If You Know Me [ TELAH TERBIT...

By avaanchhaneey

66.5K 4.4K 833

Part of Loving You Was Letting Go [PUBLISHED] Diterbitkan Juni, 2020 oleh Penerbit Pena Pedia. Yora meras... More

:: Introducing the Cast ::
:: Prolog ::
BAGIAN SATU
BAGIAN DUA
BAGIAN TIGA
BAGIAN EMPAT
BAGIAN LIMA
BAGIAN ENAM
BAGIAN TUJUH
BAGIAN SEMBILAN
BAGIAN SEPULUH
BAGIAN SEBELAS
BAGIAN DUA BELAS
BAGIAN TIGA BELAS
BAGIAN EMPAT BELAS
BAGIAN LIMA BELAS
BAGIAN ENAM BELAS
BAGIAN TUJUH BELAS
BAGIAN DELAPAN BELAS
BAGIAN SEMBILAN BELAS
BAGIAN DUA PULUH
BAGIAN DUA PULUH SATU
BAGIAN DUA PULUH DUA
BAGIAN DUA PULUH TIGA
BAGIAN DUA PULUH EMPAT
BAGIAN DUA PULUH LIMA
BAGIAN DUA PULUH ENAM
BAGIAN DUA PULUH TUJUH
BAGIAN DUA PULUH DELAPAN
BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN
BAGIAN TIGA PULUH
BAGIAN TIGA PULUH SATU
[End] BAGIAN TIGA PULUH DUA
EPILOG
VOTE COVER 'IF YOU KNOW ME'
'IF YOU KNOW ME' [Proses Penerbitan]
PRE ORDER 'IF YOU KNOW ME'

BAGIAN DELAPAN

1.5K 172 12
By avaanchhaneey

BAGIAN DELAPAN

Aku sudah lihat bagaimana kau terus membentakku. Aku juga sudah liat keangkuhanmu yang begitu pilu.

---


   SAAT ngeliat kamu untuk pertama kalinya, mama langsung suka banget sama kamu.

   Ucapan mamanya semalam memenuhi kepalanya sekarang. Yora yakin ada rahasia di balik kalimat itu. Kenapa mamanya harus mengatakan hal itu? Maksud Yora, kalimat itu terdengar seperti perkataan seorang wanita yang pertama kali melihat seorang bayi yang akan ia angkat menjadi anaknya. Ia menggelengkan kepala, mengusir segala asumsi aneh di otaknya.

   Yora menyandarkan punggungnya di pintu mobil, pikirannya kacau. Ia tidak mengharapkan apa yang terjadi hari ini. Ia tidak mengharapkan ada hal lain yang mengusik hidupnya. Rumor apa itu? Kenapa ia tidak tahu apa-apa? Yora menyugar rambutnya sembari menghela napas dengan gusar. Ia mencoba menenangkan dirinya dan berniat masuk ke dalam mobilnya. Gerakannya terhenti karena ponselnya berdering. Setelah melihat caller id yang tertera di layar ponselnya, Yora menghela napas pelan.

   “Ya?”
  
   “Non Yora disuruh pulang sekarang sama Nyonya, Non. Kata Nyonya, dia perlu bicara penting.” suara Bi Inem terdengar dari balik sana, mendengar itu Yora lantas memegang dadanya yang tiba-tiba sesak. Ia memang butuh penjelasan, namun saat ini ia juga butuh ketenangan. Yora perlu menjauh dari semua ini, ia tidak bisa dipaksa berada di dalam lingkaran setan ini.

   Ia mematikan panggilan itu secara sepihak tanpa memberikan respons apapun. Tangannya mengepal, ia merasa tidak terima dengan apa yang terus terjadi dalam hidupnya. Ia merasa gamang untuk mengendarai mobil dalam keadaan seperti ini. Tak ada yang tahu apa yang bisa saja terjadi. Namun apa boleh buat, Yora tetap berbalik dan membuka pintu mobilnya.

   “Boleh gue anterin pulang?”

   Yora menoleh. Di sampingnya Daffin berdiri dengan tatapan yang teduh. Tatapan yang tak pernah Yora harapkan akan sebegitu sama dengan tatapan yang dulu pernah Mike berikan padanya. Ia tersentak, secara tidak sadar telah menatap Daffin selama itu. “Nggak perlu.”

   “Lo boleh bicara sama gue.” Daffin tak menyerah begitu saja.

   Yora mendengus. “Lo ngerti nggak sih gue ngomong apa?”

   Lelaki itu menunduk lalu tersenyum. Sama sekali tidak memperlihatkan raut wajah kecewa karena Yora menolaknya. Namun mendadak saja Daffin menggenggam tangan Yora dan membawanya ke bangku penumpang di samping kemudi. Yora yang masih terkejut dengan aksi tiba-tiba Daffin tak sadar hanya menurut. Setelah duduk di bangku kemudi Daffin menjalankan mobil milik Yora tersebut.

  “Lo apa-apaan, sih?” tanya Yora kesal. “Keluar!”

   Daffin hanya tersenyum tanpa mengindahkan seruan Yora. “Kuncinya mana?”

   “Daffin denger, gue nggak suka sama apa yang lakuin ini,” tegas Yora. Raut wajahnya serius, tak main-main dengan ucapannya. “Lebih baik lo keluar sekarang.”

   “Kak Joan ada urusan penting di ekskul. Gue nggak sengaja dengar kalo dia juga udah nelpon Mike buat nemenin lo, tapi Mike nggak bisa dihubungi dan nggak ada di kelasnya. Gue rasa lo butuh orang buat nemenin lo sampai rumah,” jelas Daffin. “Gue tahu pikiran lo lagi kacau. Sebagai teman gue merasa punya kewajiban buat nolongin lo.”

   Kernyitan di dahi Yora perlahan menghilang. Ia mendengus dengan keras.

   “Apapun alasan lo, lebih baik lo keluar,” titahnya lagi. Bukan Daffin namanya jika ia menyerah begitu saja. Ia balik memandang Yora yang menyorotnya tajam. “Daffin gue mohon.” Suara Yora tiba-tiba melunak, Daffin bisa melihat Yora sudah sangat lelah. Meskipun keangkuhannya membuat ia masih bersikeras menutupi semua lelah dan beban yang ia punya.

   “Kuncinya, Ra,” ucap Daffin lagi, ia tidak peduli jika Yora akan memarahinya lagi.

   Tangan Yora menyugar rambutnya frustasi. Ia mengalah dengan menyerahkan kunci mobil pada Daffin. Tenaganya sudah terkuras habis, ia lelah. Daffin lantas menerimanya dengan senyuman tipis. Lelaki itu kemudian mengendarai mobil Yora dengan kecepatan sedang.


🐾🐾🐾


   Setelah sampai di rumah Yora, Daffin membiarkan Yora masuk. Perempuan itu tidak mengatakan apapun. Dia terlalu kaku. Kali ini Daffin dapat melihat kekakuan itu dari dekat, dan sekarang ia juga dapat melihat banyak kesedihan di mata Yora. Ada banyak hal yang tak dapat ia perlihatkan, tak dapat ia suarakan, dan tak dapat ia ekspresikan. Ada banyak air mata yang tertahan dan ada begitu banyak luka yang ia rasakan.

   Daffin terus memandang Yora yang sudah berjalan memunggunginya memasuki rumah. Kesedihan itu membuat Daffin ingin berjanji. Daffin akan berjanji menjadi malaikat untuk Yora. Menjadi air mata, tawa riang, dan bahu untuk Yora bersandar. Di saksikan bundar terik di atas sana, Daffin berjanji tidak akan meninggalkan gadisnya.

   Di sisi lain, Yora berdiri di depan rumah dengan ragu. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui, namun ia tak sanggup lagi menerima begitu banyak kenyataan yang membuatnya terluka. Napasnya terasa berat, ia merasa tidak senang dengan dirinya sendiri. Dirinya yang dulu selalu berpura-pura mati rasa, sekarang terlalu peka untuk merasa.

   Akhirnya Yora menghela napas pelan dan mengangguk yakin. Tangannya bersiap untuk mendorong pintu kayu besar berwarna putih itu dan masuk ke dalam rumah. Saat kakinya melangkah masuk, suara bariton papanya terdengar marah.

   “Saya nggak mau tahu, yang nyebarin berita itu harus dikeluarkan dari sekolah saya.”

   Yora tetap diam. Setelah mendengar ucapan papanya, Yora merasa memang ada yang disembunyikan dari dirinya. Pria itu tidak akan mengambil tindakan secepat dan segegabah itu. Apa yang dituduhkan kepada Yora dan papanya seakan nyata dan benar adanya. Selama ini, Yora memang tidak sedekat itu dengan mamanya, dari kecil ia sering dititipkan di rumah adik sepupu mama yang ia panggil Ibu. Mamanya selalu sibuk bekerja. Dua tahun lalu jarak itu semakin merenggang, fakta bahwa mama telah merencanakan pembunuhan terhadap adik sepupunya sendiri membuat Yora kecewa dan menolak kehadiran wanita itu di hidupnya.

   Tunggu.

   Yora tidak pernah tahu alasan wanita itu melakukannya. Wanita itu juga tidak ditangkap oleh polisi. Pihak kepolisian menyatakan bahwa ia tidak terlibat. Tapi mata dan telinga Yora tidak mati fungsi, ia melihat dan mendengar dengan jelas mama membayar pria yang telah menembak Ibu di bassment kantornya.

   Yora tersentak oleh pikirannya sendiri. Ia menoleh pada Papa yang masih belum menyadari keberadaannya. Helaan napasnya yang berat mengiringi langkah Yora untuk mendekat. Derap langkah itu pun disadari Rossa—mamanya—yang baru saja muncul dari balik dapur. Langkahnya terhenti, mereka bersitatap dalam diam. Yora ingin tahu, kenapa mama yang dari kecil ia anggap sebagai wanita paling mulia di dunia ini tega melakukan perbuatan keji seperti itu. Kebencian dalam hati Yora membuatnya tersiksa. Wanita itu terlalu membuatnya bertanya-tanya.

   Adam—papa Yora melirik Rossa yang hanya diam sambil memandang lurus ke belakangnya. Adam pun berbalik—mengikuti arah pandangan Rossa. Pria itu cukup terkejut karena kedatangan Yora yang begitu tiba-tiba. Mereka diam sampai akhirnya Adam memasukkan ponsel ke dalam saku celana dan berkata, “Nggak ada yang perlu kamu tanyakan.” Adam melirik Yora. “Jangan dengarkan kata mereka.”

   “Kenapa papa menyembunyikan banyak hal dari aku?”

   Pria itu menoleh pada putrinya. “Apa maksud kamu?”

   Yora menghembuskan napas dengan kasar. Dengan manggut-manggut ia tersenyum sarkas. “Pa, sebenarnya aku ini anak siapa?”

   Dua manusia di hadapan Yora mendadak bisu. Mereka tak mengatakan apa-apa sampai Adam tersentak oleh pemikirannya sendiri. Ia melirik Yora. “Papa udah bilang jangan dengarkan mereka. Anak siapa lagi kamu kalau bukan anak papa?” Adam menggeleng-gelengkan kepalanya lalu melangkah meninggalkan Yora dan mamanya di ruangan itu.

   Rossa melihat putrinya dalam diam. Saat putrinya juga bergerak ingin pergi, tangannya spontan menghentikan langkah Yora. Yora meliriknya heran. Tak sekali pun ia dapat melihat kelembutan dari cara Yora menatapnya. Putri semata wayangnya itu sudah terlanjur membencinya. “Mama bisa jelaskan.”

   Bayangannya setelah ia berkata begitu adalah, Yora akan mendengarnya dengan rasa penasaran. Rossa kira putrinya itu akan menatapnya lebih lama, lebih tenang, dan lebih teduh. Tetapi ia salah, Yora menghentakkan tangannya di udara, menyorot Rossa dengan tajam. “Bukankah lebih baik kalo kita berdua bersikap nggak saling peduli lagi? Dengan begitu nggak akan ada lagi yang merasa dikecewakan.”

   Perlahan Rossa mengembalikan tangannya ke samping tubuh. Kalimat Yora terlalu menghantam dadanya. Lidahnya kelu, tubuhnya mati rasa. Padahal ia hanya ingin semesta mengembalikan putrinya padanya.

🐾🐾🐾


   Saat ini, Yora melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, membelah keramaian ibukota. Ia memutuskan keluar dari rumah yang membuatnya sumpek. Mamanya sempat bertanya ke mana ia akan pergi, namun sekali lagi Yora tidak mengacuhkan wanita itu. Ada gejolak amarah di dalam dadanya, perasaan yang tidak dimengerti siapa-siapa. Ia kecewa pada semua orang. Pada papanya yang menyembunyikan banyak hal, pada mamanya yang tega berbuat keji, dan pada teman-temannya yang sengaja menghina tanpa rasa bersalah.

   Yora mencengkeram stir kemudi dengan kuat, air matanya perlahan jatuh. Yora memutuskan untuk menepi di pinggir jalan yang cukup sepi. Suara lalu lalang kendaraan mengalahkan isak tangisnya yang menggema di dalam mobil, sampai tak sadar ponselnya dari tadi berdering.

   Awalnya ia tak berniat dan memilih tak mengacuhkannya, karena ponselnya itu seakan tak mau diam—memberitahu ada panggilan masuk, lantas Yora menjangkau ponsel yang ia letakkan di atas dasboard mobil.

   Belum sempat ia melihat caller id yang tertera di layar, tangan Yora perlahan melemas. Sampai ponsel di tangannya mendadak terjatuh, dadanya sakit, dan kepalanya berdenyut hebat. Napasnya tersengal-sengal seperti habis berlari. Ia memucat, tak disangka hidungnya mengeluarkan cairan berwarna merah yang kental.

   Penglihatannya mendadak buram, hanya beberapa objek yang bisa ditangkap pupil matanya. Yang lain seakan lenyap, perlahan. Sampai akhirnya semuanya hitam, tanpa warna. Seperti kegelapan, yang menakutkan di malam yang mencekam.

   Di bawah, sejajar dengan kakinya, sebuah benda berdering berulang-ulang. Memecah keheningan dengan lagu fly with the wind yang berdering berulang kali, beberapa detik mati kemudian berdering lagi. Menampilkan sebuah nama yang tertera di atasnya.

   Daffin.



🐾🐾🐾

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 95.4K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
2.3M 81.9K 44
Jangan jadi pembaca gelap! Seorang santriwati yang terkenal nakal dan bar-barnya ternyata di jodohkan dengan seorang Gus yang suka menghukumya. Gus g...
8.3M 517K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...