RELATIONSHIT

Od captcheese

1.2M 70.5K 1.9K

Ketika Kinar dan Aric sama-sama saling jatuh cinta pada akhirnya, tetapi sesuatu menghalangi mereka dan membu... Více

Satu~
Dua~
Tiga~
Empat~
Lima~
Enam~
Tujuh~
Delapan~
Sembilan~
Sepuluh~
Sebelas~
Dua Belas~
Empat Belas~
Lima Belas~
Enam Belas~
Tujuh Belas~
Delapan Belas~
Sembilan Belas~
Dua Puluh~
Dua Puluh Satu~
Dua Puluh Dua~
Dua Puluh Tiga~
Dua Puluh Empat~
Dua Puluh Lima~
Dua Puluh Enam~
Dua Puluh Tujuh~
Dua Puluh Delapan~ {END}

Tiga Belas~

38.3K 2.3K 18
Od captcheese

MEREKA kini duduk di sebuah café di hotel itu. Kinar menusuk-nusuk daging pesanannya tadi. Ia agak risih karena ia belum menghapus make up di wajahnya. Dan kostumnya juga belum ia ganti. Seusai menari tadi, ia bertemu Niko dan Aric lalu dua cowok itu langsung menyeretnya untuk makan.

Tadi ia menari di acara peluncuran sebuah produk oleh perusahaan papanya Niko. Oh, ya. Kinar memang mengikuti ekskul menari. Hanya Jasmine, Eliza, Niko dan anak klub tari yang mengetahui itu.

Teman-teman lainnya hanya mengetahui jika Kinar ikut ekskul debat. Kinar tidak ingin menunjukkan ke orang lain jika ia ikut menari tarian tradisional. Menari adalah hobinya sejak kecil. Ibunya adalah mantan penari tradisional di sebuah teater.

Niko entah bagaimana mengetahui Kinar yang masuk klub tari. Awalnya klub menari itu memang sering diikutkan dalam ajang perlombaan menari, acara sekolah—sebagai pengisi acara, dan juga acara lain yang tidak diselenggarakan oleh pihak sekolah. Seperti peluncuran produk tadi.

Perusahaan papanya Niko sering meminta klub tari tradisional SMAnya Kinar untuk mengisi acara. Dan dari situlah mungkin Niko mengetahui rahasia Kinar.

Memang, menari tidak sesuai dengan dirinya yang dikenal orang sebagai cewek yang agak pendiam, sering jutek dan rada galak. Tapi begitulah Kinar yang sebenarnya. Dan sekarang bertambah satu orang yang tau tentang Kinar. Aric.

“Kok gue gak tau kalo lo ikut nari sih?” Tanya Aric seraya menunjuk Kinar dengan sendok. “Kan gue pacar lo, Kin. Masa Niko tau, gue gak tau.”

“Lo juga gak pernah nanya kok.” Jawab Kinar yang masih sibuk memotong daging lalu mencomotnya ke dalam mulut.

“Ya emang sih. Tapi gue cuman tau kalo lo ikut klub debat aja.”

“Gue sengaja gak mau kasih tau siapa-siapa.”

“Nah kalo gitu kenapa Niko bisa tau?” Tanya Aric sambil melirik Niko.

“Karena bokap gue tau kalo klub tari tradisional sekolah kita itu bagus. Jadi sering diminta buat ngisi acara perusahaan. Kan gue sering ikutan acaranya. Jadi gue tau. Gue udah tau dari dulu kali. Ya nggak, Kin?” Tanya Niko.

Kinar mengangguk. “Lagian masalah banget ya kalo lo gak tau tentang ini. Ini kan bukan hal yang patut dibesar-besarin.”

“Tapi gue pacar lo, Kin. Masa pacar lo sendiri gak tau tentang elo.” Aric tetap ngotot.

Kinar mendesah. “Ah udah ah. Rempong banget sih. Yang penting sekarang lo udah tau kan kalo gue ikut klub tari.”

Aric pun mingkem.

“Bokap nyokap lo kok gak datang sih, Nik?” Tanya Kinar yang kini mengganti topic pembicaraan. Tadinya ia juga sudah berencana untuk bertanya pertanyaan ini jika bertemu Niko.

“Iya nih. Mereka lagi ke luar kota. Anaknya tante gue masuk rumah sakit. Kemaren mereka berangkat. Mereka nyuruh gue buat sampain permintaan maaf mereka karena gak bisa dateng.” Jawab Niko.

Kinar tersenyum. “Kok minta maaf sih. Acara itu acara bokap nyokap lo. Gue sama anak klub tari Cuma jadi pengisi acara aja.”

“Nyokap gue ngajak lo buat main ke rumah lagi. Dia kangen sama lo katanya.” Ujar Niko terkekeh pelan.

“Beneran? Wah gue kangen nih sama masakan nyokap lo. Maknyus gitu.” Kata Kinar sambil ketawa pelan.

“Nyokap gue gitu.” Kata Niko dengan senyum bangganya yang terukir di wajah. “Lo sih jarang ke rumah gue lagi. Nyokap gue udah bisa masak makanan kayak di restoran Prancis. Lo musti datang. Pintu rumah gue terbuka untuk lo. Oya, nyokap juga nanyain kok lo jarang ke rumah. Padahal dulu sering.”

Kinar membuka mulut untuk menyahut, tapi malah Aric yang ngeluarin suara. “Tunggu, tunggu. Kalian lagi bicarain apaan sih?”

“Kalo lo juga mau dateng, dateng aja, Ric. Lo kan doyan makan.” Kata Niko sambil ketawa pelan.

Aric menggeleng. “Maksudnya sama ‘padahal dulu sering’ itu apa?”

Kinar mengerutkan kening. Kenapa tiba-tiba Aric kepo beginian? Bukannya selama pacaran sama anak orang tuh cowok mana pernah kepoin pacarnya. Niko pernah bilang kalo semasa Aric pacaran pas SMP, Aric mana hapal nama lengkap dan kehidupan pacarnya. Tapi ini…

“Dulu tuh pas kelas 2 SMA, si Kinar ini kalo habis nari di acara bokap gue, langsung diseret ke rumah. Nah kita jadinya makan bareng gitu.” Jelas Niko. “Ya Kinar sering sih dateng. Dulu kan bokap gue juga sering ngadain acara. Sering ngundang Kinar dan temannya buat ngisi acara. Sampe Kinar sama temen-temennya itu bingung mau nari apalagi buat ngisi acara bokap gue.”

“Pas itu gue sama yang lain bingung. Nari ini udah. Nari itu udah. Nari yang lain kan kita belom latihan. Jadi buru-buru deh latihan. Dan Alhamdulillah, kita bisa hapal dan tampil dengan bagus.” Timpal Kinar yang tertarik dengan penjelasan Niko.

Niko mengangguk. “Malah dulu kata bokap sama nyokap gue ginian, ‘Kinar itu anaknya cantik lho. Kenapa gak pacaran aja sama kamu, Nik? Kamu kan juga jomblo. Mama sama papa malah setuju lho kamu sama Kinar’. Gituan, Ric.”

Kinar ketawa. Ngakak banget. “Pas denger nyokap lo bilang gituan, gue langsung kaget banget. Gila banget.”

Kinar sama Niko sibuk ketawa. Cuma Aric yang diem dan bingung. “Terus kalian pacaran gitu?”

Kinar berhenti ketawa. Ia terbatuk sebentar dan segera menyeruput jus jeruk pesanannya. “Nggak kok.”

“Eh, kalo pacaran bohongan termasuk pacaran juga gak?” Tanya Niko.

Kinar ketawa lagi. Niko ikutan ketawa. Aric malah tambah bingung. Ia membuka mulut lagi. “Maksudnya?”

“Lo aja deh yang jelasin, Nik. Entar gue timpalin.” Kata Kinar di sela-sela tawanya.

Niko berhenti ketawa. “Jadi pas kelas 2 nih gue ceritanya punya banyak fans. Dan fans-fans gue itu adalah anak kelas 3 SMA. Gila gak?”

“Ya maklum. Si Niko kan kelas 2 baru pindah tuh ke sekolah.” Timpal Kinar.

Aric mengerutkan kening. “Jadi lo bukan anak yang emang dari kelas 1 sekolah disitu?”

“Bukan. Dulu pas kelas 1, gue masuk pesantren di deket rumah nenek gue. Terus bokap gue suruh pindah pas kelas 2. Nah gue pun pindah. Dan menghasilkan banyak fans. Padahal gue gak ngapa-ngapain.” Cerita Niko.

“Jadi kok mereka bisa ngefans sama lo?” Tanya Aric. “Lo sih emang rada cakep.”

“Niko emang cakep. Dia juga alim kok. Kata fans-fans-nya, ‘duh, Niko itu udah cakep, alim, pinter, tajir sama baik pula’. Haha.” Kinar ketawa.

“Hahaha. Iya-iya. Jadi gue risih banget punya banyak fans. Bayangin aja, tiap hari tuh dikejar mulu. Sampe gue musti sembunyi di toilet cowok. Jadi gue punya ide. Gue harus punya pacar biar buat fans-fans gue patah hati. Jadinya gue minta Kinar jadi pacar bohongan gue selama  tiga bulan.”

“Tiga bulan?” Tanya Aric yang kayaknya kaget banget.

“Ya kan dia mulai pacaran bohongan sama gue tuh bulan Januari. Sampe bulan April, pas kakak kelas 3 mau UN. Kan fansnya itu banyakan anak kelas 3. Mana nekat semua.” Jawab Kinar.

“Tapi itu pacaran bohongan kan?” Tanya Aric lagi.

“Yaiyalah, Ric. Gue kan alim. Belum mau pacaran dulu. Sekolah dulu.” Kata Niko sambil ketawa. “Lo cemburu ya? Tenang, Ric. Itu masa lalu. Lagian gue sama Kinar pacaran bohongan kok.”

Kinar memicingkan matanya melihat Aric. Terlihat Aric tersenyum lega. Lega? Lega? Ini udah gila.

----------------------------------------------------------------------

Aric menghempaskan dirinya ke sofa di ruang tengah. Tadi habis bicara banyak dengan Kinar dan Niko, ia pun pulang. Dilihatnya Vivid yang memasuki ruang tengah sambil membawa majalah kesukaannya. Vivid duduk di sofa berlengan.

“Darimana lo?” Tanya Vivid yang matanya focus ke majalah.

“Pergi.” Jawab Aric mengganti saluran TV.

“Iya. Kemana?”

“Ketemu teman.”

Vivid ber-oh ria dan diam. Ia sibuk membaca majalah. Aric pun sibuk menonton pertandingan baseball. Suasana hening. Hanya ada suara dari TV dan suara majalah yang disibak. Tiba-tiba terdengar suara. Aric dan Vivid sama-sama menghela napas. Papa dan mamanya lagi-lagi bertengkar. Kamar orang tua mereka berada di dekat ruang tamu. Jadi kalo ribut-ribut pasti kedengaran.

Akhir-akhir ini papa dan mamanya selalu bertengkar. Itu pun karena masalah kecil. Masalah uang. Janji. Anak. Dan lain-lain. Aric dan Vivid hanya bisa diam. Mereka gak berani menanyakan hal itu pada kedua orang tua mereka. Paling-paling mereka berpikiran positif akan hal itu.

“Kamu tau, sekarang ini kita butuh yang namanya uang!” Terdengar suara mama dari dalam kamar.

Aric dan Vivid saling pandang. Ternyata sekarang yang diributkan adalah uang. Kemarin mereka meributkan soal seorang lelaki yang pergi bersama mama. Mamanya mengatakan jika lelaki itu adalah sepupu jauh. Sedangkan papanya tak percaya.

“Iya, aku juga tau! Kita butuh uang! Untuk keperluan sehari-hari, untuk baayar sekolah anak-anak dan lain lagi. aku tau!” Sekarang papanya bersuara.

“Kalo tau, kenapa tampangnya sok gak tau gitu? Gaji kamu sebulan itu gak cukup buat kehidupan kita. Mana spp anak makin naik. Harga kebutuhan juga naik!”

“Aku tau! Tapi sekarang gajiku berkurang karena jabatanku diturunkan! Jadi tolong dimaklumi!”

“Apa? Jabatanmu diturunkan? Kenapa? Kenapa baru kasih tau aku?”

“Aku juga baru tau pas ngecek uang di ATM. Aku nemuin direktur dan aku diberitahu hal itu.”

“Pasti kamu sering ngelamun dan bertindak aneh di kantor. Kerjaan gak kelar-kelar. Presentasi pun gak memuaskan. Makanya jadi diturunkan. Iya kan?”

“Gak usah nuduh begituan! Aku udah berusaha sebisa aku! Kalo kemampuanku Cuma segitu, ya segitu aja.”

“Makanya kemampuan itu ditingkatkan! Jangan Cuma gitu-gitu doang! Kalo gitu biarin aku kerja!” seru mamanya.

“Gak! Kamu gak boleh kerja! Pokoknya kamu gak boleh kerja! Kamu cukup di rumah, ngurus rumah dan ngurus anak. Itu kerjaan kamu!”

“Aku kerja dengan maksud nolongi kamu. Meningkatkan ekonomi kita. Kita ini butuh uang!”

“Sekali aku bilang kalo kamu gak boleh kerja, ya gak boleh kerja!”

Vivid menutup majalahnya dan bangkit. “Aku mau ke rumahnya Lira. Kalo ditanyain aku kemana, bilang begituan.”

Aric hanya mengangguk dan mengganti saluran. Ia hanya bisa menghela napas mendengar jika papa dan mamanya makin bertengkar hebat. Untung tidak terjadi kekerasan.

------------------------------------------------------------------------------------

Makan malam itu tidak seperti biasanya. Suasana hening. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu. Aric melirik Vivid yang sibuk mengaduk-aduk nasi dan lauk. Kelihatan kalo Vivid gak nafsu makan. Aric melirik papa dan mamanya. Wajah keduanya sangat keras dan tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Tadi sebelum makan malam, mereka bertengkar lagi. Tapi pertengkaran segera terhenti karena Kinar datang.

Ya. Pada hari selasa—atau entah kapan—Vivid bertemu dengan Kinar. Ia mengajak Kinar untuk makan malam di rumah pada rabu malam. Kinar bingung. Vivid tetap mendesak hingga Kinar mengangguk setuju. Vivid pun memberitahu mamanya jika Kinar akan datang. Mamanya yang belum tau soal Kinar—pacar baru Aric—pun langsung kebingungan. Vivid pun menceritakan semuanya. Aric segera mengamuk pada Vivid ketika mamanya menanyakan soal Kinar. Tapi Aric langsung terdiam ketika mamanya tersenyum dan mengatakan jika ia tak sabar ingin bertemu Kinar.

“Jadi kamu tinggal sendirian ya?” Tanya mamanya Aric memulai lagi percakapan. Tadi percakapan memang sudah dimulai. Tapi tiba-tiba berhenti entah kenapa.

“Saya ngekos, Tante.” Jawab Kinar dengan pelan.

“Ngekos dimana?” Mamanya bertanya lagi.

Sebelum Kinar menjawab, Vivid langsung menjawab. “Kak Kinar tinggalnya deket sekolahan aku, Ma.”

Mamanya Aric kembali bertanya dan Kinar menjawab dengan sopan. Kadang Vivid dan Aric ikut nimbrung. Mereka semua terdiam hingga papanya Aric bangkit dan mengatakan jika ia sudah selesai makan.

“Ma, Kak Kinar cocok kan sama Bang Aric?” Tanya Vivid ketika papanya sudah masuk ke dalam kamar.

Mamanya Aric terdiam sejenak. “Iya. Mama sih setuju, Ric, kalo kamu sama Kinar. Daripada sama cewek gak jelas kayak kemarin-kemarin.”

Kinar menunduk karena malu. Aric menghela napas dan meneguk air hingga gelasnya kosong.

“Ma, aku ada tugas sekolah. Tugas sekolah ini lain dari yang lain.” Kata Vivid ketika ia sudah menghabiskan makanan di piringnya.

Mamanya mengangkat alis. “Lain?”

“Ya maklumlah, Ma. Vivid kan anaknya emang rada lain dari yang lain. Makanya dikasih tugas yang lain dari yang lain.” Jawab Aric terkekeh pelan.

Vivid mendengus. Sedangkan mamanya dan Kinar hanya tersenyum menahan tawa.

“Maksud gue, karena lo special. Makanya lo dibedakan.” Lanjut Aric.

Vivid mencibir. “Tugas ini sama semua untuk semua siswa di kelas aku. Cuma cara pengerjaannya aja yang beda. Jadi ini tugas PKN yang katanya nilainya juga berpengaruh ke agama, Bahasa Indonesia sama BK.”

“Jadi tugasnya apaan sih?” Tanya mama yang sudah penasaran karena Vivid.

“Tugasnya ini berbaur dengan lingkungan sekitar sekolah. Ini tugas individu. Dikasih waktu selama tiga bulan. Berarti kan disuruh bikin yang bagus-bagus, jadinya aku mutusin buat ngerjain tugas ini dengan special.” Jawab Vivid dengan ceria. “Aku mau ngekos di tempat kosannya Kak Kinar. Kan kosannya deket sama sekolah aku.”

Semuanya terdiam menatap heran ke Vivid. Bingung.

“Kamu mau ngekos?” Tanya mama gak yakin.

“Iya. Ya aku kan bisa ancang-ancang kalo aku udah tamat SMP, terus aku mau SMA di luar kota, aku bisa ngekos. Jadinya aku udah tau gimana rasanya ngekos. Lagian aku ngekosnya Cuma dua bulan kok. Kalo gak, sebulan aja gak apa. Ngekosnya juga deket. Terus kan aku ngekosnya di tempat kosan Kak Kinar. Jadi aku masih bisa diperhatikan. Kalo aku ngapa-ngapain, Kak Kinar bisa lapor sama Bang Aric, terus Bang Aric lapor ke mama.”

Semuanya kediam lagi mendengar penjelasan Vivid. Ini emang gak masuk akal. Sudah punya rumah di Surabaya, minta ngekos lagi. Mana ekonomi mereka lagi surut-surut.

Vivid mendesak sang mama agar ia diizinkan. Ia pun menjelaskan lagi maksudnya. Katanya Vivid mau merasakan gimana jadi anak kos karena ada beberapa temannya yang ternyata juga ngekos. Vivid berjanji gak bakal ngapa-ngapain. Dia pun beralasan kalo nanti pas kelas 3, dia udah mulai sibuk dan gak bisa bersenang-senang kayak sekarang.

Mama menghela napas. “Kinar, emang biaya kosan kamu sebulan itu berapa?”

Kinar menjawab jika biayanya masih terbilang murah. Ia juga menjelaskan jika biaya makan, mereka sama-sama patungan untuk membeli bahan dan masak berbarengan. Dan Kinar pun menjelaskan bagaimana kondisi kosannya dan lain-lain.

“Kamu bener nih mau ngekos, Vid?” Tanya mama menatap tajam Vivid.

Vivid mengangguk-anggukkan kepalanya. “Iya, Ma. Boleh ya? Aku gak bakal aneh-aneh deh. Lagian kan ada Kak Kinar juga yang ngawasin aku. Aku bukannya minta dilindungi, aku Cuma minta diawasi dan kalo aku salah, aku ditegur.”

Mama terdiam sejenak untuk berpikir. Dan kemudian ia menghela napas. “Nanti mama jawab ya. Mama omongin dulu sama papa. Nanti mama kasih tau kamu dan hubungin Kinar biar buat janji sama ibu kosnya. Emang di kosan kamu masih ada kamar kosong?”

“Masih kok. Kebetulan kamar kosong masih banyak. Kalo mau, aku juga gak keberatan kalo Vivid sekamar sama aku aja.” Usul Kinar tersenyum.

Mata Vivid makin berbinar-binar. “Nah. Itu usul yang bagus!”

Mama menghela napas lagi. “Ya udah. Besok mama jemput kamu dari sekolah. Terus pulangnya kita langsung ke tempat kosannya Kinar. Kinar, tolong kasih tau ibu kos kamu ya. Nanti tante juga minta nomor ibu kos ya.”

Kinar mengangguk. “Iya, Tante.”

----------------------------------------------------------------------------------------

VOMMENT ditunggu selalu.... :3

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.2M 168K 89
Sebuah kumpulan pesan singkat tidak terkirim dari seorang cewek yang menyayangi seorang cowok diam-diam. [ cover by nau2014 ] #1 Cerita Pendek. ...
561K 27.1K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
152K 22.8K 46
Dikeluarin dari sekolah, bolak-balik club, hura-hura manfaatin harta orang tua, bully orang lain ... Apalagi? Ayo sebutin. Bukannya diam-diam kamu ju...
265K 28.5K 30
#16 In Teen Fiction (17/12/2016)