RELATIONSHIT

By captcheese

1.2M 70.5K 1.9K

Ketika Kinar dan Aric sama-sama saling jatuh cinta pada akhirnya, tetapi sesuatu menghalangi mereka dan membu... More

Dua~
Tiga~
Empat~
Lima~
Enam~
Tujuh~
Delapan~
Sembilan~
Sepuluh~
Sebelas~
Dua Belas~
Tiga Belas~
Empat Belas~
Lima Belas~
Enam Belas~
Tujuh Belas~
Delapan Belas~
Sembilan Belas~
Dua Puluh~
Dua Puluh Satu~
Dua Puluh Dua~
Dua Puluh Tiga~
Dua Puluh Empat~
Dua Puluh Lima~
Dua Puluh Enam~
Dua Puluh Tujuh~
Dua Puluh Delapan~ {END}

Satu~

172K 4.4K 72
By captcheese

Well, hai hai. Ini cerita saya yang kedua. Sebenarnya udah lama diketik sih. Serempak sama Oh Ovilya. Saya minta maaf jika ada kesamaan nama, karakter, cerita dan lain-lain. Saya tidak memplagiat ide atau cerita orang. Ini murni dari ide saya sendiri. Memang tidak ada saksinya sih. Semoga suka ya. Tetap komen dong kalo ada kesalahan atau kritik maupun pendapat. Yah maklum penulis amatir. Hehe. Ah bacot bener nih banyak ngomong. Happy reading yeah XOXO

---------------------------------------------------------

ANGKOT itu berbelok ke kanan ketika ada simpang empat. Lalu menepi ke pinggir jalan dan berhenti di depan sebuah bangungan besar. Itu sebuah SMA. Beberapa penumpang yang merupakan murid dari SMA itu turun dari angkot dan segera membayar ongkos. Termasuk Kinar. Kinar membenarkan posisi tas sandangnya yang talinya daritadi melorot. Lalu ia berjalan memasuki gerbang sekolah. Ia menyapa pak satpam penjaga sekolah yang lagi dengerin music di radio. Ada beberapa anak yang lagi duduk di dekat pos satpam kecil itu. Mereka pasti anak baru, piker Kinar. Kelihatan dari kostum MOS mereka yang unik dan perlengkapan lainnya yang mereka bawa. Kinar segera berjalan menuju lapangan basket yang berada di pusat. Ia melihat sudah ada adik kelas dan teman-temannya disana. Kinar menghampiri mereka.

“Jadi gimana? Pra-MOS udah dijelasin semuanya?” Tanya Kinar pada seorang temannya.

“Udah. Lo tenang aja, Kin. Oya, kok lo gak datang sih kemaren pas hari pertama MOS?” Tanya temannya itu.

“Ya gue kan masih di Yogya. Belum ke Surabaya.” Sahut Kinar menyengir pelan. “ Tapi katanya gue kok jadi panitia MOS sih?”

“Oh. Iya, lo diusulin tuh sama guru-guru. Lo nanti nyusul gue ke lapangan futsal.” Kata temannya itu lalu pergi.

Kinar terdiam sambil memerhatikan sekitarnya.

“Kinar!!!” sapa seseorang sambil menepuk bahu Kinar.

Kinar berbalik dan menemukan Jasmine, sahabatnya sejak masuk SMA. Kinar awalnya heran juga kenapa Jasmine mau sahabatan sama dia. Secara, Kinar kan selalu jutek, rada pendiam, ngomong selalu ngirit. Beda sama Jasmine yang ceriwis, bawel, orangnya pokoknya selalu bahagia banget. “Eh, Jasmine. Katanya lo hari ini gak masuk.”

Jasmine cengengesan. “Ya soalnya hari sabtu kemaren nyokap bokap langsung bilang kalo di hari itu langsung pulang. Dan dapat pesawat pertama. Ya udah deh hari ini gue mau masuk aja. Kan gue kangen sama lo.”

“Lo kangen sama gue? Wow. Kok gue gak kangen ya sama lo?” Tanya Kinar dengan muka tanpa dosa.

“Masa lo gak kangen sama gue sih? Gue kan dua minggu di Swiss. Mana gak bisa ngontakin elo.” Kata Jasmine. “Tapi gue bawa oleh-oleh buat lo! Ini diaaaaa! Diambil dong.”

Kinar mengambil sebuah kotak dari tangan Jasmine, lalu membuka kotak itu. “Cokelat?”

“Iyap! Cokelat Swiss kan enak banget. Lo musti nyoba!” kata Jasmine dengan membara-bara.

“Yaudah. Makasih ya. Lo gak perlu ngasih ginian.  Gue juga dikasih silver queen juga udah seneng.”

Jasmine terkekeh pelan. “Kinar, coba tebak!”

“Gue lagi malas main tebak-tebakan.”

“Bukan main tebak-tebakkan, Kinara Misya Nuraini. Kita sekelas lagi lho! Gue udah lihat di papan mading. Kita sekelas lagi di kelas 3 IPA-2. Hebat kan. Dari kelas satu udah sekelas. Eh kelas dua juga. Eh kelas tiga juga. Wah kita sehati banget!” Jelas Jasmine dengan senang banget.

“Gue bosen sekelas sama elo mulu. ” Ujar Kinar.

Jasmine mendengus. “Entar kalo gak sekelas, lo kangen lagi sama gue. Ya kan? Ya kan?”

“Hih. Gak ada kerjaan banget kalo gue kangen sama lo!”

“Lo kenapa sih, Kin? Sensian amat. PMS ya?” goda Jasmine.

Kinar melengos. “Gak kok. Eh, mana Eliza?”

Eliza adalah sahabat Kinar juga. Jadi mereka bertiga bersahabat baik. Bedanya Eliza itu ngomongnya gak terlalu ceriwis kayak Jasmine dan gak terlalu ngirit kayak Kinar. Eliza itu anaknya bijak.

“Gak tau.” Jawab Jasmine mengangkat bahunya. “Eliza gak sekelas sama kita. Dia kelas 3 IPA-5.”

Kinar manggut-manggut. “Ya udah. Gue mau ke lapangan buat ngurusin anak orang. Lo tolong bawa tas gue ke kelas ya. Pas jam istirahat, lo tunggu gue di kantin. Di meja kayak biasanya.” Kata Kinar sambil nyanderin tali tasnya di bahu kiri Jasmine lalu ia pergi meninggalkan Jasmine sambil melambaikan tangan.

-----------------------------------------------------------------

Harusnya kali ini dia yang seperti ini. Nyuruh-nyuruh seenaknya ketika mereka minta tandatangannya kayak dulu. Ngeluarin ide tengil buat ngerjain mereka kayak dulu. Mengintimidasi mereka sampe mereka nangis kayak dulu. Lalu mencak-mencakin mereka sampe mereka takut kayak dulu. Dan selalu tersenyum jahil ketika ngelihat mereka yang langsung ngacir ketakutan kayak dulu. Tapi malah nggak!

Aric melengos pelan. Saat ini ia udah di dalam mobil papanya yang lagi berjalan menuju sekolah barunya. Sekolah baru! Padahal kan dia udah betah banget di sekolah lamanya. Iya dong! Dia adalah selebritis sekolah. Semua cewek ngefans sama dia. Dari yang centil sampe yang pendiem. Semua terikat pesonanya. Punya banyak pacar sama mantan pula! Kalo jalan-jalan keliling sekolah aja, sedikit-sedikit ketemu mantan. Disana ada mantannya. Disitu juga ada mantannya. Tapi itu malah buat dia jadi bangga.

Tapi si Vivid—adiknya ini tau sepak terjang ke-playboy-annya. Vivid juga tau kalo nilainya Aric akhir-akhir ini jeblok karena dia selalu bolos. Vivid mengancam Aric.

“Bang, kalo lo gak mau gue bongkarin semua rahasia lo itu ke papa sama mama, lo harus nurutin permintaan gue.” Kata Vivid sebulan yang lalu.

Aric yang lagi main pes pun menjawab dengan acuh. “Apaan? Lo jangan macem-macem. Masih bau kencur aja udah ngancam gue.”

“Gue emang masih kelas 2 SMP dan bentar lagi bakal naik ke kelas 3. Tapi bukan berarti gue ini bego. Gue tau apa yang lo lakuin selama ini di sekolah.” Kata Vivid dengan horror.

Aric mem-pause game. Ia menengok ke belakang. “Apa coba yang lo tau?”

Playboy. Bener kan? Mantan lo itu banyak banget. Bingung gue ngitungnya. Terus juga elo tuh sering buat masalah di sekolah. Tapi nilai lo itu kayak roller coaster. Naik turun. Naik turun. Gak banget. Pokoknya lo itu nakal. Sering bolos juga.”

“Tau darimana lo? Lo wawancarain siapa?” Tanya Aric.

“Mau tau aja.” Sahut Vivid dengan senyum penuh rahasia. “Yang jelas, gue bakal bongkar itu semua ke papa sama mama.”

“Jadi apa permintaan lo?”

“Lo harus pindah ke sekolah yang gue minatin pas entar gue SMA.”

“Apa?” Aric kaget. “Lo ngawur ya?”

“Gak kok! Gue pengen lo disana. Di sekolah itu. Gue entar juga masuk sana. Gue mau elo jadi anak baik-baik disana. Masa kakak gue itu adalah seorang playboy cap ikan asin yang suka bolos. Gak banget! Gue yakin nilai lo malah lebih dari mencukupi buat tes disana. Dan gue mau punya kakak yang baik hati, bukan yang malah jadi playboy. Lagian lo kan mau jadi terkenal gak? Lo udah dikenal sama satu sekolahan lo. Lo gak mau apa jadi terkenal di sekolahan lainnya?”

Aric terdiam. “Bener juga lo. Tapi gak ah! Enak banget lo nyuruh-nyuruh.”

“Ya ampun. Sekali aja nurutin gue dan bikin gue seneng kenapa coba. Tinggal bilang ke papa kalo lo mau pindah. Papa bakal setuju. Soalnya kan papa juga dulunya rekomendasiin sekolah itu ke elo. Tapi elo nolak. Itu sekolahan bagus loh. Favorit.”

“Urusan gue di sekolahan gue belum selesai.”

“Makanya lo pindah aja. Biar semua urusan tiba-tiba jadi selesai.”

Dan entah gimana lagi caranya buat  Aric nolak permintaan adiknya itu. Mama dan papanya sangat senang dan setuju pas denger kalo Aric mau pindah. Aric pun Cuma bisa pasrah pas mama udah ngurus semua surat pindahnya.

“Gue gak mau ikutan MOS. Kenapa tuh sekolah ngewajibin semua siswa baru ikutan MOS sih. Gue ini udah kelas 3!” Aric agak jengkel. Ya. Dia kini harus ngikutin MOS. Dan ini adalah hari kedua. Kini semua perlengkapan MOS sudah disusun rapi oleh Vivid. Entah kenapa anak baru harus wajib ikutan MOS. Padahal Aric udah kelas 3. Beberapa bulan lagi kan dia udah lulus. Tapi ini udah peraturan sekolah.

“Udah! Lo ikutan aja! Kan seru!” celetuk Vivid sambil mengecek perlengkapan MOSnya Aric yang berada di dalam sebuah karung beras yang dijadikan tas.

“Iya kata lo! Hari pertama aja, gue udah males.”

“Ya karena lo itu gak ngenikmati MOSnya. Lagian lo juga bawa perlengkapannya gak lengkap. Makanya kena hokum. Kan udah gue siapin kemaren.”

Aric mendengus kesal. “Sekolah baru malah bikin gue jengkel.”

Papanya yang sedaritadi diam, langsung ikutan gabung. “Nikmatin aja, Ric. Selagi masih bisa. Lagian kalo dinikmatin, pasti seru.”

Aric makin jengkel. Sebelum Vivid mulai cerocosan lagi, mobil udah berhenti di depan sebuah bangunan bercat kuning-cokelat tiga tingkat. Aric pamit pada papanya lalu menyambar tas karung beras dan langsung keluar dari mobil. Ia melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah. Udah pada banyak yang datang.

Semua anak sekolahan ini pada gak tau kalo Aric adalah anak kelas 3. Tapi Aric sengaja merahasiakan itu. Gak tau kenapa sih. Tapi minus Niko. Niko adalah teman alumni SMPnya. Makanya dia tau tanpa harus dikasih tau.

“Bro!” sapa Niko yang baru datang. Kelihatan banget dari tas yang ia pakai dan kunci motor yang digenggam di tangannya.

“Gimana? Perlengkapan MOS lo udah lengkap?” Tanya Niko melirik tas karung beras yang diletakkan di bangku.

“Lengkap. Vivid udah nyusun semuanya. Gue tinggal nunggu beres aja.” Jawab Aric malas-malasan.

“Untung adek lo itu baek. Kalo gak, tiga hari MOS, lo malah kena hokum terus. Gak capek apa lo push-up  terus-terusan?”

“Udah biasa gue push-up.” Sahut Aric. “Oya, lo kan juga panitia MOS. Ya lo tolongin gue kek.”

“Tolongin apaan? Kan kemaren gue udah nolongin lo pas lo minta tandatangan gue, gue gak nyuruh lo buat aneh-aneh kan?”

“Iya. Ini lain lagi. Lo bujuk dong si ketua OSIS itu biar ngasih tandatangannya ke gue. Ribet amat dapat tandatangannya. Artis aja masih baik mau ngasih tandatangan. Lah, dia Cuma ketua OSIS. Mana nyuruhnya aneh-aneh.” Kata Aric.

“Oh. Si Bagas? Dia emang gituan. Emang perlu banget ya tandatangan dari Ketos?”

“Banget. Masa lo gak tau? Kalo gak, gue bakal dihukum. Capek juga push-up sih walaupun gue udah keseringan.”

Niko bergumam. “Entar gue coba. Eh lo masuk-masuk masa langsung tebar pesona sih? Jangan diembat semua dong. Gue kan lagi ngincer juga.” Kata Niko melirik anak baru yang daritadi curi pandang ngelihatin Aric.

Aric melihat apa yang dimaksud Niko. Yang dilihat langsung membuang muka dan tersipu malu. “Maklum. Gue terlalu ganteng. Makanya begituan. Gue juga lagi gak tebar pesona. Gue lagi gak mood. Pengennya di rumah. Tidur-tiduran atau gak main game.”

“Nikmatin aja kali MOS lo. Selama ada gue, MOS lo bakal aman.” Ujar Niko menepuk bahu Aric pelan.

Aric mendengus. Udah empat orang yang nyuruh dia buat nikmatin MOSnya. Mama dan papanya, Vivid dan juga Niko.

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 370 15
UPDATE SETIAP SENIN!! Sebuah kamera biasa menangkap momen-momen penting yang ingin diabadikan, sibuk merekam objek yang ingin diingat dan pastinya ak...
544K 28.9K 66
(π‚πžπ«π’π­πš π₯𝐞𝐧𝐠𝐀𝐚𝐩 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐒𝐚 𝐝𝐒 𝐊𝐚𝐫𝐲𝐚𝐊𝐚𝐫𝐬𝐚) Cover mentahan from Pinterest β€’ "Apapun yang sudah jadi takdir lo, lo nggak...
5.5M 534K 54
Serena Ramona Lorelei seorang gadis yang meninggal karena dibunuh oleh salah satu musuhnya. Setelah meninggal, bukannya ia mati, ia malah bertransmig...