S T E P

By ronadiksi

158K 3.7K 434

Jimin menjauhi Jungkook, Yoongi bersikap dingin pada Taehyung, sementara Seokjin menghindari Hoseok dan Namjo... More

02 : Rift
03 : The Deepest
04 : Drums of War
05 : Tired to Try!

01 : The Beginning

19.5K 952 66
By ronadiksi

Reina Of El Dorado Present

Step

Disclaimer : BTS belongs to God, Family, Friends, Only themselves, and Fans.

Genre : Real-Life, Canon, Yaoi, Drama, Friendship, Romance, etc.

Warning : Boys Love, Smut, Not to Childern, Handjob, Kissing,
Crack-Pairing, Bromance, OOC, Typo(s), Non EYD, etc.

Don't Like? Don't Read! So? Don't Bash!

Happy Reading

.

.

.

Ini masih pagi hari yang disinari matahari yang sama di atas langit biru membentang yang menaungi kota padat nan sibuk yang sama; kota tempat salah satu gedung dorm yang isinya pun masih sama.

Dorm yang masih jadi milik ketujuh Member Hallyustar yang tengah menikmati liburan mereka dalam pekan ini. Tentunya ini termasuk hal yang jarang menilik banyaknya jadwal yang menanti mereka semua.

Kelimanya tengah berleha-leha dengan nyamannya di depan ruang santai. Di antaranya ada Jung Hoseok, Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, dan Kim Taehyung yang serempak menonton drama terbaru Song Joongki yang menjadi aktor terfavorit Seokjin tahun ini. Ia yang begitu kegirangan karna berhasil memenangkan perdebatan 'tentang siapa yang paling berhak menentukan acara yang akan di tonton pagi ini'ㅡdengan alasan dirinya lah yang paling tua, terus saja tertawa-tawa puas di depan sana.

Tentu saja Taehyung dan Hoseok yang protes paling keras sembari berteriak-teriak hiperbolis semacam, "Memangnya kenapa kalau umur Hyung yang paling tua?" tapi karna mereka tak mau mencari masalah di pagi indah ini dengan mendapati ceramahan gaya rap cepat menyakitkan telinga dari Sang Papa, RM aka Namjoon yang selalu pro dengan Seokjin, akhirnya keduanya pun memilih bungkam demi kesejahteraan telinga mereka masing-masing.

"Ayo kita pergi jalan-jalan keluar Hyung!" teriakan Park Jimin di sambut tatapan bosan para Member.

Ah, tidak. Jangan lagi.

Pemuda yang baru selesai membersihkan diri itu tersenyum lebar, aroma sabun masih tercium jelas dari tubuhnyaㅡwangi bunga ditambah sedikit aroma mint yang menyegarkan.

Entah kenapa, sejak kemarin Jimin selalu terlihat antusias ingin mengajak semua anggotanya untuk berjalan-jalan ke sana kemari, seolah-olah mengelilingi Seoul semudah mengelilingi isi kamarnya.

"Tidak! Terima kasih!" Yoongiㅡpemuda dengan senyuman semanis gula yang sedang menyandarkan tubuhnya di atas kenyamanan sofa segera menyatakan penolakannya, membuat Jimin merenggut tak senang dan segera menempatkan diri di sisi Yoongi hingga gaya pantulan karna pegas sofa terjadi.

"Kau ini pemalas sekali sih Hyung?! Ayolah! Kita bisa main ke taman atau pantai mumpung cuacanya secerah ini! Atau ke Lotte World yang baru dibuka itu? Atau mau bermain ke game canter? Atau mungkin ada tempat yang Hyung ingin kunjungi?"

"Aku bangun jam lima pagi tadi," jawab Yoongi cuek dengan ekspresi datar tak berminatnya meski Member lain merasakan dilema besar antara tertawa atau menangis karna jawaban garing tak menyambungnya barusan.

"Oh, ayolah! Ke mana Suga yang selalu bergerak ke sana ke mari dengan lincah itu? Ke mana Suga yang akan selalu bergaya ceria saat kamera on itu?!" Wajah Jimin bergerak mendekat ke wajah Yoongi, ia menatap Yoongi dengan ekspresi membujuk yang menggemaskan.

"Ayolah kita jalan-jalan Hyung! Ayo kita bersenang-senang!" Ia berkata sembari mengguncang bahu Yoongi dengan kuat hingga sang empunya mengaduh terganggu.

"Aiissh!" Yoongi mendorong dahi Jimin agar menjauh darinya. "Suga? Suga siapa? Aku tak mengenal siapa yang kau maksud. Saat ini aku hanya lah seorang pemuda biasa bernama Min Yoongi yang menikmati akhir pekannya," tegas Yoongi tak mau dibantah.

"Ayolah Hyung! Ayolah~ Ayolah~ Kita pergi bermain agar tidak bosan!" Jimin makin kuekeh menarik-narik baju Yoongi sembari berbicara dengan nada yang diimut-imutkan, sementara Member lain hanya memasang wajah pura-pura tidak tahu sembari terus menonton adegan di depan mata mereka dan berusaha keras menghindari kontak mata pemuda manis itu; seolah-olah rengekan Jimin tak lebih sekedar angin lewat biasa, namun ternyata setelah beberapa menit berlalu agaknya rengekan Jimin membuahkan hasil juga.

Seokjin yang awalnya sangat tenang disisi Namjoon mulai melirik memperingati kepada dua adiknya tersebut karna terganggu.

"Ayolah! ayolah Hyungnim!" Jimin kali ini mengganggu Taehyung yang berada di sisi sebelah kanan Yoongi. Ia menarik-narik ujung tshirt yang dikenakan Taehyung dengan brutal hingga Yoongi mulai merasa sesak karna ia berada di tengah-tengah Jimin dan Taehyung.

"Taehyung-ie~" seru Jimin tak mendapati respons yang memuaskan selain gumaman kecilnya Taehyung.

"Taetae!"

"V-ssi~"

"Taehyung-ie!"

"Aaaaah jebal!" Yoongi menggerutu kesal. Ia berdiri dan segera melangkah pergi dari keduanya. "Aku mau tidur saja."

"Ya! Ini baru jam sepuluh pagi Yoongi Hyung!" tegur Hoseok sembari memperhatikan punggung Yoongi yang makin menjauhi ruang santai.

"Jangan ganggu aku!" alih-alih menggubris perkataan Hoseok, ia malah menitahkan ultimatum dengan nada serius. Tak usah kalian pikirkan apa yang akan Yoongi lakukan kalau ucapannya diabaikan karna, sungguh... kalian tak akan bisa membayangkannya.

Jimin masih bersikeras membujuk Taehyung, ia semakin gencar mengusik konsentrasi pemuda bernamakan panggung V tersebut yang masih setia menonton adegan yang tersaji di layar persegi plasma besar di depan sana. Pemuda bermarga Park itu pun kini terlihat menusuk-nusuk pipi Taehyung dengan jemari telunjuknya.

"Taetae~"

"Taetae~"

"Berisik!" Seokjin angkat suara. Ia menoleh ke arah Jimin dan Taehyung dengan delikan mata lebar yang sama sekali tidak membuat orang lain takut, bahkan anak kucing tetangga saja tidak akan takut.

"Ya! Kim Taehyung! Pergilah bermain bersama Jimin keluar," perintahnya tak mau dibantah. "Dan jangan lupa belikan Es krim coklat strawberry ukuran paling besar untuknya dengan toping cerres yang berwarna-warni!"

Taehyung mendelik, lalu memasang ekspresi wajah "kenapa aku?" pada anggota tertua tersebut, dan dalam sepersekian detik selanjutnya dengan spontan ia menguap lebar dan mengeliat-geliatkan tubuhnya layaknya seekor kucing yang baru bangun dari tidurnya.

"Aku kelelahan Jimin-ie." Ia memasang wajah penuh sesalnya pada Jimin. Sangat tahu kalau sudah ditolak dengan nada minta pengertian begini maka Jimin tak akan banyak bicara lagi, sebagai gantinya ia akan mencari mangsa lain untuk di rayu. Taehyung menoleh pada Seokjin yang menyipitkan matanya mengamati tingkah Taehyung dengan saksama.

"Kenapa tidak kau saja yang melakukan pekerjaan mulia tersebut Hyung?" Ia selipkan seringaian setan di akhir kalimatnya dan membuat Seokjin mengangakan bibirnya tak percaya.

Kenapa jadi ia yang kena?

Belum sempat Seokjin membantah, kedatangan sang Golden Maknae memutus percakapan mereka.

"Jungkook-ie, kau mau ke mana?" Hoseok yang lebih dulu bertanya. Jeon Jungkook yang sudah rapi dengan celana training dan kaos singlet abu-abu dan jaket merahnya bergumam sembari merapikan topinya, "pergi latihan Hyung."

"Latihan?" beo Namjoon sembari menatap sosok yang paling muda itu tak percaya. "Tapi ini hari libur kita Jungkook-ah."

"Aku juga tahu Hyung," balas Jungkook seadanya sambil mengendikan bahu. "Tapi kita latihan saja banyak salahnya, apalagi tidak."

Entah kenapa kata-kata Jungkook secara kejam menikam jantung member yang lainㅡtepat sasaran dan benar-benar menyakitkan. Namjoon mulai ragu siapa Leader BTS di sini.

Dirinya atau Jungkook?

Kenapa yang paling muda justru yang punya pikiran paling dewasa?

Oh, keadaan berubah suram seketika.

"Santailah sedikit, kau terlalu memforsir dirimu sendiri Kook-ie." Seokjin mengambil alih percakapan agar suasana kaku ini mencair.

Tentu saja ia mengatakannya bukan karna merasa bersalah sebab jangankan bergerak untuk pergi latihan, berpikir untuk pergi latihan saja tidak.

Padahal dia adalah anggota tertua di BTS, tapi sepanjang hari yang Seokjin pikirkan hanya lah bagaimana caranya agar ia bisa menonton drama paginya tanpa sedikit pun gangguan.

Tapi tentu saja bukan itu alasannya 'kan?

Seokjin hanya tak mau Jungkook jatuh sakit saja kok!

"Aku hanya akan pergi latihan dan berkeringat sebentar lalu segera pulang kok Hyung."

"Daripada kau latihan, lebih baik kau pergi menemani Jimin jalan-jalan saja Maknae," usul Taehyung yang segera disusul anggukan bersemangatnya Jimin.

"Benar sekali! Ayo temani Hyung jalan-jalan saja Jungkook-ah!"

Jungkook memasang wajah tak berminatnya kemudian berkata dengan nada datar, "aku ingin latihan Hyung."

To the point.

Jungkook memang selalu seperti itu. Ia bukan orang yang suka bertele-tele akan sesuatu. Jimin jadi heran kenapa anak seusianya lebih tertarik pada macam-macam gerakan tarian daripada pergi jalan-jalan atau berkencan dengannya.

Uhuk.

Jimin tersedak oleh pemikirannya sendiri.

Kencan? Kenapa malah kencan? Apanya yang kencan? Mereka sama-sama laki-laki!

Ja-jadi. . . Hanya jalan-jalan!

"Kalau begitu aku ikut untuk menemanimu!" ujarnya penuh semangat. Lagi pula Jimin itu memang sama gilanya soal latihan dengan Jungkook. "Tapi sebagai gantinya kau harus mau menemaniku jalan-jalan!"

"Itu pemaksaan!" Taehyung mencibir dan dibalas cubitan gemas di tangan oleh Jimin hingga ia mengaduh sakit. Pemuda itu segera menggeser bokongnya menjauhi Jimin sembari meringis dan bergumam semacam 'tenaga monster dan sejenisnya' seorang diri. Jungkook terdiam menimbang tawaran Jimin sebelum akhirnya mengangguk menyetujui usulannya tersebut.

"Yes!" Jimin berjingkat senang lalu segera melesat ke dalam kamarnya diikuti tatapan keheranan Member lainnya.

"Taehyung kau tidak mau iku-"

"Aaaa aaa punggungku! Aaa punggungku!" seru Taehyung memotong ucapan Seokjin. Ia tiba-tiba berdiri dan melengkungkan tubuhnya ke depan sembari memegangi bagian punggungnya dengan tangan kanan. "Wah! Kenapa ini sangat sakit? Apa aku mengalami cedera di sini?" monolognya dengan akting berlebihan. Ia menciptakan suara ringisan-ringisan kecil yang terdengar begitu kesakitan.

"Kalau begitu... aku akan istirahat dulu hyungdeul," ujarnya sembari tersenyum sopan pada ketiga kakaknya. "Yang rajin latihannya Kook-ie! Hwaiting!"

Lalu pemuda itu beralih menepuk pundak Jungkook dengan sayang, dan secepat kedatangan Jimin kembali ke tengah-tengah mereka, secepat itu pula sosok Taehyung menghilang ke atas anak tangga tanpa berbasa-basi lagi diikuti kikikan-kikikan kemenangan karna berhasil membantah perintah Seokjin dengan kurang ajarnya.

"Ayo kita pergi," ajak Jimin sembari melebarkan senyumnya. Jungkook mengangguk sopan pada sisa anggota lainnya dan segera melangkah menuju pintu utama dorm. Jimin juga mengikuti di belakangnya setelah memberikan cengiran senang kepada tiga orang yang tersisa di sana.

"Kalian mau kutemani?" tawar Namjoon sebelum keduanya menghilang dibalik pintu.

"Tak usah Hyung!" Jungkook dan Jimin menjawab bersamaan-seolah memang sudah direncanakan, lalu keduanya saling bertatapan dengan salah tingkah.

"Maksudku, errrr silakan nikmati waktu liburanmu Hyung!" Jimin cepat-cepat menambahkan kalimatnya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hyung selalu sibuk akhir-akhir ini, dan pasti itu melelahkan—ja, jadi kurasa Hyung lebih baik beristirahat saja."

"Lagi pula kami hanya akan latihan sebentar saja lalu jalan-jalan," sahut Jungkook sembari tersenyum simpul.

"Baiklah kalau begitu," ujar Namjoon mengalah. "Hati-hati."

"Jangan sampai kelelahan," suara Seokjin terdengar cemas.

"Jaga kesehatan!" Hoseok menambahkan pesan untuk keduanya dan itu semua malah membuat Jimin mendengus sebal.

"Astaga Hyung! Kami hanya akan pergi latihan! Bukan pergi wajib militer, kamping ke hutan belantara, atau malah berperang!"

"Tetap saja kami cemas!" sembur Seokjin dan dibalas renggutan tak senangnya Jimin.

"Baiklah! Baiklah! Ayo kita pergi saja dari sini sekarang Kook-ie!" ucapan terakhir Jimin menutup pembicaraan, bersamaan dengan kedua punggung yang hilang di balik pintu diikuti tatapan ketiga Hyung Line BTS.

Reina Of El Dorado

Taehyung melewati kamar berlabelkan 'Suga' dengan langkah santai. Itu ide dari Seokjin agar setiap pintu kamar semua anggota ditandai oleh nama panggung mereka masing-masing. Bersyukur sekarang ini sudah memiliki kamar sendiri karna dorm terbaru mereka memang lebih besar daripada dua dorm sebelumnya, jadi mereka bisa memiliki kamar masing-masing.

Tujuh langkah dari pintu bercat gading itu kaki Taehyung terhenti secara otomatis, sebuah ide segera melayang masuk ke dalam otaknya, dan seringai penuh makna pun terkembang di bibir tipisnya.

Gotcha!

Kaki Taehyung melangkah mundur dengan pelan, jemarinya meraih gagang pintu kamar Yoongi, memutarnya dengan gerakan sepelan mungkin dan berhasil menyelinap masuk ke dalam dengan hati-hati. Taehyung bisa menemukan gumpalan selimut tebal berwarna putih di atas single bed, itu sudah pasti Yoongi.

Maka masih dengan seringainya, ia berjalan berjingkat-jingkat mendekati ranjang Yoongi tanpa suara. Hanya tersisa beberapa langkah dari kasur Yoongi saat suara maskulin itu memecah keheningan, "Kan sudah kubilang jangan ganggu aku."

Taehyung membatu di tempatnya berdiri, dengan satu kaki terangkat di udara karna ia mematung sebelum menegakkan tubuhnya dengan tegap.

"Ekhm," Pemuda itu membasahi kerongkongannya guna menghilangkan rasa malu karna telah tertangkap basah meski Yoongi memunggunginya. "Woah! Bagaimana kau bisa tahu? Apa kau memiliki mata di balik kepalamu?" Taehyung melompat naik ke atas single bed Yoongi, membuat gaya pegas bereaksi memantul akibat beban tubuhnya. Yoongi berdecak kesal, lalu memutar tubuhnya ke belakang setelah menurunkan selimutnya sampai sebatas dada. Ia mendelikkan matanya pada Taehyung.

"Mau—apa—kau?"

Taehyung memberikan cengiran garingnya, ia menggaruk lehernya salah tingkah. "Aku hanya ingin, uhm... Tidur di sini?"

"Ditolak!" sergah Yoongi secepat yang ia bisa. "Keluar. Sekarang. Juga."

"Oh ayolah," decak Taehyung tak senang. "Bagaimana bisa kau memperlakukan adik yang paling tampanmu ini seperti itu?"

"Kalau kau lupa Taehyung, ada kata 'Hyung' di dunia ini! Dan kata itu juga ada di antara kau dan aku!"

"Kau tidak cocok dengan gelar semacam itu," jawab Taehyung keras kepala. Ia menyibak selimut tebal di hadapannya, lalu membaringkan tubuhnya disisi Yoongi, menyamankan posisinya dan merapatkan tubuh mereka dengan cara memeluk sosok bermata almond itu seenaknya.

"Berengsek! Lepaskan aku Kim Taehyung!" teriak Yoongi sembari menggeliat tak senang.

"Tidak mau." Taehyung menutup matanya sembari menyerukan hidungnya ke rambut halus Yoongi.

"Hei! Ini panas bodoh! Lepaskan aku!" Yoongi memukul lengan, dada, pundak, kepala, atau apa pun bagian dari seorang Kim Taehyung yang bisa Min Yoongi capai, maka ia akan memukulnya dengan kasar dan brutal. Taehyung tak peduli awalnya, tapi lama kelamaan jadi sakit juga.

"Ssstthh! Diamlah Hyung," bisik Taehyung di telinganya. Ia dengan sengaja menggigit bagian atas telinga Yoongi hingga pemuda itu terkesiap kaget.

"Ughh-"

"Atau aku akan menciummu sampai kau kehabisan napas hm?" bisiknya lagi.

"Ka, kau-" Yoongi makin melebarkan bola matanya, pipi gembilnya tersapu warna pudar merah.

Ia marah.

Yoongi marah! Marah! Marah sekali!

Jelas saja ia jadi marah karna kelakuan kurang ajar Taehyung padanya.

Apa-apaan dia?

Meskipun selama ini mereka sering melakukan skinship, tapi itu hanya sekedar rangkul dan pelukan biasa saja, tapi ci-cium?

Cium katanya?

Yang benar saja!

"JAUH-JAUH DARIKU BRENGSEHMMM-" teriakan Yoongi teredam karna telapak tangan Taehyung sudah membekap bibir kissable tersebut lebih dulu.

"Ya! Aissh jangan teriak-teriak!" ujarnya sembari menggerutu kesal dan mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil itu saat dirasanya Yoongi sudah mulai tenang. "Akan kulepaskan, tapi—jangan berisik ok?" tawarnya dengan nada membujuk.

Yoongi berdesis tapi terpaksa menganggukkan kepalanya meski setengah tak rela karna bibirnya mulai terasa tak nyaman. Taehyung pun menjauhkan tangannya dengan pelan-pelan.

"Nah, sekarang ayo kita tidur," ujarnya tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia menyamankan posisinya di samping Yoongi.

"Jangan berisik! Awas saja kalau kau membuatku susah tidur, aku akan menendangmu keluar!"

"Kau yang sejak tadi berisik."

"Itu terserahku!"

Taehyung memutar bola matanya terhibur. "Baiklah, baiklah aku akan diam seolah tidak ada di sini Mr. Swag," katanya sarat akan nada mengejek. Yoongi mencibir dan berbalik kembali memunggungi Taehyung, yang lebih muda menyunggingkan sebuah senyuman kecil yang manis, matanya menatap lekat helaian rambut Yoongi dengan tatapan lembut.

"Eerr, apa kau sudah tidur?"

Yoongi tak mau menggubris keberadaan Taehyung, ia bersikeras menutup telinga dan matanya lalu melelapkan alam bawah sadarnya.

"Baiklah, selamat tidur."

Lalu setelah mengucapkan hal itu Taehyung ikut menutup matanya, dan keheningan sempat melanda selama beberapa detik sebelum kemudian Taehyung membuka satu kelopak matanya dan kembali bersuara, "Hyung, menurutmu... apa merpati punya perasaan?"

Yoongi mengerang, antara jengkel, marah, kesal, muak, geram, sebal, dan entah emosi apalagi yang bisa ia sebutkan.

"Aku beri kau satu kesempatan untuk menutup mulut atau keluar sebelum kutendang dari sini!" katanya dengan nada mengancam yang serius.

"Ops," ujar Taehyung dengan rasa bersalah yang berarti. Ia terkekeh senang dan kemudian berbisik dengan nada rendah, "baiklah, baiklah, maafkan aku, oke? Kau bisa mendapatkan tidur siangmu sekarang," ujarnya kemudian.

Yoongi bersiap menutup matanya lagi untuk kembali tidur, keadaan berubah tenang dan damai. Deru napas Yoongi terdengar teratur, ia sudah hampir jatuh tertidur saat usapan Taehyung menyentaknya, membuat hatinya berdesir hebat.

Sesuatu yang sama ketika matanya menemukan tingkah manis Taehyung pada anggota grup yang lain. Tapi debaran ini lebih kuat, lebih menyakitkan karna terasa akan mendobrak rongga dadanya keluar.

Tidak, tidak.

Harusnya ia tak merasakan hal-hal semacam pipi yang memanas, atau perut yang terlilit, apalagi... Jantung yang berdebar-debar.

Usapan-usapan lembut itu makin membuatnya sesak napas, ia takut kalau-kalau Taehyung bisa mendengarnya. Tapi pemuda itu sepertinya sedang asyik mengendus-endus tengkuk Yoongi, bernapas dengan keras di sana hingga sangat mengganggu yang lebih tua.

Jantungnya makin berdebar kencang di dalam sana. Yoongi sadar ini salah, sangat salah karna tidak normal, dan harusnya ia tidak begini. Harusnya biasa saja. Mereka ini sesama lelaki—jadi...

Yoongi melenguh tertahan saat benda tak bertulang terasa bermain di belakang tengkuknya; mengecup dan menggigit kecil kulit lehernya hingga pundaknya menegang tak karuan.

"Apa yang—"suara serak Yoongi terputus ketika tubuhnya diputar arah secara paksa oleh Taehyung, kedua bola mata anak adam itu bertemu satu sama lain, membagi rahasia kecil di sana.

"Yoongi..." suara Taehyung serak, dengan mata yang memancarkan pertimbangan. Yoongi membuka mulutnya untuk bertanya, tapi menutupnya lagi saat ia ragu-ragu.

"Taehyung ka—"

Cup!

Yoongi melebarkan matanya, terkejut. Tak mampu memproses kejadian cepat di hadapannya saat Taehyung sudah lebih dulu melumat bibirnya dengan rakus dan liar. Terburu-buru dan begitu basah, ia menggigit bibir bawah Yoongi, mengusapnya dengan lidah dan mengetuk masuk dengan pelan.

Taehyung masih menghisap bibir bawah dan atas milik Yoongi bergantian, menikmati bibir semanis madu tersebut dengan sensual. Yoongi tak sengaja membuka celah bibirnya dan lidah Taehyung menerobos masuk dengan mudah, mulai menari menyapu seluruh mulut Yoongi, mengusap dan mengabsen deretan giginya, menekan-nekan lidah Yoongi yang tak merespons, lalu naik menggoda langit-langit mulut pemuda itu. Yoongi masih berada di dunianya sendiri, terbukti dengan betapa kakunya ekspresi ia sekarang dengan mata yang membola kaget.

"Hhhh" napas Yoongi terasa tersendat ketika jari jemari dingin Taehyung turun menyelinap di balik kaosnya, mengusap perutnya dengan pelan dan terus naik mengelus kulit sensitif Yoongi dan menemukan apa yang ia cari. Taehyung memelintir nipple Yoongi, mencubit dan mengusapnya dengan mengambang hingga pemuda yang berada di bawah dominasi kuatnya itu menggelinjang geli.

"Hmm" Yoongi kembali mendesah, ia merintih kecil dalam ciuman yang mereka bagi. Taehyung menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, mencari posisi yang nyaman sembari terus melumat bibir Yoongi dengan tak sabaran dan ketika Yoongi merasakan gesekan yang kuat diarah selatan tubuhnya, barulah ia tersadar akan sesuatu. Tangan Yoongi bergerak sekuat yang ia bisa, mendorong dada Taehyung terus dan terus sampai akhirnya ia berhasil membuat jarak.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!" bentak Yoongi emosi, ia mengubah posisinya menjadi duduk diikuti Taehyung lalu mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Taehyung terbelalak kaget, lalu terdiam cukup lama.

"A-aku hanya..." suara Taehyung hilang tertelan di dalam iris mata Yoongi yang menandakan kekecewaan.

"Ini tidak lucu." Yoongi tak tahu kenapa suaranya berubah dingin.

"Aku tidak, bukan, aku akan, tunggu—tunggu hyung, kau salah paham." Taehyung kehilangan perbendaharaan kata-katanya. Ia menatap Yoongi yang memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kuharap aku memang salah paham."

"Hyung...."

"Apa kau memang seperti ini? Apa kau suka mencium orang lain sembarangan?"

"Ya?" Wajah Taehyung berubah pucat. "APA?! Tunggu—itu tidak benar! Yoongi aku hanya terbawa suasana saja!"

Entah kenapa Yoongi benar-benar ingin menangis sekarang, bukan, bukan karna ciuman itu adalah ciuman pertamanya. Tapi lebih kepada alasan Taehyung menciumnya.

"Terbawa suasana?!" sinisnya dengan suara meninggi. "Begitu?!" ia mendengus dan merasakan matanya perih dan memanas.

"Tidak! Maksudku, maksudku karna itu kamu, karna kamu yang ada disisiku. Makanya aku—aku menci—"

"Keluar."

"Min Yoongi, dengarkan aku dulu!" Taehyung berkata dengan nada tak sabaran, ia berusaha meraih pundak Yoongi tapi pemuda itu sudah lebih dulu menepisnya dengan kasar. Taehyung tak mau menyerah meskipun Yoongi menolaknya, ia berhasil menggenggam pergelangan tangan yang lebih tua dan menariknya mendekat.

"Yoongi!"

Yoongi berhenti memberontak, cengkeraman di pergelangan tangan kanannya terasa perih dan ia yakin akan memerah nantinya.

"Aku menyukaimu," kata Taehyung dengan nada tersekat. Yoongi terbelalak kaget, tak percaya. Tubuhnya menegang kaku.

"A, apa?"

"Kubilang aku menyukaimu, aku—"

"Cukup!" Yoongi menghentakan cengkeraman Taehyung, lalu mengangkat kedua tangannya diudara, memberi isyarat untuk berhenti. Matanya memandang kosong pada Taehyung dengan pikiran yang beterbangan ke sana ke mari. Dentuman di dadanya membuat Yoongi merasa sesak napas.

"Cukup sampai di situ Kim Taehyung!" lidah Yoongi terasa kelu, memilu karna perasaan yang membuat tenggorokannya terasa tersedak. "Aku tidak mau menjadi objek candaanmu. Keluar sekarang juga dari kamarku!"

"Objek candaan?!" suara Taehyung meninggi. "Objek candaan apa? Kenapa kau bisa berpikiran semurah itu padaku Min Yoongi?!" bentaknya tak terima.

"Di mataku kau memang murahan Kim Taehyung! Kau mengobral perasaan sukamu ke sana ke mari!" bentak Yoongi kembali. "Pada Jimin, Jungkook, J Hope, dan mungkin masih banyak lagi yang tidak aku ketahui!"

"Ini tidak seperti itu! Aku memang menyukaimu—ah, tidak, tidak hyung! Yang benar aku jatuh cinta padamu, apa kau tak bisa merasakannya?" suara putus asa Taehyung membungkam keadaan, hanya untuk sesaat karna Yoongi kembali membuka suara seraya menggelengkan kepalanya, "Tidak, kau tidak mencintaiku."

"Aku mencintaimu!" kata Taehyung keras kepala.

"Tapi aku yang tidak mencintaimu! Aku bukan gay!"

"Aku juga bukan gay!"

PLAK!

Taehyung tersentak merasakan panas yang menjalari pipinya. Ia terdiam cukup lama dengan pipi terpaling, lalu mengembalikan pandangannya pada Yoongi yang menatapnya dengan pandangan dingin.

"Sudah cukup," lirihnya pelan. Taehyung bahkan tak yakin apakah ia masih bisa mendengar atau tidak sekarang. "Jangan mempermainkanku."

Entah kenapa Taehyung merasa dirinya telah didorong jatuh ke dalam kegelapan, masuk terlalu dalam karna rasa sakit. Tatapan keengganan Yoongi yang bercampur satu dengan rasa jijik menikamnya. Menganggukan kepala dengan kaku, Taehyung pun bergerak turun dari single bed tersebut, ia memunggungi pemuda manis itu dengan mata terpejam.

"Maafkan aku," suaranya melantun. Taehyung mencoba untuk sekeras yang ia bisa untuk tidak mengucapkan sesuatu yang akan menyakiti hati Yoongi. "Kau tidak berpikir aku benar-benar serius dengan perkataanku tadi 'kan?"

Tapi ia tidak bisa.

"Aku hanya sedikit bercanda, Hyung."

Katakanlah ia pengecut, katakan saja ia bodoh atau malah idiot sekalian. Katakan saja begitu...

"Kau tidak marah 'kan?"

Tapi Taehyung tak bisa,

Tak bisa menanggung perasaan jijik dan hina dari kilatan mata Yoongi.

Taehyung berbalik dan tersenyum kecil tapi hanya sesaat karna ia tersekat melihat bening air mata yang menjatuhi pipi putih Yoongi. Bibir Taehyung mengering, ia tak tahu apa yang sudah ia lakukan.

Apa-apaan?

Yoongi menangis dalam diam, bibirnya bergetar kecil meskipun tak ada isakan yang keluar dari sana.

"Yo, Yoongi—"

"Keluar..."

Taehyung menatap Yoongi dengan tatapan tak rela.

Bodoh. Bodoh. Bodoh.

Apa yang sudah kau lakukan Idiot?

"Kubilang, Keluar!!" tekan Yoongi emosi. "Keluar dari sini Kim Taehyung."

Reina Of El Dorado

Jimin merenggangkan tubuhnya, baru tiga puluh enam menit lebih ia menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, bergerak mengikuti irama lagu namun ia sudah menyerah dan terduduk manis disudut ruangan sembari memperhatikan Jungkook yang masih mengikuti irama lagu-lagu mereka dengan power yang tetap sejak awal latihan. I mau tak mau jadi memperhatikan banyaknya keringat yang membasahi wajah dan tubuh atletis itu, bagaimana deru napasnya yang sudah mulai terengah, atau bagaimana langkah-langkah kakinya bergerak membuat satu harmoni yang membuatnya berdecak iri.

Jimin juga sangat jago dalam dance, tapi entah kenapa, ia selalu merasa Jungkook lebih hebat darinya.

Apalagi kesan Maknae yang dulunya imut-imut menggemaskan itu kini sudah tenggelam entah ke mana. Sisi maskulin Jungkook lebih menonjol sekarang, entah apakah karna tubuh Jungkook yang sekarang bahkan lebih atletis dan tinggi darinya, atau karna rahangnya yang bergaris lebih tegas, atau karna gaya Jungkook bersikap yang lebih cool dan gentleman.

Jimin tidak tahu.

Ia bahkan tidak akan mengelak kalau misalnya ialah yang dikatai Maknae dari grup mereka karna Jungkook sama sekali tidak cocok berdekatan dengan gelar tersebut.

"Istirahatlah dulu Kook-ie," tegur Jimin saat ia melihat kaki Jungkook sedikit terpeleset dan hampir jatuh. Entah apakah suara Jimin yang terlalu kecil, atau Jungkook yang tak bisa mendengar suara lain selain dentuman tangga melodi dan asyik tenggelam di dalamnya sampai tak menggubris permintaan Jimin.

"Ya! Jeon Jungkook!" pekik Jimin kesal, tapi hasilnya nihil. Jungkook masih sibuk menatap kaca besar di hadapannya sembari bergerak ke sana kemari dengan lincahnya. Jimin terpaksa berdiri lalu segera melangkah mendekati Jungkook dan dengan tak sabaran menarik lengan kanan pemuda itu, gerakannya yang tiba-tiba itu belum menerima antisipasi dari yang lebih muda hingga keseimbangan Jungkook teraup gravitasi dan secara tak sengaja juga menarik Jimin hingga keduanya resmi jatuh di atas keramik dingin ruang latihan.

"Aaww," Jimin meringis sakit, hidungnya bisa mencium wangi mint dan rempah-rempah yang berbau mentol.

Begitu segar dan harum juga menenangkan, namun kemudian ia sadar, sangat sadar kalau bibirnya ternyata menempel disudut bibir Jungkook.

Kedua bola mata Jimin melotot kaget, ia mematung untuk sesaat dan segera menarik kepalanya menjauh. Jimin meneguk salivanya susah payah, dengan wajah memerah padam menatap Jungkook yang juga menatapnya dengan napas terengah-engah, namun ekspresinya tetap tenang, tak terusik akan kejadian barusan. Matanya bergulir menajam dan terasa membius Jimin di tempat, bibir tipis Jungkook bergerak kecil, mungkin menggumam sesuatu tentang 'manis' dan semacamnya, tapi Jimin tak bisa mendengarnya karna dentuman musik berisik masih menggema ke setiap sudut ruangan.

Harusnya Jimin segera berdiri dan menjauh, harusnya, ya harusnya, tapi—

"Hhhm,"

Ia malah mencium bibir Jungkook lagi, mengecupnya selama sepuluh detik dan menarik wajahnya menjauh.

AAARGHH! APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN!

Nurani Jimin mengutuk dirinya sendiri!

Oh ayolah! Seseorang tolong luruskan kesalahpahaman ini!

Rasanya Jimin benar-benar malu sekarang. Ia ingin menggigit lidahnya sendiri sampai putus.

Tuhan! Bagaimana bisa ini terjadi padaku!

KENAPA BISA BEGINI!

KENAPA TADI DIA CIU-Ugh-KENAPA DIA BISA MENCIU-CIU-AAAAARRRGGHHH!KENAPA DIA CIUMAN SAMA JUNGKOOK?

Tunggu dulu! Kalau soal ciuman saja sih dulu Jimin sering melakukannya, sewaktu ia dibangku SMA dan berkencan dengan mantan-mantan pacarnya yang terdahulu. Tapi ia belum pernah mencium seorang laki-laki!

BELUM PERNAH SAMA SEKALI!

Oh oke, dia baru saja melakukannya tadi.

"Jungkook itu tadi—" Jimin terasa menciut sekarang, baiklah yang pertama murni tidak sengaja jadi bisa dikategorikan 'kecelakaan' tapi yang kedua mana bisa dibilang tidak sengaja sih? Orang Jimin sendiri yang menyodorkan bibirnya.

Jimin menggeser tubuhnya dan segera berdiri, ia menyeka bibirnya dengan punggung tangan dengan wajah memerah salah tingkah.

"Jimin," suara serak rendah Jungkook membuat Jimin merinding tak karuan. Pemuda itu mengubah posisinya menjadi duduk dan menatap Jimin dengan tatapan yang terasa menuntut.

Sial! Sial! Sial! SIALAAAANNN!

APA YANG HARUS AKU KATAKAN?!

"Ti-tidak, aku hanya tidak tahu kenapa—" Jimin berusaha mencari alasan yang logis, tapi ia tak menemukan kata yang tepat di dalam kepalanya.

Demi Tuhan! Berpikirlah Park Jimin!

"Itu, aaaa iya, idola grup lain sering melakukannya sesama anggota kan? Iya... 'kan...?" katanya terbata-bata. "Hanya untuk bersenang-senang. Ya, kau tahu? Hanya untuk bercanda saja. Ja, jadi kuharap kau tidak marah soal ini."

Jungkook diam, ia hanya diam, tak menunjukkan ekspresi apa pun ataupun sekedar bergumam mengatakan sesuatu untuk mencairkan suasana awkward ini. Kaki Jimin melangkah mundur secara pelan ke belakang.

"Aku akan pergi ke toilet dulu!"

Jimin berbalik, melangkah tergesa ke daun pintu sembari merapalkan doa-doa keselamatan dalam hati.

Apa sih yang kau pikirkan? Dasar bodoh! Jimin bodoh! Park Jimin bodoh!

Tap!

Tepat ketika tangan kanan Jimin meraih handle pintu, tangan kirinya sudah lebih dulu ditarik oleh seseorang yang menghentikan seluruh pergerakan Jimin secara paksa. Jimin membeku di tempat, ia menggigit bibirnya, merasakan emosi tak stabil dari cengkeraman Jungkook pada tangannya.

BRAK!

Jimin meringis sakit, punggungnya terbentur dinding beton yang dingin. Jungkook menyudutkannya, ia mencengkeram kedua tangan Jimin di samping kepala, menekannya agar lebih menempel pada dinding. Yang lebih muda menatapnya, tanpa bicara apa pun.

"He-he-he-he." Jimin merutuki mulutnya yang tak tahu kondisi seperti ini, bisa-bisanya terkekeh garing seperti itu di saat seperti ini.

Bisa saja Jungkook akan mencekiknya sampai mati dan kemudian mengubur mayatnya ke dalam tembok di belakangnya ini 'kan? Atau bisa saja Jungkook menghajarnya sampai sekarat, minimal patah tulang kaki dan tanganlah ya 'kan? Jimin merinding karna pemikirannya sendiri. Ia memberanikan diri menatap wajah berparas tampan di hadapannya.

"Jung—"

Uh?

Jungkook menyeringai dengan mata yang menyipit tajam. Tangan kanannya melepaskan tangan Jimin, sebagai gantinya jari-jari itu bergerak menuju pipi Jimin, dan pemuda manis itu segera memejamkan kelopak matanya erat-erat.

'Matilah kau, matilah kau, matilah kau Park Jimin!' batinnya sembari meratapi diri.

Namun rasa sakit akan pukulan yang sejak tadi ia pikirkan itu terganti dengan sesuatu yang terasa menyengat bibirnya, menciumnya ganas dan liar; menggigit dan menyedot bibirnya dalam lumatan basah yang sensual. Jimin membulatkan matanya, mengerjap berkali-kali melihat wajah Jungkook yang berjarak sangat dekat di hadapannya, dengan mata yang terbuka dan menatapnya begitu dalam, sanggup membuatnya lemas.

Jungkook maju, merapatkan tubuh keduanya sembari terus menerus melumat bibir tebal Jimin secara bergantian, atas bawah sembari menyelipkan lidahnya mengusap bibir Jimin meminta izin. Pikiran Jimin kosong, ia tak tahu apa yang Jungkook lakukan pada tubuhnya hingga terasa memanas karna ciuman ini. Yang bisa Jimin lakukan hanya menutup mata dan mendesah kecil dalam dominasi Jungkook.

Tangan Jungkook bergerak, meraih setiap inci tubuh Jimin yang bisa ia sentuh, mengusap, mengelus, menari di atasnya. Jimin hampir merosot jatuh kalau saja salah satu tangan Jungkook tidak menarik kakinya untuk melingkari pinggangnya.

"Jung-uuhm, Jungkook," Jimin mendesah tak nyaman, tapi tubuhnya seolah meminta lebih dan lebih lagi dari perlakuan Jungkook untuknya. Tangan Jungkook menarik tengkuk Jimin, memijat titik sensitif dari yang lebih tua agar makin terbakar birahi. Tubuh mereka saling menempel, menggesek satu sama lain, mengikuti irama musik yang memekak nyaring dan menambah panas suasana ruangan.

"Cpk."

Jungkook melepaskan ciumannya dengan tatapan puas. Ia menatap ekspresi wajah berkabut Jimin dengan tatapan intimidasinya.

"Jungkook..." suara Jimin terdengar bergetar, ia membuka kedua kelopak matanya ragu-ragu. Setitik air mengenangi kelopak mata Jimin. "Jungkook, kenap—"

Bibir Jungkook berpindah, menjilat-jilat keringat Jimin di sekitar lehernya, memberikan kecupan-kecupan kecil dan beberapa gigitan sederhana di lehernya, membuat Jimin kembali mendesah dan mengeliatkan tubuhnya tak nyaman, apalagi ketika jemari Jungkook menyelinap masuk ke balik celananya. Mengusap benda berurat dibalik kain itu dengan hati-hati.

"Aanggh," Jimin melemparkan kepalanya ke belakang, membiarkannya terbentur karna remasan kuat yang diberikan oleh Jungkook secara tiba-tiba. Jungkook mengangkat wajahnya, menatap ekspresi bergairah Jimin dengan saksama, pemuda itu mendongak ke atas dengan mata terpejam dan kedua tangan yang mencengkeram erat pundak Jungkook.

"Ugh, engggh, aaahh, aah, Jung...uhh," Suara desahan-desahan kecil Jimin terdengar saat jemari Jungkook sudah bermain di sana, naik turun tanpa ampun dengan pijatan yang terasa begitu memporak-porandakan Jimin hingga pemuda itu makin mendesah tak karuan. Ia menggeleng ke kanan dan ke kiri karna kesadarannya mulai mengambil alih.

"He, Hentikan, hentikan," pintanya dengan mata berkaca-kaca, ia menatap Jungkook yang masih menatapnya tanpa ekspresi. Remasan Jungkook bertambah ketat, hingga membuat Jimin harus mati-matian menahan hasratnya yang sudah berada di ujung.

"Jungkook, ahh, nggh, Kook-ie..."

Jungkook mendekatkan bibirnya pada telinga Jimin, menjilat dan menggigit-gigitnya dengan nakal. Jimin bersumpah bahwa sebenarnya ia tak mau menghentikan semua perlakuan Jungkook padanya, tapi ia tak segila itu juga untuk melanjutkan kegilaan ini. Apalagi kalau Jungkook hanya menganggap ini candaan semata.

"Hyung..." Ia memainkan lidahnya dilubang telinga Jimin hingga pemuda itu mendesis tak nyaman. "Jimin Hyung~"

Napas Jimin makin terasa berat, terlebih ketika semua darahnya terasa terkumpul di perutnya dan melaju kebagian bawah. Bersatu dan membuat pusaran yang terasa menggulung tubuhnya. "Jungkook—aku mau ahh, ahh!"

"Bagaimana Hyung?" geraman seksi Jungkook tak membantu apapun, malah hanya memperparah keadaan. Jimin tersiksa akan hasratnya sendiri, precum-nya menetes sedikit ditangan Jungkook sementara pemuda itu masih setia memberikannya handjob.

"Ngghh, aah, aahh,"

"Apa candaanku sudah cukup lucu Hyung?"

Bersamaan dengan kalimat itu Jimin meraih hasratnya. Sperma Jimin keluar, mengotori tangan Jungkook dengan banyaknya. Ia menutup kedua bola matanya saat Jimin merasakan beratnya beban disudut bawah matanya.

Ia tahu, ia hanya akan menangis kalau membuka matanya.

Sementara Jungkook sudah menarik tangannya keluar, lalu menjilati sisa-sisa sperma Jimin ditangannya dan kembali menawan bibir yang lebih tua dalam sebuah ciuman yang lebih menuntut, lebih basah, dan lebih liar lagi hingga hanya bisa membuat Jimin melenguh dan meremang. Tapi itu hanya sementara, karna dengan sekuat tenaga Jimin menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, melakukan penolakan.

"Hentikan, kumohon, tolong—hentikan!" Jimin menepuk-nepuk dada Jungkook saat ia mendapatkan kesempatan. Air mata sudah menetesi pipinya, membuatnya terisak tak berdaya di hadapan Jungkook. Jimin merasakan tubuhnya mengecil, ia terlalu takut melihat ekspresi Jungkook yang sekarang.

Jungkook melangkah mundur, melepaskan topangannya untuk membantu Jimin dan pemuda itu sudah merosot jatuh dengan kepala tertunduk. Ia menatap sosok yang lebih tua darinya dengan tatapan masih sama datarnya meskipun Jimin sudah terisak pelan.

"Kurasa, lain kali kau harus memilih bahan candaan yang tepat jika itu bersamaku, Hyung."

BRAK!

Punggung Jungkook berlalu dengan dingin di balik pintu, menyisakan Jimin dengan suara tercekik dan napas tersendat-sendat yang didominasi oleh air mata yang turun secara diam-diam.

"Aku membencimu! Aku membencimu! Aku membencimu!" Jimin terisak lagi, ia yakin matanya akan membengkak saat ia selesai nanti. Tubuhnya gemetaran kecil dengan napas yang tersendat dan ia makin menenggelamkan wajahnya dibalik lipatan lututnya.

Di balik pintu Jungkook terdiam, sembari menundukkan wajahnya menatapi ujung sepatunya dengan kalut. Bibirnya menarik senyum kecut.

"Aku lebih membencimu," bisiknya lemah.

Dan mereka tenggelam dalam perasaan masing-masing.

Reina Of El Dorado

Seokjin menutup kotak bekal berukuran besar tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong plastik, ia sudah selesai berkutat dengan bahan-bahan masakannya dan kini merapikannya. Setelah melepas celemeknya, ia berlari menuju kamar, mengganti bajunya dengan setelan santai, menyambar topi dan maskernya serta coat panjang berwarna coklat miliknya dengan cepat.

Seokjin kembali ke arah dapur, mengambil kantung plastik dan berjalan keluar dengan terburu-buru, ia melewati Namjoon dan Hoseok yang masih setia duduk di atas sofa.

"Hyung, kau mau ke mana?" Hoseok menatap Seokjin yang sibuk sendiri memilih sepatunya.

"Menyusul Jimin dan Jungkook, pagi tadi aku tak melihat mereka bergabung di meja makan," ujarnya sambil lalu.

"Ingin kutemani?" tawar Namjoon padanya.

"Tidak, tidak perlu Namjoon-ah," jawab Seokjin, ia sudah memakai sepatunya dan menghilang dibalik pintu kemudian, menyisakan Namjoon yang menghela napas lelah dan mengalihkan tatapannya pada Hoseok yang masih mengganti-ganti siaran televisi karna belum menemukan sesuatu yang cocok untuknya.

"Susul saja," katanya dengan nada santai.

"Ia bilang tak perlu," balas Namjoon tak bersemangat.

"Kalau begitu kau hanya perlu mengikutinya diam-diam. Tak masalah kalau Leader ingin menemui anggotanya yang lain 'kan?"

"Kurasa tidak perlu, lagi pula Seokjin bisa melakukan segala hal seorang diri. Ia lebih berbakat daripada aku."

"Che, apa ini?" Hoseok mengulum bibirnya. "Apakah benar yang mulia Rap Monster baru saja merendah di hadapanku?!"

Namjoon ikut mengulum senyum. "Yang mulia apanya, J Hope-ssi."

"Terdengar aneh kalau kau yang memanggilku begitu," ujar Hoseok sembari mengendikan bahunya. "Kita sudah bersama bertahun-tahun, oke?"

"Dan kita juga sudah di atas panggung bertahun-tahun," balas Namjoon sembari ikut mengendikan bahunya.

"Ya, ya, ya, terserah kau saja," Hoseok memutar kedua bola matanya bosan. "Kau memanggil orang yang seumuran denganmu dengan sebutan nama panggung, sementara kau hanya memanggil nama untuk seseorang yang lebih tua 2 tahun darimu. Lucu sekali Namjoon-ssi, lucu sekali," sinis Hoseok sembari mendengus.

"Astaga, apa kau sekarang sedang cemburu K Hope-ssi?"

"Yak!" Hoseok melemparkan bantal sofa disisinya ke kepala Namjoon. "Aku hanya kesal karna kau pilih kasih padaku dan Jin Hyung!"

"Aku tak pilih kasih pada siapa pun," balas Namjoon sembari melemparkan bantal itu kembali pada Hoseok. "Aku menyayangi kalian semua!"

"Kau pilih kasih! Kau hanya menyayangi Jin!" pekik Hoseok berlebihan sembari melemparkan bantalnya kembali pada Namjoon.

"Aku juga menyayangimu J Hope-ssi!" teriak Namjoon sembari melemparkan bantal itu kembali.

"Pembohong! Kau pasti hanya menyayangi Jin Hyung 'kan? Kau selalu membelanya!" ujar Hoseok tak terima sembari kembali melemparkan bantalnya.

"Tidak J Hope-ssi! Aku juga menyayangimu!" Namjoon mulai lelah main lempar-lemparan bantal seperti ini, tapi ia tetap melemparkan bantal itu pada Hoseok.

"Aku tak percaya! Kau pasti lebih menyayangi Jin Hyung daripada aku," Hoseok sudah mengambil ancang-ancang, ia berdiri di atas sofa dengan kedua lututnya dan mengangkat tangan kanannya dibalik kepala tinggi-tinggi untuk kembali melemparkan bantalnya lebih kuat pada Namjoon yang segera mengangkat kedua tangannya.

"Baik, baiklah. Aku lebih menyayangimu dari Jin, Oke??!" teriaknya spontan.

"Eh?"

Pluk.

Bantal sofa terjatuh tak berdaya di belakang punggung Hoseok, suasana berubah awkward. Hoseok membekap mulutnya dengan kedua telapak tangannya, untuk sesaat suasana menjadi sunyi senyap dan Namjoon pun menggaruk pipinya yang tak gatal.

"APA INI PERNYATAAN CINTA?!" Hoseok malah menjerit dengan kedua tangan menangkup pipinya dan terkikik jahat melihat wajah salah tingkah Namjoon, apalagi ketika Hoseok memiringkan kepalanya bergaya imut sekali.

"Hobi-ya, itu—bukan, anu-"

"Huuwaa aku tahu! Aku tahu kau mencintaiku Namjoon-ie, aku tahu!" Ia melompat dan menerjang Namjoon hingga pemuda itu terjungkal ke belakang. Tubuh Hoseok menimpa badan atletis Namjoon, membuat Namjoon meringis sakit.

"Ah! Kau berat, astaga!" serunya tak nyaman. Hoseok terkekeh kecil.

"Tapi maaf, dengan berat hati aku menolak cintamu itu. Aku sudah punya seseorang yang kucintai, dan dia seorang perempuan." Hoseok menepuk-nepuk dada Namjoon. Yang ditepuk meringis aneh, tapi tak berkomentar apa pun.

"Tolong jangan terlalu berkecil hati ya, Namjoon-ie."

"Baiklah, baiklah. Bisa kau menyingkir sekarang?" tanyanya dengan nada menuntut. Hoseok mencebikkan bibirnya dan kemudian menyingkir dari tubuh Namjoon.

"Harusnya 'kan kau sedih karna sudah kutolak!"

"Oh, astaga, kau terlalu banyak menonton drama Hobi-ya," cibir Namjoon padanya.

Hoseok menggelengkan kepalanya. "Tak sebanyak Jin Hyung," elaknya sembari tersenyum kecil. "Omong-omong, aku suka kalau kau memanggilku begitu."

Namjoon ikut menarik seulas senyum tipis. "Aku akan terus memanggilmu seperti itu kalau kau berhenti bertingkah menyebalkan seperti tadi."

"Kenapa? Kupikir kau suka? Kau 'kan lebih menyayangiku daripada Jin Hyung." Hoseok menyeringai senang.

"Oh, jangan mulai lagi J Hope-ssi."

"Eeh? Kupikir kau serius dengan ucapanmu tadi." Hoseok membulatkan bibirnya sembari mengedipkannya imut.

"Yak! Hosiki!!" Namjoon terkekeh geli melihat ekspresi Hoseok. Ia mengambil bantal sofa di dekatnya dan melemparkannya pada Hoseok. "Kau membuatku takut!"

"Aigoo, Joon-ie takut? Namjoon-ie takut apa?"

"Aah, hentikan! Hentikan memanggilku begitu!"

"Aarrgh! Kau mengenai mataku Bodoh! Namjoon bodoh!"

"Kau yang bodoh!"

"Kau lebih bodoh!"

Mereka asyik tertawa dan bercanda tanpa sadar ada mata yang sejak tadi mengawasi keduanya. Terdiam dibalik celah pintu utama dorm dengan tangan gemetaran.

Pintu kembali tertutup rapat, dengan Seokjin yang memeluk kotak bekalnya.

Kim Seokjin . . . Apa yang kau pikirkan?

Apa yang kau harapkan?

.

.

.

To Be Continued

[Samarinda 24/08/2016]

Reina Of El Dorado

Continue Reading

You'll Also Like

52K 5.3K 53
Kumpulan cerita pendek dengan Min Yoongi sebagai ✨ tokoh utama✨ 📍Yoongi Submissive PAIR UTAMA : 📍Kookga 📍Taegi ➡️ Start : 6 July 2021 ➡️ Finish :...
18.6K 1.6K 15
Seokjin, jatuh cinta pada pandangan pertama pada seseorg yang berbahaya. akankah dia tetap mempertahankan cintanya, atau melepaskannya? Warning! Ini...
Wings [my] By dae

Short Story

37.2K 3K 17
biarkan cinta mereka yang berbicara atau luka mereka yang bersuara serta rindu mereka yang tak pernah sirna. dari yoongi kepada jimin dan dari jimin...
36.2K 3.1K 17
Ini remake berdasarkan novel aslinya karya kak @SanthyAgatha yang A Romantic Stroy About Serena