You Can't Hurry Love [Dihapus...

Autorstwa Kimikara

457K 27.7K 283

"Do not be in a hurry, the right man will come at last." Jane Austen. Isabelle Anjani Nitisara bekerja sebag... Więcej

Part 2 Hello, Mr. Arrogant CEO
Part 3 Queen Dowager is Coming
Part 4 You Can Do It, Jani!
Part 5 Interview with Mr. Arrogant CEO
Part 6 The Right One
Part 7 Invitation to Paradise
Part 8 Bali, Here I Come
Part 9 Know Me Well
Part 10 Single by Choice
Part 11 What Do You Want, Mister?
Part 12 A Room to Rent
Part 13 Thank You
Part 14 We're Just Friends
Part 15 Sunday Morning View
Part 16 Take Me Home Tonight
Part 17 My Best Friend's Wedding
Part 18 The Truth About Bram
Part 19 Friday I'm in Love
SPOILER
Woro-Woro

Part 1 It's Five O'clock Somewhere

45.1K 1.9K 53
Autorstwa Kimikara

"Menjadi seorang jurnalis itu artinya bekerja 24 jam. Kamu harus siap jika dibutuhkan kapan saja dan di mana saja. Apa kamu sanggup?" Pertanyaan itu diberikan oleh pak Yono, pemimpin redaksi Jagat Daily News, saat aku wawancara kerja.

"Iya, saya sanggup," jawabku mantap.

Waktu itu aku berpikir jikaPak Yono hanya menakut-nakuti untuk menguji apakah aku benar-benar mau jadi jurnalis atau enggak. Aku masih ingat betapa bahagianya aku ketika diterima sebagai jurnalis di Jagat Daily News. Setelah bekerja selama lima tahun sebagai jurnalis, perkataan Pak Yono tidak benar-benar terbukti. Jurnalis juga manusia enggak mungkinlah kerja 24 jam. Yang pasti jam kerja jurnalis tidak dari jam 9 sampai jam 5, tapi tergantung situasi dan kondisi. Jurnalis harus siap kalau harus kerja di hari apapun termasuk hari libur dan jam berapa pun.

Hari ini hari Sabtu, tapi semua jurnalis di kantor harus masuk untuk liputan khusus tentang kenaikan harga sembako dan bumbu dapur. Sumber daya manusia di kantorku sedikit, jadi untuk berita kami kadang mengandalkan jurnalis di harian Jagat yang masih satu grup.

"Jani! Sini bentar," perintah pak Rio sambil melambaikan tangan.

Aku berjalan mendekatinya. "Kenapa, Pak?"

"Coba hari ini kamu ke Pasar Kramat Jati terus pantau harga sembako dan bumbu dapur di sana. Habis itu kamu cari pasar tradisional lain buat perbandingan. Terserah di mana," terang pak Rio.

"Oke, Pak." Aku berjalan menuju mejaku untuk mematikan komputer dan bersiap berangkat.

"Pagi, Mbak. Mau ke mana?" sapa Nadya, reporter yang bentuknya mirip anggota girlband K-Pop, lengkap dengan lensa kontak berwarna dan BB cream yang membuat kulitnya tampak flawless.

"Ke pasar. Mau ikut?" kataku sambil memasukkan botol minuman ke dalam tas.

"Ogah ah, ngapain," kata Nadya sambil mengibaskan rambutnya yang bercat pirang.

"Cap cus dulu ya." Aku beranjak meninggalkan Nadya. Belum sampai ambang pintu pak Rio memanggilku. "Jani, ajak Nadya tu!"

Aku membalikkan badan dan bertatapan dengan Nadya yang memasang ekspresi ngeri.

"Nadya, cepat ikut Jani! Nanti beritanya kirim ke aku ya!" teriak Pak Rio. "Kamu pantau harga daging sapi ya!"

Nadya menurut, dia langsung mengambil tasnya dan berlari ke arahku. Kami berjalan menuju lift. Kantorku ada di lantai 25 atau lantai teratas.

"Mau ke pasar mana, Mbak?" tanya Nadya saat kami masuk ke lift.

"Kramat Jati. Terus habis itu disuruh ke dua pasar lain. Aku mau ke pasar Benhil sama Senen aja yang dekat kantor," jawabku.

Pekerjaan sebagai jurnalis tidak hanya menggunakan otak saja tapi juga fisik. Aku harus pergi ke sana ke mari mencari berita dengan angkutan umum. Kami ke pasar Kramat Jati naik angkutan umum. Di kantor jatah taksi hanya untuk marketing. Ketika marketing tetap wangi dan rapi saat sampai di tujuan, jurnalis tampak kucel dan bau saat sampai tujuan. Kami sampai di Pasar Induk Kramat Jati pukul sepuluh dan langsung mencari tempat yang menjual bumbu dapur. Berhubung belum pernah masuk pasar ini, kami berdua kesulitan menemukan tempat yang kami cari. Kami malah kesasar ke tempat buah.

"Cari apa, Neng?" tanya seorang cowok muda penjaga stan buah.

"Tempat bumbu dapur di mana, ya?" balasku.

Bukannya menjawab cowok itu malah berkomentar, "Beli buah aja Neng. Ini jeruknya manis lho kayak Neng."

Aku dan Nadya langsung kabur. "Lho kok malah kabur?" teriak cowok itu yang disambut tawa pedagang lain. Kami mempercepat langkah kami dan melewati kerumunan cowok muda yang sedang menunggui dagangan sambil merokok.

"Eh, ada artis Korea," celetuk salah seorang cowok. Aku yakin banget kalau dia mengomentari Nadya. Nadya memakai jins ketat dan atasan yang enggak kalah ketatnya dipadukan dengan sepatu boots bertali. Dandanannya memang lebih cocok buat ke mall daripada ke pasar. Untung hari ini aku memakai jins dan blus brokat ala Hippies, jadi tidak salah kostum kalau dipakai ke pasar becek.

"Mirip penyanyi dangdut siapa ya?" balas cowok lainnya.

"Sialan!" omel Nadya. "Kalau tahu disuruh ke pasar tadi pakai kaos sama sneakers aja."

Akhirnya, kami sampai di tujuan setelah bertanya pada ibu-ibu pedagang buah. Kami mewawancarai beberapa orang pedagang, lalu pindah ke Senen dan Benhil. Setelah ngubek-ubek tiga pasar, masing-masing harus menulis lima berita. Biasanya kalau tidak sampai ada lima berita, kami harus menambah dengan berita terjemahan agar kuota lima berita sehari terpenuhi. Aku dan Nadya makan siang di rumah makan Padang dekat Benhil sambil berdiskusi untuk membagi berita apa yang akan kutulis dan apa yang akan ditulis Nadya.

"Kamu nulis tentang harga beras yang masih stabil, harga daging sapi naik, cara penjual bakso menyiasati kenaikan harga daging sapi. Aku nulis tentang harga cabai, pendapat pemilik warung makan tentang kenaikan harga cabai dan harga sembako apa aja yang naik."

"Baru tiga nih. Berarti harus cari dua berita terjemahan," kata Nadya.

"Khusus hari ini harus berita yang berhubungan dengan harga sembako. Udah yuk balik kantor entar kita pikir lagi," ajakku.

Sampai di kantor, kami langsung sibuk menulis berita dan memikirkan cara untuk memenuhi kuota.

Kris, sahabatku yang tinggal di Jogja, mengirim pesan melalui LINE PC.

Kristina: Houston to earth.

Janur: Earth to Houston.

Kalimat itu merupakan kode, saat kami bertukar pesan melalui LINE PC. Artinya, situasi aman dan kami bebas mengobrol. Dia partner in crime-ku waktu bekerja di kantor pemasaran di Jogja. Pekerjaanku sebelum menjadi jurnalis. Kami sering kelayapan di Beringharjo saat makan siang atau pas bos enggak ada di kantor. Jaman itu kami mengobrol lewat Yahoo Messenger karena beda ruangan. Aku bagian admin, sedangkan dia bagian keuangan. Kini, Kris bekerja di pabrik garmen yang ada di Jogja. Kantornya masuk di hari Sabtu meskipun setengah hari.

Kristina: Bridezilla mode on. Help."

Janur: Kenapa lagi?"

Kris akan menikah enam bulan lagi. Dia sibuk menyiapkan pernikahannya sendiri karena tidak memakai wedding organizer. Sejauh ini dia masih belum menemukan gedung untuk resepsi. Urusan souvenir dan cetakan undangan juga belum dibahas.

Kristina: Foto pre-wedding mahal ya. 5,5 juta bo.

Janur: What? Mahal amat. Pakai foto biasa ajalah

Aku tidak mengerti kenapa orang rela bayar mahal buat apa yang disebut foto pre-wedding. Dengan harga 5,5 juta mending duitnya buat beli mesin cuci apa kulkas buat isi rumah.

Kristina: Enggak ada foto yang bagus. Ini lagi cari yang lebih murah. Ada ide konsep foto?

Janur: Gimana kalau ceritanya kalian lagi belanja terus kamu pose di depan cermin sambil megangin ujung rok yang kamu pakai. Terus Bongky duduk deket cermin sambil ngelihatin kamu dengan tatapan terpesona.

Kristina: Idenya bagus. Tapi, Bongky enggak bakal mau di suruh pose aneh-aneh.

Aku baru dua kali bertemu Bongky dan memang dia bukan tipe cowok narsis yang suka pose aneh-aneh. Dia tipe IT geek yang doyan main game.

Janur: Eh sambung nanti ya. Dipanggil bos nih. C U.

Kristina: C U.

Aku sering heran dengan orang nikah yang pakai repot. Udah gitu keluar duit banyak buat resepsi dengan undangan orang satu kecamatan, jahit kebaya mahal sama foto pre-wedding. Kalau aku nikah aku enggak pengin gede-gedean. Yang penting calonnya orang yang tepat, sah secara agama dan negara, dan ada restu dari orang tua. Yang pasti itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat ini. Selain belum menemukan orang yang tepat, aku juga masih ingin bebas.

***

Sebentar lagi umurku 30 tahun. Orang-orang di sekitarku udah pada ribut kenapa aku masih lajang. Dulu Uti panggilan untuk nenekku menikah dengan Eyang Kakung saat baru berusia 12 tahun. Jadi, menurut Uti menikah di atas usia akhir 20-an itu masuk kategori terlambat. Dia menganggap aku dan Dita, adikku, perawan tua. Ibuku juga ribut kenapa aku dan Dita masih tidak tertarik menikah. Dita bekerja di majalah remaja Chica sebagai asisten redaktur sambil kuliah S2 jurusan Bahasa Inggris. Sebenarnya, dia lebih tertarik sekolah daripada bekerja.

Bagi kami berdua tidak ada tenggat waktu untuk menikah. Tapi, Uti dan Ibu memiliki pemikiran berbeda.

"Dulu ibu seumuran kamu udah punya anak dua. Kenapa kamu pacar aja enggak punya?" Kalimat itu sering diucapkan oleh Ibu.

"Gimana kamu udah ketemu cowok belum? Kenapa enggak cari di Facebook?" Itu adalah kalimat lain yang diucapkan Ibu.

Untungnya, Bapak tidak pernah peduli anaknya punya pacar apa enggak, atau tertarik nikah apa enggak. Bagi Bapak yang penting anaknya hidup bahagia. Untuk bahagia tidak perlu punya pacar atau menikah, kan?

Lagian aku terlalu sibuk untuk pacaran. Jangankan pacaran, aku bahkan tidak punya waktu untuk "me time." Sabtu dan Minggu, kalau enggak ada liputan waktunya habis buat cuci baju yang sudah menumpuk seminggu, setrika, belanja bahan makanan dan bersih-bersih. Kegiatan itu aku lakukan kalau sedang tidak malas, kalau malasku kumat aku menghabiskan waktu untuk tidur mengisi energi.

Apa yang akan kulakukan jika memiliki waktu luang? Salah satunya adalah melahap koleksi DVD, seperti sekarang ini. Aku memandangi bodi seksi Alexander Skarsgard di serial True Blood dengan terpana. Kenapa di sini enggak ada cowok yang bentuknya kayak gitu, batinku. Sebungkus keripik kentang yang sejak tadi kupegang dengan tangan kiriku sampai melempem.
"Hati-hati tu ilernya entar netes di lantai lho," goda Dita, adikku.
Aku tidak menghiraukannya dan tetap berada pada posisi yang sama hingga Eric Northman menghilang dari layar kaca. Aku menghabiskan keripik kentangku lalu mematikan TV dan DVD. Aku tidak ingat kapan terakhir kalinya aku memiliki "me time" seperti ini. Aku menguap.

"Tidur ah," kataku sambil beranjak dari sofa dan masuk kamar mandi untuk gosok gigi.
"Yah, enak banget udah bisa tidur," gerutu Dita yang sedang menyetrika baju.
Selesai gosok gigi, aku masuk kamar dan mengecek jadwalku untuk besok di ponselku.
Ada tiga undangan konferensi pers untuk hari besok. Pukul sepuluh konferensi pers perusahaan asuransi di Hotel Peninsula, pukul satu peluncuran mesin cuci merek dari Korea di Hotel Mulia, Kuningan. Dan, yang terakhir konferensi pers bank swasta asing di Hotel Mandarin Oriental pukul empat. Besok adalah hari Senin saatnya kembali ke dunia nyata.

___________________________________________

Author's Note: Penulis enggak menemukan cast orang Indonesia untuk Abhi dan Bram. Jadi bayangkan saja Abhi mirip Danila Kozlovsky sedangkan Bram mirip Noah Mills.

Ganteng yang mana? Itu selera masing-masing ya. Penulis sih lebih suka Danila.

Danila Kozlovsky.

Noah Mills.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

751K 8.9K 8
[completed version on DREAME app] "Siapa?" tanyaku takut. "Dia Aqila," jawab lelaki di depanku mantap. • • • Zona pertemanan yang seorang Azka Aldric...
92K 8K 34
Sebuah kisah sederhana diceritakan lewat sudut pandang pria dingin dan penyendiri. Pada suatu hari bertemu gadis cantik yang tidak mampu melihat, nam...
336K 52K 29
Mili sangat membenci kondisi ini. Dikejar-kejar oleh Mamanya sendiri yang mau menjodohkannya. Bahkan, titah untuk menikah sebelum usia 24 tahun terus...
202K 17.2K 41
Kata orang, cewek dan cowok itu nggak akan bisa menjalin hubungan persahabatan murni. Kenapa? Mungkin klise, sudah terlalu sering terbukti. Bukan hal...