup pintu dengan gerutuan. Orang itu membuang-buang waktunya. Bagaimana bisa orang itu bersikeras mengatakan apartemennya adalah tempat tinggal In Seok yang entah itu siapa. Butuh waktu sekitar 20 menit sampai laki-laki itu pergi dari depan pintu apartemennya. Orang tersebut tampak mencurigakan bagi Jungkook apalagi saat Jinri menghampirinya tadi. Orang tersebut langsung menatap Jinri dengan tatapan aneh.

"Jungkook-ah, siapa laki-laki itu?" tanya Jinri yang berdiri tidak jauh dari Jungkook.

"Entahlah. Ia salah alamat, ia bersikeras mengatakan apartemen ini tempat tinggal Hyungnya," sahut Jungkook.

"Orang tersebut terlihat aneh," ucap Jinri.

"Ya, mungkin ia orang yang tidak waras. Sebaiknya kita sarapan. Apa telur dadarnya sudah jadi?" Jungkook merangkul Jinri lalu membawa gadis itu menuju meja makan.

"Semuanya sudah siap," sahut Jinri dengan senyum manisnya. Jungkook membalas senyuman gadis itu lalu mengacak rambut Jinri pelan.

Laki-laki bersurai ungu yang sempat bersikeras mengatakan apartemen milik Jungkook dan Jinri itu adalah tempat tinggal Hyungnya kini terlihat sedang berdiri tidak jauh dari pintu apartemen Jungkook dan Jinri. Laki-laki itu mengeluarkan ponsel dari kantong jaketnya lalu menelpon seseorang.

"Aku sudah menemukannya. Sepertinya mereka tinggal bersama." Ucap orang tersebut dengan seringain diwajahnya.

-00-

Jungkook memasang tas ranselnya lalu menyambar kunci motornya. Ia tampak terburu-buru. Hoseok baru saja menelponnya untuk segera ke studio untuk membantu laki-laki itu. Ia keluar dari kamar dengan langkah lebar. Jinri yang tengah membersihkan ruang tengah langsung menghentikan kegiatannya ketika melihat Jungkook yang tampak sangat terburu-buru. JInri mengikuti langkah Jungkook, laki-laki itu sekarang sedang mengambil sepatu dari rak sepatu lalu memakainya dengan asal.

"Jungkook-ah, kau mau kemana?" akhirnya Jinri mengeluarkan suaranya.

"Ke studio," sahut Jungkook singkat.

"Aku berangkat," lanjutnya. Jungkook membuka pintu apartemen namun tangan Jinri menahannya.

"Tunggu dulu. Rambutmu berantakan," ucap Jinri. Gadis itu merapikan rambut Jungkook yang memang sedikit berantakan. Jungkook menatap wajah Jinri yang kini tengah berkonstrasi merapikan rambutnya dan tanpa ia sadari ia tersenyum.

"Sudah selesai. Berangkatlah, hati-hati dijalan." ucap gadis itu dengan senyum manis khasnya sambil menepuk bahu Jungkook pelan.

Jungkook menganggukkan kepalanya sebagai balasan, laki-laki itu membuka pintu namun entah kenapa ia malah terdiam. Hal tersebut membuat Jinri bingung melihatnya. Bukankah laki-laki ini sedang terburu-buru tapi sekarang kenapa malah terdiam didepan pintu pikir Jinri.

"Jungkook-ah, apa ada sesuatu yang terlupa atau tertinggal? Aku akan mengambilnya untukmu." ucap gadis itu.

Laki-laki itu berbalik lalu menatap Jinri cukup lama. Seperti ada sesuatu yang ingin Jungkook katakan padanya.

"Ya, aku melupakan sesuatu," ucap Jungkook. Laki-laki itu mendekat lalu mengecup kening Jinri dengan lembut.

"Hati-hati dirumah." Lanjutnya. Jungkook membuka pintu lalu keluar dengan langkah cepat.

Jinri berdiri mematung, ia menyentuh keningnya dan jantungnya semakin berdetak dengan cepat. Ada apa dengan dirinya? Bahkan sekarang rasanya darahnya seperti mendidih, desiran yang tak Jinri pahami kembali merasuk tubuhnya. Jinri tersenyum, perlakuan manis yang Jungkook berikan padanya entah kenapa ia begitu menyukainya.

-00-

Jinri saja mengeluarkan umpatan-umpatannya karena Jungkook dengan mendadak menelponnya untuk mengantarkan makan malam. Jadi, disinilah Jinri sekarang, ia berada digedung yang diketahui sebagai sanggar tari sekaligus studio musik milik Hoseok itu. Jinri menengok kesana kemari, ia bingung harus kemana. Jungkook tidak memberitahukannya dimana laki-laki itu berada. Gedung ini memiliki banyak ruang latihan seperti kelas-kelas di sekolah. Cukup lama gadis itu berdiri sampai ia melihat ada seseorang yang keluar dari salah satu ruangan itu. Ia langsung menghampiri orang tersebut.

"Agashi, apa aku boleh bertanya?" tanya Jinri.

"Kau Shin Jinri Noona kan?" tanya orang tersebut dengan ekspresi berlebihan. Jinri mengerutkan dahinya bingung.

"Ya, aku Shin Jinri," sahut Jinri ragu-ragu.

"Jungkook Hyung ada didalam. Ia sudah menunggumu, Noona." Orang tersebut langsung membuka pintu ruang latihan.

Jinri masuk kedalam dengan langkah ragu. Ruangan itu sangat bising karena musik yang diputar dengan keras. Jungkook sedang menggerakkan tubuhnya dengan lihai mengikuti irama musik di tengah ruangan itu. Laki-laki itu menghentikan kegiatannya ketika melihat kedatangan Jinri, terlihat napas Jungkook yang terengan-engah. Ia mematikan musik yang sejak tadi mengalun dengan keras lalu menghampiri Jinri yang kini duduk di kursi tempat beristirahat.

Laki-laki itu membuka tas ranselnya lalu mengambil handuk kecil untuk mengeringkan keringatnya. Jungkook sekarang benar-benar basah oleh keringat, kemeja putih yang ia pakai juga terlihat basah hingga menampilkan bayangan-bayangan kulitnya dibalik kemeja yang memang agak transparan itu. Jinri menghela napas dengan pelan. Kenapa Jungkook terlihat sangat seksi saat berkeringat seperti itu? Bahkan dengan bodohnya ia tidak bisa mengalihkan tatapannya pada suaminya itu.

"Kau tidak tersesatkan? Apa tadi kau ada bertemu dengan Junhoe?" tanya Jungkook membuyarkan lamunan Jinri tentang keseksian Jungkook tersebut.

"Ti...Tidak. Ya, dia memberitahukanku jika kau ada disini," sahut Jinri sedikit terkejut hingga membuat kata-katanya sedikit terbata-bata.

"Syukurlah. Aku memang menyuruhnya untuk mengantarmu kesini jika kau sudah datang," ucap Jungkook tanpa menatap Jinri. Laki-laki itu masih sibuk mengeringkan keringatnya.

Jungkook meletakkan handuknya dikursi lalu mulai membuka kancing bajunya satu persatu dengan santai. Jinri melebarkan matanya ketika melihat Jungkook tanpa sungkan mengganti baju didepannya. Jinri mencoba menatap kearah lain namun matanya tidak mau bekerja sama. Ia benar-benar melihat tubuh bagian atas laki-laki itu untuk kesekian kali nya dan hal itu benar-benar membuat pikiran liar Jinri bekerja dengan cepat. Ayolah, ia juga seorang gadis normal. Jungkook tersenyum melihat ekspresi Jinri yang sangat lucu menurutnya. Gadis itu berusaha untuk tidak memperhatikannya namun gagal. Terlihat pipi gadis itu memerah, Jungkook memuji dalam hati jika Jinri terlihat sangat cantik jika pipi gadis itu memerah.

"Jinri-ya, apa kau baik-baik saja? Pipi mu memerah," tanya Jungkook. Laki-laki itu sudah mengganti kemeja putihnya dengan kaos longgar berwarna hitam. Ia kini duduk disebelah gadis itu.

"Ya, aku baik-baik saja. Kau makanlah, aku sudah memasak makanan yang kau minta tadi," sahut Jinri cepat. Ia menunduk untuk menyembunyikan pipi nya yang merona karena laki-laki disebelahnya ini. Sangat memalukan rutuknya dalam hati.

"Aku akan memakannya nanti," ucap Jungkook sambil menatap Jinri disebelahnya. Ia dapat melihat Jinri kini sedang melihat jam diponselnya. Ia tahu Jinri pasti ingin pergi ke konser bersama Ilhoon setelah ini dan ia tak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Baiklah, jangan lupa membawa kotak bekalnya kembali nanti jika kau pulang. Aku harus pergi ke suatu tempat," ucap Jinri. Ia mengambil tasnya lalu bangun dari tempat duduknya namun Jungkook menariknya hingga ia kembali terduduk. Gadis itu langsung menatap Jungkook bingung.

"Siapa yang menyuruhmu untuk pergi? Kau harus menemani ku makan malam," ucap laki-laki dengan nada memerintah.

"Mwo? Tapi aku harus pergi, Jungkook-ah. Ini penting," sahut gadis itu terkejut. Ia tidak enak jika ia harus membatalkan janjinya pada Ilhoon. Pasti laki-laki itu sudah menunggunya disana.

"Apa ia begitu penting daripada aku?" tanya Jungkook. Matanya tajam menatap Jinri.

"Apa maksudmu, Jeon Jungkook?" tanya Jinri tidak mengerti dengan pertanyaan suaminya itu.

"Aku tahu semuanya, Shin Jinri. Jangan mencoba menyembunyikan hal itu dari ku," Jinri tercekat mendengar perkataan Jungkook. Apa laki-laki itu tahu ia memiliki janji dengan Ilhoon?

"Aku-

"Aku tidak suka melihatmu dekat dengannya karena kau adalah milikku," Jungkook memotong perkataan Jinri dan perkataan laki-laki itu sangat mengejutkan. Jinri menatap Jungkook tidak percaya. Laki-laki itu mengatakan ia adalahnya miliknya. Apa ia sedang bermimpi? Atau kepala Jungkook baru saja terbentur sesuatu hingga laki-laki itu mengatakan kata "Milikku" dengan lantang seperti itu.

"Jungkook-ah," panggil Jinri lirih. Hanya itu yang bisa ia katakan sekarang, perkataan laki-laki berhasil membuat hatinya terasa campur aduk.

"Jangan melupakan janjimu, Shin Jinri. Aku akan menagih janji itu. Buat aku jatuh cinta padamu," bisiknya. Jungkook menarik Jinri agar lebih dekat padanya. Jinri kembali terkejut, sejak kapan tangan laki-laki itu ada dipinggangnya.

"Kau egois, Jeon Jungkook," bisik Jinri. Ia memberanikan diri untuk membalas tatapan tajam suaminya itu.

"Itu lah aku." Sahut Jungkook pelan. Laki-laki itu mengusap pipi Jinri dengan lembut. Tatapan mereka berdua bertemu dan entah siapa yang terlebih dahulu memulai kini bibir mereka bertemu. Bahkan sekarang, Jinri sudah mengalungkan tangannya pada leher kokoh milik Jungkook dan tangan Jungkook yang memeluk pinggangnya dengan protektif.

Jungkook menyeringai dalam ciumannya. Entah apa arti seringainnya itu. Jinri sudah melupakan janjinya bersama Ilhoon, gadis itu untuk kesekian kalinya masuk kedalam pesona seorang Jeon Jungkook. Ia tidak paham kenapa laki-laki itu mampu membuatnya lupa segalanya dalam waktu singkat seperti ini. Sebenarnya ia terlihat seperti wanita murahan sekarang membiarkan laki-laki itu menyentuhnya namun untuk sekali lagi ada sesuatu dari Jungkook membuatnya nyaman.

Junhoe terkejut melihat kedatangan Yuri yang tiba-tiba. Gadis itu pasti mencari Jungkook. Junhoe sudah hapal dengan Yuri yang hampir setiap hari mencari Jungkook namun temannya itu selalu menghindar jika gadis itu datang.

"Mana Jeon Jungkook. Aku ingin bertemu dengannya," ucap gadis itu dengan wajah dingin khasnya.

"Hyung, sedang berlatih dan tidak bisa diganggu," sahut Junhoe berbohong.

"Aku hanya ingin bertemu dengan nya sebentar," ucap gadis itu. Yuri sudah berdiri didepan pintu ruang latihan tempat Jungkook dan Jinri berada. Junhoe tampak gugup dan berusaha mencegah gadis itu agar tidak masuk namun ia terlambat karena sekarang Yuri sudah membuka pintu ruang latihan tersebut.

Gadis itu tercekat melihat apa yang ada didepannya sekarang. Yuri langsung berbalik pergi dengan mata yang berkaca-kaca. Junhoe bingung melihat ekspresi Yuri yang terlihat terkejut sekaligus sedih itu. Ia menengok kedalam dan Junhoe juga tampak terkejut. Ia langsung menutup pintu dengan pelan, ia masih dibawah umur untuk melihat hal tersebut. Jungkook dan Jinri sedang berciuman dengan mesra. Junhoe mengusap dada pelan, sepertinya ia ingin pulang cepat hari ini.

-00-

Ilhoon berdiri didepan gedung tempat konser berlangsung sambil menghubungi Jinri namun gadis itu tidak mengangkat panggilannya. Ia sudah menunggu hampir 2 jam bahkan konser sudah hampir selesai tapi gadis itu sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya. Ia telihat khawatir, ia takut terjadi apa-apa pada Jinri saat di perjalanan.

Beberapa saat kemudian, ada satu pesan masuk dan Ilhoon langsung membukanya dengan cepat saat ia mengetahui Jinri lah yang mengirim pesan. Ia tersenyum namun senyumannya itu tidak bertahan lama ketika melihat isi pesan tersebut. Bukan Jinri yang mengirim pesan untuknya.

"Jangan berharap kau bisa mendapatkannya kembali. Ia milikku."

"Brengsek kau, Jeon Jungkook." geram Ilhoon dengan emosi yang sudah menguasainya. Sepertinya laki-laki itu ingin mempermainkannya. Ia tidak akan kalah, ia pasti akan mendapatkan Jinri kembali dengan cara apapun.

-TBC-

Hai, maafkan Litmon yang baru nongol sekarang ya (╥﹏╥)
Litmon sibuk banget akhir-akhir ini sodara-sodara. Kuliah Litmon padat banget jadi gak ada waktu buat nulis FF. Sekali lagi maafkan Litmon sering ngilang ini ya, sampai kalian lumutan nunggu FF ini. Kayanya setelah ini Litmon akan update 2 atau 3 minggu lagi karena sibuk diperkuliahan. Jadi, tolong di maklumi ya teman-teman.

Buat yang nebak Hana hamil pada chapter sebelumnya, selamat kalian benar ~\(≧▽≦)/~ Namjoon sama Hana bakal punya debay yey #teriakpaketoa

Udah itu aja cuap-cuap dari Litmon. Jangan lupa komentar dan vote nya ya O(≧▽≦)O terima kasih.

(Pony as Namjoon Wife, Jeon Hana)

Continue Reading

You'll Also Like

24K 4.2K 15
- 𝗛𝗮𝗻𝗮𝗴𝗮𝗸𝗶 𝗧𝗮𝗸𝗲𝗺𝗶𝗰𝗵𝗶, 𝘀𝗶𝘀𝘄𝗮 𝗸𝗲𝗹𝗮𝘀 10 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗻𝘁𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗶𝗮𝗹. 𝗛𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝗶𝗸𝗶𝘁 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗸𝗶 𝘁𝗲𝗺𝗮𝗻...
82.4K 2.5K 42
(Complete) Sandra pikir, berpacaran dengan Arvind adalah salah satu kebahagiaan untuknya. Walaupun tahu bagaimana kisahb sang kekasih yang masih seri...
27.2M 1.6M 71
18+ [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ini tentang dua orang yang tidak mengenal, tiba tiba dijodohkan. Namun seiring berjalannya waktu, Mereka menyadari bah...
1M 86.9K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...