RELATIONSHIT

By captcheese

1.2M 70.5K 1.9K

Ketika Kinar dan Aric sama-sama saling jatuh cinta pada akhirnya, tetapi sesuatu menghalangi mereka dan membu... More

Satu~
Dua~
Empat~
Lima~
Enam~
Tujuh~
Delapan~
Sembilan~
Sepuluh~
Sebelas~
Dua Belas~
Tiga Belas~
Empat Belas~
Lima Belas~
Enam Belas~
Tujuh Belas~
Delapan Belas~
Sembilan Belas~
Dua Puluh~
Dua Puluh Satu~
Dua Puluh Dua~
Dua Puluh Tiga~
Dua Puluh Empat~
Dua Puluh Lima~
Dua Puluh Enam~
Dua Puluh Tujuh~
Dua Puluh Delapan~ {END}

Tiga~

50.4K 3.2K 38
By captcheese

First, gue minta maaf kalo ngepost part tiga ini dua kali. Iya. Soalnya part tiga yang kemaren itu kepisah sendiri jadi cerita yang lain. Gak tau kok bisa. Gue akhirnya harus ngapus cerita sebelumnya itu dan ngepost lagi deh :(Jadi, maaf ya. Mohon vomment-nya kembali. Tapi gue bakal ngepost part empatnya juga kok. Oke. Makasih.

------------------------------------------------------------------------------

ARIC melempar tas karung berasnya ke atas sofa di ruang tengah. Lalu dia langsung uring-uringan di sofa. Kebetulan di atas coffee table ada es jeruk yang kayaknya enak banget. Aric langsung menyambar dan meneguknya hingga habis tak tersisa. Ia menghidupkan tv dan menonton.

“Eh, buset! Lo apain es jeruk gue?”

Aric menghela napas. Bisa gak sih, sehari aja dia gak denger adeknya yang satu ini cerewet. Tiap hari cerewet.

Vivid menaruh piring berisikan pisang goreng yang kayaknya baru digoreng ke atas coffee table. “Bang, lo apain es jeruk gue?”

“Gak gue apa-apain.” Jawab Aric yang lagi nonton.

“Ya kalo gak diapa-apain terus kenapa malah kosong beginian? Lari kemana isinya?” Tanya Vivid yang kayaknya udah frustrasi.

“Nih. Kesini larinya.” Jawab Aric menepuk perutnya dengan pelan. “Thanks ya buat es jeruknya.”

Vivid mengacak rambutnya. “Argh! Kenapa sih gue punya abang yang ngeselin kayak elo?”

“Kenapa juga gue bisa punya adek yang bawelnya gak berhenti-henti kayak elo?” Tanya balik Aric dengan nada datar.

Vivid duduk di sofa lain dan menatap tajam Aric yang sibuk nonton.

“Vid.” Panggil Aric.

“Apa?” Tanya Vivid dengan nada tinggi.

“Bisa bantu gue?”

“Gak!”

“Gue disuruh buat surat cinta nih sama panitia MOS. Ya gue mana pernah buat surat cinta. Itu kan gak gue banget. Jadi gue minta tolong sama lo ya. Lo kan suka tuh baca novel cengeng, nonton film yang aww banget, dan elo juga melankolis bener.” Kata Aric.

“Lo minta tolong buatin surat cinta sama gue?” Tanya Vivid menunjuk dirinya. “Wah! Gue mau banget! Ya udah, gue buat sekarang ya.”

“Lebih cepat, lebih baik. Gue mau main basket dulu. Kalo udah, lo samperin aja gue di belakang.” Kata Aric seraya bangkit dan berjalan ke halaman belakang.

Aric mengambil bola basket dan mulai mendribble bola itu menuju tengah lapangan basket yang kecil.

“Gue suka banget cowok yang bisa main basket.”

“Kenapa gitu?”

“Keren banget. Udah tinggi. Cakep. Waaah gue gak bisa jelasin lagi. Apalagi kalo gue bisa pacaran sama anak basket. Sama kaptennya juga boleh kok.”

“Gue anak basket lho.”

“Masa?”

“Iya. Tanya tuh sama kaptennya. Gue baru gabung dua minggu yang lalu dan langsung disuruh main buat pertandingan sama pelatih.”

“Keren banget lo, Ric! Sumpah!”

“Iyalah, gue gitu. Jadi kalo lo suka sama anak basket, lo suka gak sama gue? Kan gue juga anak basket.”

“Maksud lo? Lo nembak gue ya?”

“Menurut lo?”

“Iya tuh. Lo nembak gue kan?”

“Mau gak jadi pacar gue?”

Aric menghela napas dan menatap bola basket yang kini sudah gak didribblenya lagi. ia mengangkat bola basket dengan kedua tangannya dan melempar ke ring. Meleset. Aric mengejar bola dan mulai mendribble. Lalu melakukan three point. Meleset lagi. bola itu malah mengenai tiang dan memantul menuju sisi dekat Aric. Aric menarik napas dan mengangkat bola basket.

“Kenapa lo lakuin ini ke gue?”

“Karena lo anak basket, Ric.”

“Kan masih ada anak basket lain dan bukan Cuma gue!”

“Lo itu udah nembak gue. Dan gue mau jadi pacar lo. Tapi jujur, gue gak pernah ada rasa sama lo. Gue ada rasa sama dia, si kapten basket itu. Gue Cuma deketin lo biar gue deket sama dia. Ya walaupun selama ini cinta gue bertepuk sebelah tangan.”

“Oh?”

“Dan akhirnya dia pun pindah dari sekolah ini. Gue sakit hati banget. Gak ada untungnya juga gue jadi pacar lo. Gue gak bisa deket lagi sama dia.”

“Kampret bener lo! Gak punya hati!”

“Elo yang gak punya hati.”

“Oh ya?”

“Elo juga Cuma pacarin gue biar bikin gue sakit hati kan? Gue tau kalo bentar lagi lo pasti mutusin gue. Lo Cuma mau ngoleksi mantan aja kan?”

“Gue gak sebajingan itu.”

“Gue gak percaya.”

“Lo harus tau satu hal, gue sangat suka sama lo. Perasaan ini beda kayak gue suka sama cewek lain. Tapi lo udah terlanjur bikin gue sakit hati. Makasih buat semuanya dan gue muak.”

Aric melempar bola itu ke dinding beton yang dijadikan sebagai pagar pembatas di halaman belakang rumahnya. Bola itu memantul menuju Aric. Aric menangkap dan melempar lagi. Begitu terus ia lakukan selama lima menit. Dan lemparan terakhir, bola memantul dan ia membiarkan bola itu bergelinding entah kemana.

“Bang! Bang!”

Aric menoleh ke belakang. Vivid berlari kecil menghampirinya.

“Kenapa muka lo kusut amat, Bang? Galau ya?” goda Vivid menyikut siku Aric.

“Gak ada urusan juga gue galau. Apaan lo manggil-manggil?”

Vivid menyodorkan kertas pink ke Aric. “Nih. Gue udah selesai bikin suratnya. Moga lo suka ya. Gue pergi dulu ya. Ada janji sama temen. Bye!”

Aric menatap Vivid yang berlari masuk ke dalam rumah. Lalu pandangannya beralih pada surat pink yang berada di tangannya. Pink? Pink? Gila. Aric membuka surat itu dan membacanya dalam hati. Dahinya mengerut tiap membaca kalimat yang ditulis Vivid.

Aric melipat surat itu. Gila si Vivid. Ini bukan surat cinta. Ini isinya malah curhatan si Vivid yang lagi galau. Tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan. Aric memutar bolamatanya dan mendengus. Yang benar aja kalo dia yang buat surat cinta!

-----------------------------------------------------------------------------------

Kinar berdiri di samping Eliza yang sibuk mengetik sms di ponsel. Beberapa temannya dan adik kelasnya yang kini duduk di kelas 2 sedang berdiri sejajarnya. Satu sosok yang maju dua langkah dari mereka-mereka kini sedang sibuk berceramah.

Kemarin, Kinar sudah menyusun teks pidato yang akan ia sampaikan pada anak yang ngikutin MOS. Semua sudah ia siapkan. Ia malah melatih diri untuk berbicara di depan cermin. Lalu meminta teman kosnya untuk mendengarnya berpidato. Memang tidak panjang, tapi bagi Kinar ini amat susah.

Tapi sepertinya dewi fortuna menghampirinya dan memberikan sebuah hal yang disebut pertolongan. Ya, tadi pagi Kepala Sekolah mendatangi Bagas dan memarahi anak itu. Kata beliau, Bagas tidak boleh seenaknya menyuruh seksi lain untuk berpidato menggantikannya. Maka saat ini sosok yang sedang berpidato itu adalah Bagas. Dalam hati, Kinar tertawa.

Eliza menyikut Kinar. “Kin, Kin.”

Kinar menoleh. “Apa?”

“Jangan lihatin si Bagas mulu. Move on dong.” Ledek Eliza sambil terkekeh pelan.

“Yayaya terserah lo mau bilang apaan.”

“Nih. Move on-nya sama yang ini aja.” Kata Eliza menyodorkan beberapa amplop pada Kinar.

Kinar mengerutkan kening. Tanpa bertanya, ia segera mengambil amplop itu. Dilihatnya para panitia yang lain sibuk dengan amplop yang mereka terima. Oh! Ini pasti lagi pembacaan surat cinta yang dibuat sama anak MOS.

“Lo dapet berapa, Za?” Tanya Kinar melirik Eliza yang lagi membaca isi salah satu surat untuknya.

Eliza diam sebentar. “Gue dapet lima, Kin. Elo?”

“Gue ada…” Kinar sedang menghitung amplop. “Dua belas. Eh. Empat belas.”

“Buset. empat belas? Gila!” Eliza mendecakkan lidah. “Coba baca dulu.”

Kinar menurut. Ia mulai membuka amplop, mengeluarkan isinya dan membaca dalam hati. Mata Kinar bergerak dengan jeli di tiap tulisan yang berbeda, kalimat yang berbeda, gombalan yang berbeda, pujian yang sama dan kritikan yang sama juga. Sampai akhirnya Kinar berhenti membaca karena seseorang menyebutkan namanya.

Eliza menyikut lengan Kinar. Kinar mencari sumber suara. Bagas.

“Kenapa Bagas tadi nyebutin nama gue?” Tanya Kinar.

“Di tangan Bagas udah ada surat-surat cinta pilihan. Itu semua yang terbagus. Dan nama lo masuk dalam penerima surat cinta itu.” Kata Eliza.

Kinar mengerutkan kening. “Yang terbagus? Dan gue termasuk dalam penerima surat cinta yang terbagus? Perasaan tahun-tahun lalu gak ada deh pemilihan surat cinta terbagus.”

“Ya mana gue tau. Tuh idenya rombongannya si Niko.” Kata Eliza sambil melirik Niko yang sedang ketawa membaca surat cinta yang ditujukan padanya.

“Ah, si Niko. Anak alim itu bisa juga mikir tengil beginian.” Ujar Kinar.

“Syuuut.” Eliza meletakkan telunjuknya di bibirnya. “Diem. Dengerin dulu apa yang Bagas omongin. Gue mau denger surat cinta yang ditujuin ke elo.”

Kinar segera mengatupkan mulutnya. Ia memasang telinga untuk mendengar Bagas berbicara.

“… Dan sekarang adalah surat cinta terbagus kedua. Akan saya bacakan.” Kata Bagas seraya mengoyakkan sisi surat berwarna putih itu. Lalu ia berdeham pelan dan membacakan isinya.

Selama Bagas membacakan isi surat itu, Kinar dan Eliza terkikik pelan mendengar gombalan-gombalan dalam surat itu.

“… Surat ini kutujukan pada Kakak Kinara Misya Nuraini. Walaupun rada galak. Tapi galaknya bisa kehapus kok sama wajahnya yang cantik, manis dan imut.” Lanjut Bagas. Bagas sedikit menoleh ke belakang untuk melirik Kinar.

Kini Kinar terdiam dan mengerucutkan bibirnya. Eliza makin terngakak-ngakak sambil memegang perutnya.

“Diem lo!” kata Kinar menyikut pelan perut Eliza.

Eliza malah makin tertawa. Teman-temannya yang menjadi panitia MOS pun malah ikut ketawa. Apalagi si Niko. Ketawa sampe kayak mau guling-guling di lapangan.

“…Tertanda, Aric.” Bagas mengakhiri pembacaan surat itu. Ia melipat kembali surat itu dan menatap semua anak baru yang menatapnya. “Yang namanya Aric, tolong maju ke depan.”

Satu detik. Gak ada yang maju. Dua detik. Tiga detik. Empat detik. Lima detik. Ena—seorang anak cowok berjalan gontai menuju hadapan Bagas sambil mengusap tengkuknya. Tapi cowok itu berani berhadapan dengan Bagas. Buktinya dia malah menatap tajam Bagas. Gak kayak anak lainnya yang kalau berhadapan dengan Bagas pasti bakal menundukkan kepalanya dan gugup.

“Lo yang namanya Aric?” Tanya Bagas sambil mengamati Aric.

Aric—cowok itu mengangguk.

“Wuidih. Itu adek kelas nge-fans sama elo tuh, Kin. Waw banget ya.” Bisik Eliza sambil menyikut lengan Kinar.

Kinar melengos. “Apaan sih lo, Za.”

“Harusnya lo bangga dong. Adek kelas seganteng dia itu nge-fans sama elo. Lihat tuh rombongannya si Ninda.”

Kinar memajukan badannya dan melirik Ninda yang berdiri di belakang Bagas. Bisa dilihat jika Ninda dan ketiga temannya itu sedang berbisik-bisik mengagumi Aric.

“Gue gak bangga tuh.” Ujar Kinar pelan. Ia kembali memperhatikan Bagas dan Aric yang sedang berbicara. Biasa, Bagas pasti cari masalah. Mentang-mentang tuh anak adalah ketua OSIS, jadi seenaknya mau ngapain aja. Tapi hal itu malah gak dipermasalahkan sama Kinar. Kinar masih tetap suka sama Bagas walaupun Bagas udah mutusin hubungannya enam bulan yang lalu dan mulai berpacaran dengan Ninda.

“Kok si Bagas malah sewot gitu yang kalo Aric ngirimin surat buat elo.” Gumam Eliza.

Kinar mengangkat bahunya. Dia masih memperhatikan kedua cowok itu. Bagas yang bertanya-tanya dengan nada tajam dan galak. Aric menjawab semua pertanyaan Bagas dengan tenang.

“Lo nyari masalah ya sama gue?” Kelihatannya Bagas udah mulai emosi menghadapi Aric.

Aric hanya diam dan bersikap tenang. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana hitamnya. Niko langsung berjalan menuju samping Bagas.

“Gas, udah deh jangan emosian.” Kata Niko.

“Masih kelas 1 aja udah belagu beginian.” Celetuk Bagas.

“Gas,” Niko berdeham pelan. “Sebenarnya sih di—“

“Biar gue aja, Nik, yang ngasih tau.” Sela Aric. Aric menatap Bagas. “For your information aja. Gue adalah anak baru disini. Gue adalah anak kelas 3. Sama kayak lo.”

Semuanya terdiam. Hening. Hanya ada suara Niko yang berbisik pada Bagas dan Aric.

“Oh waw. Dia kelas 3, Kin. Sama kayak kita. Wah bisa nih buat elo. Ya nggak?” goda Eliza tersenyum genit.

Kinar memutar bolamatanya. “Eliza, itu Cuma surat cinta main-mainan. Demi apa deh, Za, cowok kayak dia itu tampangnya aja gak kelihatan kalo dia seriusan.”

“Kan itu menurut lo. Kalo dia gak gituan gimana?”

“Tau ah.”

Continue Reading

You'll Also Like

5.6M 431K 59
[FOLLOW AKUN AUTHOR TERLEBIH DAHULU!!!] SUDAH TERBIT DIVERSI CETAKKK!!! PO; 02 Juli 2023 - 16 Juli 2023 Link shopee https://shp.ee/yw47agd Instagram ...
4.5M 392K 45
CERITA INI SUDAH TERBIT, TERUS SEDIA DI TOKO OREN DAN TOKOPEDIA. "Hi, ustad Agam," sapa Cita kala matanya menangkap sosok Agam turun dari serambi ma...
1.3M 7.7K 1
Start: Minggu 4 April 2021 End: Rabu 20 Juli 2021 [SUDAH TERBIT DAN PART SUDAH TAK LENGKAP] ❝Lambang Polisi, bernama Rastra Sewakottama yang berarti...