"Kenapa Bu?"
"Kamu mau enggak ngajarin anak satu ini?" tanya Bu Asna menujuk Dave yang duduk di depannya.
"Kenapa harus saya Bu?" tanya Diandra tidak terima.
"Jadi kamu enggak mau?" tanya Bu Asna.
"Bukan gitu, tapi--," kata Diandra dipotong oleh Dave.
"Ah, bilang ajakan lo enggak mau, dasar murid yang suka membantah omongan guru," ejek Dave.
"Apaan sih lo ikut-ikutan aja?" tanya Diandra jengkel.
"Biarin, suka-suka gue. Ini mulut siapa? Mulut gue. Yang ngasi siapa? Tuhan. Jadi lo enggak berhak ngatur gue," kata Dave jengkel, mungkin gara-gara ditolak.
"Apaan sih lo? Kenapa jadi sinis gini. Lagian gue enggak ada ngomong sama lo," kata Diandra tidak mau kalah.
"Sudah cukup, kenapa kalian jadi ribut di sini? Pokeokenya bagaimana pun caranya, kamu, Diandra, harus bisa Buat Dave berubah, kalau enggak nilai kamu ibu potong," kata Bu Asna.
"Yah, tapi kan--," kata Diandra ingin menolak, tapi dipotong oleh Bu Asna.
"Pokeokenya enggak ada tapi-tapian, ini udah keputusan ibu, TITIK!" kata Bu Asna, "sekarang kalian berdua boleh keluar," kata Bu Asna.
"Ini semua gara-gara lo!" kata Diandra lalu meninggalkan Dave.
"Dih, gara-gara gue," kata Dave.
•••••
"Hahaha, ditolak lagi ni yee," ejek Ryo.
"Tapi gue kan masih punya satu kesempatan," kata Dave.
"Kayak main monopoli aja," ejek Bisma.
"Emang lo masih mau nembak Diandra?" tanya Ryo.
"Iya, tapi kali ini gue enggak mau gegabah. Gue bakal deketin dia perlahan-lahan," kata Dave.
"Terserah lo deh," kata Bisma.
"Udah ah, gue mau pulang," kata Dave, lalu menggendong tasnya.
"Tumben mau cepet pulang, biasanya kan nongkrong dulu," kata Bisma curiga.
"Mau ketemu calon istri," kata Dave langsung keluar kelas.
Dave berjalan menuju kelas Diandra.
"Hai!" sapa Dave saat melihat Diandra dan dua temannya.
"Apa?" tanya Diandra datar.
"Kita kapan nentuin jadwal belaj--," Diandra langsung memotong perkataan Dave.
"Kir, Lun, gue ada urusan sebentar ya," kata Diandra, lalu menarik Dave menjauh.
Kok gue jadi deg-degan gini ya? Batin Dave
"Cie ..., pegang-pegang ni ye," ejek Dave.
Diandra pun melepas tangannya yang sedari tadi memegang lengan Dave,"apaan sih?"
Kok perut gue kayak ada kupu-kupu terbang dan kenapa juga pipi gue hangat? Batin Diandra.
"Ciee ..., ada yang blushing ni" goda Dave.
"Gaje banget sih lo. Udah cepetan, tadi lo mau ngomong apa?" tanya Diandra.
"Jadi kapan jadwal kegiatan belajar-mengajarnya? Sama di mana?" tanya Dave.
"Hari senin, selasa, rabu, kamis, jumat. Di rumah lo aja," kata Diandra.
"Ya udah ayo!" Dave menarik Diandra menuju mobilnya.
"Apaan sih lo narik-narik?" tanya Diandra.
"Sekarang hari apa?" tanya Dave.
"Selasa, emang kenapa?"
"Sekarang kan jadwalnya gue les sama lo," kata Dave.
"Hah?! Langsung belajar?" tanya Diandra.
"Iya."
"Tapi kan--," Dave langsung memotong.
"Udah enggak usah banyak protes," Dave membuka pintu mobilnya, lalu mendorong Diandra agar masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Dave masuk ke kursi pengemudi.
"Apaan sih lo dorong-dorong?" protes Diandra.
"Abis lo ringan banget, gue senggol dikit aja udah ambruk," ejek Dave sambil memakai sabuk pengaman.
Diandra mengeluarkan earphone dan novelnya, lalu mengontak lagu Shawn Mendes-Stitches di hanphonenya yang sudah tersambung pada earphone miliknya.
"Lo ngapain sih?" Dave menoleh Diandra sebentar, lalu kembali fokeus pada jalanan.
"Menurut lo?" tanya Diandra sambil memakai earphone.
Dave tidak menjawab. Ia memacu kendaraannya lebih cepat bahkan sangat cepat.
"Lo gila ya? Kalau mau mati, mati aja sendiri! Jangan ngajak-ngajak dong," kata Diandra sambil melepas earphone.
"Takut?" tanya Dave meremehkan.
"Bukan takut, tapi masalahnya, gue gak mau mati bareng lo. Kalau gue mati bareng lo, karena kecelakaan pasti masuk TV, mending masuk TV gara-gara jadi penemu atau apalah. Ini malah masuk TV gara-gara mati, itu pun sama orang gila kayak lo. Bayangin aja udah ngeri," oceh Diandra.
"Ternyata lo bisa bawel juga ya? Jadi pingin nyium," kata Dave.
"Apaan sih?" tanya Diandra salting.
"Gak usah salting juga kali mbak," goda Dave.
"Au ah, rumah lo masih jauh?" tanya Diandra.
"Udah deket kok, tinggal lurus nemu perempatan, abis itu beloke kiri, abis itu beloke kanan," kata Dave.
"Itu namanya masuh jauh, bego dipelihara," kata Diandra.
"Kayaknya lo lebih bego dari gue deh," kata Dave.
"Hah?! Gue?" tanya Diandra.
"Iya, orang dari tadi kita udah sampai, lo aja kebanyakan ngoceh," kata Dave sambil membuka sabuk pengaman, lalu keluar dari mobil, "lo mau keluar atau gue kunciin di dalem?" tanya Dave.
"Iya, iya," Diandra keluar dari mobil.
"Ayo masuk!" Dave mempersilahkan Diandra masuk.
Diandra pun masuk. Ia memperhatikan sekelilimg rumah Dave. Satu kata, mewah. Diandra terus memperhatikan secara detail, sampai akhirnya ada yang menarik ujung rokenya.
Diandra pun menoleh, "Hai nama adik siapa?" tanya Diandra sambil berjongkok, saat melihat anak kecil.
"Nama aku Anna, kakak siapa?" tanya Anna dengan suara yang menggemaskan.
"Nama kakak Diandra," kata Diandra mengelus pelan rambut Anna.
"Eh, Anna belum bobo?" tanya Dave tiba-tiba, lalu langsung menggendong adik perempuannya.
"Males bobo, enggak ada yang nemenin," kata Anna.
"Enggak boleh gitu," kata Dave.
"Mau tidul sama Kak Iandla," kata Anna menggemaskan.
"Diandra Bukan Iandla," Dave mencubit hidung adiknya.
"Boleh ya kak!" kata Anna memelas sambil mengedip-ngedipkan mata bulatnya.
"Kak Diandranya sibuk sayang," kata Dave sambil berjalan diikuti Diandra di belakangnya.
"Yah!" muka Anna berubah menjadi cemberut.
"Enggak papa kok Dave, Anna kan pingin tidur bareng gue," kata Diandra.
"Nanti ngerepotin," kata Dave.
"Kalau Bukan lo yang ngerepotin, gue sih oke, oke aja," kata Diandra.
"Yeay!" Anna langsung turun dari gendongan Dave dan beralih digendong Diandra, "Kak Iandla ke kamar aku yuk!" ajak Anna.
"Ayo!" Diandra pun menaiki tangga, lalu berjalan menuju kamar yang ditunjuk Anna. Sementara Dave hanya cemberut.
***
Lanjut repost lagi? Bentar ya, capek soalnya. Haha...
10-01-2017