Feeling High ✔

By scholaztika

1.5M 34.8K 1.4K

[Adult Story] [PART 21-EPILOG DIHAPUS-BACA PART TERAKHIR UNTUK VERSI PDF DARI CERITA INI] Ethan melakukan sat... More

PROLOG
1. Marvell Ethan Absalom
2. Shane Abigail Celestine
3. Unforgettable Moment
4. Unicorn Girl From Bandung
5. Seikat Kebahagiaan di Masa Lalu
6. Berbagi Memori
7. Am I a Loser?
8. Masih Ada Matahari Untuk Hari Esok
9. Membangun Pertemanan
10. Your Guardian Angel
11. Ganbatte!!
12. Untuk Kesekian Kalinya
13. Got Me Feeling Drunk and High
15. You Must Find The Key
16. Overprotective
17. I Know I Need Somebody
18. Don't Act Like A Child
19. His Warm Arms
20. Terkadang Nyaman Saja Sudah Cukup
An Author Note
Hi, gaessss!
New Adult Story
EBOOK YUKK EBOOK!!

14. A Year Ago

39.8K 1.1K 61
By scholaztika

Multimedia : Denganmu Cinta by Mytha

Part ini berisi cerita Avisa satu tahun yg lalu, buat kalian yg penasaran sama rahasia yg disimpan Ethan, jawabannya ada disini.

p a r t fourteen


Jakarta, 21 Juli 2015–pukul 06.08 pagi...

Ethan terbangun dari tidur panjang setelah syaraf-syaraf hidungnya menerima rangsangan bau yang sangat dia kenal selama beberapa bulan terakhir. Aroma mentega hangat yang menempel di permukaan roti garing menghasilkan citarasa tersendiri, apalagi ditambah manis dan gurihnya selai kacang didalam dua lembar roti tersebut. Kalau sudah seperti ini, Ethan mana mungkin menolak bangun, walau sebenarnya rasa kantuk masih menempel di matanya.

"Sayang, bangun ya," kalau tadi hidung Ethan dimanjakan oleh aroma sarapan pagi yang lezat, kali ini telinganya disapa halus oleh suara lembut malaikat. "Aku udah buatin sarapan spesial nih buat kamu. Sayangku..."

Ethan menggeliat lalu meregangkan kedua tangannya. Penglihatannya yang belum sempurna seketika berubah manakala melihat Avisa duduk di tepian ranjang, memakai kaos rajut warna coklat yang salah satu bagian pundaknya terlihat menurun sambil membawa sebuah nampan berisikan piring dan gelas. Ethan bangkit dari kasur empuk yang telah menampungnya semalaman, wajahnya sengaja dia condongkan ke dekat wajah Avisa lalu satu ciuman dia layangkan mengenai bibir gadis kesayangannya itu.

"Ih, kamu masih bau jigong," ucap Avisa berlagak cemberut.

"Bau jigong juga kamu bakalan tetep cinta, yang," kata Ethan lantas melirik jam berbentuk lingkaran yang menempel di dinding. "Aku nggak usah kuliah ya hari ini."

"Eh, apaan? Nggak boleh ya, kamu harus tetep kuliah. Mau jadi apa kamu kalo males kuliah gini. Kasian papa sama mama yang udah capek-capek kerja buat kamu," Avisa mengomel, seperti biasanya saat Ethan mulai merajuk untuk membolos kuliah. Semalam Ethan datang ke apartemennya tepat pukul sepuluh malam, setelah sebelumnya dia ada acara bermain futsal bersama Deva dan yang lain. Ethan memang kerap melakukan ini. Datang ke apartemen kekasihnya lalu menginap disana. Alasannya tentu saja karena rasa rindu, padahal sebelum dia pergi tadi Avisa sudah menemaninya dari siang.

"Hm, kalo udah gini pasti akhirnya aku yang kalah," Ethan memanyunkan bibirnya. Tangannya menyentuh pipi Avisa. "Aku mau sama kamu seharian ini, yang. Aku nggak mau jauh-jauh dari kamu."

"Apa sih, yang, kamu kok jadi lebay gini? Aku kan juga ada jadwal kuliah dan kita kan satu kampus, ya nggak bakal bisa jauh dong ya."

"Beda dong, yang, kalo di kampus kan aku nggak bisa manja-manjaan sama kamu."

"Masih kurang yang semalem?"

"Semalem kan cuma gitu-gitu doang, ih kamu. Kan aku sayang sama dia makanya aku nggak mau maksa kamu," ucap Ethan sambil mengusap perut rata Avisa. Satu bagian dari tubuh Avisa yang didalamnya bersemayam benih cinta yang ditransferkan Ethan secara intens. Dan minggu ini kandungan Avisa sudah memasuki hitungan tujuh minggu. "Tiga bulan masih lama ya, yang, masa selama itu aku nggak boleh gituan sama kamu?"

Avisa tersenyum melihat wajah manja Ethan. Nampan yang ada di pangkuannya diangsurkan dulu ke atas nakas sebelum dia meraih tangan Ethan dan menggenggamnya.

"Inget kata dokter, sayang. Kamu kan tahu sendiri rahim aku cukup lemah. Aku nggak mau kesayangan kita sampai kena imbasnya," terang Avisa. Airmukanya kemudian berganti dalam hitungan tiga detik. Avisa terlihat murung.

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Ethan menyadari perubahan raut wajah Avisa. Ibu jarinya naik mengenai bibir Avisa lalu membelainya pelan.

"Mau sampai kapan kita nyembunyiin rahasia ini? Makin lama perut aku pasti makin besar, yang, dan aku nggak mau kita terlambat buat jujur. Aku mau orangtua kita tahu apa yang sebenernya terjadi," jawab Avisa. "Atau kamu nggak mau tanggung jawab ya soal ini?"

"Hei, kok kamu ngaco gitu sih ngomongnya?" sahut Ethan. Dia menggerakkan tubuhnya mendekati Avisa. Tangan kanan Ethan menarik lembut bahu Avisa untuk kemudian dia masukkan ke dalam sebuah pelukan. "Aku nggak bakal lari dari tanggung jawab, sayang. Dia itu anak kita, darah daging kita, jadi mana mungkin aku bakalan setega itu. Tapi aku mohon sama kamu, kasih aku waktu sedikit lagi ya. Aku janji, kita bakalan secepetnya ngomong sama orangtua kita dan aku bakalan ngelamar kamu untuk aku jadiin pendamping hidup aku selamanya. Saat ini aku lagi ngumpulin nyali dan keberanian agar nantinya aku keliatan matang di depan mereka, agar mereka ngasih ijin ke kita untuk buru-buru nikah."

Merasakan hangat dekapan Ethan, serta mendengarkan kalimat-kalimat yang diucapkan laki-laki itu, airmata Avisa menitik di kedua sudut matanya. Avisa sangat mencintai Ethan dan dia pun memberikan hal yang sama untuk calon bayi di dalam rahimnya. Meski wujud malaikat kecil itu masih berupa gumpalan, Avisa ingin memupukkan kasih sayang sejak dini, agar nantinya malaikat kecil itu tahu betapa besar cinta kedua orangtuanya.

"Kamu masih sabar nunggu aku kan, yang?" tanya Ethan sembari tangannya membelai kepala Avisa. Di dadanya terasa jelas anggukan dari Avisa. Ethan lalu memberikan ciuman bertubi-tubi di kepala gadisnya tersebut, menegaskan kalau selamanya kehangatan ini akan tetap terjaga dan utuh. "I love you..."

"I love you more," kata Avisa pelan.

"Roti bakar selai kacang kesukaan aku mana nih, yang? Aku udah laper banget nih."

Avisa melepaskan tubuhnya dari Ethan. Setelah menghapus titik airmatanya, dia pun meraih kembali nampan yang dia letakkan tadi. "Yang, suapin aku ya..."

"Duh, yang lagi manja. Hehe."

"Suapinnya pakai bibir tapi," goda Avisa lalu mengeluarkan lidahnya.

"Oh, mulai nakal nih ceritanya?"

"Bukan aku yang pengen, tapi baby kita, yang," rajuk Avisa membuat Ethan gemas.

Yang terjadi selanjutnya pasti dapat ditebak dengan mudah. Satu keceriaan di pagi hari yang tenang. Dua anak manusia itu memperlihatkan seberapa besar rasa cinta yang mendiami hati masing-masing

∞∞

Jakarta, 21 Juli 2015–pukul 19.38 malam...

Sa, Ethan mabuk, dikerjain sama anak-anak, dia nggak mau pulang kalo nggak sama lo

Untuk alasan itulah Avisa rela membatalkan janji dengan ibunya. Dia tahu betul Ethan tidak terbiasa minum minuman keras. Ethan berbeda dengan Deva, jika Deva terjun ke dunia malam karena profesinya sebagai DJ, maka Ethan hanya akan pergi ke tempat-tempat hiburan malam ketika ada undangan dari temannya. Selain itu, Avisa juga tidak memperbolehkan Ethan terjerumus ke dalam hal-hal maksiat.

Dan untuk urusan malam ini, Avisa berjanji akan memarahi Ethan habis-habisan karena laki-laki itu telah berbohong. Tadi sore ketika mereka berpisah, Ethan berpamitan untuk bermain futsal, bukan mendatangi tempat semacam ini. Kontan saja saat Deva menghubunginya, fokus Avisa langsung tertuju pada Ethan seorang.

Avisa turun dari mobilnya tepat disaat Deva keluar sambil memapah Ethan di rangkulan tangan kanannya. Suara berdebum pintu mobil yang dia tutup secara kasar menunjukkan bagaimana gelisahnya gadis itu melihat kondisi kekasihnya sekarang.

"Dev, ini gimana ceritanya Ethan bisa sampai sini? Tadi sore dia bilang sama gue mau futsal sama anak-anak," cecar Avisa tanpa menunggu jaraknya lebih dekat dengan dua laki-laki tersebut. Dilihatnya tampang Ethan yang teler akibat terlalu banyak asupan alkohol masuk ke tubuhnya.

"Setahu gue dia nggak jadi futsal, terus diajakin kesini sama Dion, gue juga nggak tahu alesan pastinya, Sa, kebetulan gue lagi ada job disini dan gue lihat Ethan lagi dipaksa minum sama mereka," jelas Deva sambil sesekali menegakkan tubuh Ethan yang lemas.

Laki-laki yang sedang dibicarakan perlahan mengangkat kepalanya. Matanya tinggal segaris dan seketika muncul senyuman lebar saat mata itu melihat sosok gadis di depannya.

"Sayangku," racau Ethan lalu berusaha melepaskan diri dari topangan Deva. "Napa sih lo ngerangkul gue? Gue cowok normal kali."

"Heh, gayaan banget lo! Kalo bukan gue yang narik lo dari mereka, udah abis lo yang ada," balas Deva dan Ethan malah menepuk-nepuk pipinya.

"Ethan nggak sempet ngeganja atau apa kan, Dev?" tanya Avisa cemas, sementara tangan Ethan sudah menggapainya, meminta untuk dipeluk.

"Gue rasa sih belum, untung gue bisa cepet bebasin Ethan. Lo coba bilang deh sama dia, nggak usah bergaul lagi sama Dion. Dia sama gengnya pemakai, Sa. Kedok aja dia ngajak Ethan maen futsal, padahal dia punya maksud lain, dia pasti pengen Ethan ikut terjerumus juga."

"Ya udah kalo gitu, thanks banget ya, Dev. Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi kalo nggak ada lo disini," kata Avisa sembari menahan tubuh Ethan yang ingin terus menempel padanya.

"Sayang, ayo pulang, aku mau bobo sama kamu, yang. Aku ngantuk," suara Ethan semakin kacau. Dia membenamkan kepalanya di leher Avisa dan tangannya membelit tubuh Avisa dengan kuat.

"Dev, gue bawa Ethan pulang dulu ya. Sekali lagi thanks buat bantuannya."

Avisa memasukkan Ethan ke jok penumpang depan meski tadinya Ethan bersikeras meminta untuk mengambil kendali. Tapi Avisa tidak mungkin membiarkan hal itu terjadi karena keadaan Ethan sekarang sedang sangat high. Avisa bergegas melajukan mobilnya membelah jalanan ibukota dengan segala gemerlapnya di malam hari. Dia ingin lekas sampai di apartemen dan mengistirahatkan Ethan.

"Kamu kenapa mau-mau aja sih diajakin Dion ke tempat begituan?" tanya Avisa tidak tahan lagi, segala emosi yang ada di benaknya ingin segera dikeluarkan. Diliriknya Ethan di sebelah, laki-laki itu malah tersenyum sambil memiringkan tubuhnya menghadap Avisa.

"Yang, kamu pengennya anak kita nanti cewek apa cowok?"

"Aku nggak mau bahas soal itu ya sekarang!" jawab Avisa sambil memfokuskan matanya mengamati jalanan di depan. Dia sengaja menginjak pedal gasnya lebih dalam ketika jalanan cukup lengang, dia sudah tidak tahan mencium bau alkohol dari tubuh Ethan.

"Kamu kenapa marah-marah gitu sih, yang? Emang aku salah apa sama kamu?" tanya Ethan lantas menarik tangan kiri Avisa yang barusaja digunakan untuk mengganti gigi. Ethan menciumi tangan Avisa dan dia melakukan itu terus sampai kulit tangan gadis itu basah.

"Ethan, lepasin tangan aku!" seru Avisa berusaha menarik tangannya. Namun, bukannya melepaskan, Ethan justru menggenggam kuat tangan Avisa. Sekuat mungkin sampai dia merasakan tangannya mulai sakit. "Ethan, lepas dulu ini sakit tangan aku!"

"Nggak, kalo aku lepas kamu bakalan pergi!" racau Ethan semakin membuat Avisa pusing.

"Aku mau pergi kemana emangnya? Aku nggak bakal ninggalin kamu, tapi lepas dulu ini tangannya aku mau ganti gigi," pinta Avisa. Fokusnya terpaksa pecah, antara menguasai jalanan dan meminta tangannya dilepaskan oleh Ethan.

Ethan mengeluarkan seringaian aneh. Ditariknya tangan Avisa dan dalam sekali gerakan gesit Ethan mencium Avisa dengan paksa. Avisa terkejut, dia menarik keras tangannya dan hendak mendorong tubuh Ethan. Gadis itu berjuang sekuat mungkin agar Ethan menarik bibirnya tapi fakta yang terjadi, Ethan malah semakin intens mencumbuinya.

Ekor mata Avisa melirik ke depan karena saat ini yang terpenting adalah berkonsentrasi menyetir. Tapi desakan dari Ethan terus menyudutkan Avisa, perjuangannya untuk mundur tetap tidak menemui hasil.

Sampai perhatian Avisa sebagai seorang manusia biasa benar-benar diuji. Sorot lampu sebuah kendaraan dari depan memaksa Avisa untuk membulatkan matanya. Dengan segenap tenaga yang dia punya, dia mendorong tubuh Ethan sampai membentur kaca. Avisa bermaksud menghindari kendaraan tersebut namun naas, mobil yang dia kendarai justru menabrak tiang reklame yang berdiri di pinggir jalan.

Tidak ada lagi yang Avisa ingat kecuali sinar putih yang seketika itu menyelimuti tubuhnya, memberikannya kedamaian di tengah rasa sakit yang menghantam secara tiba-tiba.

∞∞

Jakarta, 22 Juli 2016–pukul 09.15 pagi...

Ethan tidak pernah menyangka dirinya akan berada di tempat ini sekarang. Berdiri di dekat pohon besar, menyembunyikan sosoknya dan menatap lurus ke depan, ke arah kerumunan orang yang melepas kepergian Avisa untuk selama-lamanya.

Ethan tidak pernah menyangka kalau semalam adalah saat terakhirnya bertemu dengan Avisa. Dan ciuman yang dia berikan disela aktifitas Avisa menyetir adalah ciuman terakhir sebelum Avisa berpulang ke rumah Tuhan.

Dan satu penyesalan terbesar Ethan adalah karena sejak semalam di rumah sakit, dia tidak diperbolehkan menemui Avisa. Dia tidak bisa menemani Avisa di detik-detik terakhir nafasnya terhembus di dunia. Awalnya, pengharapan Ethan terletak pada sosok Hanggini–ibu Avisa, kemarin malam dengan langkah tertatih dan harus menahan sakit di dahi serta tangan, Ethan menemui Hanggini di depan kamar mayat. Ethan meminta ijin Hanggini untuk bisa masuk, namun ketika ijin itu belum sempat diucapkan oleh Hanggini, Riswan–ayah Avisa dan Manuel–adik Avisa yang tak lain adalah teman Ethan sejak SMA, datang dan langsung mengusir Ethan secara kasar. Riswan dan Manuel yang barusaja kembali dari Surabaya sudah mendengar semuanya dari Hanggini, maka seketika itu mereka berubah ganas melihat keberadaan Ethan. Umpatan dan teriakan yang menyebut Ethan sebagai seorang pembunuh terus dilancarkan oleh Manuel. Laki-laki itu pun sengaja menyerang Ethan dengan beberapa kali pukulan sampai Ethan tersungkur ke lantai.

Kebencian Riswan dan Manuel terus berlanjut sampai di tempat ini. Puluhan aparat sengaja dikerahkan untuk menjaga prosesi pemakaman Avisa. Riswan sengaja menyewa mereka untuk melarang Ethan mendekati pusara Avisa. Keadaan Ethan yang memang masih lemah akibat kecelakaan semalam mengharuskan dia untuk mengalah. Pada akhirnya, Ethan hanya mampu memandangi jasad Avisa dikebumikan dari posisi yang tidak dia inginkan.

Kedua mata Ethan membengkak sejak semalam. Airmatanya sudah tidak bisa lagi mengalir, seakan kesedihan itu terus menghujam dirinya tanpa dia tahu bagaimana cara melampiaskannya. Ethan merasa menjadi manusia paling brengsek karena ulah bodohnya, Avisa benar-benar meninggalkannya seperti apa yang dia takutkan kemarin malam.

"Maafin aku, sayang," ucap Ethan lirih. Suaranya tertiup angin yang Ethan harap dapat menjadi perantara antara dirinya dengan Avisa. Ethan mengepalkan tangannya lalu meninju badan pohon yang keras. Hatinya tergores sangat dalam. Hidupnya hancur dalam sekejab mata. Dia bukan hanya kehilangan Avisa, tapi juga calon bayi yang ada di kandungan Avisa. Mereka pergi karena tindakan gila Ethan. "Maafin Papa, nak...Papa gagal jagain kamu sama Mama. Kamu boleh benci Papa karna Papa memang pantas dibenci. Satu keinginan Papa sekarang, supaya kamu dan Mama menempati salah satu bagian surga Tuhan yang abadi. I love you, Avisa... I love you, my little angel."

Kini, tidak ada lagi gadis bermata cemerlang yang melihatnya penuh kasih sayang. Tidak ada lagi gadis berambut panjang dengan semburat warna coklat yang mendampinginya. Tidak ada lagi lagi gadis berpipi apel yang menemaninya.

Tidak ada lagi Avisa di dalam kehidupan Ethan dan sejak hari itu, Ethan berjanji untuk menutup pintu hatinya. Biarkan hanya ada Avisa di dalam sana.

∞∞

Senin, 19 September 2016

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 127K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
7.1M 348K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
613K 30.6K 51
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
755K 76.9K 25
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...