Your Sides [Lover the Series...

By framadani

412K 14.6K 205

Sudah tersedia di playstore, silahkan untuk baca cerita lengkap dan sudah di perbaharui di sana. Part2 dalam... More

Your Sides
Prologue
CHAPTER 1 : Your Passion
CHAPTER 2 : Your Start
CHAPTER 3 : Your Life
CHAPTER 4 : Your Shades
CHAPTER 5 : Your Mind
CHAPTER 6 : Your Deal
CHAPTER 7 : Your Blood
CHAPTER 8 : Your Heart
CHAPTER 10 : Your Happiness
Tentang Penulis
Ucapan Terima Kasih
New INFORMATION

CHAPTER 9 : Your Misery

12.5K 693 5
By framadani

Nora terbangun karena ada sesuatu yang menepuk wajahnya kasar. Nora juga merasakan jika ia terduduk di sebuah kursi, dan ia juga merasakan tangan dan kakinya diikat oleh tali, ikatannya sangat kencang hingga membuat pergelangan tangan dan tungkai kakinya terasa sakit. Nora membuka matanya dan terkejut melihat sosok di depannya. Lalu, orang itu menarik rambut Nora ke belakang dan menampar wajahnya sangat keras.

"well, well, ini dia pelacur Andrew yang baru." ucap orang itu dengan seringai sinis di bibirnya.

"SARAH! kenapa? Bukankah kau harusnya masih di penjara?" ucap Nora terbata-bata.

"itu sangat mudah sekali. Apa gunanya punya kekasih kaya raya yang bisa melakukan apapun?" ucap orang itu sembari melihat seorang pria dengan baju hitam dan mempunyai rupa yang tampan duduk di sofa yang ada di depan Nora dan menempel pada dinding.

"Kau tau? semua rencanaku hampir berhasil, jika kau tidak datang untuk menghancurkannya brengsek!!" tamparan keras kembali menyambar pipinya, Nora meringis akan rasa perih tamparan itu.

"apa maksudmu?"

"well, Andrew itu pengusaha yang paling di segani di dunia bisnis, sedangkan aku anak buangan yang terlantar dan harus berakhir di club malam. Aku hampir menguasai seluruh harta Andrew tapi kau menghancurkan segalanya bitch!! dan sekarang kau harus membayar semuanya!"

Sarah melepas ikatan di tangan dan kaki Nora, lalu dengan paksa menarik bahu Nora ke depan dan membuat Nora jatuh tengkurap di atas lantai. Sarah mengambil balok kayu di sudut ruangan, dan menekan kepala Nora ke lantai menggunakan ujung kayu itu.

"well Nora, selamat datang di NERAKA." penekanan kata terakhir membuat Nora bergidik ngeri akan bayangan balok kayu mengenai tubuh atau yang lebih parah adalah kepalanya.

Sarah mengayunkan balok kayu itu dan menjatuhkannya tepat di bahu dan punggung Nora. Hingga membuat gadis itu menjerit kesakitan diiringi tangis pilu. Tidak cukup sampai di situ. Pria yang sedari tadi duduk di sofa, beranjak dan mengangkat tubuh Nora setengah duduk dan menghadap Sarah.

"bagaimana sudah cukup? Atau masih mau lagi?"

Nora hanya menggeleng lemah, tenaganya terkuras habis karena menahan sakit. Ia terus memanggil angel untuk membantunya, namun angel diam tanpa menjawab. Seolah lenyap.

"tapi, kurasa masih kurang. Bagaimana menurutmu Howard? kita apakan jalang ini?" ucap Sarah menatap pria yang sedari tadi memangku Nora.

"terserah kau saja sayang, tetapi sisakan bagianku. Aku tidak ingin bercinta dengan orang pingsan." ucap pria itu menatap Sarah penuh makna.

"tentu saja, kita mulai dengan ini." Sarah mengeluarkan belati yang cukup besar, dan mendekati Nora.

"the game begin," perlahan Sarah menancapkan ujung belati itu di bahu kanan Nora, dan menggerakkan ujungnya ke lengan Nora. Membuat darah mengalir dari luka sayatan itu dan menembus kaus kuning yang tidak tertutup mantel lagi. Nora menangis, terisak, dan memohon untuk berhenti.

Namun Sarah tidak menggubris tangisan Nora. Ia tetap membuat sayatan di sepanjang bahu, lengan, dan dada Nora. Setelah itu, Sarah kembali menyimpan belati itu di jaket hitamnya, kemudian ia mengeluarkan satu botol alkohol dari saku yang lainnya.

"sepertinya aku harus membersihkan lukamu. Aku masih cukup berbaik hati padamu bukan? Rasanya akan sedikit sakit,"

Perlahan Sarah membuka tutup botol itu, sedangkan Nora menggelengkan kepala sembari menangis tersedu. Sarah kembali berlutut di depannya, dan menuangkan seluruh cairan itu di sayatan bahu Nora.

"tidak kumohon ... aaarrrggghhh!!!!"

Nora menjerit kesakitan saat cairan itu membasahi luka Nora yang menganga dan mengeluarkan darah segar. Rasa perih dan panas bercampur menjadi satu, membuat Nora terus menjerit dan menangis. Sedangkan Sarah tertawa penuh kemenangan, melihat Nora yang tersiksa.

"dia milikmu sekarang sayang,"

"terima kasih. I love you,"

Sarah beranjak dan pergi meninggalkan Nora dengan Howard di gudang itu. Sedangkan Nora berusaha untuk menjauh, namun dengan cepat Howard mendorong Nora hingga terlentang dan segera menindih tubuh Nora. Gadis itu meronta tanpa henti berusaha mendorong bahu Howard.

"kumohon jangan, jangan," ucap Nora terbata-bata.

"diamlah, ini ponselmu. Cepat hubungi Andrew," ucap Howard, membekap mulut Nora dengan telapak tangannya.

"Kau,"

"cepatlah sebelum Sarah kembali dan membunuhmu," ucap Howard beranjak, dan membantu Nora untuk duduk.

"terima kasih."

***

"Houston, apa kau bisa melacak mini van itu?" ucap Andrew menepikan mobilnya di sisi jalan.

"maaf tuan, saya tidak berhasil melacaknya." Andrew mematikan ponselnya dan menaruhnya di kursi penumpang di sebelahnya.

"shit!!" umpat Andrew sembari memukul setir mobil. Hari menjelang malam, namun Andrew tidak berhasil menemukan Nora.

Tak berselang lama, ponsel Andrew berdering dan terpampang nama beloved NoraAngel, dengan cepat Andrew mengangkat ponsel itu.

"Nora? Akhirnya, kau dimana?" tanya Andrew penuh kecemasan.

"aku tidak tahu, aku di sekap di dalam gudang." jawab Nora.

"hidupkan GPSmu, berhati-hatilah. Aku akan datang," Ucap Andrew seraya melacak keberadaan ponsel Nora, dan menghidupkan mesin mobilnya.

"Andrew, bawalah polisi, mereka pasti mencari-cari buronan mereka yang lari."

"angel? Kaukah itu?"

"tentu saja! Cepatlah ke sini sebelum aku menjadi mayat di tempat terkutuk ini brengsek! Atau aku akan menghantuimu jika kau tidak datang JERK!!"

"aku dalam perjalanan jaga diri kalian baik-baik."

Andrew dengan cepat menghubungi Houston untuk membawa polisi ke tempat dimana Nora di sekap. Dan tempat itu cukup jauh karena terletak di tepi kota yang dekat dengan laut, tepatnya di gudang penyimpanan barang-barang ekspor.

***

"ku kira kau sama saja dengan Sarah," ucap Angel menatap Howard, yang berlutut di depannya.

"tidak, aku hanya menuruti apa yang dia mau tapi aku sekarang menyesal, ternyata dia seorang gold digger berengsek yang tidak tahu malu. Aku tidak akan membiarkannya, lagipula pula kau akan menjadi keluargaku juga," ucap Howard mengangkat bahunya.

"keluarga?"

"Andrew itu sepupuku dan bisa di bilang aku menghianatinya. Kau tau bukan Sarah itu kekasihnya? tapi aku baru tau jika Sarah mendekati Andrew hanya karena hartanya, jadi ku putuskan untuk membantumu sebagai balasanku atas penghianatan yang ku buat,"

"Kau punya pisau?"

"untuk apa?"

"aku akan membalas perbuatannya tentu saja!"

"bukankah, Andrew akan segera datang? Kenapa tidak kau tunggu saja?"

"berdiam diri di sini seperti korban banjir? maaf saja itu bukan gayaku ... cepat!" angel mengibaskan tangannya sebagai tanda kesabarannya untuk menunggu sudah habis.

"jangan sampai kau membunuhnya, biarkan polisi yang mengurus Sarah." ucap Howard sembari mengambil pisau lipat di saku jaketnya dan memberikannya pada Angel.

"terima kasih," ucap Angel seraya berdiri, namun Howard mencekalnya.

"biarkan aku keluar lebih dulu."

"baiklah terserah kau saja aku tunggu 10 menit."

"thanks,"

Setelah Howard keluar dari gudang, Angel merobek kaus bagian depannya dengan pisau itu, dan menggunakan robekan itu untuk membersihkan luka sayatan di bahunya. Setelah itu, Angel memutuskan untuk keluar dari gudang itu. Ia melihat lautan di sebelah kirinya, dan peti kemas yang tersusun rapi di sepanjang dermaga.

Angel melihat Howard memasuki mobil sedannya dan berjalan pergi. Ia juga melihat Sarah melambaikan tangannya ke arah mobil Howard. Angel bersembunyi di balik gudang berbentuk persegi panjang dengan atap yang terbuat dari seng saat Sarah membalikkan badannya dan berjalan ke arah gudang.

Setelah itu, Angel berlari ke arah peti kemas yang tersusun seperti labirin itu, namun Sarah sudah menabraknya dari belakang hingga membuatnya jatuh tengkurap untuk kedua kalinya.

"mau lari kemana bitch!?" ucap Sarah menekan luka di bahu angel dengan lututnya.

"Kau akan membayar semua ini,"

Angel menancapkan pisau lipat yang ia genggam di lutut Sarah yang ada di bahunya. Sarah menjerit dan segera berdiri dan mencabut pisau lipat itu, namun angel dengan cepat berdiri memukul wajah Sarah dan menendang perutnya hingga, perempuan itu terpelanting ke belakang.

Angel menduduki perut Sarah dan menekan kedua lengan Sarah dengan lututnya. Ia mengambil belati yang ada di jaket Sarah, dan menyayat bahu kanan Sarah. Angel tidak segan-segan memperdalam tusukannya saat Sarah menjerit dan mengumpatkan namanya.

"apa hanya ini kemampuanmu? Dasar tidak berguna!" ucap Sarah meludahi wajah angel dengan darah yang keluar dari mulutnya.

"Kau memilih ular menjadi mangsamu dan sekarang kau harus menanggung bisanya," ucap Angel seraya mengangkat belati itu tinggi, dan berniat menghujamkannya ke jantung Sarah, sebelum Andrew berlari ke arahnya dan menarik serta memeluk Angel.

"lepaskan aku brengsek! Perempuan gila itu pantas mati!" ucap Angel seraya berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Andrew, dan melihat Sarah berdiri hendak melarikan diri.

Namun polisi segera datang dan mengepung Sarah. Dan segera menangkap perempuan itu. Sarah melirik ke arah angel.

"sampai jumpa di neraka bitch!!" ucap Sarah.

"aku tidak sabar menunggunya!" ucap Angel seraya melempar belati itu ke depan dan membuat benda tajam itu patah menjadi dua. Dan Andrew mengeratkan rengkuhannya, membisikkan kata-kata yang bisa membuat Angel tenang.

***

Keesokan harinya, Nora terbangun dengan sekujur tubuh yang terasa perih, pegal, dan kebas secara bersamaan, hingga membuatnya menarik napas dari giginya yang terkatup. Andrew terbangun dari tidurnya saat mendengar desisan Nora. Ia segera bangkit dan mengambil kapas dan antiseptik yang ada di nakas. Andrew belum sempat mengobati luka yang ada di tubuh Nora karena sejak tadi malam Angel yang masih menguasai tubuh mereka bersikeras untuk tidur dan tidak ingin diobati maupun mengganti pakaiannya sendiri.

"akan sedikit sakit...tapi hanya sebentar, tenanglah" ucap Andrew, sembari mengusap antiseptik yang telah ia teteskan di kapas ke luka yang ada di bahu, punggung, dan sudut bibir Nora.

"Andrew...cukup..." rintih Nora saat antiseptik itu menyentuh tiap lukanya, namun Andrew tampak menghiraukan rintihan Nora dan tetap melanjutkan aktivitasnya.

Andrew melepas kaus kuning yang dikenakan Nora, dan juga bra yang digunakan Nora. Andrew menaruh obat merah ke luka yang ada di bahu Nora dan menutupnya menggunakan perban yang dilekatkan dengan plester berwarna coklat. Kemudian Andrew beranjak dari ranjang, berjalan menuju almari dan mengambil kemeja berwarna putih miliknya. Dan kembali duduk di hadapan Nora yang juga duduk bersandar di atas ranjang dengan selimut menutupi tubuh atasnya.

"pakailah ini..." ucap Andrew mengulurkan kemeja miliknya pada Nora.

"aku punya kemeja sendiri...kenapa harus pakai kemejamu?" ucap Nora.

"bahumu penuh perban dan ku yakin kemejamu akan menekan perban di bahumu itu...obatnya akan meresap di perban itu...jadi percuma saja aku mengobatimu" ucap Andrew kembali mengulurkan kemeja yang masih berada di genggamannya.

"baiklah...tapi kau harus berbalik" ucap Nora melambaikan tangannya.

"aku sudah melihat semua bagian tubuhmu...tapi baiklah aku akan pergi mandi" ucap Andrew beranjak dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Nora yang melihat pintu kamar mandi tertutup dengan Andrew di dalamnya, mulai menguraikan selimutnya dan memakai kemeja putih milik Andrew yang terlampau besar untuk ukuran tubuhnya. Nora hanya menggunakan tangan kirinya untuk mengancingkan kancing bajunya, karena luka di bahu kanannya menghambat gerak tangan kanannya.

Nora kembali berbaring dan memutuskan untuk tidur agar ia tidak merasakan rasa sakitnya. Sepuluh menit berlalu, Andrew keluar dari kamar mandi dengan celana pendek tanpa mengenakan kaus sehingga tubuh atletisnya yang sedikit basah terlihat, ia melihat Nora yang tertidur di atas ranjang dengan selimut yang hanya mencapai pinggangnya. Andrew mendekati dan menarik selimutnya hingga sejajar dengan leher gadis itu, Andrew mengecup dahi dan bibir Nora sekilas sebelum bersiap untuk pergi bekerja.

***

2 June 2022. Oxford, England.

"nate...kenapa Nora tidak pernah menghubungi kita lagi?" ucap Sophie pada kekasihnya nate, dan memeluk lengan pria itu mesra tanpa mempedulikan hardikan dari dua orang yang ada di hadapan mereka.

"entahlah sayang...Hei Danny...apa Nora pernah menghubungimu?" tanya nate pada pria itu, yang sedang sibuk menyesap kopinya.

"tidak...aku sering menghubunginya namun tidak pernah terhubung, hanya ada nada sambung" ucap Danny mengangkat bahunya ringan.

"kenapa kita tidak mengunjungi Nora saja? Kurasa new York dengan Inggris tidak terlalu jauh." celetuk seorang laki-laki yang duduk di samping Danny.

"Hei Ashton! Memangnya kau tau dimana Nora tinggal? IPK 3. Omong kosong," ucap Nate seraya menggulung majalah publik yang ada di genggamannya dan melayangkan majalah itu di kepala Ashton.

"brengsek! Aku hanya mengusulkan dude." ucap Ashton seraya mengusap kepalanya.

"tapi idemu bagus juga Ash." ucap Danny menganggukkan kepalanya, dan menatap kopinya yang ada di atas meja, merancang sesuatu.

"panggil namaku secara utuh bodoh. Aku tidak ingin di samakan dengan pantatmu Dann." ucap Ashton seraya berdiri. "yeah. Lupakan saja. Omong-omong terima kasih untuk sarapannya." lanjut Ashton seraya beranjak meninggalkan ketiga sahabatnya.

"aku akan merindukanmu Ashton," ucap Sophie melambaikan tangannya, yang di balas dengan acungan jempol oleh Ashton.

"aku tau kau menyukai Nora, Danny." ucap Sophie setelah menatap mata hitam kelam milik Danny yang terlihat kosong.

"diam! Sophie." ucap Danny memutar matanya jengah.

"sebagai sesama pria. Jika kau memang menyukai Nora, kenapa tidak kau kejar, mungkin saja Nora mempunyai rasa yang sama padamu?" ucap nate, menatap iba sahabatnya yang sebelumnya tidak pernah tersentuh perasaan seperti itu di dalam hidupnya, dan ia sudah jatuh terlalu dalam hingga mustahil untuk kembali bangkit.

"ayolah. Ini topik membosankan." ucap Danny mengusap kepalanya dengan kedua tanggannya.

"aku tidak memaksamu Danny" ucap nate menepuk bahu Danny.

"tapi tidak ada salahnya kau mencoba Dann" ucap Sophie menatap sendu pria di depannya sembari menggenggam tangan pria itu.

"akan aku pikirkan ... thanks guys," ucap Danny tersenyum sekilas sebelum menatap ponselnya yang tiba-tiba bergetar di atas meja.

"itulah gunanya teman." ucap nate, tersenyum kecil, sebelum menatap curiga pria di depannya yang menarik salah satu sudut bibirnya hingga membentuk sebuah seringai yang mempunyai banyak makna saat menatap layar ponsel.

"astaga! Aku punya acara keluarga siang ini, aku harus pulang." ucap Danny seraya beranjak dari bangkunya.

"omong kosong, bilang saja kau ingin bertemu dengan wanita jalangmu di apartemen." seru nate menghempaskan majalah yang ia pegang ke meja.

"wah, kau seperti ayahku sekarang." ucap Danny menepuk bahu nate seraya mengeluarkan seringai mautnya.

"kau mau ikut?" ucap Danny dengan ekspresi nakal terletak jelas di wajahnya.

"enyahlah dari wajahku!" ucap nate seraya melempar majalah yang tadinya teronggok di meja ke wajah Danny. Namun, pria itu sudah beranjak pergi sebelum nate menyelesaikan kalimatnya.

That's all guys. I hope you enjoy reading it and if you do please hit that star button and leave what you thought in comment bellow. I'll be see you guys in the next part.

Byee

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 175K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
2.1K 88 48
dia adalah sahabat kecil ku,dia sangat menyukai senja dan udara dingin,aku selalu melindungi nya.tapi aku mencintai nya seperti jiwa ku. Aku selalu b...
138K 10.5K 35
[STYLES I] "If you can't to give me love, please.. let me go without you" [ 18+ be wise readers! ] [25/4/2019 - #22 in onedirection] [25/4/2019 - #2...
23.7K 2K 28
Exotic Dances Collection #3 Pemerintah India mendapatkan pesan berisi ancaman dari sekelompok teroris yang mengaku sebagai Lashkar e Taiba yang perna...