Lagu Untuk Bintang

By Junieloo

609K 18.4K 609

Pemenang Wattys 2017 Kategori "The Breakthroughs" Sebut saja Bintang, gadis mungil yang mempunyai banyak mimp... More

Prolog
Perhatian!
[Repost] 01: Bintang Jatuh!
[Repost] 03: Bintang Kecil
[Repost] 04: Dinginnya Langit Malam
[Repost] 05: Biru Cerah Sang Langit
06 | Senyum Sang Langit
BEHIND THE SALIM

[Repost] 02: Bintang di Langit

25.8K 2.7K 125
By Junieloo

Bintang memeluk kedua lutut dan menumpukan dagu di atasnya. Sambil bersenandung kecil, pandangannya sedetik pun beralih dari cahaya-cahaya mungil di langit malam.

"Bintang kecil, di langit yang biru... amat banyak, menghias angkasa... ak—eh?" Kening Bintang berkerut. "Kok bawa-bawa nama Kak Langit sih?" tanyanya heran pada diri sendiri.

Sepertinya, semenjak insiden "Bintang Jatuh Menimpa Langit" itu, pikiran Bintang selalu terarah pada Langit Angkasa, baik disengaja maupun tidak.

Bintang menggeleng, mengenyahkan sosok Langit dari benaknya. Kemudian ia kembali menatap langit malam yang segelap rambut panjangnya. Gadis itu mengulum senyum, membayangkan wajah ayahnya muncul dalam gulita.

"Ayah, Bintang ketemu sama Langit!" Bintang menyengir lebar, memperlihatkan deretan gigi mungilnya yang rapi. "Awalnya Bintang kesal sama Langit, eh maksud Bintang Kak Langit!" Bintang memukul sekilas bibirnya dengan ringan. Ia merasa telah berlaku tidak sopan dengan menyebut nama seniornya langsung dengan nama.

"Bintang kesal karena Kak Langit jutek banget sewaktu Bintang nggak sengaja bikin dia jatuh. Ekspresinya itu lho, Kak Langit seram banget deh pokoknya. Padahal Bintang udah minta maaf." Bintang mengusap hidungnya yang terasa membeku akibat dinginnya udara malam. "Tapi pas Bintang ketemu lagi, Kak Langit kayak orang yang kesepian gitu. Dia sendirian, Ayah. Mungkin dia nggak punya teman, ya? Habisnya, dia galak!" Bintang menghela napasnya. "Tapi Bintang penasaran. Tapi Bintang lebih nggak mau dianggap kecentilan!" gerutunya, cemberut.

Ketukan lembut di pintu kamarnya mengalihkan perhatiannya dari langit malam. "Ya, Bun?" Ya, siapa lagi yang mengetuk pintu dengan lembut seperti itu selain bundanya?

"Tidur, Sayang. Besok Bintang nggak mau terlambat, kan? Jangan terlalu lama di luar, angin malam nggak baik untuk kamu. Lekas cuci muka dan gosok gigi, ya."

"Iya, Buuun," jawab Bintang lantas kembali tersenyum pada langit. "Bintang mau bobo ya, Ayah? Ayah tetap jagain Bintang di sana."

Gadis itu berlalu kembali masuk ke dalam kamar lantas menutup jendela besar yang beralih fungsi sebagai pintu ke arah balkon.

***

"Kamu boleh sesuka hati bersikap pada saya, tapi ingatlah Langit, kamu masih berpangku tangan pada saya. Saya yang membiayai kelangsungan hidupmu. Masa depanmu. Tanpa saya, kamu tidak akan setinggi namamu," ujar seorang pria yang terduduk di sofa single miliknya.

Serupa, tapi tak sama. Itulah kalimat yang pantas untuk keduanya. Ketampanan pria itu banyak mewarisi Langit sehingga pemuda tersebut memiliki perpaduan yang tampak sempurna.

Langit tersenyum sinis. "Dengan senang hati saya pergi dari sini kalau Anda merasa terbebani," balas Langit dengan bibir menipis, kemudian ia mengerling tajam. "Dasar perhitungan!"

Pria itu menatap punggung anaknya yang berlalu dengan nelangsa. Hatinya teriris perih mengingat setiap kata tajam yang keluar dari bibir Langit. Tidak ada lagi senyum bahagia menyambut kedatangannya. Tidak ada lagi kalimat-kalimat rindu yang membuatnya ingin cepat-cepat pulang ke rumah, bermain dengan anak-anaknya.

Patah. Hancur. Redup. Segala kerusakan telah menyelimuti keluarganya. Bahu yang selalu tegap itu kini terkulai tak berdaya. Ia merindukan masa lalunya. Kebahagiaannya.

***

Pertengkaran kemarin ternyata menghancurkan suasana hati Langit hingga sekarang. Kali ini berbeda, langit cerah di atas seolah mengkhianati perasaan mendung sang Langit hari ini.

Langkah Langit yang panjang tidak membutuhkan banyak waktu untuk sampai ke halaman belakang. Lagi-lagi ia ingin sendiri. Menenangkan pikiran di balik pohon besar, tempat paling aman untuk tidak diketahui siapa pun.

"And I'm gonna miss you like a child misses their blanket but I've got to get a move on with my life. It's time to be a big girl now... And big girl's don't cry..."

Senandung kecil itu membuat Langit mendengus kesal menyadari dirinya tidak sendirian. Meskipun baru bertemu beberapa kali, Langit tahu jika gadis kemarinlah yang tengah menempati lahannya.

Merasakan kehadiran seseorang, Bintang menoleh dan tersenyum pada Langit yang menatapnya tanpa ekspresi. Segera gadis itu bangkit dan menepuk-nepuk pantatnya, membersihkan rok abu-abunya debu dan dedaunan kering yang menempel. Tak lupa, ia terlebih dulu menyimpan earphone dan mini clip MP3 player birunya di saku seragamnya.

"Ngapain di sini?"

Kalimat dingin itu sanggup membuat bibir mungil Bintang baru saja ingin menyapa ramah, terkatup rapat.

Bintang berdeham kecil seraya memberikan kalung yang ia temui kemarin. "Bintang mau ngembaliin ini, Bintang pikir ini mungkin punya Kak Langit?" ucapnya, ragu.

Ya, pada akhirnya Bintang sendiri yang berniat mengembalikannya. Gadis itu mengumpulkan keberanian sebanyak-banyaknya terlebih dulu sebelum membulatkan tekad untuk menghadap sang Langit.

Terkejut mendapati kalung tersebut berada di tangan orang lain pun membuat Langit merampasnya dengan paksa. "Jangan pernah ngambil apa yang bukan punya lo."

Bintang tercengang. Tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepala Langit. Bisa-bisanya ia dituduh mencuri padahal niatnya sangat baik.

"Niat Bintang ngambil kalung Kak Langit tuh baik. Bintang nemuin kalung itu di sini kemarin, makanya hari ini Bintang ngembaliin ke Kak Langit," jelas Bintang dengan napas memburu. Perdebatan sekecil apa pun seolah sanggup menyentil ulu hatinya, membuat Bintang ingin menangis! "Maaf kalau Bintang salah. Bintang cuma nggak mau kalung itu jatuh ke tangan orang lain. Bintang janji, nggak akan ngulangin kesalahan yang sama," lanjutnya dengan suara parau.

Langit hanya mampu bergeming menatap kepergian punggung mungil itu. Melihat benda terpentingnya berada di tangan bocah asing yang bahkan tidak Langit kenal membuat amarahnya tersulut. Kalung ini sangat penting baginya. Kalung tersebut adalah kenangan. Sebuah peninggalan untuknya.

Tapi, Bintang hanya ingin berbaik hati! Benar kata gadis itu, tanpa Bintang, mungkin kalung ini sudah lenyap di tangan orang tak bertanggung jawab. Bagi sebagian orang yang mengerti perhiasan, kalung yang terlihat sederhana ini pun pasti mereka akan tahu bahwa harga kalung ini tidaklah murah.

Langit mengembuskan napasnya. Tatapannya beralih pada rerumputan yang menjadi pijakan Bintang beberapa menit lalu.

Mungkin ia akan meminta maaf pada Bintang.

***

Kunjungan Langit di kelas 10.3 membuat nyaris semua penghuni tercengang. Bahkan ada yang iseng menyumpalkan gumpalan kertas ke dalam mulut temannya sendiri saking lebarnya menganga.

"Ada Bintang?"

Seolah terhipnotis dengan sosok Langit, semua orang di kelas itu manggut-manggut.

"Di mana?"

Lagi, semua orang menggeleng serempak.

"Ke kantin, Kak. Sama Nari," jawab salah satunya membuat Langit bersyukur karena masih ada orang normal yang tidak menganggapnya seperti setan.

"Makasih."

Langit berlalu begitu saja. Tidak menyadari, kini dirinya langsung menjadi topik hangat di kelas 10.3 tersebut.

"Sebenarnya, tadi gue mau jawab, 'Bintangnya di Langit, Kak!' tapi mukanya nggak bisa diajak bercanda, anjir!"

Sebagian besar penghuni di kelas Bintang kontan tertawa, berharap Langit benar-benar telah pergi dan tidak mendengarkan lelucon murahan tersebut.

Langit memasuki kantin tanpa ekspresi. Sepasang bola matanya bergerak-gerak, menyisir pandangan dan mencari seseorang yang dituju.

Dapat.

Langit melangkah mendekat. Dengan gerakan tangan saja, laki-laki itu mampu mengusir Nari yang duduk di hadapan Bintang untuk menyingkir sementara.

Terlalu mendalami isak tangisnya, Bintang jadi tidak menyadari keberadaan Langit di hadapannya. Kepala gadis itu masih menelungkup di atas kedua lengan yang terlipat.

Tunggu! Bintang menangis?

"Omongannya nyakitin banget, Nari! Bintang kayak dituduh mencuri. Padahal, kan, niat Bintang baik. Kalau Bintang nggak ambil kalungnya, pasti udah dibuang sama tukang bersih-bersih, atau lebih parah mungkin diambil sama orang lain," racau gadis itu dengan suara terpendam karena posisinya. "Bintang salah ya, Nari?"

"Nggak."

Suara berat itu kontan membuat Bintang mendongak. Alih-alih Nari, Bintang justru mendapati laki-laki tampan yang menjadi alasan di balik tangisnya. Langit tersenyum menyambut Bintang yang terkejut.

Tersenyum.

Bukan hanya Bintang, seluruh penghuni kantin yang tengah mengamati keduanya dengan rasa penuh ingin tahu pun tertegun melihat senyum sang Langit untuk Bintang.

"Lho? Nari di mana?" Bintang menjulurkan lehernya, mencari-cari sosok Nari yang tidak terlihat di setiap penjuru kantin.

"Maaf." Lirihan sang Langit sanggup membuat kedua mata Bintang kembali beralih padanya. "Gue tahu lo berniat baik. Gue cuma kebawa emosi tadi. Kalung itu penting banget buat gue soalnya."

Bintang memanggut-manggut, menatap Langit dari balik bulu matanya. "Iya, Bintang tahu kok."

"Tahu?" Langit mencondongkan badannya. "Tahu dari mana?"

"Segalanya yang kita punya itu, kan, pasti penting."

Langit tersenyum tipis. "Tapi ini lebih dari sekadar penting, Bintang."

Bibir mungil Bintang lantas membentuk huruf "o". Tidak tahu harus merespons apa. Kepalanya kini hanya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tidak boleh dikeluarkan. Bintang tidak boleh mengusik privasi seseorang hanya karena rasa penasaran menggelitik dirinya.

"Udah nggak marah, kan, sama gue?" tanya Langit, mengenyahkan lamunan Bintang.

Bintang mengerjap-ngerjap, mencerna kalimat Langit selama beberapa saat sebelum akhirnya menggeleng. "Bintang nggak marah kok sama Kak Langit," jawab Bintang tersenyum kikuk, dan Langit membalas senyumannya. Lagi.

Beberapa orang yang menyaksikannya pun tercengang. Tidak pernah mereka melihat seorang Langit Angkasa tersenyum dan menatap lawan bicaranya dengan intens seperti yang barusan dilakukan laki-laki itu pada Bintang!

Bintang. Gadis polos berotak bloon dengan tingkah ceroboh yang berbadan cebol. Siapa sih gadis ini sampai bisa-bisanya membuat Langit "mau" berbicara empat mata dengannya?

Ya. Fakta ini sanggup mematahkan hati seluruh pemuja Langit!

<3<3<3

Continue Reading

You'll Also Like

273K 15.5K 50
[SEQUEL OF SAHABAT GUNUNG] ------------------------------------- Ini bukan impian gue dalam pacaran. Dulu gue selalu mimpiin kalau kisah pacaran...
69.2K 10K 24
Bagi Kang Yoo Ra, kesempurnaan itu tidak ada. Jika bahagia muncul, maka ia harus siap kehilangan. Meski hidupnya berubah, Yoora tetaplah yang dulu...
771K 55.2K 13
Okay, siapa sih yang tidak kesal karena diperlakukan semena-mena? Lagi, kenapa Arin sangat teramat sial karena bertemu dengan orang jutek, tidak tah...
3.5M 287K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...