A Glowing Starlight (Glowing...

By EliyNorma

538K 30.4K 1K

•• SUDAH DITERBITKAN •• David.... David tak percaya cinta pada pandangan pertama. Tapi pertemuannya dengan Ma... More

Moran Bersaudara
Kebingungan
04
Pertemuan
First Project
Misteri
Hari H
Menghilang
Pengenalan Tokoh
Only David
Do You Remember Me?
Kabar Duka
Kejutan #1
Pengenalan Tokoh #2
Mulai Jatuh....
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Bagian tanpa judul 34
Pengumuman!!!
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44 (Epilog)
Sekuel... Sekuel... Sekuel...
Spam Spam
Open PO
Sekuel.... sekuel.... sekuel....
Karya Baru

Rencana

18.1K 1.1K 14
By EliyNorma

"Hei, what's up, Girl?"

Deni kebingungan melihat Maia sesenggukan. Dia menepuk-nepuk bahu gadis itu, menghiburnya dengan rasa canggung. Maklumlah, kedekatan mereka belum sampai taraf saling menghibur satu sama lain. Ini adalah penghiburan perdana Deni pada Maia.

Sayangnya, usahanya yang tulus itu gagal total. Bukannya berhenti menangis, Maia justru tambah sesenggukan. Isakannya mulai mengencang membuat Deni panik. Kepalanya tolah-toleh, cemas jika petugas perpustakaan akan datang dan mengusir mereka keluar.

Deni tak mau diusir-usir tak hormat dari perpustakaan. Pasalnya hanya perpustakaanlah tempat paling nyaman sesekolahan untuk bolos sambil menyicil tidur siang. Deni tak mau kehilangan tempat favoritnya karena diusir dari perpustakaan, hanya karena tepergok sedang bersama seorang gadis yang sedang menangis histeris.

"Ssst... Maia, jangan nangis, dong? Wajah elo kalo mewek jelek, tahu," Deni membujuk.

"Dari.. hiks.. dulu.. juga.. hiks... gue.. udah.. hiks.. jelek," Maia sesenggukan.

Deni menepuk dahi pelan. Salah bujuk, deh, dia. Lagi ditepuknya bahu gadis di depannya.

"Ya tapi jangan nangis kejer gini, dong? Entar kita diusir dari perpus karena udah bikin ribut."

Tangis Maia perlahan-lahan reda. Tinggal tersisa sedikit isak yang masih terdengar.

"Pinjem sapu tangan elo, dong?" Maia mengulurkan tangan.

"Buat apa? Gue nggak punya sapu tangan."

"Idih, elo nggak romantis banget, sih, Den? Di novel yang gue baca, tiap cowok pasti punya sapu tangan."

"Haloooo.... Maia, gak usah baper, deh. Itu novel kali, bukan dunia nyata," Deni menoyor kepala Maia.

"Aduh, elo apaan, sih? Main toyor seenaknya? Kalo gue goblok gara-gara toyoran elo gimana?"

"Gak perlu mengkambing-hitamkan toyoran gue. Elo udah goblok dari orok, Mai!" Deni terkikik geli.

"Sialan, lo!"

"Buat apaan sapu tangan, sih? Di tas elo emang gak ada tisu?"

"Gak ada, tisu gue habis. Gue butuh sapu tangan elo buat ngelap ingus gue."

"Ya ampun, Mai, jorok lo!" Deni bergidik jijik.

Maia diam tak menanggapi komentar Deni. Tak ada tisu, tak ada sapu tangan, lengan baju pun jadi. Maia mengusap hidungnya dengan lengan seragam yang sukses membuat Deni melotot jijik.

"Maiiiii... ya ampun, elo, tuh, joroknya parah!" Deni jijik.

"Jangan bawel, deh. Daripada gue ngusap pake baju elo!" Maia judes.

"Hiiiii..." Deni langsung menyilangkan tangan di depan dada, melindungi seragamnya yang putih bersih dari ancaman penodaan ingus Maia.

"Elo ngapan tadi nangis, sih?" Deni mulai kepo.

Dia belum pernah melihat Maia menangis. Yang dikenalnya dari gadis itu adalah Maia sosok yang tangguh dan kuat. Jika dia sampai menangis, pasti ada sesuatu maha dahsyat yang membuat hatinya sedih. Apa orang tuanya meninggal?

Deni memucat. Itu pasti tidak mungkin. Tempo hari dia masih melihat orang tua Maia dalam keadaan segar bugar sehat walafiat. Jangankan sampai Maia, Deni saja sudah berkaca-kaca membayangkan tak bisa bertemu dengan orang tua Maia lagi jika kedua orang tua yang asyik dan gaul itu meninggal.

"Maia, sabar, ya, pasti berat cobaan elo kali ini," Deni berkaca-kaca.

"Elo ngapain, Den?" Maia heran.

"Elo nangis karena ortu elo... ortu elo...." tenggorokan Deni tercekat. Tak tega dia meneruskan ucapannya.

"Apaan, sih, elo? Gue tadi nangis karena laptop gue jatuh."

"Hah?!"

"Jatuh terus rusak. Prak!"

"Hah?!"

"Sekali lagi 'hah' gue jitak kepala elo," Maia manyun.

"Jadi elo nangis kejer tadi 'cuma' gara-gara laptop jatuh?" Deni tak percaya.

"Cuma elo bilang? Laptop itu seperempat nyawa gue, Deniiiii!" Maia benar-benar kesal.

"Yaelah, Nad, laptop rusak kan bisa diperbaiki."

"Mahal, tahu, biayanya."

"Tumben elo perhitungan sama duit?" Deni menaikkan alis heran.

"Duit gue bulan ini menipis, Deni. Gaji gue kemarin udah habis buat bayar kos, makan, ma transport gue. Gaji bulan depan rencananya bakal gue belikan kursi roda buat Angel. Sebentar lagi dia keluar rumah sakit."

Deni mengerutkan dahi bingung, "Angel yang mana lagi, nih?"

"Anak panti kenalan gue. Tiga bulan lalu dia jadi korban tabrak lari."

"Oh, yang kakinya harus diamputasi itu?" Deni teringat cerita Maia tentang seorang gadis kecil penghuni panti asuhan yang ditabrak lari saat sedang pulang sekolah. Penabraknya lari tak bertanggung jawab meninggalkan gadis itu berdarah di tepi jalan.

"Iya," jawab Maia lirih.

Deni geleng-geleng kepala. Takjub dia dengan jiwa sosial gadis di depannya ini yang kelewat tinggi. Sejak pertama kali mengenal Maia, Deni tahu gadis ini paling tak bisaan. Berkorban demi orang lain seolah menjadi salah satu hobinya.

Tiba-tiba sebuah kesadaran terbit di benak Deni. Dia menyipitkan mata curiga memandang Maia.

"Jangan bilang seluruh biaya rumah sakit Angel elo juga yang nanggung?"

Maia mengangguk, "Kasihan dia, Deni."

"Ya ampun, Maia, emang panti gak punya duit apa untuk pengobatan Angel?"

"Nggak ada."

Deni diam. Dia tak tahu harus bicara apa lagi. Benar-benar tak main-main pengorbanan Maia kali ini. Deni tahu persis berapa biaya yang harus dikeluarkan Maia untuk pengobatan Angel. Karena beberapa minggu lalu Maia sempat meminjam uang dalam jumlah besar padanya.

"Kenapa laptop elo bisa jatuh, Mai?" Deni mengalihkan topik pembicaraan.

"Gue tabrakan."

"Tabrakan sama siapa?"

"Tabrakan sama bule."

Perhatian Deni tertarik maksimal. Dia melotot tak percaya ke Maia, "Bule yang anak baru di sekolah kita itu?"

"Seratus buat elo!" Maia sewot.

"Kok, elo sewot gitu?"

"Gimana gue gak sewot? Laptop gue rusak gara-gara mereka," Maia mendengus sebal.

"Udah nasib elo, Mai, terima aja." Deni ngakak, "Ngomong-ngomong cakep gak, tuh, bule? Kata anak-anak mereka cakep-cakep semua. Beneran, tuh?"

"Elo ganjen banget, sih, Deni. Emang kenapa kalo mereka cakep?"

"Jadi beneran cakep?"

"Ho-oh," Maia mengiyakan berat hati. Sekesal-kesalnya dia karena laptopnya harus jadi korban gara-gara tabrakan dengan dua bule itu, tapi penampilan fisik mereka yang mempesona tak urung membuatnya kagum juga.

Mereka saling berdiam diri. Tak ada yang berbicara lagi. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Maia pusing bagaimana mendapatkan uang lagi untuk biaya perbaikan laptop-nya. Sementara Deni bingung dengan sikap Maia yang masih juga keras kepala tak mau minta bantuan orang tuanya.

"Maia," Deni berdehem, "Soal biaya Angel itu..."

"Jangan suruh gue minta ke ortu gue," Maia langsung menolak mentah-mentah.

"Ini anak kebiasaan jelek, deh. Orang belum selesai ngomong sudah main sela gitu aja," Deni mendecakkan bibir kesal, "Dengerin dulu, dong, gue mau ngomong apa."

"Oke!"

Maia memeragakan gerakan mengunci mulut dengan tangannya. Deni melanjutkan ucapannya yang dipotong Maia tadi.

"Gue boleh bantu nggak?"

Maia mendongak. Dia mengamati wajah Deni sangat cermat. Tatapannya cenderung menyelidik, mencari maksud tersembunyi yang mungkin ada pada Deni.

"Jangan curiga dulu, gue beneran serius pengen bantu Angel. Tapi ada syaratnya."

"Wah, itu pamrih namanya. Sama aja bohong," Maia ngedumel.

"Gue yakin elo setuju dengan syarat gue, kok."

"Apa syaratnya?"

"Kebetulan bulan ini ada event besar yang harus ditangani EO gue. Emm... gue pengen minta bantuan elo. Sebenarnya itu juga, sih, alasan gue ngajak elo ketemuan hari ini."

Maia membulatkan mata. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pas butuh duit ada yang nawarin kerja. Mata Maia berbinar-binar gembira. Tapi, Deni buru-buru memadamkannya dengan penjelasan lanjutan.

"Tapi elo harus resign dari kerjaan lama elo, Mai."

Binar di mata Maia langsung padam, "Yaaah... kog, gitu, Deni? Gue nggak bisa gitu dobel kerjaan di dua tempat?"

"Nggak bisa, Maia. Event gue kali ini sangat besar dan waktunya sudah mepet. Tiap crew dalam tim gue harus kerja full time. Soalnya udah nggak ada waktu lagi."

Maia terdiam. Dia merenungkan tawaran Deni.

"Tim elo yang lain gimana, Deni?" Maia mencoba menanyakan opsi lain.

"Tim sudah gue bagi-bagi, Maia. Bulan ini ada tiga event yang di-handle EO gue. Kalo elo bersedia gabung, event yang elo tangani ini adalah yang terbesar dari dua event lainnya."

Maia masih juga membisu.

"Tenang aja, Maia. Honornya sepadan banget, kok. Bisa buat elo lunasin semua tagihan Angel, service laptop elo, juga beli hape baru lagi."

Maia tercengang, "Elo serius?!"

"Serius banget! Perusahaan yang nyewa jasa EO gue adalah perusahaan besar. Dananya juga sangat banyak untuk event kali ini. Jadi tenang aja, gimana?"

Maia spontan mengangguk. Dia menjabat tangan Deni erat-erat. Senyumnya sumringah.

"Deal! Elo resmi dapat tambahan personil untuk memperkuat skuadron EO elo."

Deni tertawa melihat tingkah kocak Maia. Dia merangkul Maia senang.

"Kalo gitu, gue ucapin selamat bergabung di Maxima Organizer, Maia Rara Sembadra."

*****

Tanpa disadari Maia dan Deni, ada dua pasang telinga yang menguping pembicaraan mereka. Tersembunyi di antara rapatnya rak-rak buku tak jauh dari tempat Maia dan Deni duduk, nampak Jacque dan Zooey terdiam membisu. Mereka duduk bersila di lantai, tekun mendengarkan percakapan dua orang berteman itu.

"Ternyata dia tak serapuh yang kukira," Zooey bergumam.

Ekor matanya menangkap bayangan Maia dan Deni yang berjalan keluar perpustakaan. Zooey berdiri, diulurkannya tangan menarik Jacque ikut berdiri juga.

"Tubuhnya sangat mungil," Jacque berkomentar.

Zooey mengangguk, setuju dengan saudaranya.

"Menurutmu tubuh semungil itu akan mampu mengimbangi Tuan Muda?" Jacque menyeringai jahil.

Zooey tersenyum. Dia paham sekali maksud Jacque.

"Entahlah, aku juga tak tahu," Zooey mengedikkan bahu, "Yang kuragukan justru kemampuannya mengembang tanggung jawab 'itu' kelak."

Jacque memandang adiknya. Teringat pada tujuan mereka datang ke Indonesia.

"Dia harus bisa," Jacque menekankan ucapannya.

"Dia butuh bantuan kita untuk melakukannya."

"Yes, my sister, she needs."

"Kapan kita melakukannya?" Zooey melihat pintu perpustakaan yang bergoyang tertiup angin.

Suasana di sekeliling mereka sangat sepi. Maklum saja ini sudah masuk jam pelajaran. Istirahat pagi sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu tapi dua bersaudara itu tak ada tanda-tanda akan pergi ke kelas. Mereka justru mengambil tempat duduk di kursi perpustakaan dan mengobrol pelan.

"Lelaki itu, Deni namanya?"

Jacque mengangguk.

"Dia memberiku ide. Kita bisa memanfaatkannya untuk mendapatkan 'Putri'."

"Caranya?"

"Akan kuberi tahu nanti. Tapi aku sudah menentukan hari eksekusinya," Zooey tersenyum misterius.

Jacque menyeringai. Mereka saling melempar senyum.

"Aku akan memberi kabar pada Tuan Muda," Jacque mengeluarkan smartphone-nya.

"Dia pasti senang mendengar sebentar lagi akan bertemu 'Putri'."

Pandangan Zooey menerawang ke luar. Jendela lebar di depannya menampilkan view sepetak halaman berbunga di belakang perpustakaan. Bibirnya menyunggingkan seulas senyum tipis.

Dia suka pekerjaan ini. Sangat ringan dan tak perlu memakan korban. Dia bahkan tak perlu repot-repot mengeluarkan FN 57-nya, pistol semi otomatis yang jadi favoritnya tiga tahun belakangan.

Ya, pekerjaannya kali ini akan berakhir rapi dan bersih, tanpa ceceran darah setetes pun.

*****


Continue Reading

You'll Also Like

2K 394 59
Judul Asli : 小人鱼 Status : Completed Author : Du Lai Genre : Comedy, Shounen Ai, Yaoi Jiang Yu adalah putri duyung kecil yang tidak bisa bernyanyi. Di...
36.5K 2.1K 25
Kehidupan Maya terasa jungkir balik setelah perempuan itu terikat perjodohan konyol yang diusulkan oleh Oma-nya. Terlebih yang menjadi calon suaminya...
29K 2K 28
❗SLOW UPDATE❗ Mencintai seseorang yang benar-benar membuat kita berdebar selalu saat di dekatnya. Tapi, terhalang dengan kekurangan yang Ia miliki. A...
1.4M 70.5K 63
Sudah di campakan saat lagi sayang-sayangnya dan sang kekasih menikahi adik kandungmu sendiri. Bagaimana perasaannya???? Double kesialan. Itu yang...