My Masternim ✔

By Sooyasauce_

120K 12K 519

Hanya sebuah cerita tentang Kim Mingyu dan kucing barunya, Yeon. -- Kim Mingyu's Fanfic Another cast; possibl... More

- PROLOG -
- 01 -
- 03 -
- 04 -
- 05 -
- 06 -
- 07 -
- 08 -
- 09 -
- 10 -
- 11 -
- 12 -
- 13 -
- 14 -
- 15 -
- 16 -
- EPILOG -

- 02 -

7.6K 793 27
By Sooyasauce_

"Yak, Kim Mingyu. Kau..."


"Wae?" Mingyu mengerutkan keningnya ketika memperhatikan Juyeon yang memandangi meja makan dengan terheran-heran. Mata gadis itu sekarang bergantian memandangi Mingyu dan juga berbagai makanan di meja makan.

"... yang memasak semua ini?" Juyeon melanjutkan kalimatnya.

"Tentu saja," Mingyu mengangguk. Kemudian mengambil tempat di seberang Juyeon. "Memangnya siapa lagi?"

"Ani...." mata itu masih mengarah kepada makanan di depannya. "Ku pikir aku yang seharusnya memasak makanan untukmu."

Lelaki di depan Juyeon ini mengangkat kedua alisnya. "Bukankah memang sudah seharusnya majikan yang memberi makan hewan peliharaannya?"

Ah.

Tentu saja, Juyeon sekarang adalah kucing betina Mingyu.

"Kalau begitu akan kusuapi kau," katanya setelah Juyeon tak menyahut ucapannya cukup lama. Matanya dipenuhi binar senang ketika tangannya menggapai sumpit yang ada di sebelah mangkuk nasi Juyeon.

"Ba-bagaimana denganmu?" Juyeon menjauhkan wajahnya ketika Mingyu mengarahkan sumpit itu kemulutnya.

"Aku?" ia terlihat memasang wajah berfikir. "Aku sudah memesan bulgogi untuk makan malam ini."

Juyeon terperangah. "Bul-bulgogi?"

Mingyu mengangguk. "Kau tidak berfikir jika aku akan memakan ikan-ikan ini bersamamu, kan, Yeon-ah?"

Juyeon kembali memandangi makanan di meja. Terdiam sejenak sampai akhirnya ia menyadari kalau makanan yang ada di meja semuanya dibuat dengan bahan dasar ikan. Mulai dari yang digoreng hingga disayur.

"Aku ini majikanmu. Sudah sepantasnya aku mendapatkan makanan yang lebih lezat dari ini," senyumnya.

Membuat Juyeon menarik nafasnya dalam sebelumnya membuangnya perlahan. Berusaha menahan amarahnya yang mungkin saja hampir mencapai ubun-ubun karena perkataan teman sekelasnya ini barusan dan kali ini senyum paksa ia berikan.

"Cepatlah buka mulutmu, Yeon-ah. Tanganku mulai terasa pegal. Kau harus bertanggung jawab jika sampai nanti tanganku tak bisa digerakkan karena terlalu pegal memegang sumpit ini--"

"Kau hanya perlu membiarkanku makan sendiri, pabo!" Juyeon memotong ucapan Mingyu ketus seraya merebut sumpit itu dari tangan Mingyu.

Membuat Mingyu terkekeh, sebelum menopang dagu dengan kedua tangannya. Memperhatikan Juyeon yang menyuap nasi itu kemulutnya dan sesaat kemudian mata gadis itu terlihat berbinar.

"Yak. Kim Mingyu...." matanya beralih pada Mingyu. "Bagaimana kau bisa memasak makanan seenak ini?"

"Iya 'kan?" mata coklat Mingyu juga tak kalah berbinarnya.

Membuat Juyeon terpaku. Bingung, kenapa Mingyu bisa sesenang ini seolah Juyeon adalah orang pertama yang memuji masakannya.

"Aku selalu merasa bosan karena tak ada yang bisa ku beri makan,"katanya seraya menampakkan senyum lebar. Menampilkan gigi taringnya yang membuat Kim Mingyu terlihat semakin tampan.

Tepat saat itu juga, Juyeon tersadar kenapa banyak gadis yang memperebutkan lelaki ini.

"Oh, sepertinya kau begitu terpesona olehku sampai memandangiku tak berkedip seperti itu, ya?"

"Hah?"

"Lihat? Kau bahkan mendengar apa yang ku katakan," katanya. "Wah..." lelaki itu kemudian menggeleng-gelengkan kepala seraya mengangkat rambutnya ke atas. "Pesonaku ini memang tidak ada yang bisa menandingi, ya..."

Juyeon memandangi Mingyu dengan tatapan jijiknya, sebelum menggidikkan badannya. "Bagaimana jika para perempuan di luar sana tahu bahwa Kim Mingyu adalah orang yang terlalu percaya diri seperti ini? Aku tidak yakin mereka masih akan mengejar-ngejarmu seperti sekarang."

Mingyu mendengus tawa. "Sebelum itu, apa kau yakin mereka akan mempercayai perkataanmu?"

Juyeon mendecak. "Arayo, arraseo. Aku memang tidak sepopuler Jung Chaeyeon, Lee Luda atau bahkan Ryu Sujeong. Jadi anggap saja tidak ada yang percaya pada ucapanku," Juyeon menyerah seraya menyuapkan nasi kemulutnya. Ia harus sadar akan realita, tentu saja.

Mingyu terkekeh. Lalu menggerakkan tangannya ke kepala Juyeon sebelum mengacak-ngacak rambut itu gemas.

"Ya-yak! Kim Mingyu! Hentikan itu! Jangan membuat selera makanku jadi hilang--"

"Kau memang tipe hewan peliharaan idamanku," katanya setelah puas mengacak-ngacak rambut Juyeon.

Membuat tangan Juyeon yang hendak menyuapkan nasi ke mulutnya berhenti. Matanya memandangi Mingyu yang kini juga sedang memandangi Juyeon dengan dagu yang ditopang.

Entahlah, tapi pujian Mingyu barusan membuat wajahnya terasa sedikit memanas hingga membuat selera makannya perlahan menghilang.

"Aigoo, sepertinya kau kembali terpesona pada ketampananku ini--"

"Aku selesai," Juyeon bangkit dari duduknya dan Mingyu refleks mendongakkan kepalanya mengikuti gerakan Juyeon.

"Kau mau kemana? Makananmu belum habis, Yeon-ah. Hei!"

Juyeon tersenyum paksa. "Ucapanmu barusan membuat selera makanku hilang," katanya. "Terimakasih makanannya. Itu sangat lezat. Sampai jumpa dan kuharap jangan menunjukkan wajahmu lagi didepanku untuk malam ini."

"Jadi siapa yang akan menghabiskan semua makanan ini? Yak!"

Juyeon menghela nafasnya. Menutupi telinga dengan kedua tangan sambil berjalan menuju kamarnya.

Tak ingin Mingyu menyadari rona kemerahan wajahnya yang sebenarnya sudah tak tahan untuk keluar sedari tadi.

***

"Yeon-ah~"

Juyeon melirik jam diponselnya ketika suara derit pintu kamarnya terdengar bersamaan dengan suara berat menyebalkan yang sudah tak asing ditelinganya.

Pukul setengah sebelas malam dan Juyeon tentu saja tahu yang masuk ke kamar adalah Mingyu.

Oh, seharusnya tadi ia mengunci kamar itu agar lelaki sok tampan ini tak seenaknya masuk ke kamarnya--

Ralat, salah satu kamar di apartemen Mingyu yang ditempati olehnya.

"Kau ingin apalagi?" Juyeon bertanya malas. Ia mengalihkan pandangan dari ponselnya kepada Mingyu yang ternyata tak langsung masuk. Hanya membuka pintu kamarnya dan sekarang bersandar manis di kusennya.

Mingyu tersenyum. Kemudian memamerkan sekotak coklat dengan merk yang sudah tak asing bagi Juyeon. Membuat gadis itu kembali dibuat tercengang olehnya sementara iris kecoklatannya memandangi benda ditangan Kim Mingyu dengan tatapan ingin.

"Aku yakin kau belum pernah memakan coklat ini, 'kan?" tanyanya sambil menghampiri Juyeon yang kini duduk di ranjang.

"Kim Mingyu..." ia memandangi Mingyu dengan mata yang membulat sempurna. "Ini-- untukku?"

"Eits--" Mingyu menjauhkan coklat yang ia pegang dari tangan Juyeon yang hendak mengambilnya. "Kalau kau ingin coklat ini, kau harus melakukan apa yang ku minta."

"Apa itu? Katakan saja."

Oh, lihat. Lelaki itu terkekeh senang karena melihat tingkah Juyeon sekarang. "Kau persis seperti anjing yang sedang merindukan tuannya-- ah, tapi kau itu 'kan seorang kucing."

"Baiklah, terserah," Juyeon masih memandangi coklat ditangan Mingyu dengan tatapan antusias. Ia ingin sekali mencicipi coklat itu sekarang juga. "Apa permintaanmu?"

"Wow, wow," Mingyu menggeser posisi duduknya sedikit menjauh dari Juyeon. "Aku tak menyangka kau ini orangnya begitu agresif..."

"Cepatlah..." Juyeon mendekati Mingyu. Kesukaannya pada makanan manis benar-benar membuat Park Juyeon lupa akan segalanya.

"Kau benar-benar membuatku takut sekarang..." ia bergidik.

"Yak. Kim Mingyu! Jangan coba main-main denganku."

"Arraseo," ia menyerahkan coklat itu langsung pada Juyeon. "Ambil saja. Kau menjadi sangat mengerikan sampai-sampai aku lupa apa permintaanku."

"Baiklah," sahut Juyeon dan tanpa aba-aba dia langsung merebut coklat itu dari tangan Mingyu. Membuka bungkusnya, dan memakannya tanpa menawari si pemberi coklat. "Gomawo."

Mingyu mendegus tawa. "Aku yakin kau bisa berterimakasih padaku lebih dari itu."

Tak ada respon dari Juyeon. Gadis itu sibuk menikmati coklatnya sementara Mingyu masih mengamati Park Juyeon dengan pandangan gemasnya sampai akhirnya lelaki itu menyadari sesuatu.

Ada sisa coklat menempel di sudut bibir gadis itu.

Membuat Mingyu terpaku, memikirkan cara untuk kembali menggoda Juyeon dan membuat gadis itu tersipu atau bahkan marah sekalipun.

"Waeyo?" Juyeon yang merasa diperhatikan oleh Mingyu bertanya. Menatap lelaki didepannya ini polos sementara mulutnya masih sibuk mengunyah coklatnya.

Mingyu menyeringai. Ia langsung mendekatkan wajahnya dan menjilat sisa coklat di sudut bibir Juyeon dengan cepat bahkan Juyeon tak sempat menghindar karenanya. Pikirannya tiba-tiba menjadi kosong.

Gadis itu membeku, dengan mulut terbuka dan mata yang mengerjap cepat. Berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi sementara di sudut bibirnya ia masih bisa merasakan benda kenyal serta basah yang tadi mengenai sudut bibirnya.

"Sepertinya kucing betinaku ini--"

"KIM MINGYU!"

Seruan Juyeon yang begitu keras membuat Mingyu refleks menutup telinga. Ia tak ingin terkena penulian dini karenanya.

"KAU-- APA YANG KAU LAKUKAN, BRENGSEK?!"

Kali ini, yang Mingyu lakukan adalah meringis seraya melindungi diri dari pukulaj yang Juyeon layangkan.

"KELUAR DARI KAMARKU SEKARANG JUGA KAU BAJINGAN!"

Oh, sepertinya Juyeon sudah benar-benar marah. Lihat saja, semua kata kasar sudah mulai terdengar memenuhi kamar itu.

"Ye-Yeon-ah--" Mingyu bangkit dari duduknya sebelum berlari kecil menuju pintu.

Juyeon menatap Mingyu marah. Gadis itu sudah bersiap untuk melemparkan sebuah bantal dari tangannya.

"Kau yakin ingin aku keluar sekarang juga? Tak ingin kupeluk saat tidur? Malam ini--"

"KELUAR KAU SEKARANG JUGA!"

Tepat saat bantal ditangan Juyeon melayang, Mingyu menutup pintu kamar dengan cepat. Terkekeh senang dan lelaki itu pikir menggoda Juyeon seperti ini akan menjadi hobi barunya mulai sekarang.

---

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

446K 8.3K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
919K 44.3K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
1M 62.9K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
1M 84K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...