Re-Tied

kinky_geek द्वारा

4.6M 104K 4.9K

[SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS] [SUDAH TERBIT] Pemenang Wattys Award 2016 kategori "PENULIS PERTAMA KALI" #3 Th... अधिक

Blurb [teaser]
SATU
DUA
TIGA
LIMA
ENAM
TUJUH
DELAPAN
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
Flirting
Pre-Order tahap 1
Open PO Re-Tied
info pengiriman
halo.

EMPAT

153K 7.4K 286
kinky_geek द्वारा

Abimana Aryasatya as Raditya Akbar 😍

Kenapa waktu berjalan lebih cepat saat kita justru ingin dia melambat? Rasanya baru kemarin aku mengiyakan ajakan bodoh Radit, sekarang tinggal hitungan jam sampai hal gila itu terjadi.

Sudah pukul tiga pagi, aku masih tidak bisa tidur. Entah bawaan gugup atau apa, yang jelas mataku masih terbuka lebar, memandangi langit-langit kamar. Aku tidak pernah mengira, atau mempertimbangkan, akan menikah di usia 25 tahun. Bagiku itu usia yang masih terlalu muda untuk mulai berurusan dengan tetekbengek rumah tangga.

Aku benar-benar salut saat Gina berani menikah di usia 21 tahun, hampir 22, dan Dee di usia 24. Kupikir selanjutnya giliran Artha, di usia 26-27 tahun nanti. Setelah itu baru aku, jelas saat sudah menginjak usia 30 lebih. Usia paling ideal, menurutku. Karena saat itu aku kemungkinan sudah cukup puas menikmati hidup bebasku.

Jadi, kenapa aku akhirnya menikah sekarang, dengan laki-laki yang seaneh Radit, menyerahkan sisa hidupku di tangannya, aku sendiri tidak tahu.

Sudah terlalu terlambat untuk mundur sekarang. Aku bisa saja kabur, tapi selama Radit dan ayahku mengucapkan ijab kabul, tetap saja aku sah menjadi istrinya. Setidaknya secara agama. Kecuali aku tiba-tiba muncul sebelum proses itu dan membatalkan semuanya.

Tapi aku tidak akan melakukan hal sekonyol itu. Saat ini semuanya bukan lagi hanya tentangku atau Radit, tapi juga kedua keluarga besar kami, juga para undangan yang hadir. Aku tidak peduli cibiran yang akan kuhadapi seandainya aku melakukan hal bodoh itu. Tapi aku tidak mau orangtuaku yang menghadapinya.

Jadi, sudahlah. Mari lakukan saja dan lihat bagaimana hasilnya nanti.

Aku tidak tahu berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk melamun, tapi sepertinya aku tidur juga akhirnya. Hal berikutnya yang terjadi, pintu kamarku digedor secara brutal dari luar.

"Kebo nih, Ma, dia! Nggak jadi mau kawin, kali!"

Aku mengerjap, merenggangkan badanku. Itu suara Lita, adikku yang masih duduk di bangku kuliah, selisih 5 tahun lebih muda dariku.

"Teteeehhh! Woyyy! Udah siang woooyyy!!"

Gedoran semena-menanya terdengar lagi.

"Lo mau kawin nggak sih?! Buat gue nih Mas Radit kalau lo ogah! Teteeeehhh!!"

Bocah semprul.

Aku menyingkirkan selimut, melirik jam dinding. Pukul setengah delapan. Akad nikah masih nanti, habis dzuhur. Kenapa buru-buru sih?

"JUWITA!"

Kali ini suara lain yang terdengar di balik pintu. Mamaku. Dengan malas, aku bangkit berdiri dan membuka pintu. "Apaan sih, ribut banget..."

Mama memelototiku. "Ribut-ribut?! Ini udah jam berapa?! Kita harus ke hotelnya sekarang, mulai dandan. Kamu pikir dandanan nikah itu cuma tiga puluh menit apa?! Mandi sana!"

Setelah mengiyakan, aku kembali menutup pintu, mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi. Aku mandi lebih lama dari biasa, mencukur semua bulu di badanku, memakai lulur, dan segala hal yang sudah dijeritkan Mama sejak kemarin. Begitu selesai, aku memilih memakai kemeja dan hot pants. Mama kembali berteriak, memanggil seluruh penghuni rumah dengan nada yang bisa digunakan untuk membangkitkan mayat.

"Ma, yang mau nikah itu Uwi. Kenapa Mama yang panik sih? Mama mau nikah lagi emang?" tegur Papa, yang juga mulai terlihat kesal.

Aku dengar dari Lita, Mama sudah membangunkan Papa sejak pukul 4 subuh. Entah apa tujuannya. Sudahlah, yang penting sekarang kami semua sudah berada dalam mobil menuju hotel tempat acara pernikahanku dan Radit akan dilangsungkan.

Setelah banyak drama, akhirnya hari ini datang juga. Aku sempat bersitegang dengan ibu Radit karena beliau ingin melakukan rangkaian adat Jawa, yang kutolak. Permintaan Mama mengenai acara adat pun kutolak. Terlalu riweh, ribet, menghabiskan tenaga. Aku benar-benar malas melakukannya. Tanpa rangkaian acara adat itu juga pernikahanku dan Radit akan tetap sah, kan? Ya sudah. Sejak itu ibu Radit tidak lagi terlalu ramah denganku. Terserahlah. Beliau juga tinggal di Jogja, bukan di sini. Jadi aku tidak perlu terlalu sering memasang topeng menantu baik.

Belum resmi saja sudah ada masalah. Entah bagaimana bentuk pernikahan kami nanti.

Setibanya di hotel. Aku menempati satu kamar suite, yang juga dipesan sebagai kamar pengantinku dan Radit nanti, sementara anggota keluargaku menempati kamar lain. Sarah, Make-up artistperofesional yang akan mendandaniku satu hari ini sudah menunggu di kamar itu. Sarah sudah menjadi langganan para selebriti, aku melihat hasil kerjanya di Instagram sebelum memutuskan memakai jasanya. Dia mendandani kita tanpa mengubah wajah asli. Tidak membuat kliennya seperti memakai topeng. Singkat cerita, hasil kerjanya luar biasa. Jadi aku sangat senang saat berhasil mendapatkan jadwal untuk memakai jasanya.

"Kebayanya cakep lho, Mbak," puji Sarah, melirik kebaya pengantinku yang tergantung di kamar itu.

Aku hanya tersenyum tipis, sementara dia mulai memoles wajahku. Tentu saja kedua kebayaku luar biasa. Harga yang dikeluarkan juga pasti bisa membuat ibu Radit darah tinggi kalau tahu.

Radit juga sudah menyerahkan seserahan sesuai dengan daftarku. Semuanya sesuai dengan keinginanku. Malah dia juga memberi tambahan lain. Make-up dan parsel kebutuhan pokok sehari-hari. Katanya, itu hanya sebagai simbol dirinya mampu menghidupi kebutuhanku setelah kami menikah nanti. Aku yakin kedua barang tambahan itu atas suruhan ibunya. Tapi sudahlah, keluargaku sudah menerimanya.

Waktu seolah berlari hari ini. Tiba-tiba saja hari sudah siang, dandananku sudah selesai, dan aku menunggu di kamar itu dengan TV menyala, yang disambungkan dengan kamera video di ballroomyang kami pesan untuk acara akad dan resepsi hari ini. Radit sudah duduk di meja akad, berhadapan dengan Papa. Kamera beberapa kali menyorot wajahnya. Dia tampak melamun, entah apa yang dipikirkannya. Tadi ketiga sahabatku juga sempat mampir ke kamar ini, memuji penampilanku, melakukan wefie, lalu mereka mendoakan supaya acara hari ini lancar, begitu juga dengan rumah tanggaku nanti, kemudian turun ke ballroom. Aku mulai merasa gugup sekarang.

Acara akad akhirnya dimulai. Aku nyaris tidak berkedip menatap layar TV begitu prosesi ijab kabul dilaksanakan.

Suara lantang Papa pertama terdengar. "Raditya Akbar bin Rudi Gunarwan, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya Juwita Ayudiah, dengan maskawin seperangkat alat sholat dan uang satu juta rupiah dibayar tunai."

Radit diam, tidak langsung menyambut ijab itu. Tubuhku mulai mendingin. Apa dia mulai menyesali keputusan ini? Apa dia berencana... membatalkan semuanya?

"Maaf," ucap Radit tiba-tiba, seperti baru tersadar dari lamunannya. "Maaf, bisa sekali lagi?"

Aku ingin menangis sekarang. Rasanya mulai menyesakkan.

Ya Tuhan... apa sebenarnya yang terjadi dengan diriku? Kenapa aku mau-mau saja melakukan ini?

Papa mengulangi ijab-nya, dengan nada yang lebih tegas, nyaris ketus. Aku tahu Papa juga kesal dengan reaksi Radit. Aku mengalihkan pandangan, merasa tidak sanggup menyaksikan kejadian seperti tadi lagi.

Tapi, kemudian aku mendengar suara Radit.

"Saya terima nikah dan kawinnya Juwita Ayudiah binti Surya Suherman dengan maskawin tersebut dibayar tunai." Radit mengucapkannya dalam satu tarikan napas.

"Sah?"

"SAH!"

"Alhamdulillah..."

Tanpa sadar, air mataku yang sejak tadi kutahan, akhirnya jatuh juga. Tapi aku tidak tahu itu air mata sedih atau bahagia. Aku tidak merasa sakit, namun juga tidak ada bunga-bunga di dada atau kepak lembut sayap kupu-kupu di perut seperti yang sering kubaca di cerita romansa.

"Teh..." tegur Lita, yang menemaniku di kamar. "Yuk?" ajaknya.

Aku menyambut uluran tangannya. Dia membuka pintu, disambut Mama dan para sepupu perempuan serta tante-tanteku yang akan ikut mengantarku ke samping Radit. Suamiku.

Aku hanya menunduk sepanjang jalan menuju ballroom. Begitu sudah di samping Radit, aku juga tetap menunduk, tidak langsung menatapnya.

"Maaf," bisiknya, sangat pelan hingga hanya aku yang bisa mendengar.

Aku tahu permintaan maaf itu untuk apa, tapi memilih tidak menanggapinya. Kami menandatangani berbagai kertas yang ada di depan, lalu dilanjutkan dengan prosesi pemasangan cincin kawin dan penyerahan maskawin.

Seketika, aku ingin acara hari ini segera berakhir.

**

Sudah hampir magrib saat semua rangkaian acara pernikahanku dan Radit selesai. Aku dan dia dibiarkan lebih dulu meninggalkan tempat acara, menuju kamar kami untuk istirahat. Tubuhku pegal sekali. Kebaya yang kupakai untuk resepsi ternyata cukup berat. Aku benar-benar tidak sabar untuk lepas dari pakaian ini.

Yang lebih memelahkan, sepanjang acara aku harus berpura-pura bahagia.

Aku baru menyadari sesuatu berkat kejadian akad tadi. Saat Radit tidak langsung membalas ijab dari Papa, dan akhirnya membuatku menangis. Sebuah kesadaran yang akhirnya menjelaskan segala tingkah dan keputusan bodohku dua bulan ini.

Aku mencintai Radit.

Entah sejak kapan, entah karena apa. Tapi hanya itu pemahaman yang muncul. Aku tidak pernah menangisi laki-laki mana pun. Bahkan saat aku merasa sangat patah hati, yang kulakukan adalah marah, lalu mabuk. Dia laki-laki pertama yang membuatku menangis.

Ingat kata orang? If you make a girl laugh, she likes you, but if you make her cry, she loves you.

Kupikir aku menerima lamaran dan semua rencana gila ini karena termakan omong kosongnya tentang 'tidak perlu merasa sendirian lagi dan akan saling mengisi hidup masing-masing'. Hatiku lebih dulu tahu kalau aku memang ingin menghabiskan hidup dengannya, karena rasa sialan bernama cinta itu.

Aku benci mengakuinya.

"Aku bantu, ya?"

Aku sedikit tersentak saat Radit berdiri di belakangku. Dengan terampil, jemarinya bergerak melepas satu-per satu kancing di bagian belakang pakaianku. Karena aku memang tidak bisa melepasnya sendiri, aku membiarkannya saja. Rasanya lama sekali hingga akhirnya aku bisa terbebas dari pakaian ribet itu. Aku menjatuhkannya ke lantai, melangkah keluar hanya mengenakan korset dan celana dalam. Aku baru akan melepas korsetku, saat Radit menahannya.

"Aku aja."

See? Jika berhubungan dengan segala hal berbau seksual, dia bisa cepat bereaksi. Sementara aku menginginkan hatinya, dia hanya menginginkan tubuhku.

Shit. Aku benci menjadi melankolis.

Dia ingin bermain? Fine. Let's play.

Aku mundur menjauh dengan langkah sensual, menghindarinya yang coba membuka korsetku. Aku tidak memakai apa-apa di baliknya, for your information. Jadi, kalau Radit melepasnya, dia akan langsung mendapatkan apa yang dia inginkan.

Enak saja.

Dia tidak akan mendapatkan apa pun sebelum aku lebih dulu mendapat yang kumau.

Saat dia bergerak mendekat, aku mendorongnya mundur perlahan, hingga dia jatuh duduk di kasur. Tangannya mencoba menyentuh pahaku, tapi aku menepisnya.

"Not yet, hubby," ucapku.

"I want you..."

"You always want MY BODY," balasku.

Sebelum dia berkata apa-apa lagi, aku lebih dulu mendorongnya, kali ini lebih keras, hingga dia berbaring. Lalu aku ikut naik ke kasur dan menduduki pinggangnya. Tanganku bergerak membuka beskapnya, menyentuh dadanya yang masih berbalut kaus. Tapi setiap kali dia coba balas menyentuhku, aku menahan tangannya.

"Look..." aku menyusupkan satu tangan ke dalam kausnya, sementara tanganku yang lain masih menahan pergelangan tangannya, mulai membelai dada hingga perut, lalu kembali naik, dengan gerakan berulang. "Kamu ingat kata penceramah tadi tentang pernikahan? Harus seimbang. Istri menghormati suami, suami menghargai istri."

Dia tidak bereaksi, hanya menatapku dengan mata cokelat teduhnya.

"Aku ingin memulai keseimbangan itu sekarang." Aku membungkuk, hingga hidung kami nyaris bersentuhan. Aku merasakan embusan hangat napasnya, mendapati keinginan kuat untuk menciumnya sekarang juga. Tapi aku menahan diri. "Buat malam ini aja, aku pengin kita ada di posisi imbang. Hatiku udah milik kamu, hati kamu masih entah ke mana. Kalau kamu juga menguasai tubuhku malam ini, aku nggak dapat apa-apa. Jadi, buat malam ini aja, aku mau menguasai kamu, dan kamu yang nggak dapat apa-apa."

Dia mengerjap, terlihat kaget. Sesaat, kupikir dia akan membantah. Bagaimanapun, ini malam pengantin kami. Mustahil dia tidak ingin menikmatinya.

Tapi, kemudian, dia menghela napas. "Oke."

Aku tersenyum manis. "Good boy."

Dia yang tadinya mencoba melepaskan tangannya dari cengkramanku, meskipun tidak dengan cara kasar, akhirnya diam sepenuhnya. Aku makin mendekatkan wajah, hingga tidak ada jarak lagi di antara kami. Aku mengecupnya perlahan, merasakan tekstur lembut bibirnya. Tapi, hingga beberapa saat kemudian, dia tidak membalas ciumanku.

Aku menarik diri. "You don't like my kiss?"

"Tadi kamu bilang mau menguasai aku."

Brengsek.

Aku kembali duduk tegak, menatapnya kesal. "Aku nggak akan pernah menang, kan?" sentakku. Hasratku seketika lenyap. Dengan menahan marah, aku turun dari kasur, berderap ke kamar mandi dan membanting pintunya hingga menutup.

"Wi..." Radit tiba-tiba menyusul masuk.

"Keluar," usirku, memilih mulai menghapus sisa make-up di wajah.

"Kamu maunya gimana sih?"

Aku menatapnya penuh emosi. "KELUAR!"

Dia balas menatapku beberapa saat, sebelum berbalik keluar dan kembali menutup pintu kamar mandi.

Aku segera mengunci pintunya dan menyelesaikan urusanku. Setelah ini aku akan langsung tidur. Sudah cukup banyak yang harus kulalui satu hari ini. Aku tidak membutuhkan hal menyebalkan lain lagi.

**    

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

Love And Hurts (On Going) aliumputih_ द्वारा

सामान्य साहित्य

108K 7K 22
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
765K 54.2K 48
"How about being an ex with a little bit of benefits?"
CINTA SEORANG GUS (New Version)✅ Wafa द्वारा

सामान्य साहित्य

594K 56.3K 45
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...
243K 18.8K 68
Warning! Bacaan untuk dewasa 18+ Bagaimana jika pria dingin berhati batu kelak akan jatuh cinta pada gadis kecil yang dia selamatkan dan ditampung se...