TRUE SOULMATE (√)

By VirgoZahratusita

24.6K 1.8K 381

Kehidupan rumah tangga yang dijalani Yuki Rain dan Al Adrian tak bisa berjalan dengan mulus, banyak kerikil k... More

Special Part - 24
Special Part - 26
Special Part - 27
Special Part - 28
Special Part - 29
Special Part - 30
True Soulmate-Extra Part

Special Part - 25

3.3K 261 42
By VirgoZahratusita

" Sampai Mati ... Sampai Nanti

Cintaku seperti itu padamu...."

-Yuki Rain-

Warning, mungkin ada kata atau scane yang kurang berkenan bagi teman-teman yang berumur  kurang dari -17 tahun !, sekian dan terimakasih.

>>>

" Yuki Rain POV "

Ada banyak alasan untuk bertahan di samping Al. Pertama, karena aku mencintainya. Kedua, karena dia adalah True Soulmate yang mungkin ditakdirkan Tuhan untuk menemaniku sampai tua nanti, bahkan sampai salah satu diantara kami tak bernafas lagi. Ketiga, karena ada jagoan kami di dalam rahimku.

Aku pikir , tiga alasan itu sangat kuat untuk membuatku terus bertahan di sampingnya. Kecuali, kalau dia bermain belakang dan menduakan cintaku. Jangan harap aku akan berpikir dua kali untuk meninggalkannya. Nehi, no way, tidak akan!!!.

Aku kembali menatap manik kembar berwarna kelam itu. Sorot matanya tajam, menusuk retinaku.


Aku kembali membelai pipinya, lama aku melakukan itu. Lalu dengan pelan, aku merangkum wajahnya yang begitu tampan.

Banyak yang bilang, aku beruntung mendapatkannya, menarik dunianya menjadi dunia kami berdua. Mengunci tatapannya hanya padaku. Mengikat cintanya pada hatiku. Mengukir hatinya hanya untuk namaku. Menjadikan aku, satu-satunya rumah untuk berpulang.

Apa aku sehebat itu ?...

Tidak...aku tak sehebat itu. Aku hanya perempuan biasa yang entah darimana dapat membuatnya jatuh cinta begitu cepat,hingga ia dengan yakin menjadikanku istri dan Ibu dari anak-anaknya kelak. Ups...beberapa bulan lagi aku akan mendapat gelar itu, "Ibu".

"Aku akan selalu di sisi kamu, selama kamu gak duain cinta aku" ujarku kini tersenyum simpul pada Al yang tak melepaskan pandangannya dariku.

Ia menggeleng dan membalas senyumanku dengan sangat menawan. Aku jadi ingin mencium bibirnya yang terlihat menggoda itu. Hey...kenapa dengan diriku?.

Sepertinya hormon Ibu hamil membuatku jadi berpikiran mesum begini. Jangan-jangan omesnya Al tertular padaku?. Ya ampun...

"Kenapa sayang?"

"Mikirin sesuatu?"

Pertanyaan Al menyadarkanku dari lamunan konyol tentang bibir Al yang sexy.

Aku menggeleng lalu menyelesaikan urusanku dengan dapur yang sempat tertunda tadi.

"Udah aku bilang...aku yang akan jadi chef malam ini!" serunya kini mengangkat tubuhku lalu mendudukanku di kursi pantry.

"As you wish Sayang " cicitku , lalu dengan santai aku menopang dagu melihat aksi Al yang kini entah sibuk membuat apa untuk makan malam kami.

>>>

Setengah jam telah berlalu, hasilnya gagal total, nihil, belum berhasil. Masakan yang dibuat oleh suamiku rasanya seperti lautan di samudera sana. Asin. Nasi goreng special pake rasa air laut, kata Al setelah mencicipinya beberapa menit lalu.

"Jangan dimakan!" suruhnya ketika aku tak mau membuang nasi goreng yang dibuat Al dengan susah payah.

"Sayang kalo dibuang Al, nasi gorengnya gak asin-asin banget kok" ujarku mulai menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutku.

"Buang Ki!" perintahnya, menurunkan suapan itu dari depan mulutku.

Aku cemberut, aku hanya ingin menghargai hasil memasaknya. Kasian juga nasinya kalau dibuang begitu saja.

"Buang atau aku cium kamu sekarang!!!" ancamnya dengan nada yang aku tahu itu serius.

Tadi aku memang ingin mencium bibirnya, tapi sekarang tidak lagi. Tuh kan...berubah lagi. Ibu hamil...Ibu hamil.

"Yuki Rain...!" serunya kini mulai mengunci tubuhku yang sedang duduk manis di kursi pantry.

Kedua tangannya begitu erat melingkari pinggangku. Rasanya sesak, jagoan kami mulai protes sepertinya...

"Iya...iya, bawel banget sih. Lagian buang-buang nasi tuh gak baik tau.... mubazir!" ujarku melingkarkan kedua lenganku di lehernya.

"Daripada buat perut kamu sakit. Kasian babynya, sekarang mau pesen makan apa?. Kita delivery aja" tuturnya menatap manik kembarku dengan begitu intens.

"Terserah kamu Al, aku pasti makan kok apa yang kamu pesen" balasku lalu secepat kilat mencium bibirnya yang menggoda itu.

Ini kenapa berubah lagi sih...kenapa aku jadi agresif begini?. Aku tidak mau!!!

" Hei...kamu cium aku duluan  tadi ? " ucap Al dan aku memilih melarikan diri dari kungkungannya yang melemah akibat ciuman kilatku di bibirnya.

>>>

Sejak pagi Al terus saja menggodaku. Akibat ciuman kilatku semalam ia terus saja mengucapkan hal-hal yang aneh.

"Ada kemajuan"

"Ciee...cium duluan!"

"Cium lagi dong Sayang !"

"Bunda kamu sekarang udah berpengalaman Nak!"

"Bibir aku menggoda banget ya?"

Ya ampun...apaan coba suamiku itu ? . Bisa-bisanya ngomong seperti itu. Memang special banget ya kalau aku cium dia duluan?.

Kalau bukan karena hormon Ibu hamil aku juga tak mau melakukan itu, mungkin sih. Tapi , Al lucu juga ngomong kaya' begitu, padahal dia kan sudah sering dicium duluan sama perempuan waktu lajang dulu.

Ketika aku memasangkan dasi untuknya, ia masih saja tersenyum geli menatapku. Menyebalkan.

"Al...udah dong, aku gak akan lagi-lagi cium kamu duluan!" ujarku dengan kesal. Lalu melangkah menjauh dari hadapannya.

Tapi dasar Al , dengan cepat ia menarik kembali tubuhku untuk dipeluknya dari belakang. Aku sedikit terkejut dengan belaian lembut tangannya di perutku.

Cukup lama ia melakulan itu, membuatku tenang dan sedikit terlena karena begitu nyaman belaiannya. Jagoan kami memang paling suka dengan belaian Ayahnya.

Aku baru saja memejamkan mata dan menyandarkan tubuhku sepenuhnya pada Al. Hingga aku merasakan kecupan lembut nan basah itu di pipi kananku.

Lalu ciuman itu berpindah lagi di ceruk leherku, mengecupnya di sana beberapa kali. Hingga aku merasakan Al mulai sedikit menyesapnya dengan pelan. Hey...aku harus membuatnya berhenti!.

"Al...stop it , jangan sampe leher aku jadi merah gara-gara digigit Dracula kaya kamu!!!" teriakku, membuatnya dengan terpaksa menyudahi aksi mesumnya.

"Enak aja bilang aku Dracula..." protesnya.

"Terus apa, gigit-gigit sembarangan kayak gitu?" sanggahku.

"Suami kamu...suami kamu yang paling ganteng, ingat?!" narsisnya.

"Ingat Al, narsis banget sih...udah sana berangkat cari uang ya Ayah! " tuturku sambil merapikan jas dan dasinya yang sudah selesai aku simpul.

"Aku kan yang gaji mereka Sayang..." cicitnya kini mengelus perut besarku.

"Aish...ya juga sih, kalau begitu...selamat bekerja Ayah, jadi CEO yang baik ya, kami menunggu Ayah pulang!" ucapku sambil membelai perutku yang cukup buncit ini.

Terlalu berlebihan tidak sih?. Ucapanku jadi seperti anak alay begini, melantur kemana-mana. Tapi biarlah...aku merasa bahagia. Lagipula di depan Al ini, tidak masalah menurutku.

"Kalau kamu ngomong begitu, aku bakalan tambah kangen sama kalian berdua" ucap Al merengkuhku.

"Berangkat Al, come on!" suruhku dan akhirnya Al mencium keningku dan aku mencium tangan kanannya. Begitulah kebiasaan kami yang sangat aku sukai.

>>>

Aku duduk dengan harap - harap cemas di hadapan dokter Tian. Setengah jam yang lalu aku sengaja datang ke rumah sakit, tempatku memeriksa kandungan selama masa kehamilan pertamaku ini.

Ada hal penting yang ingin kutanyakan pada dokter Tian. Aku hanya ingin segera menyelesaikan masalah yang mungkin memang bersumber dariku.

Bukankan mencari jalan keluar dari sebuah persoalan itu baik?...

"Kamu beneran naik taxi Ki?" tanya dokter tian masih tidak percaya akan penuturanku sejak tadi.

"Ya ampun dok, daritadi nanyain itu mulu, sengaja ya?.Jadi gimana? , please Dok kasih tau ya!" pintaku sedikit memaksa.

"Buat apa sih Ki...kamu pengen banget tahu rumahnya Ariel?" tanya Dokter Tian menatapku dengan penuh perhatian.

"Untuk menyelesaikan masalah yang berasal dari aku Dok..." jelasku.

"Kamu tahu sendiri kan Ki, aku gak bisa sembarangan ngasih alamat pasien ke sembarang orang..." ungkap Dokter Tian membuatku lemas seketika.

"Dokter kan udah kenal aku...?" ujarku dengan muka yang begitu memelas.

"Tetep aja gak bisa Ki, melanggar aturan namanya. Maaf banget ya gak bisa bantu. Lagipula ada suami kamu yang pasti bisa nyuruh informan atau semacamnya untuk cari alamat Ariel" ucap Dokter Tian.

"Eh...Al ya?" gumamku tanpa sadar.

"Suami kamu gak tahu tentang ini?" tanya Dokter Tian penuh selidik.

Aku menggeleng pelan, kenyataannya Al memang belum tahu tentang rencanaku ini. Bukannya aku tak mau jujur, mungkin nanti aku akan memberitahunya ketika aku benar-benar sudah bicara pada Ariel.

"Lebih baik kamu bicara sama Al, akan lebih enak kalau suami kamu juga tahu Ki!" nasehat Dokter Tian.

"Lagipula kamu kan sedang hamil, kandungan kamu udah besar lho Ki...udah memasuki usia 7 bulan. Harus dijaga dengan baik" imbuh Dokter Tian.

"Aku tahu Dok...mungkin memang aku harus bicarain ini sama Al, terimakasih waktunya Dokter Tian, aku pamit" balasku tersenyum manis.

"Hati-hati Yuki, tetap minum vitamin dan susu Ibu hamilnya!" ujar Dokter Tian , aku mengangguk dan berlalu dari ruangan Dokter Tian dengan perasaan kecewa.

Aku harus bagaimana?, aku hanya ingin menemui Ariel. Memastikan ia baik-baik saja dengan Adi di sekitarnya. Perasaan tak tenang terus menghantuiku jika aku belum memastikan sendiri keadaan Ariel dan bayi yang dikandungnya.

>>>

Waktu sudah menunjukan pukul 13.00 WIB. Aku kini berada di loby kantor Al dengan dress Ibu hamil yang membungkus indah di tubuhku.

Setiap pasang mata yang melewati loby memandang heran ke arahku. Memang ada yang salah dengan penampilanku ?. Memang sih perutku sudah semakin besar dan aku masih saja berkunjung ke kantor Al dengan taxi, catat dengan taxi.

Al pasti akan mengamuk jika mengetahui itu. Biarlah...toh aku sekarang juga baik-baik saja, sampai dengan selamat di kantor suamiku.

Aku kini duduk di sofa lobby untuk mengistirahatkan tubuhku yang mudah lelah sekarang . Padahal hanya berjalan sebentar tapi kenapa sudah ngos-ngosan begini sih. Mungkin karena sehabis dari rumah sakit aku langsung ke kantor Al.

Mulai kuselonjorkan kakiku, mengatur nafasku dengan perlahan.

"Butuh minum Ki,  eh Ibu Yuki maksudnya ?" tanya Pak satpam yang sejak aku masuk lobby terus memperhatikan langkahku.

"Gak usah Pak Mardi, cuma butuh duduk sebentar, gak usah panggil Ibu juga kali Pak, panggil Yuki aja..." balasku dengan ramah. Dulu waktu aku masih jadi sekretaris Al, Pak Mardi ini yang paling rajin dan ramah menyapa setiap karyawan.

Sampai sekarangpun masih begitu,ramah menyapa setiap karyawan dan tamu yang datang. Pak Mardi lelaki paruh baya yang dulu selalu bilang...

"Hati-hati Ki , jatuh cinta beneran kamu sama Pak Al !!"

Pak Mardi masih berdiri di hadapanku dengan gagahnya. Ia memang sudah terlihat tua tapi jiwa mudanya masih begitu membara.

"Gak enaklah, istri Bos kok dipanggil namanya saja..." tutur Pak Mardi diiringi senyum lebarnya

"Yuki kan belum jadi ibu-ibu, Pak Mardi...lagian yang jadi Bos kan Al, aku mah apa atuh Pak, cuma wanita yang kebetulan jadi pendampingnya ... " sanggahku.

"Sebentar lagi juga jadi Ibu, kalau lihat kamu tuh kaya lihat anak Bapak yang nomor satu, anak Bapak juga sedang hamil anak pertamanya..." jelas Pak Mardi.

"Uhuk...uhuk, Pak Mardi !" seru Kepala Satpam yang sedang berkeliling mengontrol anak buahnya.

"Yah ketahuan, Bapak pergi dulu Ki...jaga calon anaknya, sehat terus, langgeng ya sama Pak Al" do'a Pak Mardi  padaku dan jagoan kecilku.

"Aamiin Pak, terimakasih do'anya"

Pak Mardi berlalu, ia kembali berjaga di tempatnya. Sudah hampir setahun yang lalu, aku masih sangat ingat ketika pertama kali memasuki kantor ini. Disapa oleh Pak Mardi yang begitu ramah.

Ketika bertemu Al di lift dan menjulukinya "jin iprit". Saat aku memasuki ruangannya untuk interview, semuanya masih teringat jelas. Pertemuan pertama kali kami, lewat aksi Al yang menyelamatkanku dari mobil jeep itu.

Untuk pertama kali, aku mencium bau parfume Al yang begitu khas ketika ia memelukku erat kala itu.

"Hey... Ibu hamil !" seru seseorang menyadarkanku.

Aku menoleh ke samping kananku, lalu tersenyum lebar ketika mendapati Ali sudah duduk di samping kananku dengan senyum yang terukir di bibirnya.

"Hai Li..." tuturku.

"Ibu hamil, kenapa ngelamun terus?" tanyanya.

"Hehe,,,gak kenapa-napa. Kamu mau kemana bawa berkas banyak begitu?" ucapku melirik berkas yang Ali bawa.

"Biasa Ki, mau dibawa ke Pak Bos" balasnya.

"Eh...perut kamu udah makin gede aja ya. Good job...Al sakti banget bisa buat kamu jadi kayak begini" timpal Ali.

"Kalo kamu udah punya istri juga bisa kok. Dasar....gak move on- move on dari Sina" sindirku.

"Move on kok, tapi pengen sendiri dulu. Mau menikmati masa single dengan tenang dan bahagia" cicitnya sambil menatap manik kembarku.

"Ciee...bilang aja masih ingat masa lalu, makanya gak mau membuka hati" ucapku semakin menyudutkannya.

"Apalah daya, aku hanya seorang single yang selalu dibully..." tuturnya dengan raut yang dibuat sedih.

"Duh...kasian! , mendingan sekarang kita berdua ke ruangannya Pak Al, sebelum dia ngamuk karena kamu lama..." ucapku menghentikan raut sedih dan memelasnya.

"Aish...sampe lupa kan ! , ayo Ibu hamil !, Pak Al butuh pawang untuk dijinakkan" ucapnya sambil mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.

Sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyuman  mendengar celotehannya.

>>>

Sepanjang perjalanan menuju ruangan Al, setiap pasang mata memandangku. Entahlah...mungkin ini hanya perasaanku saja. Tak sedikit dari orang-orang kantor yang berlalu lalang menyapa diriku dan Ali dengan ramah.

Tangan kananku terus membelai perut buncitku dengan lembut. Sejak beranjak dari sofa di lobby tadi, jagoan kecilku terus menendang.

Mungkin ia tahu akan bertemu dengan Ayahnya.

"Kamu gak papa kan Ki?" tanya Ali dengan raut wajahnya yang khawatir ketika melihatku sedikit meringis akibat tendangan si kecil di dalam perutku.

"Gak papa kok, udah biasa. Dia memang cukup aktif hari ini" balasku dengan tenang.

Kami memasuki lift untuk menuju ruangan Al berada. Ali terus bersiaga di sampingku. Sebentar-sebentar menoleh ke arahku dan memperhatikan tanganku yang terus membelai perut buncitku.

Untung saja tak banyak orang di dalam lift ini, hanya ada aku, Ali dan dua orang perempuan di depan kami. Setidaknya dengan tak banyak orang, aku bisa lebih leluasa dan tak merasa sesak.

"Si kecil di dalam perut kamu  suka nendang ya? "tutur Ali memecah keheningan di dalam lift ini.

Aku tersenyum, lalu mengangguk mantap.

"Dia suka nendang apalagi kalau kangen Ayahnya" balasku.

"Boleh gak sih aku pegang perut kamu?" tanya Ali hati-hati.

Aku mengangguk, dengan ragu Ali mulai mengarahkan tangannya ke perutku. Berhenti di sana cukup lama. Ekspresi wajahnya berubah-ubah dengan lucu seperti sedang mencari sesuatu.

"Dia gak nendang..." ucap Ali sambil menjauhkan tangannya dari perutku.

Aku terkekeh lalu menatap Ali dengan senyum merekahku.

"Itu karena dia tahu, kamu bukan Ayahnya..." ucapku.

"Kok bisa gitu ya?, hebat banget anak kamu Ki, padahal masih di dalam perut lho..." celetuk Ali dengan takjub.

"Ada ikatan darah Li, makanya si kecil tahu mana Ayahnya , mana yang bukan " jelasku lalu pintu lift pun terbuka.

Ali menuntunku dengan hati-hati. Rasanya jadi seperti putri diperlakukan samanis ini. Dua orang perempuan yang aku tahu adalah staf keuangan juga menyapaku ramah sebelum mereka keluar dari lift terlebih dahulu.

"Terimakasih Li..."

"Gak masalah Ki, aku jadi berasa bertanggung jawab , mengantar kamu dengan selamat sampai ruangan Al" jelasnya tersenyum manis

"Kamu kan emang mau ke sana" celetukku.

"Hehe...iya juga sih!" kekehnya.

>>>

Ali kini mengetuk pintu ruangan Al dengan tidak sabar, pasalnya perutku rasanya sakit sekali akibat ulah aktif jagoan kecil yang ada di dalam perutku.

Sekretaris Al sedang tidak ada di tempat, aku rasa...dia sedang ke kamar kecil.

Dengan otomatis pintu ruangan Al terbuka, menampakan sosok yang aku rindukan sedang duduk di singgasananya. Ia masih berkutat dengan benda persegi panjang dengan banyak tombol itu.

Mengetik sesuatu yang aku tahu sangat penting, sesekali ia meneliti berkas yang tak jauh dari laptopnya.

Payah sekali...ia tak sadar aku ada di sini!!!.

"Lama banget sih Li, gue kan suruh cepet-cepet ke sini!" semprot Al dengan tampang dinginnya.

Bahkan Al masih saja fokus pada laptopnya, ia sama sekali tak memalingkan pandangan dari benda itu.

Ali melirik ke arahku yang tepat berdiri di samping kirinya. Kepalanya menggeleng pelan melihat kelakuan Al yang begitu fokus pada pekerjaannya.

"Mana berkasnya?" tanya Al mulai tak sabar.

"Fokus banget Pak, lihat sini dikit!, boleh kali..." celoteh Ali terkikik geli.

"Gak usah bercanda lo, mana berkasnya!" tegasnya dengan nada yang semakin meninggi.

"Heh...jadi calon Bapak itu harus sabar!. Bener gak Nyonya Al?" tutur Ali menatap diriku dengan senyum dikulumnya.

"Bener banget, harus sabar!" balasku dengan lantang. Biar saja...biar Al sadar aku ada di hadapannya sekarang.

Ku lihat ia terkejut mendengar suaraku. Tuh kan...kalau tidak begitu , ia pasti masih terus fokus pada pekerjaannya.

Sedetik kemudian, ia mengalihkan pandangan dari laptopnya.

Pandangannya fokus menatap mataku. Tak ada tampang terkejut yang berlebihan, hanya ada ekpresi datar yang tecetak di wajah tampannya.Hah...sudah biasa, bahkan sejak awal bertemu dengannya, Al memang suka memasang tampang itu.


"Sini Li berkasnya...lo boleh keluar sekarang!" titahnya tanpa mengalihkan pandangannya dariku.

"Ah elah...gue tahu ada yang mau quality time berdua,aku mah apa atuh..." celoteh Ali lalu beranjak pergi.

Tapi sebelum Ali benar-benar pergi, ia tersenyum ke arahku.

"Bye Yuki...hati-hati digigit sama tuh bos satu!" tuturnya lalu melenggang pergi dari ruangan Al.

>>>

"Kenapa gak bilang mau ke sini?" tanyanya berjalan mendekat ke arahku yang kini duduk dengan nyaman di sofa ruangannya.

"Emang gak boleh aku ke sini?!" celetukku.

Ia duduk berjongkok di hadapanku,mengelus perutku dengan sayang lalu seperti biasa jika kami hanya berdua, mengecup bibirku sesuka hatinya.

Satu kecupan mendarat di bibirku...

Beralih ke pipi kanan dan kiriku...

Berlanjut lagi di keningku...Al mengecup lama di sana, membuatku menutup mata sejenak dengan kecupannya.

"Bukannya gak boleh Sayang, tapi kamu lagi hamil besar dan itu bahaya buat kamu dan baby kita" jelasnya ketika menyudahi kecupan panjangnya di keningku.

Al mengelus lagi perutku, rasanya perutku tak sakit lagi. Rasa sakitnya hilang seketika , hanya ada rasa nyaman yang kurasakan.

"Aku bisa jaga baby kita Al!" elakku.

"Jagoan kecil Ayah nendang!" pekiknya dengan senyum yang merekah.

"Dia kangen kamu Al" balasku menatap raut bahagianya.

"Bundanya juga kangen aku?" godanya.

"Iya, Bundanya juga kangen kamu" balasku tersipu.

Dengan cepat Al melingkari pinggangku begitu posesif.

"Al...aku laper!" gumamku membelai lembut rambutnya yang hitam.

"Jangan bilang kamu belum makan siang !, kamu ke sini naik taksi dan gak minta dianterin sama Pak..." celoteh Al yang langsung kubekap mulutnya dengan tangan kananku.

"Ishhh...kamu !, kalau kita cuma berdua cerewet banget sih" omelku dengan raut wajah yang cemberut.

"Ini nih kalau kamu gak bilang dulu mau ke sini!, suka sembarangan dan gak mikirin anak kita...!" oceh Al yang kini beralih duduk di sampingku sambil menatap lekat mataku, lengkap dengan tangannya yang bersedekap.

"Laper Al, aku butuh makan Sayang..." rayuku dan yup...berhasil, I got it!.

"Ini belum selesai Sayang, kamu harus jawab pertanyaanku setelah kamu dan jagoan kecil kita makan!" tutur Al mulai berdiri dari duduknya.

"Kamu mau makan apa?" tanyanya dengan wajah datar tanpa senyum kecil yang menghiasi sudut bibirnya.

Biarlah, Al tak akan bisa lama-lama bersikap sok dingin dan  arrogant seperti itu padaku.

" Aku mau sayur asem yang ada kacang dan jagungnya, tempe goreng , kerupuk udang, satu lagi...harus ada sambel terasinya, oh iya...nasinya jangan banyak-banyak, udah itu aja. Makasih sebelumnya suamiku "pintaku dengan senyum merekah.

Sedangkan Al masih saja memasang wajah datarnya.

"Hmm...apalagi?" tanyanya.

"Belinya harus di warung Mbak Eti yang ada di kantin kantor!" ucapku yang dibalas anggukan oleh Al.

Al sudah bersiap-siap menekan nomor di benda pipihnya. Namun sebelum Al melakukan itu, aku mengentrupsinya.

"Al...kamu mau telepon siapa?" tanyaku.

"Pak Didi , aku mau suruh Pak Didi buat beliin apa yang kamu mau" balas Al.

Aku memutar bola mata dengan malas. Sedetik kemudian aku memasang wajah puppy eyesku.

"Aku maunya kamu yang beliin langsung Al bukan Pak Didi !" pintaku membuat Al menghela nafasnya yang terasa begitu berat di pendengaranku.

"Aku...tapi,aku ke kantin kantor Ki, yang bener aja?" ucapnya begitu shock.

"Demi anak kita Al!" rayuku lagi.

Al masih diam, menatap manik kembarku amat lekat. Manja pada suami sendiri tidak masalah kan?.

Lagipula aku hanya ingin Al yang membelikannya bukan orang lain. Sepertinya, masa ngidamku  masih berlanjut meski sudah memasuki bulan ke tujuh.

"To be continue"

"Tinggalkan comment dan vote kalian teman-teman"

Continue Reading

You'll Also Like

8.3M 517K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
699 73 13
Hancur ? kenapa harus hancur ? Apa apa dengan semesta ? kenapa semesta begitu kejam padaku ?
1.3M 110K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
3.5K 222 4
Han Seol adalah gadis cantik berusia 18 tahun. namun dia harus menikah dengan lelaki berusia 29 tahun yaitu Park Jun. ia harus menikah karena papa ma...