"INFINITY" [N.H]

By squidbams_

57.6K 5.5K 1.2K

Ini semua tentang kisahmu, y/n. Seorang anak kedua dari keluarga Payne yang baru saja kembali ke London untuk... More

"INFINITY" | PART 1
"INFINITY" | PART 2
"INFINITY" | PART 3
"INFINITY" | PART 4
"INFINITY" | PART 5
"INFINITY" | PART 6
"INFINITY" | PART 7
"INFINITY" | PART 8
"INFINITY" | PART 9
"INFINITY" | PART 10
"INFINITY" | PART 11
"INFINITY" | PART 12
"INFINITY" | PART 13
"INFINITY" | PART 14
"INFINITY" | PART 15
"INFINITY" | PART 16
"INFINITY" | PART 17
"INFINITY" | PART 18
"INFINITY" | PART 19
"INFINTY" | PART 20
"INFINITY" | PART 21
"INFINITY" | PART 22
"INFINITY" | PART 23
"INFINITY" | PART 24
"INFINITY" | PART 25
"INFINITY" | PART 26
"INFINITY" | PART 27
"INFINITY" | PART 28
"INFINITY" | PART 29
"INFINITY" | PART 30
"INFINITY" | PART 31
"INFINITY" | PART 33
LAST PART
"INFINITY" | PART 34
"INFINITY" | PART 35
"INFINITY" | PART 36
"INFINITY" | PART 37
"INFINITY" | PART 38
"INFINITY" | PART 39

"INFINITY" | PART 32

1.3K 143 58
By squidbams_

***

Author's POV.

"Ssshh.." lirih Louis menahan rasa perih dikakinya saat kamu mencoba mengobati lukanya dengan antiseptik.

Refleks kamu menjauhkan kapas berisi antiseptik dari lukanya, "m-maaf, aku tak sengaja."

Louis menggeleng, "ugh, tidak. Aku saja yang seperti anak kecil, luka begini saja sudah tak tahan." Ujarnya sambil tersenyum lemah.

Kamu ikut tersenyum sambil mengambil perban untuk membungkus luka Louis, "kau memang dokter yang payah."

Louis tertawa kecil.

"Okay, sudah selesai." Kamu meletakkan kotak P3K dimeja, "Ohya, kau sudah makan malam?"

Louis menggeleng.

Kamupun beranjak dari sofa dan mengulurkan tangan kearah Louis yang masih terduduk.

Sejenak Louis menatapmu dengan tatapan penuh tanda tanya, "Ayolah, aku akan membuatkanmu makan malam." Jawabmu.

Akhirnya Louis menerima uluran tanganmu dan dengan hati-hati kamu menggiringnya menuju ruang makan.

"Baiklah, Dokter. Kau mau makan apa malam ini?" tanyamu yang disambut tawa kecil oleh Louis.

"What about pasta?" pintanya. Kamu mengangguk sambil tersenyum, "sure."

Kamupun berjalan menuju kitchen set dan mulai meracik beberapa bumbu untuk masakanmu sementara Louis memperhatikanmu dari arah meja makan.

"Wise men say only fools rush in.."

"..but I can't help falling in love with you."

Tiba-tiba saja lantunan nada indah dari Elvis Presley memenuhi seisi ruangan, dengan refleks kamu berbalik menghadap Louis yang ternyata sudah berada disamping meja kecil disudut ruang makan.

Tangannya sibuk mengotak-atik pemutar piringan hitam milik Dad yang dulu sering mengiringi acara makan malammu bersama keluarga.

"Can't help falling in love, huh?" tanyamu memastikan judul lagu yang diputar Louis.

Seketika Louis berbalik kearahmu yang ternyata sudah menatapnya dari arah kitchen set, sejenak ia mengangguk. "Kau mempunyai koleksi yang cukup lengkap tentang Elvis." Ujarnya sambil memperhatikan tumpukan piringan hitam disamping turntable.

"Bukan koleksiku, itu koleksi Dad." Ujarmu membenarkan.

"Ugh, iya. Itu maksudku."

Kamupun kembali beralih kearah fettuccine yang nyaris matang.

"Shall I stay would it be a sin.." dengan refleks kamu ikut bernyanyi sambil mengaduk alfredo sauce didalam pan.

Tatapan Louis menghangat saat menatapmu yang terlihat bahagia saat ini, "kau tau lagu ini?" tanyanya.

Louis tau betul bahwa itu adalah pertanyaan yang sangat bodoh. Siapa yang tak tau lagu keemasan Elvis yang sangat berjaya dari masa-kemasa itu?

Tapi ia tak perduli, ia hanya ingin berbincang denganmu. Ia hanya ingin mendengar suara bidadari yang biasa membuatnya tersenyum secara diam-diam.

Hei, tunggu.. bidadari?

Ugh, entahlah. Hanya Louis yang tau..

Kamu mengangguk sambil berbalik menatap Louis sejenak, "ya, tentu saja. Ini lagu kesukaanku saat aku masih kecil dulu. Saat acara makan malam tiba, aku akan datang kemari lebih dulu dari Liam agar Dad bisa menyetelkan lagu ini. Dan saat Liam datang, ia pasti akan memutar bola matanya dan berkata, 'astaga, yang benar saja. Lagu ini lagi?' dan aku akan tersenyum penuh kemenangan."

Louis hanya mengangguk-angguk mendengar ceritamu. Ia terfokus dengan sosokmu yang bercerita dengan manis sambil tetap sibuk menyiapkan makan malam.

"Bagaimana menurutmu? Lagu ini bagus, bukan?" tanyamu pada Louis.

"Ya, arti dalam setiap kata pada liriknya sangat dalam." Jawab Louis.

Kamu mengangguk-angguk sambil meresapi perkataannya, "oh, astaga aku mengerti. Kau sedang jatuh cinta, bukan?" tanyamu sambil menunjuk Louis dengan spatula.

Merasa ditatap dan ditunjuk langsung seperti itu membuat Louis kikuk, "ugh.. a-apa-apaan? Aku sedang jatuh cinta? Mana mungkinn.." elaknya.

Kamu tertawa kecil, "kau tak pandai berbohong, Lou. Wajahmu sudah seperti kepiting rebus sekarang."

Louis merasa benar-benar seperti anak kecil yang tertangkap basah mencuri satu karung permen, "ah.. i-ini karena cuaca sangat dingin. Makanya wajahku memerah."

Dasar, Louis memang benar-benar payah..

"Ayolah, Lou. Katakan padaku, siapa perempuan tak beruntung itu?" tanyamu sambil tetap tertawa kecil.

"E-entahlah, kupikir aku tak bisa menjawabnya sekarang.."

Kamu mengangguk paham, "baiklah, ku harap hubunganmu dengannya bisa berjalan sampai altar pernikahan. Dengan begitu aku bisa mengetahui perempuan itu secara langsung, ku pikir itu ide bagus."

***

Lima tahun lalu..

Louis melepas stethoscope dari telinganya dan mengambil duduk dikursi yang terletak disamping ranjang Geoff.

"Ini riwayat pemeriksaan yang kau minta, Dok." Karen membawakan sebuah map berwarna merah yang berisi laporan kesehatan suaminya.

Louis mengamati kertas-kertas dalam map secara seksama, "Rumah sakit Saint Francis?"

Mereka berdua mengangguk, "saat kami masih di Irlandia, aku rutin memeriksakan keaadanku disana." Jelas Geoff.

"Siapa dokter yang biasa menangani kalian? Disini tak tertulia jelas namanya." Louis membolak-balikkan isi map.

Geoff tersenyum, "namanya Dokter Mark. Mark Tomlinson. Kau tau? Ia adalah dokter terbaik di Irlandia."

Sejenak nampak sedikit keterkejutan diwajah Lou, namun hal itu segera berganti dengan senyuman ramah yang biasa menghiasi wajahnya.

"Ia memang dokter terbaik di Irlandia, namun jika sedang terburu-buru ia jadi sering ceroboh." Ujar Louis.

Alis Karen mengkerut, "bagaimana kau tau?"

"Anak mana yang tak tau tentang kebiasaan ayahnya sendiri, Maam?" Tanya Louis masih dengan senyuman ramahnya.

Geoff membulatkan mata, "Jadi kau Dokter Louis.. Louis tom-"

Lou buru-buru mengangguk, "Louis William Tomlinson.." ujarnya.

"..sejak Mom berpisah dari Dad, ia menikahi Mark. Dan aku sudah bersama Mark sejak aku balita. Kami sangat dekat."

"Aku ingin sekali menjadikan Mark sebagai dokter pribadi keluarga kami, namun semua itu selalu terhalang mengingat jadwalnya yang sangat sibuk.." ujar Geoff.

"..dan ia sering bercerita tentang anak laki-laki sulungnya yang sangat ia banggakan karena berani mengambil keputusan untuk pindah ke London dan membangun karir disalah satu rumah sakit terbesar disini. Ia selalu menceritakanmu."

Louis manggut-manggut, "awalnya memang berat untuk pindah dan berpisah dari Mark juga yang lain. Namun Mark meyakinkanku untuk tetap pindah kesini."

"Astaga, kenapa jadi mengobrol tentang keluargaku begini?" Louis tertawa, ia kembali melihat kedalam map.

"Dan Sir, dalam laporan kesehatanmu minggu lalu tertulis bahwa kadar kolesterol dalam darahmu sudah jauh lebih stabil dibanding bulan-bulan sebelumnya. Jadi ini tak ada hubungannya dengan kolesterolmu. Gejala-gejala yang kau ceritakan tadi hanya menunjukkan bahwa kau kelelahan.." Jelas Lou.

Geoff hanya mengangguk dan memberi sedikit penjelasan. "Aku dan keluargaku baru saja pindah kemari, jadi ada banyak barang yang harus dibenahi disini."

"Aku mengerti, Sir. Tapi ku sarankan sementara ini kurangilah aktifitas yang bisa membuatmu terlalu lelah. Dan aku sudah menuliskan beberapa resep vintamin, kau bisa menebusnya diapotek." Louis merobek kertas resep dan memberikannya pada Geoff.

"Tutur katamu sangat mirip dengan Dr.Mark, kalian bahkan lebih terlihat seperti ayah dan anak kandung. Kalian sangat persis." Karen tertawa kecil.

Louis hanya tersenyum dan segera membereskan peralatan medisnya kedalam tas, "baiklah, Sir, Maam, aku undur diri dulu."

Karen buru-buru mencegat Louis, "jangan langsung pulang, Dok. Minumah kopi sebentar disini, aku yakin kau dan ayahmu punya selera kopi yang sama."

"Tidak usah, Maam. Aku-"

"Jangan menolak, Dokter. Atau aku akan mengadukan sikapmu ini pada Dr.Mark." ancam Geoff sambil tertawa.

Louis menggaruk tengkuknya sambil tertawa canggung, "eum, baiklah. Mungkin aku akan singgah sekitar setengah jam lagi."

"Kau bisa tunggu dibawah Dok, arah dapur disebelah ruang tamu."

"Panggil saja Louis, Maam." Ujar Louis sungkan.

"Baiklah, Lou. Aku dan Geoff akan turun sebentar lagi. Disamping kulkas ada beberapa kopi bubuk, seduhlah kesukaanmu." Ulang Karen.

Louispun mengangguk patuh dan turun kebawah menuju dapur.

Saat sampai didapur ia melihat beberapa bungkus kopi bubuk yang disusun rapi, dan pilihannya terletak pada sebungkus kopi berjenis Robusta.

Louis sedang sibuk mengutak-atik coffee machine dan mengatur kadar gula dalam kopinya, namun mendadak Louis terdiam kaku saat ia merasakan ada dua tangan yang melingkar dipinggangnya.

Ada seseorang yang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.

"Liaaaaammmmm.."

Entah kenapa jantung Louis mendadak berdetak lebih kencang dari biasanya, sesaat ia terdiam sebelum memutuskan untuk berdehem kemudian memutar posisi tubuhnya.

"Astaga, m-maaf.. aku salah orang. Ku pikir kau adalah kakakku." Perempuan mungil dengan tinggi seratus enam puluh lima sentimeter didepannya kini tertunduk malu.

Louis berjuang untuk bersikap sewajarnya walaupun detak jantungnya masih berantakan.

Ia akhirnya memutuskan untuk tersenyum hangat sambil menjulurkan tangannya, "Louis Tomlinson."

Perempuan didepannya mengadahkan kepalanya takut-takut sambil menyambut uluran tangan Louis, "aku (yourname) Payne."

"Aku kemari untuk memeriksa jadwal kesehatan rutin ayahmu. Dan tadi orang tuamu menyuruhku untuk singgah dan minum kopi sejenak disini." Jelas Louis.

Matamu membulat, "aku baru saja sampai ke London. Dan saat aku masuk, ku pikir kau adalah kakakku jadi-"

"Sudahlah, anggap saja tadi adalah acara perkenalan tak disengaja." Louis mencoba tertawa menghibur perempuan didepannya ini.

Dan usahanya berhasil, perlahan perempuan itu menyunggingkan sebuah senyum.

***

Louis adalah tipe laki-laki yang sangat mementingkan urusan pendidikan dan kariernya.

Jadi ia tak punya cukup waktu untuk memikirkan urusan perempuan. Ia bahkan menganggap bahwa jatuh cinta hanyalah sebuah ungkapan bualan.

Ia tak percaya cinta.

Sampai hari itu..

Hari dimana ia bertemu seorang perempuan dengan insiden kecil yang sangat manis.

Di hari itu Louis tersadar bahwa jatuh cinta bukan hanya sebuah kata kiasan. Ia merasakannya..

Ia jatuh cinta padamu.

Namun, Louis tak punya cukup keberanian untuk menyatakan semua perasaannya. Entahlah, senyum yang memikat dan jabatan dokter  profesional yang disandangnya masih belum bisa memupuk keberaniannya untuk mendekatimu.

Dan akhirnya Louis memutuskan untuk memendam semuanya.

Tak ada yang lebih menyakitkan dari jatuh cinta diam-diam, Louis tau itu.

Tapi Louis masih tetap memilih melakukannya.

Bukan.. bukan karena ia tak punya cukup keberanian untuk menyatakan perasaannya..

Tapi karena Louis tau, ia bukanlah pria yang kamu cari. Ia bukan pria yang bisa membahagiakanmu..

***

Flashback off.

"Kau mungkin takkan bisa mengetahuinya secara langsung, y/n. Karena aku takkan mungkin bisa berada dialtar pernikahan bersamamu.." batin Louis.

"Hei, kenapa diam saja? Ayo, bernyanyi bersamaku. Anggap saja kali ini kita sedang bernyanyi untuk pujaan hatimu." Ujarmu membangunkan lamunan Louis.

Louis hanya mengangguk pasrah sambil tersenyum, bibirnya mulai ikut melanturkan bait demi bait lagu yang memang mewakili perasaannya.

"Take my hand.."

"Take my whole life too.."

"For I can't help falling in love with you.."

***

"Aku bisa menemanimu malam ini, y/n. Sungguh.." tawar Louis.

Kamu menggeleng, "tidak, Lou. Kau harus kembali praktek besok."

"Tapi bagaimana jika Liam-"

"Aku akan baik-baik saja. Percayalah." Kamu tersenyum.

"Hubungi aku jika kau perlu sesuatu." Pintanya.

Kamu mengangguk, "tentu."

"Dan terimakasih atas fettuccine-nya. Aku sangat menyukainya." Louis tersenyum.

"Terimakasih juga karena sudah selalu datang dan menolongku disaat yang tepat." Kamu ikut tersenyum.

Louis memelukmu sejenak, "jaga dirimu baik-baik. Jangan lupakan waktu tidur dan makanmu."

"Siap, Dokter!"

***

Liam mengerjap-erjapkan matanya sejenak sebelum akhirnya ia betul-betul tersadar dari tidurnya.

"Y/n?" lirihnya saat mendapatimu yang sedang sedang merapikan kamar Liam yang terlihat cukup berantakan.

Kamu yang sedang merapikan bantal-bantal kecil disofa refleks menoleh kearah tempat tidur saat suara Liam terdengar memanggil namamu, "hei, kenapa sudah bangun? Kau hanya tidur selama kurang dari satu jam, Li."

Kamupun melangkah mendekat kearah kasur dan membantu Liam bangkit untuk bersandar di headboard ranjang.

"Ini, minumlah." Kamu menyodorkan segelas jus jeruk tanpa gula untuk membantu mengurangi efek alkohol pada Liam.

Liam hanya terdiam sambil menatapmu lekat.

"Ada apa?" tanyamu.

Lagi-lagi Liam hanya terdiam. Tangannya dengan lembut menyentuh pipi kananmu.

"Maafkan aku.." lirihnya sambil memainkan ibu jarinya diatas pipimu.

Kamu tersenyum dan mengambil tangan Liam yang melekat dipipimu lalu menggenggamnya, "Jangan minta maaf. Kau tak punya salah apapun padaku."

"Aku sudah bersikap tak pantas padamu, juga Mom dan Dad. Aku bahkan berani mendorongmu tadi. Aku memang bajingan, y/n. Aku-"

Ucapan Liam terputus saat tiba-tiba saja kamu membawanya kedalam dekapanmu dengan lembut.

"Aku memang tak tau apa yang terjadi belakangan ini hingga membuatmu bisa seperti ini, Li. Aku juga tak punya hak memaksamu untuk bercerita. Namun, ingatlah satu hal. Aku akan selalu ada disini untukmu. Begitu juga dengan Mom dan Dad." Lirihmu sambil mengelus tengkuk Liam.

Entah sadar atau tidak, Liam meneteskan air matanya sebelum membalas pelukanmu dengan tak kalah erat.

Kepalanya menggeleng, "tidak, Mom dan Dad takkan mengerti." Ujarnya.

Kamu mengerutkan alismu, "apa maksudmu, Li?"

Liam kembali terdiam. Kepalanya sibuk mencari tempat yang nyaman ditengkukmu.

Sesaat kemudian, ia kembali mengeluarkan air matanya dalam keheningan, dengan mudah Liam bisa mencium aroma vanilla dari parfum yang biasa kamu kenakan dilehermu dan entah mengapa kali ini semua itu membuatnya benar-benar merasa jauh lebih tenang.

"Ugh, aku terlihat seperti anak kecil sekarang." Liam mengusap air matanya.

Kamu hanya bisa tersenyum geli, "kau terlihat sangat imut saat sedang menghapus air mata seperti ini."

"Hei, aku memang imut dari dulu. Apa kau baru menyadarinya?" Tangan Liam tetap sibuk mengelap sisa air matanya.

Kamu hanya memutar bola matamu.

"Kau pasti sangat lapar. Mau ku masakkan sesuatu?" tawarmu.

Liam menggeleng, "jangan pergi lagi, aku tak mau sendiran lagi disini."

"Baiklah, Liam. Kau benar-benar seperti anak kecil sekarang." Ujarmu.

"Hei, aku serius." Liam tak terima.

"Siapa yang bilang aku bercanda?" tanyamu.

Liam hanya bergidik kesal dan kamu mencubit pipinya, "jangan cemberut begitu, keimutanmu akan hilang."

"Jadi, bagaimana jika kita menonton film sekarang?" tawarmu.

Liam mengangguk mantap.

"Kau mau menonton apa?" tanyamu lagi.

"Fifty shades of grey..."











°•°•°•°

Gue ngetik bagiannya Louis sampe kebaperan sendiri masa:( poor louis:(

Jangan lupa di vote ya, commentnya juga diramein. Makasi Xx

Continue Reading

You'll Also Like

168K 9K 48
Noa baru saja di pecat dari perusahaannya, karena kesulitan mencari pekerjaan ia terpaksa menerima pekerjaan merawat pria dewasa yang tengah berjuang...
172K 1.3K 26
kalau gak BP yaaa gs minor dni udah pasti jorok jadi mending kalau gak sesuai jauh2 reupload karena di ban wp 😌☝️
758K 56.3K 52
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
703K 56.6K 61
Kisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu ba...