Flutter ✔ ✔

By yourkidlee

812K 108K 11.3K

#NEWVERSION - "Aku sukanya dari dulu. Kamu sukanya nanti dulu." Awalnya kenalan karena bisnis, lama-lama kok... More

Prolog: Mauryn dari X-4
Chapter 01: Jaylani Ahmad
Chapter 02: The Best Day Ever?
Chapter 03: Nino vs Jinwan
Chapter 04: Pasutri X 4
Chapter 05: Chua
Chapter 06: Pipi Merah
Chapter 08: Empat Detik
Chapter 09: Drama Teman
Chapter 10: Salah Paham?
Chapter 11: Badmood
Chapter 12: Teh Botol Candra
Chapter 13: Taktik Candra
Chapter 14: Sang Penyelamat
Chapter 15: Bunga Asoka [END]
Finally,

Chapter 07: Teori

35.3K 6.4K 857
By yourkidlee



"Dua ratus rebo???" Mata bundar Jiyo melebar, seakan ingin mencelat.

Jay di sampingnya menganggukkan kepala, memandang kipas tangan portable berwarna pink yang Jiyo pandangi. Keduanya berjalan bersama di koridor sekolah untuk pulang.

"Mahal amat woi," kata Jiyo mendelik, "cari yang dua puluh ribuan nggak ada?"

Jay mengedikkan bahu, "gue beli di mall noh. Tapi adem sih."

"Oh ya?" Jiyo hampir menekan tombol nyala sebelum Jay mendecak dan merebut paksa kipas pink itu membuat Jiyo mendelik.

"Ini buat Mauryn," tegas Jay mengacungkan kipas pink itu. Jiyo mencibir kecil jadinya.

"Eh gue mau ke Adira dulu, entar langsung di rumah lo aja. Oke?" kata Jiyo saat sudah sampai di lobi utama.

"Maurynnya gimana? Jemput?"

"Kalau lo nggak mau repot ya lo share loc aja, kalau lo mau jemput ya udah jemput aja," balas Jiyo santai. Jay jadi manggut-manggut.

Jay menggaruk tengkuknya, entah kenapa jadi canggung. "Eum... gue jemput aj—"

"Eh itu Mauryn!"

Jay tersentak. Ia mengatupkan bibir, jadi menoleh ke arah yang Jiyo pandang. Cowok mungil itu mengerjap, yang kemudian mengangkat alis tinggi. Menemukan sosok Mauryn tertawa-tawa riang bersama kumpulan murid kelasnya dari arah koridor kelas sepuluh.

Jay menegak, entah kenapa jadi terdiam. Melihat Mauryn yang mengangkat tinggi rambut belakang memperlihatkan leher putihnya, tertawa ngakak sambil mengibas-ngibaskan lehernya. Wajahnya memerah panas karena tertalu tertawa keras.

Ada si jangkung Cakra tepat di samping gadis itu. Bahkan berdiri menempel, juga tertawa. Sebelumnya tonjok-tonjokan kecil dengan Seno dan Yera. Yang kemudian entah bicara apa, Cakra menoleh pada Mauryn. Mengangkat tumpukan kertas di tangannya yang ia bawa, mengibaskan kecil ke arah Mauryn yang kepanasan.

"Waduh," Jiyo tiba-tiba merapat, membuat Jay terkejut kaget sampai terlonjak kecil. "Udah ada yang ngipasin," kata Jiyo membuat Jay merapatkan bibir.

"Paan sih," balas Jay mendengus kecil. Ia mengalihkan wajah, "dah nih buat lo aja," katanya memberi kipas pink itu ke tangan Jiyo, kemudian langsung melangkah pergi.

"Eh?? Beneran?" pekik Jiyo melebar. Wajah cantiknya merekah, menyalakan kipas dan mengangkat leher keenakan mendapat angin dari sana.

Tapi tiba-tiba Jay kembali lagi. Mengambil alih kipas portable itu membuat Jiyo terlonjak. "Nggak jadi. Beli sendiri," katanya tiba-tiba jadi judes, lalu berbalik lagi dan pergi.

Jiyo tenganga. Gadis itu mendengus, tak peduli banyak. Walau ia tak sengaja menoleh lagi memandang Mauryn.


Gadis putih berpipi bulat itu bertepuk tangan riang, entah kenapa. Cakra di sampingnya kini sudah ditarik Yera yang kemudian berganti mengipasi Yera. Mauryn nampak memerotes membuat Cakra kini jadi mengomel.

Jiyo bisa mendengar kecil obrolan mereka saat gerombolan itu mendekat.

"Pokoknya ya Ka! Penuhin kemauan gue sampe besok!" kata Mauryn memerintah.

"Gue juga!" balas Yera tak mau kalah. Cakra mencibir kini.

Faili memandangi mereka, "woi jangan terlalu ah," katanya mengambil alih kertas di tangan Cakra memukulkan pada bahu Yera yang mengaduh. "Dia udah jadi babu, makin dibabuin."

"Yeee siapa suruh kalah," kata Mauryn tertawa riang bertos gembira dengan Yera.

"Ck makanya elo tuh kalau main nggak usah pake taruhan segala!" omel Faili kini memukul kepala Cakra dengan kertas di tangan. Cakra jadi mencuatkan bibir, makin kesal karena Seno di belakangnya menertawai itu.

"Eh Kak Jiyooo!" sapa Faili tak sengaja menoleh, membuat Jiyo berbinar dan menyambutnya riang. "Kok sendirian? 2A3nya mana?"

"Udah duluan, tadi gue sama Jay sih agak belakangan," kata Jiyo membuat Mauryn tersentak. "Tapi Jay udah duluan tadi."

Mauryn jadi bergumam kecewa.

"Kak maaf ya aku nanti nggak ikutan, ada radio," kata Faili meminta ijin. "Terus Mauryn gimana? Dijemput Kak Jay?"

Jiyo mengerutkan kening, "nggak tau deh. Tanya Jay aja Ryn. Tapi rumahnya deket aja sih, di Taman Sari. Yang rumah gede ada tokonya."

Mauryn mengerjap kecil, "eung... aku ke sana sendiri aja kak. Nggak papa."

"Demi cinta," sindir Cakra pelan di belakang Mauryn membuat gadis itu menendangkan kaki ke belakang. Cakra menghindar kecil dan mencuatkan bibir.

"Yaudah kalau gitu kak, kita duluan yaaa!" pamit Faili melambai, menarik Cakra pergi sebelum cowok itu kembali mengompori Mauryn. Yang lain juga agak sungkan pamit pada Jiyo yang hanya mengangguk saja memandangi mereka.

Jiyo mengerjap, agak mengernyit melihat Cakra dan Mauryn menjauh. "... Kirain pacaran..." gumamnya pada diri sendiri.



**



Jay duduk tenang di kursinya, memandangi Mauryn yang berpose ceria pada kamera milik Jiyo. Gadis bepipi bulat dengan mata kecilnya itu terlihat menggemaskan memakai dress flower print dan rambut yang dikepang dengan poni rata. Ia mengikuti arahan dari Jay maupun Jiyo dengan lihai.

Kini Mauryn duduk di atas kursi yang cukup tinggi sampai kedua kakinya tak menggapai lantai. Ia memperbaiki posisi duduk mencari tempat ternyaman.

"Sekalian pake jaket sama snapbacknya aja Ryn," kata Jiyo menunjuk topi di samping Jay.

Jay dengan sigap meraih jaket jeans crop dan topi senada dengan dress Mauryn. Cowok itu mendekat, menyodorkan jaket yang segera Mauryn terima dan gadis itu pakai. Selama Mauryn menunduk, Jay ingin memakaikan topi ke kepala gadis itu. Hanya saja kursi yang tinggi membuatnya mau tak mau agak berjinjit.

"Elah Jay perlu gue bawain tangga?" ejek Jiyo sudah tertawa melihat Jay yang berusaha menggapai kepala Mauryn.

Mendengar itu Jay langsung menoleh dan mendelik. Mauryn ikut mendongak, baru menyadari cowok itu berusaha memakaikannya topi.

"Gue sampe njir!" balas Jay tak mau kalah membuat Mauryn tersenyum geli.

Jay menoleh pada Mauryn, membalas tatapan gadis itu.

"Sini kak, aku pake sendiri," kata Mauryn menjulurkan tangan meraih topi di tangan Jay. Gadis itu menatap Jay tepat, kemudian tersenyum.

Membuat Jay tersentak dengan mata melebar. Menatap wajah ceria Mauryn yang menyipitkan kedua matanya dengan senyum menggemaskan.

Gadis itu lalu mengalihkan wajah, memakai topi ke kepalanya dan membenarkan posisinya.

Sementara Jay masih terdiam di tempat.

Pemuda itu mengerjap.

Tadi Mauryn cantik banget.

Sangking cantiknya Jay merasa terpanah tepat di dada seperti tertembak terkutuk jadi batu.

Kedua mata beningnya yang menatap Jay tepat dengan senyum cantik itu membuat jantung Jay berdebar aneh. Walaupun hanya sesaat dalam hitungan detik, tapi Jay sudah terpesona setengah mati.

"Jay, misi woy! Mau gue poto!" suara cempreng Jiyo membuat cowok imut itu mengerjap kaget. Ia segera melangkah pergi begitu saja.

Jay mengusap wajahnya tanpa sadar. Cowok itu berdehem, berdiri kaku di samping Jiyo. Ia melirik, melihat Mauryn kembali tersenyum manis ke arah kamera. Cewek itu melakukan kesalahan, membuatnya tertawa malu meminta maaf pada Jiyo.

Lucu.

Imut.

Cantik banget.

Jay mengerjap, menggeleng kecil merutuk apa yang terjadi padanya tiba-tiba begini. Tapi ia tak bisa menahan untuk tidak kembali memerhatikan Mauryn. Jay mengulum bibir ke dalam, bergerak agak kaku sekarang, entah kenapa.


Tak lama pemotretan selesai. Mauryn bertepuk tangan seperti anak kecil dengan riang. Membuat Jay yang memerhatikan itu tersenyum begitu saja.

"Kak, nanti potonya tag ke aku ya!" kata Mauryn mendekat pada Jiyo yang mulai memerhatikan hasil poto.

"Itu urusan Jay," kata Jiyo menggerakkan dagu ke arah Jay. "Pokoknya nanti lo rajin juga ya repost ke akun lo."

"Sippp! Faili udah ngingetin kok," kata Mauryn mengacungkan jempolnya.

"Mauryn mau pulang sama gue aja nggak? Biar Jay nggak rep-"

"Gue aja yang nganter dia," potong Jay segera, membuat Jiyo maupun Mauryn terkejut. Jay sendiri sebenarnya agak tersentak kenapa ia merespon begitu saja. Pemuda itu membuka mulut sesaat, agak susah mencari kata. "Nggak papa gue aja yang nganter. Kan gue yang cowok."

He?

Nggak nyambung tapi bodoamat.

Jay tersenyum gugup, lalu memandang Jiyo. "Nanti gue urus yang di tokopedia sama instagram. Lo tinggal kirim poto aja," katanya segera mengalihkan pembicaraan.

Mauryn diam-diam memandangi cowok itu, tapi mencoba tak tersenyum dan mengalihkan wajah.

"Oh ya udah kalau gitu. Gue duluan ya," pamit Jiyo yang sudah membereskan kamera dan meraih tasnya. "Pokoknya ya Mauryn nanti lo-"

"Iya Jiyo nanti gue yang ngingetin," potong Jay lagi. Gemas sekali cewek ini belum pergi-pergi juga.

Jiyo menipiskan bibir, "oke oke. Semoga sukses, Gan!" katanya mengacungkan kepalan tangan. Jay segera membalasnya dengan wajah yakin.

Jiyo melambai pada Mauryn yang balas tersenyum. Ia lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan di samping toko rumah Jay itu.

"Eh, kak. Aku ganti baju dulu," pamit Mauryn meraih tasnya dan ingin beranjak.

"Eh, bentar. Mauryn!" tahan Jay membuat Mauryn mengurungkan niat dan menoleh. Jay mendekat, berdiri di depan cewek itu.

Jay merapatkan bibir sejenak, kemudian menegakkan tubuh berhadapan dengan Mauryn yang sedikit lebih pendek darinya. Pemuda itu mencoba menatap gadis itu membuat Mauryn mau tak mau balas tatapan Jay dengan bingung.

"Kenapa kak-"

"Sssttt diem dulu," tahan Jay membuat Mauryn kembali mengernyit.

Mauryn agak menarik diri ketika cowok itu menatapnya dalam. Pipinya memerah begitu saja dengan tubuh menegang.

Sementara Jay diam-diam menghitung dalam hati. Matanya melebar melihat wajah Mauryn memerah jelas karena kulit putihnya. Gadis itu agak gugup mengerjap menatap Jay.

Jay tersenyum begitu saja, membuat Mauryn lagi-lagi terkejut.

"Yaudah sana ganti baju," katanya mendorong pelan Mauryn.

Mauryn melongo begitu saja. "Kak? Apaan sih?" tanyanya bingung tak mengerti dengan tingkah cowok itu.

Jay menggeleng dengan senyum kecil, tak menjawab dan menyuruh Mauryn segera bergegas. Walau masih bingung, Mauryn mau tak mau menurut pergi.

Jay memandangi gadis itu. Ia kemudian membalikkan tubuhnya. Tangannya terangkat, meraba dadanya sendiri. Yang berdebar aneh tak karuan seakan sedak meledak-ledak.

Pemuda itu merogoh hape, mengetik sebuah chat pada teman kelasnya, Alveno.



Whatssap

Jay: no lo salah

Jay: lo bilang otak seenggaknya butuh sembilan detik untuk ngirim sinyal kalau kita jatuh cinta

Jay: tapi belum sembilan detik, gue dah jatuh no

Alveno: ha?



Jay tak membalas itu. Cowok itu sudah sibuk tersenyum-senyum sendiri dengan bodoh.






Continue Reading

You'll Also Like

984K 94.9K 35
(SUDAH SELESAI DAN MASIH TERSEDIA SECARA LENGKAP) LARA DAN SEMESTANYA YANG KEHILANGAN RASA Kisah-kasih itu bukan soal indera yang sempurna, tetapi te...
109K 13.5K 13
••• This is the Indonesian version of the short story Ten Reasons Not To Die. All the copyrights and the original work go to @RiceLover ••• Ini adala...
2.2M 274K 26
Series Ketiga #2A3Series - Torpe (n) a man who is desperately in love with a woman, but cannot admit his feelings or approach her Philophobia (n) t...
2.4M 288K 26
"Jes, lo harus bantu gue. Jadi pacar gue sekarang. Ok? Sip." "Bob gantian nih. Lo jadi pacar gue. Gandengan sini. Yang mesra, jangan bikin malu." Kal...