Chained By Her - Bad Boys Ser...

By AbelJessica

780K 15.6K 2.7K

SEBAGIAN CERITA SUDAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN. SALAM SAYANG, JJ. Chained By Her adalah seri keem... More

Part Bonus : DJEE
Pengumuman
CBH 22 : Seseorang Dari Masa Lalu
CBH 23 : Tik Tok
BBSLo & BBSF
Mengintip Isi Pesan DJEE
Buku Harian Kelvin
OPEN PO
OPEN PO

CBH 24 : Muf You

34.2K 2.6K 532
By AbelJessica

Sandra menghambur untuk memeluk Veronica yang datang dengan wajah pucat pasi. Tangisnya pecah menjadi sedu sedan dalam pelukan wanita yang kini mengusap-usap rambutnya dengan sayang. Adam yang turut hadir di sana menepuk pundak Sandra berkali-kali sebagai tanda simpati.

"Kenapa harus Kelvin tante?" isak Sandra ketakutan, "aku tahu Mama nggak pernah mengharapkan aku. Aku tahu kalau aku ngerusak hidup Mama. Tapi Kelvin nggak bersalah."

"Sandra," tegur Veronica sambil membelalakkan matanya, "jangan pernah lagi kamu bicara seperti itu, ngerti? Kamu anak yang sangat diharapkan. Sembilan bulan lamanya Papa kamu berusaha menjaga supaya kamu tetap hidup. Beliau sangat sayang sama kamu, apa kamu nggak tahu itu?"

"Tapi,"

"Apapun yang terjadi di antara mereka, kesalahan apapun yang mewarnai hubungan mereka, itu sama sekali bukan kesalahan kamu, Sandra." Potong Veronica lagi, "kamu juga nggak pernah berharap kalau kamu lahir dari seorang Ibu yang diperkosa bukan? Itu bukan kesalahan kamu nak, berhenti menyalahkan diri sendiri."

"Fokus kita sekarang adalah mencari Kelvin," ucap Adam, "dan lihat saudara-saudara kamu ini, berkumpul di sini demi mencari Kelvin. Mereka sibuk, mereka punya banyak pekerjaan tapi mereka tetap kemari untuk kamu dan Kelvin. Jadi jangan pernah berpikir kalau kamu nggak berharga. Kamu anaknya Om dan tante juga. Kamu menantu keluarga Handaru. Kami semua sayang sama kamu, ngerti?"

Sandra melayangkan pandangannya ke arah Evan yang sedang berkumpul dengan Dave, Erga dan Jo. Keempat pria itu sedang mendiskusikan sesuatu dengan Angga dan Handaru dan tampak serius dalam pembicaraan mereka. Sesekali salah satu dari mereka tampak menerima panggilan telepon, entah dari siapa. Yang Sandra tahu, polisi dan wartawan menjadi dua pihak yang mereka hindari saat ini.

Ibunda Sandra, Tania, berjanji tidak akan melukai Kelvin selama tebusan yang ia inginkan dipenuhi. Meskipun begitu Sandra tidak percaya pada ucapan wanita itu. Ia sendiri pernah beberapa kali menerima kemarahan wanita itu hingga mendapat luka pukulan yang bisa berakibat fatal kalau tidak segera diselamatkan Ayahnya.

Yang membuat keadaan menjadi genting adalah Tania mengancam akan memberitahukan kejadian penculikan ini pada wartawan kalau mereka melibatkan polisi. Dan sebisa mungkin semua orang menghalangi ancaman itu terjadi karena kalau wartawan mengendus kejadian ini, maka Kelvin akan berada dalam bahaya besar. Bukan tidak mungkin beberapa pihak tak bertanggungjawab akan berusaha menculik anak itu dengan tujuan mendapatkan tebusan yang lebih besar. Dan bukan tidak mungkin kejadian ini akan terulang lagi di masa depan. Jadi semua orang setuju untuk tidak mengambil resiko dengan melibatkan polisi.

"Uang tebusannya udah disebutkan," Khea berkata sambil menghampiri Sandra dengan langkah tergesa-gesa, "sekarang sedang membicarakan lokasi pertukaran."

Sandra langsung beranjak ke ruang tamu diikuti dengan yang lain. Ia mengerutkan kening melihat Angga yang beranjak bangun bersama Evan yang tampak bersiap-siap.

"Mas mau ke mana?" tanya Sandra ketika dilihatnya Angga mengecup kening Melani yang terisak-isak, "kamu mau ke mana Van?"

"Ke bank," Evan menjawab sambil berjalan keluar dari ruangan itu dengan diikuti Sandra dan Khea yang masih tak puas dengan jawaban tersebut, "aku dan Mas Angga yang mengambil uang tebusan. Erga dan Jo menjaga situasi aman. Dave dan Om Handaru di sini, mengabarkan kalau-kalau terjadi perubahan rencana."

"Sebentar aku ambil buku tabungan.."

Evan menangkap lengan Sandra yang sudah hampir berlari dan memberi wanita itu pandangan marah, "Really? Kita akan bertengkar soal ini sekarang?"

"Maksud kamu?" tanya Sandra yang justru kebingungan.

"For God's sake Cassandra Ivanka!" geram Evan menahan kemarahannya, "apa kita masih harus berhitung saat suasana genting seperti sekarang?"

Kedua mata Sandra terbelalak ketika menyadari kesalahannya. Ia menggeleng lemah dan mencoba menjelaskan, "Van aku cuma terlalu panik. Aku sama sekali nggak berniat.."

"Bukan cuma kamu yang panik sekarang," sembur Evan hingga Sandra mundur dua langkah, "semua orang panik. Tapi bisa kan nggak usah memperkeruh suasana?"

"Bang please," ucap Khea yang sedari tadi diam, "Khea tahu abang marah sekarang. Khea tahu abang tertekan, tapi jangan begini. Kak Sandra nggak bermaksud apapun. Kalau Khea ada di posisi Kak Sandra yang pertama kali terpikir oleh Khea juga pasti buku tabungan bahkan meskipun buku tabungan Khea kosong karena kemarin baru dikuras untuk belanja."

"Kita bicarakan soal terkurasnya tabungan kamu itu nanti setelah keadaan lebih terkendali Nona Pranata," tegur Dave yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Khea dan gadis itu langsung menutupi bibirnya dengan tangan, "dan kau, kalau kau nggak bisa mengendalikan emosimu, aku yang akan pergi dengan Mas Angga." Lanjut pria itu sambil menatap Evan dengan tegas.

Evan mengembuskan napasnya dengan frustrasi. Ia mengacak rambutnya sendiri sebelum akhirnya memeluk Sandra yang berlinang airmata.

"Maaf," bisiknya, "aku terlalu cemas. Maaf sayang."

Sandra menggeleng, "Aku juga salah."

"Kamu tinggal di sini. Berdoa semoga Kelvin baik-baik aja. Aku dan Mas Angga pasti berusaha yang terbaik untuk Kelvin, oke?"

Sandra mengangguk berkali-kali. Dari arah pintu, Erga yang berwajah muram memberi tanda kalau kendaraan telah disiapkan. Evan mengangguk dan mengecup kening Sandra sekali sebelum meninggalkan wanita itu yang gemetar dalam pelukan Khea.

"Kelvin pasti selamat kok," ucap Khea dengan suara yang dibuat setegar mungkin, "kakak tenang aja, Kelvin pasti selamat."

Dan Sandra tidak punya pilihan lain selain percaya.

**

Sandra tidak yakin sudah berapa lama waktu berjalan sejak kepergian Evan dan Angga. Ia hanya bisa melihat Dave berkali-kali menerima telepon sambil mengusap wajah dengan ekspresi cemas. Sesekali pria itu akan melemparkan senyuman menenangkan padanya, di lain waktu ia berbisik-bisik pelan dengan Handaru atau menjauh untuk mendengarkan telepon yang tampaknya cukup rahasia. Dan ketika Sandra sudah berada di ambang batas kewarasannya karena diminta untuk terus menunggu, ia melihat Dave menerima telepon dan kemudian tersenyum lebar padanya.

"Kelvin dengan Mas Angga sekarang. Mereka dalam perjalanan pulang."

Seruan lega menjadi penyambut ucapan Dave. Sandra sendiri justru terisak hingga seluruh tubuhnya berguncang karena lega dan sedih pada saat bersamaan. Didorong oleh emosi tak tertahankan ia berlari keluar untuk menyongsong Kelvin yang akan segera sampai rumah. Sandra bahkan tidak sadar kalau kulit kakinya melepuh karena ia berlari tanpa alas kaki.

Lima belas menit menunggu akhirnya kendaraan Angga muncul juga. Erga terpaksa harus menarik lengan Sandra dan menahan wanita itu di sampingnya karena Sandra hampir menghambur ke arah kendaraan yang tengah melaju itu.

Pintu mobil dibuka oleh Angga yang menggendong Kelvin. Tercekik tangisan Sandra merenggut anak itu ke dalam dekapannya dengan tangan gemetar, namun kasih sayangnya membuat ia mampu menggendong tubuh Kelvin yang bongsor. Berurai airmata ia menciumi pipi anak itu sebelum akhirnya tersadar kalau Kelvin tidak bereaksi atas ulahnya.

"Kelvin tidur," ucap Angga ketika dilihatnya Sandra memberinya tatapan panik, "dan noda di pipinya itu kecap, bukan darah. Mungkin tadi Kelvin rewel karena lapar dan Ibu kamu.. well dia ngasih Kelvin makan nasi dan kecap."

"Lebih baik bawa Kelvin ke kamar dan ganti pakaiannya. Papa akan minta dokter datang untuk memastikan kalau Ibu kamu nggak memberikan makanan atau minuman yang berbahaya untuk Kelvin." Perintah Handaru yang mengusap-usap kening Kelvin dengan mata memerah menahan amarah.

Dengan dituntun oleh Melani dan Khea, Sandra berjalan masuk ke rumah. Ia masih saja menciumi pipi Kelvin untuk menuntaskan semua emosi yang dirasakannya dan anak itu merengek dalam tidurnya karena merasa terganggu.

"Ini Mama nak," bisik Sandra sambil menimang anak itu, "abang udah di rumah dengan Mama. Abang akan baik-baik aja."

Sesampainya di kamar Khea langsung beranjak untuk mengambil handuk sementara Melani mengisi baskom dengan air hangat. Sandra sendiri membuka pakaian Kelvin satu persatu untuk memastikan anak itu baik-baik saja dan tidak mengalami cidera sedikit pun.

"Ada luka?" tanya Melani cemas.

Sandra memeriksa kepala Kelvin terlebih dahulu sebelum menggeleng, "Nggak Mbak, puji Tuhan."

"Tapi kenapa Kelvin tidur terus?" bisik Khea cemas.

"Mungkin dikasih obat tidur," jawab Sandra sambil menunduk karena tak sanggup membalas tatapan Melani dan Khea yang kebingungan, "waktu masih kecil aku juga beberapa kali dikasih obat tidur supaya nggak menganggu Ibu."

Baik Melani maupun Khea sama-sama tertegun karena informasi tersebut. Tangis Sandra kembali pecah ketika teringat bagaimana kedua tangannya seringkali menjadi korban hukuman Ibunya tiap kali wanita itu marah. Tidak sekali dua kali Sandra kecil tidak bisa ikut menulis selama masa sekolah karena kedua tangannya bengkak dipukuli Ibunya dan guru yang prihatin melihat gadis kecil itu datang ke sekolah dalam keadaan demam dan cidera akhirnya mengadu pada Ayahnya yang membuat Sandra dipisahkan dari Ibunya.

Sandra sudah ikhlas untuk semua rasa sakit yang ditanggungnya di masa lalu. Ia tidak ingin mengingat-ingat semua itu karena ia sudah berjanji untuk hidup bahagia. Namun sekarang melihatnya anaknya harus mengalami hal yang sama dengannya di masa lalu membuat luka yang ia pendam selama ini kembali berdarah-darah dan Khea yang tahu kalau Sandra berada di ambang batas kemampuannya, memeluk wanita itu sambil terisak.

"Udah Kak," bisik Khea pelan, "jangan diingat-ingat lagi. Kelvin di sini sekarang, dia selamat, itu yang terpenting untuk kita sekarang."

Melani yang sadar kalau Sandra tidak mampu mengendalikan diri mengambil alih untuk membersihkan tubuh Kelvin. Dengan lembut ia menjalankan handuk basah pada tubuh anak itu dan airmatanya menetes ketika mengusap noda kecap di pipi Kelvin yang lembut. Hatinya hancur membayangkan anak itu makan hanya dengan menggunakan kecap sebagai teman nasinya.

"Nanti Bunda buatkan Abang puding hidung strawberry ya nak," isak Melani masih mengusap-usap pipi Kelvin, "Bunda buatkan burger kesukaan Abang juga. Semua yang Abang mau makan, Bunda buatkan. Jadi Abang harus sehat dan nggak boleh sakit lagi."

Dengan hati-hati Melani memasangkan baju Kelvin yang masih tertidur dengan lelapnya. Bersamaan dengan itu seorang dokter datang dan ketiganya menyingkir dari ranjang, memberi tempat untuk dokter tersebut memeriksa Kelvin.

"Kelvin baik-baik saja, hanya saja saat ini dia masih di bawah pengaruh obat tidur." Ucap dokter meyakinkan Sandra akan dugaannya.

"Ada efek sampingnya dokter?" tanya Khea cemas.

"Obat tidur menimbulkan ketergantungan kalau digunakan secara terus menerus dan dalam jangka waktu panjang. Tapi Kelvin akan baik-baik saja. Untuk lebih amannya, kasih dia minum susu setelah bangun nanti."

Sandra mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada dokter yang langsung beranjak keluar. Ia membaringkan tubuh di samping Kelvin yang tampak seperti malaikat kecil dalam tidurnya dan mengecup seluruh pipi anak itu dengan sayang, sedangkan Khea dan Melani beranjak keluar karena mereka mengerti kalau Sandra butuh waktu untuk berdua dengan Kelvin sekarang.

**

Malam sudah beranjak larut ketika akhirnya Kelvin terbangun dari tidurnya. Anak itu tampak bingung melihat banyak orang mengamatinya dan kemudian menoleh ke sekitarnya sampai ia menemukan Sandra lantas tersenyum pada Ibunya itu, membuat semua orang lega karena Kelvin tetap nampak ceria seperti biasanya.

"Hai," sapa Sandra lembut, "udah bangun anak Mama?"

Kelvin menggeliat sambil mengucek mata dengan kepalan tangannya. Anak itu kemudian mengangguk dan kembali menatap sekelilingnya dengan bingung. Dan Handaru yang sedari tadi menahankan cemas mengulurkan tangan yang langsung diterima oleh Kelvin.

"Udah besar jagoannya eyang." Ucap Handaru sambil menggendong Kelvin menuju ruang tamu, "ganteng dan pintar lagi."

Kelvin memamerkan senyumannya karena pujian itu. Anak itu kemudian melonjak riang melihat Melani datang sambil membawa botol susu lantas mengulurkan tangannya dengan tak sabaran. Ia sangat kehausan.

"Pelan-pelan," ucap Handaru sambil terkekeh sedih, "nanti Abang tersedak kalau minumnya buru-buru."

Tampaknya Kelvin tidak memperdulikan peringatan itu. Anak itu justru bersandar pada lengan eyangnya dan memainkan kancing kemeja pria itu sementara ia menghabiskan isi botol susunya.

"Tadi kamu ke mana? Kok lama banget baru nyusul?" Sandra bertanya setelah ia mendudukkan diri di samping Evan yang tampak lelah.

"Ada urusan sebentar." Jawab Evan sambil menatap ke arah lain, menghindari tatapan sandra.

"Ada masalah ya?" tanya Sandra curiga, "Van? Ada apa?"

Evan mengembuskan napasnya dengan kasar sebelum akhirnya berkata, "Aku nggak tahu siapa yang melakukan, tapi berita tentang penculikan ini mulai tercium oleh beberapa wartawan."

Sandra melirik Handaru dan berdehem ngeri ketika tersadar kalau pria paruh baya itu ikut mendengarkan ucapan Evan. Ia sudah pasrah kalau-kalau Handaru akan marah padanya atau Evan namun ketakutannya tidak terjadi karena Handaru justru tampak berpikir keras sekarang.

"Kalau begitu kalian bertiga harus muncul di depan publik secepatnya, sebelum berita ini semakin meluas dan tak terkontrol lagi." Ucap Handaru dengan nada tegas.

Evan berkerjap bingung dan bertanya dengan polos, "Emangnya boleh Om?" dan ketika Sandra mencubit pinggangnya, pria itu langsung meralat pertanyaannya, "maksud aku, bukannya Om lebih setuju kalau Kelvin menjalani kehidupan yang tenang dan jauh dari wartawan?"

"Kita nggak punya pilihan lain kali ini," jawab Handaru dengan bijak, "lagipula semua ini demi keselamatan Kelvin."

"Bagaimana kalau besok?" tanya Angga yang duduk di samping Ayahnya, "semakin cepat kita menghapus kecurigaan ini akan semakin baik."

Sandra menatap Evan dengan cemas namun pria itu justru tersenyum dan menjawab dengan mantap, "Baik Mas. Kami akan atur rencana untuk besok."

Handaru dan Angga mengangguk-angguk sedangkan Sandra melemparkan tatapan tak paham pada Evan yang hanya tersenyum, seakan meyakinkannya kalau semuanya akan baik-baik saja. Mereka tidak tahu kalau Handaru mengamati keduanya sedari tadi dan memperhatikan bagaimana Sandra mengernyitkan keningnya sebagai tanda protes pada Evan yang masih saja bertahan dengan senyum jahil khas dirinya.

"Anaknya siapa sih Abang ini kok ganteng banget hm?" goda Angga sambil menyentuh perut Kelvin yang langsung cekikikan, "anaknya Ayah kan? Abang anaknya Ayah kan?"

Kelvin mengangguk tanda menyetujui ucapan Angga. Ia kemudian menunjuk foto Deon untuk menunjukkan kalau ia juga anak dari pria itu. Tidak lupa Kelvin menunjuk Melani untuk menyatakan kalau wanita itu orangtuanya dan menunjuk Sandra sebelum akhirnya menunjuk Evan yang langsung membeku karena terkejut.

Angga melirik Handaru dan bertanya pada Kelvin yang sudah menghabiskan susunya, "Abang kangen dengan Om Evan?"

Kelvin mengangguk dengan lugu. Handaru hanya tersenyum ketika mengecup kepala anak itu dan menurunkan Kelvin dari pangkuannya. Dalam sekejap Kelvin sudah berlari dan melompat ke dalam pelukan Evan.

"I love you buddy." Bisik Evan sambil mengecup hidung anak itu, "I love you so much."

Kelvin memiringkan kepalanya karena bingung melihat kedua mata Evan berkaca-kaca. Dengan gaya sok dewasa anak itu kemudian menepuk pundak Evan berkali-kali yang justru membuat pria itu semakin kesulitan mengendalikan diri. Akhirnya Evan beranjak berdiri dan membawa Kelvin ke halaman samping rumah yang terang benderang.

"Kamu nggak papa?"

Evan tidak tahu kapan tepatnya Sandra menyusul mereka namun ia bisa merasakan lengan wanita itu melingkari pinggangnya, memeluknya dari belakang.

"Nggak papa," jawab Evan sambil berbalik dan memeluk Sandra dengan sebelah lengannya, "kamu lihat kan tadi? Kelvin bilang aku Papanya."

Sandra tertawa pelan dan mengusap punggung Evan ketika bertanya, "Jangan bilang kalau Om Nepan yang jagoan ini sedang terharu? Hm?"

Evan tampak akan mengatakan sesuatu namun tidak berhasil. Ia justru menguburkan wajahnya dalam rambut Sandra dan meneteskan airmata di sana, menangis tanpa suara.

Ada beban yang terangkat dari pundak Evan ketika mendapati penerimaan Kelvin terhadapnya karena selama ini Evan selalu didera ketakutan kalau Kelvin tidak menginginkannya seperti ia yang menginginkan anak itu. Dan mendapati kalau Kelvin menganggapnya sebagai orangtua membuat Evan tidak bisa menahan luapan kebahagiaannya yang berakhir dengan menumpahkannya dalam bentuk tangisan.

"Jangan nangis Papa Evan," ucap Sandra sambil tertawa geli meski kedua matanya berkaca-kaca, "nggak ada Papa Papa yang nangis sayang."

"Shut up," ucap Evan terisak malu, "aku nggak nangis kok, cuma kelilipan rambut kamu."

Sandra memutar bola matanya dan mengusap punggung Kelvin yang kebingungan, "Nggak sayang, Om Evan nggak nangis. Om Evan matanya perih karena kemasukan rambut Mama." Dustanya tepat seperti perkataan Evan.

"Bukan Om Evan," ucap Evan masih menyembunyikan wajahnya, "tapi Papa Evan."

"Ya Tuhan," ucap Sandra geli, "kok nggak pantes ya Van?"

Evan kembali tertawa. Ia mengusap airmatanya terlebih dahulu sebelum menatap Kelvin yang masih kebingungan karena ulah dua orang dewasa di depannya. Anak itu mulai merengut karena tak paham melihat Evan dan Sandra yang tertawa namun meneteskan airmata. Bagi Kelvin, meneteskan airmata itu artinya sedih. Dan tidak ada orang yang tertawa ketika sedang sedih. Itulah kenapa ia kebingungan melihat Evan dan Sandra yang masih saling berpelukan dengan ia yang berada di antara kedua orang itu.

"Papa Evan kan?" tanya Evan sambil mengecup kening anak itu, "bukan Om Evan tapi Papa Evan. Iya kan Bang?"

Kelvin memiringkan kepalanya seolah menimbang pertanyaan itu. Anak itu melirik Ibunya yang tampak cemas menantikan jawabannya kemudian mengangguk dengan percaya diri. Dan keduanya kembali tertawa dengan mata berkaca-kaca.

"I love you," bisik Evan sambil mengecup Sandra.

Sandra tidak sempat menjawab karena Kelvin ikut-ikutan mengecup bibirnya. Evan yang usil kembali mengecup bibir wanita itu dan Kelvin kembali menirukannya sambil cekikikan.

"Abang cemburu?" tanya Evan sambil tertawa. Ia kemudian menghadiahi anak itu sebuah kecupan dan berkata, "I love you buddy."

Kelvin tersenyum senang dan Evan kembali mengecup pipinya, "I love you." Pria itu kemudian mengecup kening anak itu dan berucap, "I love you so much."

"Muf yu."

Sandra yakin kalau ia mendengar Evan tersedak liurnya sendiri. Keduanya saling berpandangan dan menoleh pada Kelvin yang sedang bergelayutan di pundak Evan seolah tidak terjadi apapun namun Sandra yakin kalau pendengarannya tidak salah. Ia mendengar Kelvin menirukan kalimat Evan.

"Apa tadi nak?" tanya Sandra dengan mata membulat penasaran, "Abang bilang apa?"

"Haus," jawab Kelvin sambil memegangi perutnya dengan ekspresi memelas, "nabang mam Ma."

Baik Sandra maupun Evan menahan napas karena ucapan Kelvin. Keduanya saling berpandangan satu sama lain dan Sandra merosot ke lantai karena tak mampu menopang dirinya sendiri. Wanita itu berkali-kali memukul dadanya sendiri agar bisa bernapas karena ia terlalu bahagia untuk bisa bernapas dengan benar saat ini.

"Lapar," ralat Evan sambil tertawa, "bukan haus nak, tapi lapar."

Sandra meraung, menangis sambil memeluk kaki Evan yang masih berdiri di sampingnya. Angga yang panik mendengar tangisan itu menghambur dan langsung terkejut melihat keadaan di sana. Tertawa haru pria itu menerima Kelvin dari gendongan Evan yang menjelaskan semuanya dalam kalimat singkat. Evan sendiri langsung berlutut dan memeluk Sandra untuk menguatkan wanita itu sementara Angga dan Melani bergantian menyuapi Kelvin yang tersenyum girang melihat puding hidung strawberry kesukaannya. Di dalam kamar Handaru tersenyum sambil menatap foto masa kecil Deon yang terlihat sangat mirip dengan Kelvin. Semua penderitaan ini telah berakhir. Mereka boleh berbahagia sekarang.

**

Keesokan harinya tampak Evan menggandeng Sandra sambil menggendong Kelvin di lengan kanannya. Ketiganya berjalan menuju sebuah restoran keluarga dengan didampingi oleh Ryo yang tampak sedikit kewalahan menghadapi kerumunan massa.

'Bang Evan, Bang Evan," terdengar teriakan yang sama berulang kali dan Sandra mempererat pegangannya pada lengan Evan dengan ngeri, "apa berita yang mengatakan kalau Kelvin mengalami penculikan oleh pesaing bisnis keluarga Handaru itu benar?"

Evan tertawa memamerkan deretan giginya yang rapi lantas bersilat lidah dengan mudahnya, "Kata siapa? Ini buktinya Kelvin dan Mamanya ada di sini dengan saya."

"Bukannya selama ini kalian nggak mau muncul di hadapan publik? Atau kalian justru sedang meredam kecurigaan publik saat ini?"

Bila Sandra panik mendengar pertanyaan yang tepat sasaran itu, sebaliknya Evan terlihat sangat santai. Pria itu kembali menebarkan senyum dan berkata dengan nada jenaka, "Saya ini pacar yang protektif dan cemburuan, karena itulah saya nggak mau kalian sering-sering memberitakan tentang Sandra. Nanti kalau banyak yang ikutan naksir sama Sandra kan saya sendiri yang repot."

Jawaban Evan tersebut sontak memancing tawa. Bahkan Ryo sekalipun mengulum senyum di antara kesibukannya melindungi Sandra yang meringis malu sambil menyembunyikan wajah dalam lengan Evan yang hanya tertawa santai. Sesekali pria itu mencium pipi Kelvin yang tampak sebal karena dikerubungi wartawan. Sedari tadi anak itu membulatkan mata dan mengerucutkan bibirnya dalam rangka menakut-nakuti para wartawan dengan ekspresi seramnya tanpa menyadari kalau ia terlihat semakin menggemaskan saat sedang cemberut seperti itu.

"Berarti hari ini ada acara penting dong Bang sampai kalian keluar bersama?"

"Sebenarnya kami bertiga cukup sering keluar bersama untuk mengunjungi paman-pamannya Kelvin yang lain." Jawab Evan dengan nada apa adanya, "dan hari ini kami akan bertemu lagi dengan mereka untuk membahas beberapa hal penting terkait pernikahan Erga dan Khea."

Evan berhenti bicara karena mereka telah tiba di depan pintu restoran. Ia membiarkan Sandra masuk terlebih dahulu sebelum kembali menghadap pada wartawan untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Terima kasih untuk kepedulian teman-teman wartawan terhadap kami. Saya, Sandra dan Kelvin baik-baik saja, demikian pula dengan hubungan kami. Doakan saja semuanya berjalan dengan lancar jadi kami bisa membagi berita bahagia lainnya pada kalian."

Kemudian Evan menggerakkan tangan Kelvin untuk melambai pada wartawan yang langsung menyerbu mereka dengan flash kamera. Kelvin sampai harus menyembunyikan wajahnya dalam leher Evan karena ngeri dan mereka beranjak masuk ke dalam restoran.

"Sekarang kamu tahu kalau pacarmu seorang pembual hm?" tanya Dave pada Sandra yang tampak begitu lelah setelah berhasil melewati wartawan, "dia pandai bersilat lidah kan?"

"Bersilat lidah dalam artian sesungguhnya atau kiasan?" tanya Evan mesum.

"Bang?!" Tegur Khea sambil melotot malu.

Evan terkekeh dan menurunkan Kelvin dari gendongannya. Anak itu berjalan mendekati Fiona yang sedang menimang Hanna dan langsung memanjat pangkuan Dave agar bisa melihat gadis kecil itu. Tidak lupa Kelvin menirukan gerakan Fiona dengan menepuk-nepuk selimut Hanna agar gadis kecil itu merasa nyaman dalam tidurnya.

"Aku selalu berpikir kalau Kelvin ingin segera punya adik. Dari kemarin dia nempel terus dengan Raina dan Hanna."

Komentar Erga barusan membuat semua orang menoleh pada Kelvin. Fiona yang penasaran bertanya pada anak itu, "Abang mau pangku adik Hanna?"

Kelvin mengangguk dengan riang. Anak itu memang masih memilih untuk berinteraksi dengan bahasa isyarat daripada berbicara secara langsung dan semua orang memaklumi hal itu mengingat Kelvin telah bungkam untuk rentang waktu yang cukup lama. Semua orang setuju untuk bersabar dan tidak bosan-bosannya mendorong Kelvin agar kembali berbicara dengan melakukan komunikasi secara intens.

"Ayah duduknya yang benar sayang," ucap Fiona pada Dave yang langsung memperbaiki posisinya. Ia memangku Kelvin dengan nyaman dan Fiona meletakkan Hanna dalam tangan kokoh Dave yang melingkari tubuh mungil Kelvin dalam pelukannya, "nah sekarang Abang pangku adik Hanna dengan Paman." Ucap Fiona sambil mengusap pipi Kelvin yang gembul.

Kelvin tampak sangat gugup dengan pengalaman pertamanya memangku seorang bayi. Anak itu berkali-kali menoleh pada Dave seakan memastikan kalau posisi mereka cukup aman sebelum akhirnya mengulurkan tangan ke bawah tubuh Hanna.

"Anak pintar," puji Dave sambil tertawa, "lucu ya adik Hanna?"

Kelvin mengangguk berulang kali. Anak itu tampak bangga pada dirinya sendiri karena berpikir kalau ia benar-benar telah memangku Hanna. Berkali-kali ia melemparkan senyuman malu pada Evan dan Sandra yang terkekeh geli melihat tingkahnya.

"Kelvin pintar ya, beda dengan Daddy." Komentar Abel sambil tertawa, "kata Mama waktu Daddy dikasih tahu mau punya adek, Daddy minta supaya adeknya dibuang aja ke panti asuhan."

"Adek yang mana?" tanya Jo dengan seringaian jahil, "adek Fatan atau...?" Jo sengaja menggantungkan kalimatnya lantas melirik selangkangannya sendiri hingga Khea menjerit ngeri.

"Kalian ini kenapa? Makin tua kok makin mesum?" pekik gadis itu sambil menghambur untuk memeluk Erga yang terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Oh please," sergah Evan sambil tertawa, "kayak Erga nggak mesum aja."

"Nggak kok, Erga nggak mesum." Bela Khea dengan sengit.

"Bukan nggak mesum, tapi belum saatnya untuk mesum. Kalau Erga berani mesum sejak sekarang, dia bisa disunat lagi sama abang kamu Princess." Ucap Jo sambil melirik Dave yang mengangguk dengan kalem hingga Khea merengut tak terima.

"Sayang bilang sama mereka kalau kamu nggak mesum." Rengek gadis itu sambil memasang puppy eyes andalannya namun lagi-lagi Erga hanya tertawa sambil memeluk pinggang Khea dengan gemas.

"Ah," keluh Dave frustrasi, "batalkan! Batalkan! Aku nggak setuju adekku menikah dengan si mesum ini!" lanjutnya membuat semua orang terbahak-bahak sementara Khea menenggelamkan wajahnya dalam pundak Erga dengan malu.

Dave, Jo, Erga dan Evan tidak mesum? Khea sendiri tahu pasti kalau hal itu tidak benar karena faktanya keempat pria itu memiliki tingkat kemesuman dan kebrengsekan yang sama. Hanya saja kali ini mereka telah terikat pada masing-masing satu wanita yang tidak akan membiarkan mereka melirik kesana kemari lagi seperti sebelumnya.

Fiona mungkin terlihat lembut dan dewasa, namun wanita itu tidak akan segan-segan untuk mengunci pintu kamar kalau Dave berani mencoba melirik wanita lain selain dirinya. Khea yang manja akan mengadukan Erga pada ketiga abangnya yang siap sedia untuk menghajar pria itu kalau ia berani mencurangi adik mereka. Abel yang polos dan lugu akan mengusir Jo keluar dari rumah mereka kalau pria itu mengkhianati mereka. Dan Sandra yang manis bisa menghajar Evan sampai babak belur kalau pria itu berani berpaling darinya. Mereka adalah wanita-wanita tangguh yang telah berjuang dan diperjuangkan untuk sampai pada titik saling memiliki. Dan keempat pasangan tersebut sudah bertekad untuk terus berjuang menjadi pasangan-pasangan bahagia yang saling mengasihi satu sama lain.

**

"Ada yang ingin Papa bicarakan dengan kamu."

Adalah kalimat pembuka Handaru ketika mereka baru saja selesai sarapan bersama. Sandra melirik Evan yang pagi ini mendapat undangan sarapan bersama keluarga Handaru namun pria itu menghindari tatapannya yang membuat Sandra curiga kalau pria itu menyembunyikan sesuatu darinya.

"Ada apa Pa?" tanya Sandra dengan dada berdebar.

"Ada alasan kenapa Angga lebih dulu mengantar Kelvin kemari ketika penyelamatan tempo hari," ucap Handaru dengan nada tenang. Ia melirik Evan lebih dahulu sebelum melanjutkan, "Evan, Ryo dan beberapa pengawal lainnya mengikuti Ibu kamu dan berhasil meringkusnya di Bandara."

Sendok di tangan Sandra terjatuh karena keterkejutannya. Ia berpaling pada Evan namun pria itu hanya menampilkan senyum minta maaf yang seakan membenarkan kalimat Handaru.

"Papa yang minta agar Evan merahasiakan hal ini dari kamu," lanjut Handaru lagi, "jadi jangan marah padanya."

Kalimat Handaru barusan membuat Sandra semakin terkejut. Sejak kapan Ayah mertuanya menjadi begitu hangat pada Evan? Ia tidak menyangka kalau Handaru akan mengundang Evan untuk sarapan bersama mereka dan bahkan membela pria itu agar tidak menerima semburan kemarahannya.

Sandra mengembuskan napas dengan lelah sebelum akhirnya bertanya, "Berapa tahun?"

Handaru menggeleng dan memilih untuk tidak menatap Sandra ketika berkata, "Berdoa saja agar Ibu kamu hanya akan dituntut atas kasus penculikan dan pemerasan. Tapi kalau dia terlibat dalam kematian Deon, kamu akan membenci Papa atas apa yang akan Papa lakukan selanjutnya."

Sandra mengangguk dan menutup mulutnya rapat-rapat. Ia lelah dan tidak ingin menangis lagi meskipun ia masih ingin bertemu dengan Tania, "Boleh Sandra ketemu dengan Mama? Ada yang ingin Sandra selesaikan untuk terakhir kalinya."

Melanie menunduk di atas piringnya dan Angga meremas tangan wanita itu. Sandra yakin kedua orang itu sama tegangnya dengan ia saat ini dalam menantikan jawaban Handaru. Lama Handaru menatap Sandra yang tampak tegar mengangkat kepala untuk membalas tatapannya. Pada akhirnya ia mengangguk pelan dan semua orang mengembuskan napas lega karenanya.

**

Di sinilah Sandra sekarang, berhadapan dengan wanita paruh baya yang tampak begitu mirip dengannya. Mendadak Sandra ingin tertawa miris ketika tersadar kalau Kelvin tidak trauma setelah kasus penculikan itu karena Tania begitu mirip dengannya. Mungkin anak itu berpikir kalau ia bertemu dengan eyangnya yang lain, yang juga baik hati dan penyayang seperti Handaru. Dan menyadari kalau Ibunya sama sekali tidak menyayangi Kelvin membuat hati Sandra remuk redam menahan luka.

Sandra mengulurkan kedua tangannya ke atas meja, membuat Tania kebingungan. Mereka bertatapan satu sama lain selama beberapa detik sebelum akhirnya Tania berpaling lebih dulu.

"Mama lihat tanganku? Ini tangan yang selalu Mama pukul karena berpikir kalau hidup telah memperlakukan Mama dengan tidak adil." Ucap Sandra pelan. Ia tertawa sedih ketika bertanya, "yang selalu ku pertanyakan adalah, apa Mama berpikir kalau menerima pukulan Mama terdengar adil untukku?"

Tania diam dan Sandra menyentuh tangan wanita itu dengan hati-hati, "Mama nggak mau lihat aku? Ini aku, anak yang tujuh tahun lalu Mama jual pada Mas Deon dengan tidak berperasaan. Mama nggak tanggung-tanggung kan ketika menghancurkan aku?"

Tania menghempaskan tangannya dengan kasar dan berkata, "Jangan bicara soal ketidakadilan denganku. Kalau bukan karena mengandung anak iblis sepertimu, aku tidak akan berada di sini. Kau tahu apa yang diperbuat Ayahmu terhadapku? Dia menghancurkan masa depanku! Aku ditinggalkan pria yang ku cintai dan kehilangan kesempatan untuk meraih cita-citaku hanya karena harus mengandung anak haramnya. Dan kenapa aku harus peduli padamu?"

Tawa penuh rasa sakit dan penderitaan milik Sandra yang bergema ke udara bahkan terdengar lebih menyakitkan daripada sedu sedan. Wanita itu jelas babak belur ketika bertanya, "Jadi Mama membalasnya padaku? Bahkan meski aku nggak tahu apapun? Bahkan meski dalam tubuhku mengalir darah Mama juga?"

Tania tersenyum sinis ketika berkata, "Ayahmu pasti menangis dari dalam neraka melihat bagaimana anaknya menjalani hidup yang dulu ku jalani. Aku membuatnya membayar apa yang diambilnya dariku."

Sandra kembali tertawa namun kedua matanya berkaca-kaca ketika berkata, "Mama benar-benar menyedihkan."

Tania menatap Sandra dengan sengit karena tidak mengerti arti ucapan itu. Sandra sendiri meraih bandul kalung yang selama ini selalu ia gunakan dan menunjukkannya pada Tania yang kebingungan.

"D, C dan A. Mama tahu apa artinya?" desisnya dengan mata menyala penuh kemarahan, "Deon akan selalu melindungi Cassandra dan Arsenio Kelvin."

Tania menatap Sandra dengan ngeri namun Sandra mengangguk dan tersenyum sinis ketika berkata, "Iya, Mas Deon mencintai aku dan tetap mencintai aku meskipun dia membeliku dari Mama. Jadi kalau Mama pikir Mama membalas Papa dengan menghancurkan aku maka Mama salah besar."

"Aku tahu Mama menjual aku pada Mas Deon karena mendengar berita tentang dia yang menganiaya mantan tunangannya tapi biar ku beritahu satu hal, selama kami bersama nggak pernah sekalipun Mas Deon membentak apalagi memukulku."

"Aku bahagia ketika bersama Mas Deon. Dia pria yang baik, penuh perlindungan dan suami yang penyayang. Dia mencintai aku dengan sepenuh hatinya dan memperlakukan aku seperti seorang ratu, dan aku mencintainya!" Sandra mengguncang lengan Tania dengan kasar dan kembali berteriak, "Aku mencintainya! Mama dengar itu? Aku mencintai Mas Deon! Dia menganugerahkan Kelvin padaku dan aku mencintai Kelvin sebesar aku mencintai Papanya. Aku bahagia, Ma. AKU BAHAGIA!"

Tania terbelalak tak percaya sementara Sandra tersenyum kejam sambil memamerkan kalungnya kepada Tania, tidak memberi wanita itu kesempatan untuk membalasnya.

"Mama mencoba mengusir Evan dari hidupku kan? Mama mau tahu kenyataannya? Sekarang Evan berdiri di luar, menunggu sampai aku selesai bicara dengan Mama karena dia tahu aku akan hancur lebur setelah ini. Mama mau tahu alasannya apa?" desis Sandra sambil mencengkeram meja hingga buku tangannya memutih, "karena dia mengkhawatirkan aku! Karena sejak tujuh tahun lalu Mama memisahkan kami dengan kejamnya, dia nggak pernah berhenti mencintai aku. Karena dia bisa menerima aku yang babak belur oleh penderitaan ini dengan tangan terbuka. Kalau Mas Deon bisa mencintai aku yang dijual oleh Mama padanya, kalau Evan bisa mencintai aku yang sudah terlalu banyak menanggung kesedihan ini, kenapa Mama nggak bisa melakukan hal yang sama? Demi Tuhan, aku ini anak Mama!!"

Sandra terengah oleh amarah dan tatapan dingin Tania membuatnya kecewa. Ia tertawa miris ketika berkata, "Mama pikir Mama berhasil membuat aku menderita? Tapi bukan aku yang akan segera mendekam dalam penjara kan?"

Suara tamparan yang melayang pada pipi Sandra meninggalkan gema suara menyakitkan. Sandra terdiam, susah payah menahankan tangis yang akan segera meluncur ke pipinya. Dengan tegar ia kembali menatap Tania yang sudah akan menyerangnya namun ditahan oleh polisi.

"Padahal aku mencintai Mama," lirih Sandra kecewa, "padahal aku selalu berharap suatu hari nanti Mama akan luluh dan menerima tanganku."

"Aku membencimu!" teriak Tania sambil berusaha melepaskan diri dari belitan petugas yang menyeretnya pergi, "aku membencimu dengan seluruh hidupku! Aku akan membunuh Evan seperti ketika aku membunuh Deon! Aku akan membuat kau merasakan kehilangan seperti yang ku rasakan. Kau dengar aku?"

"Nggak!!" raung Sandra sambil menabrak Tania. Ia bersujud di bawah kaki wanita itu dan menangis di sana, "jangan bilang kalau Mama yang membunuh Mas Deon! Bohong! Mama pasti bohong!"

"Aku membunuhnya!" jawab Tania sambil tertawa penuh kemenangan, "aku membunuhnya karena dia tidak berguna. Tidak memberiku uang dan mengancamku kalau mendekati kalian? Hah? Lihat apa yang ku lakukan pada akhirnya? Aku mengantarnya langsung ke neraka, suami yang kau cintai itu." Ucap Tania sambil meludah dengan jijik.

"Kenapa bukan aku?" raung Sandra tersedu sedan, "aku yang Mama benci! Aku yang merenggut masa depan Mama. Papa Handaru nggak berhak menerima semua ini setelah membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang! Kenapa Mama nggak bunuh aku aja?!"

Raungan dan caci maki di ruangan itu membuat Evan menghambur masuk. Ia terkejut bukan main mendapati Sandra membungkuk di lantai tanpa berusaha menghindari tendangan Ibunya. Dalam sekejap Evan menarik wanita itu menjauh sambil menatap ngeri pada Tania yang masih saja menyumpah serapah.

"Aku akan membunuhmu! Aku akan membuat semua orang membencimu, anak haram!"

"Anak haram yang tante tolak ini," suara Evan pelan saja namun sanggup membuat suasana menjadi hening, "telah membesarkan anaknya seorang diri. Dia menopang Kelvin dengan semua yang dimilikinya meskipun dia nggak pernah merasakan kasih sayang dari Tante. Mungkin Sandra memang anak haram, mungkin dia terlahir sebagai anak korban pemerkosaan, tapi Sandra adalah seorang Ibu yang baik dan penuh cinta kasih. Apa yang lebih hebat daripada itu tante?"

Polisi menarik Tania yang mendadak lemas kembali ke dalam penjara sedangkan Evan berusaha menenangkan Sandra yang masih menangis tak karuan. Jantung Evan bagaikan diremas tangan tak kasat mata menyaksikan bagaimana Sandra babak belur oleh perbuatan Ibunya sendiri. Ia mendengar semua percakapan kedua wanita itu dan tahu kalau Sandra benar-benar hancur kali ini. Karena itulah Evan memeluk wanita itu ke dadanya, mendekapnya dengan penuh kasih sambil berharap Sandra bisa merasakan kalau ia bahkan akan melawan dunia demi wanita itu.

"Kamu anak yang baik, wanita yang hebat dan Ibu yang tangguh. Jangan biarkan wanita itu menghancurkan kamu, Sandra." Bisik Evan sedih, "angkat kepala kamu dan kamu akan melihat kalau aku dan Kelvin membutuhkan kamu. Jangan tinggalkan kami berdua. Kamu dengar kan? Aku dan Kelvin membutuhkan kamu."

Namun Sandra telah terbaring lemas tak sadarkan diri.

**

"Motong embek mangsa, masyak di kulayi. Mama minta mangsa, mangsa empat kali. Tolong di kili, tolong di kanan, lalalalala."

Kelvin bernyanyi dengan penuh semangat untuk menghibur Sandra yang selama tiga hari terakhir harus dirawat di rumah sakit karena kondisinya yang mengkhawatirkan. Anak itu kemudian melompat-lompat riang karena berhasil membuat Ibunya tertawa sambil bertepuk tangan untuk memuji pertunjukannya.

"Siapa yang ngajari Abang nyanyi?" tanya Sandra sambil mengulurkan tangannya yang dipasangi selang infus untuk mengusap kepala Kelvin.

"Papa," jawab Kelvin sambil menunjuk Evan yang sedang duduk di atas ranjang sambil memeluk Sandra dari belakang.

Sandra terkekeh dan kembali bertanya, "Terus Papa ajari Abang nyanyi apalagi?"

Kelvin tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya memekik dengan antusias, "Pelangi?"

"Oh ya? Gimana nyanyinya?"

"Pelangi pelangi ananda indahmu," pekik Kelvin bersemangat, "melah nguning ijau, di langit yang pilu."

Evan yang tidak bisa menahan tawanya menguburkan wajah dalam pundak Sandra. Keduanya cekikikan melihat bagaimana Kelvin menyanyikan lagu kacaunya dengan sepenuh hati.

"Melukismu agung, niapa gelangan. Pelangi pelangi titipan Tuhan."

"Pintar banget anaknya Mama," ucap Sandra sesak napas dalam tawanya, "kok bisa pintar banget sih jagoannya Mama ini?"

"Nabang hitung Ma," ucap Kelvin memamerkan dirinya dengan bangga, "Nabang hitung sama Papa."

"Oh ya? Coba Mama mau dengar Abang berhitung." Jawab Sandra sambil melirik Evan yang terkekeh geli.

"Satu, dua, tiga, enam, sepuluh. Satu, dua, lima, empat, sepuluh. Satu, dua, lima, sepuluh." Ucap Kelvin dengan ekspresi serius. Sandra sampai harus memegangi perutnya yang kaku karena terlalu banyak tertawa akibat hitungan kacau anak itu namun Kelvin percaya diri kalau ia telah berhitung dengan benar.

"Abang pintar banget," puji Sandra sambil mengecup bibir anak itu, "tahun depan Abang udah bisa masuk PAUD karena udah pintar."

Kelvin bersorak gembira meskipun ia tidak mengerti apa arti PAUD. Tidak lama kemudian anak itu sudah asyik mengunyah sepotong apel yang diserahkan Evan padanya tanpa memperdulikan percakapan dua orang dewasa di sampingnya.

"Ada kabar apa?" tanya Sandra sambil mempermainkan jemari Evan yang bertautan di depan perutnya.

Evan diam sejenak untuk merangkai kalimatnya sebelum berkata, "Kalau terbukti pembunuhan berencana, Ibu kamu bisa dijatuhi hukuman mati."

Sandra menahan napasnya karena informasi tersebut namun kemudian tersenyum miris, "Papa Handaru nggak akan melepaskan Mama. Entah bagaimana caranya tapi Papa pasti akan berhasil mengungkap semuanya menjadi pembunuhan berencana."

"Manipulasi maksud kamu?" tanya Evan dengan kening berkerut.

Sandra mengangkat bahunya dan berkata dengan hati-hati, "Kalau ternyata Mama nggak sengaja membunuh Mas Deon, maka iya, Papa akan memanipulasinya agar terlihat seperti pembunuhan berencana." Kemudian ia menarik napasnya dan melanjutkan, "tapi jauh di dalam hatiku, aku juga tahu kalau ini pembunuhan terencana. Mama nggak punya kesempatan untuk menyelamatkan diri lagi."

Keduanya terdiam sambil memperhatikan Kelvin yang sedang melumat potongan apel sambil menjalankan mobil-mobilan di atas bantal. Anak itu tampak asyik sekali dengan khayalannya. Bibirnya bahkan mengerucut maju karena terlalu bersemangat menirukan suara kendaraan beroda empat tersebut.

"Van,"

"Ya sayang?"

Sandra menunduk ketika bertanya, "Apa kamu nggak malu? Menjalin hubungan dengan perempuan kacau sepertiku, kamu nggak malu?"

Evan tampak terkejut karena pertanyaan itu namun ia sadar kalau Sandra tengah berada dalam titik terendah kehidupannya saat ini. Karena itulah Evan menarik tangan wanita itu dan mengecupnya dengan lembut sambil berkata, "Kenapa harus malu? Aku nggak bisa memikirkan ada wanita lain yang lebih hebat daripada kamu. Dan aku nggak berpikir kalau ada orang lain yang lebih cocok untuk berdiri di samping aku selain kamu."

"Tapi," ucap Sandra tersendat, "kamu akan jadi bulan-bulanan media massa. Pacaran dengan seorang janda beranak satu dan punya Ibu yang membunuh menantunya sendiri. Orang-orang akan menjatuhkan kamu dan aku nggak mau kamu terjatuh karena aku."

Evan terkekeh dan mempererat pelukannya ketika berkata, "Sebenarnya semalam aku diancam oleh Om Handaru."

"Papa?" tanya Sandra bingung, "kenapa?"

Evan mengusap tengkuknya dengan salah tingkah ketika berkata, "Aku diinterogasi dan ditanya, apa aku yakin masih akan menjalani hubungan ini dengan kamu. Kata Om Handaru, kalau aku nggak sanggup menerima kamu dan Kelvin maka aku harus mundur dari sekarang karena dia nggak mau kamu dan Kelvin terluka. Menurut Om Handaru, kamu adalah salah satu anak perempuan kesayangannya selain Mbak Melanie. Dan Kelvin adalah cucu kesayangannya."

Sandra melotot tak percaya namun Evan mengangguk untuk meyakinkan wanita itu, "Om Handaru itu sangat sayang sama kamu, Sandra. Kamu nggak tahu itu kan?"

Sandra memiringkan tubuhnya agar bisa menyandarkan wajahnya pada dada Evan yang hangat. Wanita itu meringkuk seperti anak kecil dan Evan membiarkan Sandra yang tengah mencoba mencari perlindungan dan rasa aman darinya.

"Yang paling konyol adalah kami menghabiskan waktu selama hampir satu setengah jam hanya untuk meyakinkan Om Handaru kalau aku memang membutuhkan kamu dan Kelvin. Om Handaru terus menerus meragukan aku sampai Mas Angga marah dan meminta kami berdua menandatangi perjanjian di atas materai." Lanjut Evan sambil terkekeh geli.

"Perjanjian apa?" tanya Sandra pelan.

"Itu dia masalahnya, kami juga nggak tahu perjanjian apa yang akan kami tandatangani karena sebenarnya kami nggak punya masalah apapun." Kekeh Evan geli, "aku dan keluarga kamu hanya terlalu menyayangi kamu dan Kelvin sampai kami nggak terima kalau ada orang lain yang bisa menyayangi kalian lebih dari yang kami sanggup lakukan."

"Dasar bodoh." Ejek Sandra sambil tersenyum geli.

"I know, right?" balas Evan masih dengan sisa tawanya, "jadi karena perjanjian materai berakhir dengan kekacauan akhirnya kami membuat perjanjian lainnya. Kali ini kami sepakat kalau perjanjian ini lebih kuat daripada sekedar selembar materai."

"Kalian membuat perjanjian tentang aku dan Kelvin tanpa persetujuan kami?" tanya Sandra cemberut.

Evan terkekeh dan mengangguk. Dengan lembut ia mengecup kening wanita itu dan berkata, "Janjinya udah sah, sayang. Diterima oleh Om Handaru dengan tiga kunyuk dan Mas Angga yang jadi saksinya."

"Bahkan Dave, Erga dan Jo ikut campur?" pekik Sandra tak percaya.

Evan mengangguk dan menjawab dengan polos, "Habis Om Handaru protektif sekali terhadap kalian berdua."

"Mana perjanjiannya?" tanya Sandra sambil mengulurkan tangan, "aku mau lihat! Apa yang kamu jaminkan pada Papa huh?"

"Yakin kamu mau lihat?" tanya Evan dengan mata berbinar geli.

"Iya." Jawab Sandra sambil melotot kesal, "mana? Sini aku lihat."

"Bang," panggil Evan membuat Kelvin yang sedang bergulingan di kasur menoleh, "Papa minta yang tadi Papa titipkan sama Abang. Kasih ke Mama, nak."

Kelvin tampak bingung karena ucapan Evan yang panjang. Ia melirik saku celana bagian depannya dan Evan mengangguk di balik rambut Sandra sambil mengulum senyum geli.

"Papa minta?" tanya Kelvin.

"Bukan Papa, tapi Mama yang minta. Katanya Mama mau lihat." Jawab Evan dengan sabar.

Kelvin mengangguk dan merogoh sakunya dengan patuh. Anak itu kemudian mengulurkan kepalan tangan montoknya ke arah telapak tangan Sandra yang terbuka dan menjatuhkan sebuah benda di sana. Cincin.

"Nggak mungkin." Ucap Sandra sambil tertawa aneh.

Evan mempererat pelukannya pada pinggang Sandra dan menanamkan sebuah ciuman lembut pada pundak wanita itu ketika berkata, "Menikah denganku, Cassandra. Dan kamu nggak bisa nolak karena Om Handaru udah setuju. Mas Angga, Dave, Erga dan Jo saksinya."

"Ini jebakan!" pekik Sandra dengan histeris, "aku bahkan belum setuju."

"Aku pintar kan?" tanya Evan bangga pada dirinya sendiri, "denganku kamu nggak punya pilihan lain selain setuju."

"Itu bukan pintar tapi licik, Van." Ucap Sandra sambil memajukan bibirnya. "bahkan Kelvin ikut bekerjasama menggadaikan Mamanya sendiri." Keluhnya frustrasi.

Evan terkekeh dan menenggelamkan wajahnya dalam pundak Sandra, "Jangan siksa aku lebih lama lagi, Sandra. Tolong bilang kalau kamu setuju untuk nikah dengan aku."

Sandra menatap rambut gondrong Evan yang berada begitu dekat dengan wajahnya. Samar-samar ia bisa mencium aroma shampoo Kelvin dari rambut pria itu karena pagi ini Evan memang mandi di rumah sakit setelah semalam menginap untuk menjaganya. Sandra kemudian membisikkan sesuatu di telinga pria itu dan Evan berteriak sambil membawa wanita itu berguling dengan hingga selang infus di tangan Sandra terlepas dan melilit tubuh mereka.

"Evan, infusnya lepas!!"

"Maaf sayang!!"

"Papa, ingus Mama nepas!!"

"Infus Bang, bukan ingus."

"Aku akan menikah! Kalian dengar itu? Aku akan menikah!"

Di depan pintu kamar rawat inap tersebut, Dave, Erga dan Jo mendengus sebal namun kemudian saling mengulurkan tinju satu sama lain. Mereka sukses mengembalikan si bungsu ke rumah di mana ia seharusnya berada.

**

-TAMAT-

Jess note :

Apa cuma saya yang shock karena cerita ini tamat? HUAHAHAHAHA!

Setelah satu tahun berlalu akhirnya saya berhasil menyelesaikan Bad Boys Series dengan menuliskan kata "tamat" pada cerita si bungsu Om Nepan. Yeiyyy!

Terima kasih banyak untuk kalian semua yang setia mendampingi saya membesarkan empat anak berandalan ini. Saya tahu ada begitu banyak kekurangan dalam cerita atau bahkan dalam diri saya sendiri dan untuk itu saya minta maaf. Saya cuma JessJessica si anak bawang yang baru belajar menulis dan sering lupa sama nama tokoh ceritanya sendiri. Lol. Ya ampun. Semoga kalian nggak capek dan nggak bosan menemani saya belajar menulis dengan terus membaca tulisan-tulisan abal saya yang lainnya ya.

Cerita CBH versi wattpad berakhir sampai di sini tanpa part bonus atau lainnya dan keputusan ini mutlak alias tidak akan berubah lagi dan tidak dapat diganggu gugat.

Untuk yang mau meninggalkan pesan khusus buat EvanDra, klik di sini.

Untuk yang mau mengirimkan pesan khusus buat Nabang Nepin, klik di sini.

Kemudian, saya akan mengadakan sesi tanya jawab dengan keluarga besar BBS sebagai tanda perpisahan dengan mereka. Caranya, kalian bisa tuliskan pertanyaan dengan klik di sini. Pertanyaannya untuk satu orang atau dua orang sekaligus, tapi nggak bisa lebih dari itu. Pertanyaan paling kreatif dan paling lucu yang terpilih, akan saya posting beserta jawabannya. Ingat ya, bikin pertanyaannya yang kreatif dan lucu, bukan tentang kelanjutan cerita atau sekuel atau blabla soalnya itu kan urusan saya bukan urusan keluarga BBS.

Contoh : Pertanyaan untuk Bang Dave : Bang Dave, yang paling nyebelin dari JEE itu apa sih?

Atau : Pertanyaan untuk Bang Evan : Bang Evan, pernah nggak sih kesal sama Kelvin kalau dia mulai cengeng?

Atau : Pertanyaan untuk Bang Erga : Bang Erga, sehari minta jatah berapa kali?

Atau : Pertanyaan untuk Bang Jo : Daddy paling suka kondom rasa apa?

LOL!! Intinya tentang seputar kehidupan sehari-hari yang lucu dan bisa bikin kita semua ketawa deh. Kalian juga bisa mengirimkan pertanyaan untuk para tokoh utama perempuan. Atau bisa juga kalau iseng pengen nanya-nanya tokoh peran pembantu seperti Om Andrean-tante Kirana, Om Adam-tante Veronica, Fatan-Judy, Arya-Tita, Alex, Ghandi, Ryo. Selamat berpartisipasi ya. Mereka nungguin pertanyaan kalian loh ^^

Salam sayang, JessJessica dan keluarga besar Bad Boys Series.

Continue Reading

You'll Also Like

5.2K 1.2K 20
You have a place in me where no one could ever have. This story dedicated for people who like real, simple, sweet, innocent, pure love story. than...
1.1K 178 5
Ini adalah kisah sederhana antara cewek manja dan cerewet dengan kekasihnya si cowok bad boy yang cuek dan dingin. Kisah keseharian kedua sejoli ini...
150K 21.1K 24
[ᶜᵒᵐᵖˡᵉᵗᵉᵈ] [ᴮᵀˢ ᶠᵃⁿᶠᶦᵏˢᶦ] Ada beberapa potongan waktu yang seolah-olah ditakdirkan untuk beberapa hal, seperti seperempat waktu untuk bahagia, seper...
64.8K 9.1K 31
Aku tertawa saat melihat betapa bodohnya mereka yang menganggapku sudah mati. Dalam tawa yang kugemakan, mengalir airmata. Bukankah aku seorang yang...