Greatest Accidental

By mayuyumi_

91.5K 9.7K 1K

[Completed] [Pjm.Myg & Kth.Jjk] Awalnya hanya iseng berpikir untuk bisa lolos dari tilangan polisi, namun pem... More

I. Almost Raid by Police
II. Hangout-to-Fleed
III. Almost Raid by Police (2)
IV. (Un)Lucky?
V. Should We Call It As A Luck?
VI. Once Upon A Time
VII. Un-Yoongi-like. Typically Jungkook-ssi Pt. 1
VIII. Path Pt. 1
X. Un-Yoongi-like. Typically Jungkook-ssi Pt. 2 Bag. 1
XI. Un-Yoongi-like. Typically Jungkook-ssi Pt. 2 Bag. 2
XII. Festival; Day 2
XIII. Alteration
XIV. Kim Taehyung and His Struggle
XV. Of You, Me and the Parents Bag. 1 (MinYoon)
XVI. Of You, Me and the Parents Bag. 2 (VKook)
XVII. Jeju-do
XVIII. eL Oo Vhi Ee ~Part 1
XIX. eL Oo Vhi Ee ~Part 2 End
Extra .1 ; MinYoon
Extra .2 ; TaeKook
Extra .3 ; NamJin ft. ChangSeok
Extra .1.2 ; MinYoon

IX. Path Pt. 2

3.2K 427 41
By mayuyumi_

Greatest Accidental ©Fujimoto Yumi, 2016

Park Jimin X Min Yoongi

Kim Taehyung X Jeon Jungkook

BTS's member ©God, themselves

Rated T. / Romance, Fluffy, Humor, Friendship.

Slash. Yaoi. Boys Love. OOC. Indonesian!AU.

Police!NamVMin. CollegeStudent!JinSugaHopeKook.

Older!NamVMin. Younger!JinSugaHopeKook.

Note : DLDR? I gain no profit by publishing this story.

Based on true story. Thanks to ma friends who inspires me with her story XD

This is just for fun. Enjoy and happy reading.

Bahasa non-baku. Beware.

Summary : Awalnya iseng mikir untuk bisa lolos dari tilangan polisi, namun pemikiran itu justru membawa Yoongi dan Jungkook pada kenyataan bahwa setiap keisengan akan berakhir dengan konsekuensi (yang membahagiakan dalam kasus mereka).

.o.o.o.o.

Greatest Accidental

Chapter 9

Path Pt. 2

Summary for this chapter :

Karena ketika hati sudah menyerah.

Sekeras apapun kekuatan memberi petuah untuk terus berjuang.

Maka hanya akan ada ketersia-siaan.

Bukan karena mau. Tetapi harus.

Itulah yang membedakan antara hatimu dan hatiku.

Yang pada akhirnya memberi perbedaan, menciptakan batas tak kasat mata yang berakhir menyakiti kita.

.o.o.o.o.

Chapter 9

Path Pt. 2

.o.o.o.o.

Jungkook mengendarai motornya dengan santai. Di belakangnya sang umma selalu menasihati Jungkook untuk menaati peraturan lalu lintas. Tetapi yang namanya sial, mau selengkap dan sepatuh apapun kalau oknum itu punya niat lain dibalik tergelarnya razia, Jungkook bisa apa?

Namja imut itu misuh-misuh dalam hati. Kenapa sih, ada polisi yang begini kurang kerjaan? (minus Taehyung karena polgan itu selalu meloloskan Jungkook). Jungkook dan ummanya pakai helm, loh. Lampu motor nyala, loh. Spion masih bagus, loh. Helm mereka SNI lagi. Kok dipinggirin begini? Jungkook pun bertanya-tanya, dan tanpa takut ia pun mengutarakannya.

"Salah Kookie apa pak?" Jungkook bertanya polos sambil cemberut. Ibunya juga menanyakan hal yang sama namun sepertinya polisi itu pintar sekali berdalih.

"Lampu motor Anda mati. Jadi saya berhentikan."

"Mana mati, bapak? Orang nyala kok. Tanya aja umma Kookie~"

"Iya nyala kok, pak. Bapak jangan asal nilang gitu dong. Anak saya ga mungkin ngelanggar peraturan lalu lintas."

"Ibu tidak percaya dan menuduh saya bohong?"

"Tapi bapak emang bohong kan? Bapak lagi cari duit kan? Gaji bapak kurang emangnya?"

"Bisa-bisanya ibu bicara begitu. Saya ini oknum polisi bu. Saya bisa menuntut ibu atas pencemaran nama baik!"

Ibunya dan si polisi malah bertengkar. Jungkook makin merengut dan bergegas mundur sebentar untuk menelpon seseorang. Jungkook ingat kok, ada seseorang yang bilang padanya jika dia ada di posisinya sekarang, hubungi saja sosok itu dan Jungkook akan lolos dan bernapas bebas.

Maka... Jungkook memutuskan untuk menelpon Taehyung meminta bantuan.

.

.

.

Dalam perjalanan ke Daegu, Taehyung menjelaskan setiap detail kasus yang ia terima dari pak Namjoon kepada Jimin. Jimin hanya sesekali merespon, karena pada dasarnya memang Taehyung yang mengetahui rincinya.

Cuaca hari itu cerah. Dan sesekali mereka mengobrol tentang hal lain. Misalnya kenapa Jimin terlambat dan apakah dia masih galauin mahasiswa bernama Yoongi itu?

Untungnya sebelum Taehyung semakin mengolok-olok Jimin yang cukup lelah mendengar ocehan sahabatnya, ponsel Taehyung berbunyi. Dan dahinya mengernyit walau raut senang sangat kentara muncul di sana.

"Ya, Kookie?"

Tjih. Ternyata Jungkook. Kenapa Yoongi juga tidak menelponnya?, batin Jimin merana. Yang kemudian langsung tersadar bahwa itu amat sangatlah tidak mungkin terjadi.

.

.

.

Senyum lima jari Jungkook makin melebar kala Taehyung mengangkat telponnya. Ia melirik sang umma dan si oknum polisi yang masih cekcok mulut. Kemudian menyuarakan maksudnya pada polisi ganteng di sebrang line.

"Taetae-hyuuuuuuung tolongin Kookieeee~"

["Iya, Kookie, minta tolong apa, hm?"]

"Kookie kan lagi ditilang ya, hyung. Padahal kan, Kookie lengkap, lampu motor Kookie nyala, spion bagus, knalpot pun bagus. Masa pak polisinya bilang kalau lampu motor Kookie tadi mati. Kookie kan ga pernah boong kan, hyung, kan?"

["Hmmm lalu? Kookie mau hyung ngapain?"]

"Ish~ hyung bicara sama tuh polisinyaaaaaaaaaa! Lagian razianya ga ada palang-palangnya gitu hyung, itu beneran suruhan kantor, yah?"

Hening meraja dan Jungkook masih menanti jawaban Taehyung di sana. Sampai akhirnya ia mendengar suara rem yang ditarik dan suara seatbelt yang dibuka. Sepertinya, Taehyung sedang ada dalam perjalanan ke suatu tempat.

["Berikan telponnya pada polisi itu, Kook."]

"Neeeeeee~"

Jungkook kemudian mendekati umma dan si polisi, lalu sambil masih cemberut menyodorkan ponselnya yang terhubung dengan Taehyung.

"Ya?"

"Nih, bapak ngomong sama orang ini aja. Dibilang Kookie tuh ga mungkin lupa nyalain lampu motorrrr~"

Si polisi mengernyit, namun menerima telpon genggam yang Jungkook kasih. Dalam hati berpikir, pasti akal-akalan supaya lolos. Tetapi nyatanya sapaan berikutnya dari orang di sebrang sana membuatnya tergugu tanpa tahu bagaimana harus berpijak lagi.

["Sebutkan nama, pangkat dan lokasi kantor kamu bertugas. Saya Kim Taehyung dari divisi dua menjabat sebagai kaki tangan Kepala Polisi Kim Namjoon, pangkat Sersan, berpartner bersama Park Jimin dan kalau Anda menggelar razia tanpa surat perintah kantor. Tell me. Who. You. Are. Now."]

Mampus, batin si polisi. Kenapa dia jadi berurusan sama senior begini?

Patah-patah ia menoleh ke arah Jungkook yang masih pasang tampang 'apa-Kookie-bilang' kemudian kembali fokus lagi pada ponsel di telinganya.

"A-anu, pak—"

["Nama. Pangkat. Kantor. Well, kalau tidak—"]

"B-baik saya akan membiarkan anak ini p-pergi dan mengakhiri ini, pak."

["Gamau ngasih tau dulu siapa nama dan apa pangkatmu?"]

"M-maafkan saya, pak! Tolong jangan melapor pada Kepala Polisi Pusat."

["Bagus. Let him go. Kalau semua polisi kayak kamu, hancur Negara ini."]

"S-siap sir!"

Dan polisi itu memberikan lagi ponsel Jungkook pada pemiliknya, dan memintanya pergi dari sana.

Jungkook tersenyum senang. Emang enak! Main-main sih sama Kookie!

"Taetae-hyung thankchuuu~ hyung lagi di mana?"

["Sama-sama, Kookie. Hyung di jalan, ada kasus di Daegu. Kamu hati-hati pulangnya."]

"Oooh di Daegu? Kampung halamannya kak Sugar dong~~ yaudah hati-hati dan sukses ya hyuuuung~"

["Sugar? Yoongi maksud kamu?"]

"Neeee~"

["Ah, arraseo. Hyung tutup, ya?"]

"Yesseu sir!"

["Sampai ketemu lagi, Kookie."]

"Aye aye captain!"

Saat sambungan terputus, Jungkook tersenyum ke arah ummanya yang kemudian menepuk kepalanya sayang. "Hmmm, pinter juga Kookie minta bantuan Taehyungie?"

Dan Jungkook hanya tertawa, lalu mereka bertolak lagi ke tempat tujuan yang seharusnya.

.

.

.

Yoongi lagi misuh-misuh di sofa ruang keluarga sambil selonjor kaki dan nonton tivi. Fokusnya mah, ada pada ponselnya. Grup whatsapp yang hanya berisi dia, Jin, Hosiki dan Jungkook berasa rame akibat spam ga jelas dari makhluk muka kuda macam Hoseok. Yang apa saja bisa ia bicarakan di sana.

Apalagi topik utama selalu jatuh perihal kejombloan penghuni grupnya (yang cuma 4 orang itu).

senpainotisme merubah subjek menjadi "Geng Gesrek"

sugarfree : Kapan hidup gue tenang, Tuhan? Kalau tiap hari Hosmblo nyampah mulu di grup ini?

bundajin : Tobat gue ya Tuhan. Hoseok lagi mode gila apa stress tanpa akhir yalord.

senpainotisme : IH KALIAN MAH JAAD MA AKYU

sugarfree : Alay lu

goldenmaknae : Kak Hosiki lagi seneng kenapa siiiiiiiiiiiieh?

senpainotisme : TAU GA SIEEHHHH

sugarfree : Buru cerita curut Gwangju

bundajin : Eh Sugar, maren gue liat mobil si polban lewat kost-an

sugarfree : Bodo.

bundajin : Seriusan bodo nih?

sugarfree : Jin iprit mending lo bilang sama gue permintaan terakhir lu sebelum mati apaan.

bundajin : Yeu galak kan.

senpainotisme : Mau denger cerita Hosiki ga sieh?

goldenmaknae : Kookie mau denger kooook~ tapi kak Suga ma kak Jin ndak tauuu

sugarfree : Makanya jan nyebut tuh orang mulu. Bosen.

bundajin : Yakin bosen?

sugarfree : JIN SINI LU ELAH. EMOSI LAMA-LAMA

bundajin : IH CAPSLOCK LU GANGGU AJA SIEH! HAPE BARU YAAA

sugarfree : TAY GUE KEZEL! PEN JAMBAK MUKA LU TAU GA

bundajin : Sian deh kita jauuuuuh

senpainotisme merubah subjek menjadi "Sugalak vs Jiniprit"

sugarfree : JUNG HOSEOK LU MAU MATI JUGA HAH

goldenmaknae merubah subjek menjadi "Kak Sugar lagi PMS"

sugarfree : INI ANAK CURUT ATU IKUT-IKUTAN ELAH KEZEL

bundajin : Lu marah-marah mulu si. Beneran pms apa?

bundajin merubah subjek menjadi "Awas Suga Galak!"

sugarfree : AARRGGHHH GUE FRUSTASI KAMVREETTTTT

"....iya umma. Dia polisi gitu. Ganteng lagi. Sayangnya anak bungsu umma sok denial nolak padahal suka juga."

"Mereka udah pacaran?"

"Belom sih kayaknya. Waktu itu yah, Yujin kan ngobrol sama dia. Beeeuuuhhh tuh anak boyfriend material banget. Husband material juga malah. Omongannya ummaaaaa mengutamakan kebahagiaan anak bungsu umma banget. Sayang, Yoongi malah nyuruh dia sok pergi gitu eh malah galau pas liat itu polisi gandeng cewek ke cafenya si Jomi."

"Ngomongin gue bang?"

"Hah? Ga. Ngapain kerajinan ngomongin elu, ya."

"Lu pikir gue ga denger? Kok bisa gue sodaraan sama lu yang kerajinan banget ikut campur urusan gue?"

"Gue peduli."

Yujin melihat adiknya yang lagi-lagi sudah mengeluarkan tanduk. Dan kalau dilihat dari sisi manapun, mood Yoongi memang sudah jelek dari awal.

"Mood lu najisin. Cepet banget badmood sih lu."

"Well. Jadi, apa itu urusan lu tentang gue yang nyuruh itu polisi pergi dan sekarang lu sok peduli mau bantu dia? Buat apa? Lu pikir gue peduli? Ga. Jangan maksa gue untuk suka akan sesuatu yang ga gue suka."

"Denial aja terus, Yoon. Lu suka polisi itu. Kalo ga, ga mungkin lu berubah gini."

"Berubah apanya? Apanya yang berubah dari gue, bang? Gue diem ya waktu lu nyeret-nyeret gue buat kerja di café bang Jomi. Gue diem saat lu nyeret gue ke sini. Sekarang gue ga bisa diem di saat lo sok-sok-an ikut campur masalah gue. Gue udah gede. Sampai kapan lu mau perlakuin gue kayak anak kecil?!"

Urat kesal Yoongi kentara terlihat. Ummanya yang melihat itu bersingut mendekati Yoongi namun terhenti saat si rambut caramel mengangkat tangannya, mengisyaratkan ummanya untuk tak menghampirinya.

"For God's sake. I'm already twenty one. Stop treating me like I'm fcking five years old! Goddammit! KENAPA LO SUKA BANGET IKUT CAMPUR MASALAH GUE SIH BANG KENAPA?"

"Yoongi, language!" Ummanya berteriak. Namun kabut amarah yang menguasai Yoongi menulikan pendengarannya.

"Sekarang. Lo belain polisi itu? IYA? JADI INI SALAH GUE, HAH? OH! SEJAK KAPAN NOLAK ORANG JADI SALAH GUE? JADI GUE GA BOLEH NOLAK ORANG? OKAY. GUE BAKAL MINTA MAAF DAN NERIMA DIA BIAR LO PUAS! ABIS PERKARA KAN?"

"Yoongi—"

"Teriak lagi, Yoon. Teriak aja terus. Liat aja diri lo sekarang. Untuk sesuatu yang bisa kita selesaikan baik-baik, lo milih teriak-teriak kayak gitu. Apa si yang gue singgung? Nyebut namanya pun engga. Gue cuma bicara soal hati lo, yang selalu lo bohongin selama ini. Kalo lo tanya kenapa, ya karena gue peduli. Lo adik gue. Satu-satunya. I want the best for you. I want you to be happy. To be happy with someone that can take care of you and protect you—"

"Dan menurut lo polisi itu bisa?"

"Bukan. Gue ga bicara soal polisi itu. But, if you ask me about him. Yes, I trust him. I—"

"You fcking trust him when you are even just meet him once? How surprising! Pelet apa yang dia pake sampe lo percaya sama dia padahal kalian baru ketemu sekali? Hebat."

"Yoongi, Yujin, cut it off. Udah, oke? Jangan bicarain ini lagi. Lupain a—"

"Mata lo ga akan merah gitu seakan nahan nangis atau tangan lo yang ngepal erat kalo lo ga lagi boongin diri sendiri. Lo mau nangis? Go ahead and just cry. Siapa yang mau ngelarang dan ngetawain lo di sini?"

"Fck you, Yujin."

"Yes, fck me. Terus kenapa? Gue kenal lo, Yoongi. Lo adik gue dan seberapa pun lo berusaha untuk nutup diri lo dari dunia, lo ga bisa boongin gue. Hadapi kenyataan, Yoon. Jangan lari. Apa salahnya lo ngaku kalo lo ngerasa bersalah sama si Jimin? Apa salahnya ngiyain hati lo yang bilang lo pengen minta maaf ke dia dan bilang kalau lo suka dia? Apa sa—"

"Just eat shit and die, man. You motherfcker."

Yoongi berbalik dan pergi dari ruangan itu ke pintu keluar, meninggalkan suara bantingan pintu yang menggema. Diiringi teriakan sang umma yang memintanya kembali.

"Umma udah, biarin. He needs it. Dia butuh berpikir."

Dalam hati dia khawatir, namun Yujin tahu, Yoongi butuh semua waktu ini. Waktunya untuk berpikir dan menemukan jawaban atas hatinya yang terlalu lama ia bohongi.

.

.

.

Yoongi maki-maki entah pada siapa sepanjang perjalanan. Dan ia tidak tahu harus ke mana. Liburan hampir berakhir dan sudah hampir empat hari dia ada di kampung halamannya. Yoongi mau balik ke Seoul, tapi baru sadar kalau dia ga bawa uang sepeserpun.

Sial. Yoongi makin mengumpat mengingat pertengkarannya dengan Yujin barusan. Itu pertama kalinya Yoongi bertengkar dengan abangnya dan penuh kalimat makian dan umpatan. Itu pertama kalinya bagi Yoongi bertengkar hebat dengan abangnya di depan ummanya. Itu pertama kalinya untuk Yoongi menolak sandaran hangat yang ummanya siapkan. Dan semuanya karena satu topik, polisi bantet bernama Jimin.

Dan sekarang Yoongi di sini, di pinggir jalan tanpa arah tujuan. Jarinya sedari tadi memencet sederet tombol, untuk menyambungkannya pada Seokjin. Seraya menunggu, pikiran Yoongi dibuat berkelana. Tentang ucapan kakaknya. Tentang hatinya. Tentang Jimin. Tentang dirinya yang dibuat berpikir, siapa dia selama liburan ini berjalan? Dan kenapa... ia tak benar-benar bisa menampik bahwa ia berubah?

Yoongi menghela napas lagi, masih menunggu jawaban dari Seokjin. Sampai pada nada dering entah ke berapa baru dijawab oleh si empunya yang diiringi sapaan Seokjin padanya.

["Apaan cuy?"]

"Jemput gue dong, di Daegu. Sekarang."

["Set lu kata gue supir pribadi lu apa? Naik taksi."]

"Ga bawa duit."

["Ya bayar nanti, bebebkuuu. Gitu aja kok pinter."]

"Jemput Jin, plis. Gue abis berantem sama bang Yujin. Gue tunggu oke? Bye."

["Eh Suga—woi! Tung—]

Yoongi langsung memutus sambungan. Tanpa melihat ke mana ia berjalan. Walaupun jalanan Daegu kala itu agak sepi, tetap saja pasti ada mobil yang lewat. Dan saking kesalnya, Yoongi sampai disoriented dengan sekitarnya.

Yoongi baru akan mendongak ketika suara klakson menggema. Tetapi untungnya, tarikan tangan seseorang pada tubuhnya menghempaskannya jauh dari kematian. Dan omelan menyusul kemudian.

"Kamu kalau mau bunuh diri seengganya jangan di depan saya?! Apa sih yang kamu pikirin Yoongi?! APA?!"

Kedua bahunya yang dipegang erat serasa sakit karena dicengkram terlalu keras. Yoongi yang masih terkaget perlahan mendongak untuk melihat orang yang menjadi objek utama pertengkaran dengan abangnya ada di hadapannya. Dengan napasnya yang terengah, dan pandangannya padanya yang tajam menghujam langsung ke manik dark brown milik Yoongi.

"Jawab. Saya bicara sama kamu."

Yoongi hanya diam. Berusaha meyakinkan diri bahwa yang ada di depannya sungguhan Jimin karena jujur saja—ini kali pertama Yoongi mendapati sosok itu membentaknya.

Yoongi merasakan tubuhnya dibawa duduk oleh Jimin, dengan sosok itu berdiri di depannya. Masih menatapnya nyalang, melarikan tangannya pada helaian hitam (yang Yoongi tidak tahu sejak kapan orens jadi hitam) penuh frustasi.

Jimin menatap Yoongi yang masih diam. Sampai kapan, sampai kapan Yoongi akan mogok bicara padanya? Bukankah Jimin sudah menuruti apa yang Yoongi mau?

"Oke terserah. But at least, jangan bunuh diri di depan saya, oke? Setidaknya, jangan di depan saya." Tegas Jimin pada Yoongi yang perlahan bisa berbaur dengan kenyataan.

Ia makin melihat Jimin dan melihat bagaimana ekspresi yang dikeluarkan sosok itu. Dan Yoongi merasa semakin bersalah. Hati kecilnya, seakan memintanya untuk mengucapkan maaf yang sudah ada di ujung lidah. Namun yang keluar lebih dulu adalah gumaman pelan terima kasih. "Gomawo..."

Pandangan Jimin langsung jatuh padanya. Dan polisi muda nan tampan itu menghela napas lelah. "Cheonma. Sekarang, mending kamu pulang."

Tanpa melihat ke arah Yoongi, Jimin bersingut untuk pergi kembali ke mobil dinasnya bersama Taehyung. Namun entah apa yang merasuki Yoongi, ia berdiri secepat yang dia bisa lalu menarik ujung lengan seragam yang Jimin pakai. Dan berbisik lirih di sana, "Maaf."

Katakan mungkin Jimin sedang tuli, atau berhalusinasi. Sebenarnya, apa sih yang terjadi pada Yoongi? Maka Jimin menatapnya lagi. Melihat bagaimana Yoongi kini melepas pegangannya pada ujung lengan bajunya, dan menunduk menatap tanah.

"Pardon me?"

"Maaf. Bapak denger saya kalau belum tuli."

"Untuk apa?"

"Untuk—" secepat dia berusaha membalas tanya yang Jimin lemparkan, secepat itu juga Yoongi tersadar, kenapa dia meminta maaf?

Saat ia memutuskan untuk mendongak dan melihat semua ekspresi yang Jimin keluarkan, Yoongi makin tergugu. Mengapa... mengapa hatinya seolah bergetar dan seolah terisi akan rasa sesak yang memenuhinya? Mengapa Yoongi... ingin membawa tangannya pada pipi Jimin dan mengelusnya, dan mengatakan semua kata maaf yang bisa dia lontarkan tanpa jeda.

Mengapa... Yoongi ingin memeluk sosok itu?

Ada apa dengan dirinya?

"Lebih baik kamu pu—"

"Maaf untuk apa yang pernah saya ucapin ke bapak. Soal... pergi dari hidup saya?"

Tawa miris yang Jimin berikan membuat hati Yoongi makin tercubit. Sebanyak itukah... dia melukai Jimin?

"Mau kamu apa sekarang, Yoongi? Bukannya saya udah nurutin apa mau kamu? Sekarang kenapa tiba-tiba kamu yang... menghampiri saya dan mengatakan ini?"

"Apa ga boleh?"

"You are the one who told me to leave. Why... why did you do it to me right now? Kenapa sekarang kamu seolah memberi saya kesempetan untuk bisa berharap lagi bahwa suatu saat saya akan bisa milikin kamu?"

"Saya—"

"Memang semudah itu mainin hati seseorang, Yoongi. Tapi saya ga pernah berpikir demikian. Untuk bikin kamu lecet aja ga, tapi sekarang... kenapa semuanya jadi sulit begini? Apa yang sebenarnya kamu rencanain? Jangan minta maaf di saat hati kamu menolaknya. Itu... munafik namanya."

Kedua tangan Yoongi mengepal, buku-buku jarinya memutih sampai ia bisa merasakan telapak tangannya terluka. Bagaimana bisa Jimin berucap demikian di saat Yoongi sudah membuat harga diri untuk minta maaf padanya?

Katanya cinta. Apa ini... yang Jimin bilang cinta?

"You said that you love me, aren't you? Tapi kenapa... sekarang bapak malah bicara kayak gitu ke saya?"

"Lalu saya harus apa? Apa kamu tau seberapa besar luka yang saya punya sekarang? Saya laki-laki, kamu nyuruh saya pergi dan saya mengiyakan, apa ada jalan untuk kembali melangkah ke belakang? Tidakkah itu egois?"

"Tapi—"

"Kenapa tiba-tiba? Di saat saya terbiasa dengan semua ini, kamu menghampiri saya. Ada apa?"

"I told you. I just wanna say sorry, though. Why should make it hard?"

"Isn't that you who make it hard?"

"Pak—"

"Pulang, Yoongi. Cuaca mendung. Dan sebentar lagi hujan. Nanti kamu sakit."

Tetapi nada itu, bukannya menenangkan Yoongi malah makin menyakitinya. Apa Jimin benar-benar menyerah? Apa tak ada jalan keluar yang lebih baik dari semua ini?

Melihat Yoongi yang terdiam dan terus menatapnya, Jimin dibuat berpikir, bolehkan dia berharap lebih. Maka Jimin membawa tangannya untuk menangkup kedua pipi putih milik namja manis di depannya, dan menempelkan bibir mereka mengabaikan kewarasan yang meneriakinya.

Dan saat itulah, Yoongi mendorongnya menjauh.

Jimin mengerti lagi sekarang. Seharusnya, dia memang tidak terlalu percaya diri kan?

"See. Kamu minta maaf karena kamu merasa bersalah udah nyakitin saya, Yoongi. Bukan karena kamu memberi saya kesempatan untuk dapetin hati kamu. Itulah kenapa saya mempertanyakan semuanya."

Dan Jimin memutuuskan untuk berbalik, meninggalkan Yoongi berdiri di atas trotoar yang sepi, dengan rasa asing tersisa di bibirnya. Pun dengan hujan yang perlahan turun, dalam rintikan air itu... tanpa sadar Yoongi berbisik lagi; menyadari kesalahannya lagi, lalu memanggil nama Jimin. Berharap... sosok itu akan berbalik dan menghampirinya, menerima maafnya lagi dan membawanya pergi dari sini.

"Pak Jimin..."

"Jimin sir..."

"Kak Jimin..."

"Jimin-senpai..."

"Jimin-sunbae..."

"Jimin-hyung..."

"...Jiminnie..."

Nada suara Yoongi sudah benar-benar tercekat. Dan entah sejak kapan airmata ikut mengalir bersamaan dengan hujan yang mengguyurnya. Lalu yang diharapkan, tak sedikitpun membalikkan badannya.

"Jimin..."

Jimin terus berlalu, meninggalkan cintanya yang berdiri di bawah hujan yang mengguyur Daegu. Sebagaimana Jimin membiarkan hatinya terluka lagi, akan keputusannya sendiri. Tetapi dia memutuskan akan apa yang ia hadapi tadi, kan?

Bukannya ia tak mendengar bisikan lirih itu. Bahkan sekalipun hujan menulikan telinganya, Jimin masih sangat bisa mendengar suara lembut Yoongi yang mengayun memanggilnya.

Saat masuk ke dalam mobil dan Taehyung melempar pandangan khawatir, Jimin hanya mengibaskan tangannya agar si brunette membawa mobilnya pergi dari sana.

"Gue harap lo ga nyesel, Jim. He'd already opened up yourself for you, hadn't he? And look what you did? I dunno wether to comfort you or to punch you."

"Kill me, Tae."

"Later, bro."

Pun Jimin bisa melihatnya, melihat bagaimana Yoongi tetap berdiri di bawah hujan melalui kaca spion mobil dinas yang ditumpangi.

"Tapi sekali lagi... aku yang terlalu percaya diri, kan, Yoongi? Kamu hanya ingin minta maaf, bukan membuka diri kamu untuk aku cintai atau mencintaiku. Dan itu menyakitkan."

Bersamaan dengan tetesan hujan yang menganak sungai di kaca mobil, Jimin pun ikut meneteskan airmatanya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, untuk hatinya yang menjerit sakit... benarkah... ini keputusan yang tepat dengan pergi tanpa berbalik lagi?

Taehyung tak berkomentar, hanya bisa prihatin pada keadaan sahabatnya. Tetapi dia bisa apa? Karena jika ada batas tak kasat mata di antara mereka, bukan Taehyung yang bisa menghancurkannya, hanya mereka berdualah yang berpotensi.

Ketika hujan makin deras mengguyur kota, perlahan... sosok Yoongi menghilang dibalik embun yang menutupi kaca mobil yang mereka tumpangi. Membiarkan Jimin pergi... untuk kembali merenungi apa yang dia pilih.

.

.

.

Tbc.

A/N : Terima kasih sudah baca sampai sini. Terima kasih votement-nya juga. Jadi, yang berharap MinYoon ketemu di Daegu, gimana pendapatnya baca part ini?wkwk. Votement lagi, guys? Thanks a lot!

(Posted in ffn on : 25 Juni 2016)

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 122K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
910K 75.6K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
35.3K 3.9K 24
Boys Love #vottom #jktop
186K 15.5K 37
Seokjin Jimin dan Jungkook hanyalah siswa biasa sebelum para pangeran di sekolah mereka menunjukkan dimensi lain dari dunia.