Friends, Lovers, or Nothing?

By pizzajunkie

241K 26K 2.2K

Friends, lovers, or nothing? We can really only ever be one. Don't you know, we'll never be the inbetween ♪ More

01. Orang Ketiga
02. Lesung Pipit
03. Cita-cita
04. Sushi
05. Tunggu
06. Jam Delapan
07. Pulang
08. Pluviophobia
09. Braga
10. Kritis
11. Cemburu
12. Mr. Cold
13. Firasat
14. Superhero
15. Khawatir
16. Sahabat
17. April Mop
18. Proyek
20. Skakmat
21. Janggal
22. Teka-teki
23. Bencana
24. Interview
25. Dilema

19. Sepi

7.2K 907 46
By pizzajunkie

"You never really understand a person until you consider things from his point of view—until you climb into his skin and walk around in it."

To Kill a Mockingbird

***

Akhir pekan bukanlah waktu favorit Reihan sejak ibunya meninggal dunia. Ia tidak suka sendiri. Ia tidak terbiasa sendiri, dan mungkin tidak akan pernah menjadi biasa.

Dalam hidup Reihan, hanya ada dua sosok perempuan yang ia sayangi. Ibunya, dan Nadhira. Namun belakangan ini, Nadhira seolah-olah menghindar darinya—atau lebih tepatnya, menjauhinya. Entah karena alasan apa. Ia tidak ingat kapan tepatnya Nadhira menjadi sangat sensitif, seingatnya dulu sahabatnya itu tidak begini. Nadhira adalah teman yang menyenangkan, yang selalu mendukungnya, yang selalu menjadi motivasinya, sekaligus menjadi teman yang berhasil membuatnya melewati masa-masa sulit sepeninggal ibunya.

Hari ini, contohnya. Reihan sebenarnya berniat mengajak Nadhira jogging, sekaligus untuk mencoba 'mengembalikan' lagi pertemanan mereka yang seolah-olah menguap begitu saja. Namun Nadhira menolaknya dengan alasan ada janji dengan Emir. Yah, kalau dipikir-pikir, benar juga apa yang dikatakan Nadhira ketika mereka masih SMA dulu; kalau mereka tidak mungkin bisa selamanya bersama.

Untunglah sekarang sudah ada Jasmine yang menemaninya, yang menjadi temannya menjalani hari-hari dan seolah-olah menjadi figur pengganti ibu yang sangat ia sayangi dan rindukan itu. Jasmine kini menjadi satu-satunya semangat untuk melanjutkan hidupnya.

"Aku nggak terlalu bisa masak, jadi kalo nggak enak gapapa yaa?" tanya Jasmine sambil tersenyum lembut dan menghidangkan sepiring nasi goreng berisi telur, sosis, dan nugget di meja makan Reihan.

Reihan menatap sarapannya pagi itu dengan nanar. Entah sejak kapan terakhir kali ia makan di meja makannya. Selama ini ia selalu makan di rumah Nadhira, atau membuat roti selai sendiri, atau bahkan tidak makan sama sekali. Sejujurnya Reihan tidak suka kalau harus makan sendiri, dan kalau bukan karena Nadhira terus menerus membawakannya sarapan setiap pagi dan mengajaknya sarapan bersama di rumah Keluarga Idris sejak ibunya meninggal, ia pasti tidak akan mau makan.

"Rei, kok diem aja?" tanya Jasmine bingung, "Keliatannya emang berantakan, tapi tadi pas aku coba—"

Belum selesai Jasmine bicara, Reihan sudah memeluknya erat.

***

Setelah cukup lama keheningan mendominasi, akhirnya Jasmine memberanikan diri untuk bertanya pada Reihan yang sejak tadi memeluknya tanpa bicara satu patah kata pun, walaupun sekilas, Jasmine dapat melihat raut sedih di wajah pacarnya itu.

"Hei, kenapa?"

Reihan menggeleng pelan, sementara Jasmine merasa pundaknya mulai basah.

Eh? Reihan nangis? pikir Jasmine, lalu sebelum ia bisa bertanya lagi, Reihan mengatakan sesuatu.

"Tolong begini sebentar aja..." ucap Reihan lirih, masih menenggelamkan kepalanya di pundak Jasmine, sebelum kemudian melanjutkan, "Aku kangen Mama. Aku kangen sarapan buatan Mama. Aku... nggak tau apa bisa terus hidup kayak gini—tanpa Mama."

Ekspresi Jasmine yang awalnya kebingungan, kini melembut. Ia mengusap perlahan punggung Reihan dengan perlahan. Selama ini Reihan memang tidak pernah secara langsung menunjukkan emosinya dan terkesan urakan, tapi jauh di dalam diri cowok itu, jiwanya rapuh dan kesepian.

Jasmine menyukai momen-momen ini; momen ketika ia merasa dirinya dibutuhkan oleh orang lain, momen ketika ia merasa hidupnya tidak sia-sia, ketika ia tidak merasa sepi lagi. Kedua orang tuanya sibuk bekerja sampai tidak pernah memperhatikannya, ia juga tidak punya teman yang selalu ada di sampingnya. Ia hanya punya dirinya, dan kini ia punya Reihan.

"Sekarang kamu punya aku, Rei. Aku bakal terus ada disini," bisik Jasmine sambil balas memeluk cowok itu lebih erat.

Seandainya ia bertemu Reihan sejak dulu, jauh sebelum ia bertemu Emir, pasti semuanya tidak begini.

***

"Aku pulang!" teriak Jasmine ceria ketika sampai rumah, sementara kedua orang tuanya bergeming dan tetap sibuk dengan gadget mereka masing-masing.

Jasmine mendekati orang tuanya itu lalu mengecup pipi mereka masing-masing. Ia senang karena orang tuanya itu bisa berada di satu tempat dalam waktu yang bersamaan. Yah, maklumlah, mereka memang sama-sama sibuk sehingga sulit ada waktu untuk keluarga—bahkan untuk mengobrol sekalipun. Kalau ayahnya sedang ada di Jakarta, maka ibunya sedang dinas ke luar kota, begitu juga sebaliknya. Hanya ketika umrah dan hari pertama lebaran mereka akan terlihat bersama-sama.

"Eh, udah pulang..." kata ibunya tanpa mengalihkan pandangan dari laptop di depannya.

"Aku abis ketemu sama Reihan tadi, sekalian bikinin dia sarapan dan nemenin dia belajar untuk UTS," jelas Jasmine panjang lebar, kemudian duduk di sofa persis di depan ayah dan ibunya.

"Reihan?" ibunya bertanya dengan heran, "Reihan siapa?"

Pertanyaan itu mendadak membuat senyum dan ekspresi ceria Jasmine hilang, "Aku udah sering cerita ke Umi tentang Reihan, pacarku. Umi nggak ingat?"

"Marganya apa?" respon ayahnya.

Kedua orang tua Jasmine adalah murni keturunan Arab yang memegang teguh tradisinya, maka dari itu, bagi seorang perempuan keturunan Arab, mencari calon pasangan yang juga masih memiliki darah Arab—dan memiliki marga yang cukup terpandang—merupakan suatu hal yang penting. Dan dalam hal ini, ayah Jasmine mengharuskan anaknya menikah dengan sesama keturunan Arab.

Jasmine mendengus pelan, "Kenapa tiba-tiba Abi peduli sama marganya?"

"Jasmine!" bentak ayahnya sambil meletakkan tab yang ia pegang ke atas meja ruang tamu, "Abi berkali-kali menjelaskan supaya kamu nggak berhubungan dengan orang sembarangan!"

"Reihan bukan orang sembarangan!" balas Jasmine sambil memukul meja dengan kencang.

Dengan satu gerakan cepat, ayahnya mendaratkan tamparan di pipi kanan Jasmine—yang langsung membuat ibunya meletakkan laptop dan merengkuh putri satu-satunya itu. Ia tahu apa efek yang akan terjadi pada Jasmine jika emosinya sudah tidak terkontrol.

"AKU BENCI ABI! AKU BENCI UMI!" teriak Jasmine kalut sambil memberontak, mencoba untuk melepaskan dekapan ibunya.

"AKU BENCI KALIAN!" teriak Jasmine lagi sambil menunjuk-nunjuk ayahnya, yang kini menunjukkan ekspresi penyesalan yang tidak dibuat-buat.

Selama beberapa saat Jasmine terus menerus memaki, meneriakkan kata-kata yang tidak pantas terhadap orang tuanya sambil mencoba melepaskan diri dari rengkuhan ibunya, sampai kemudian amarahnya berubah menjadi tangisan dan badannya menjadi lemas.

"Jasmine, sadar Nak, sadar... ya Allah," bisik ibunya berkali-kali di telinga kanan Jasmine, sambil tidak henti-hentinya berdoa. Di dalam hatinya, ia merasa menyesal. Ia menyesal membuat anak satu-satunya itu menjadi seperti ini.

***

"Umi?" panggil Jasmine lirih, sementara ibunya hanya mengelus-elus punggung telapak tangan Jasmine sebagai respon.

"Umi kapan pulang?" tanya Jasmine kemudian sambil menyunggingkan sebuah senyuman di wajahnya yang nyaris sempurna itu. Ya, nyaris sempurna kalau saja tidak ada bekas luka di bawah dagu dan lehernya.

Ibunya itu tersenyum lega, walaupun hatinya terasa berat.

"Belum lama," jawab ibunya ragu, kemudian melanjutkan, "Kata Mbak, tadi pagi kamu pergi ya? Kemana?"

Tatapan Jasmine kosong beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum lebar, "Aku ketemu sama Reihan, Umi! Tadi aku sarapan bareng Reihan di rumahnya."

Syukurlah, batin ibunya.

***

A/N: di part ini saya mau lebih 'mendalami' rasa grief Reihan dan juga latar belakang Jasmine, untuk melihat hidup dari perspektifnya—bahwa setiap orang punya alasan masing-masing yang mendasari mereka untuk melakukan suatu hal, tidak peduli sesalah apapun alasan itu. Karakter Jasmine sendiri ini sebenarnya yang paling menarik menurut saya, dan dia yang bikin cerita ini justru lebih 'hidup' :)

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 156K 61
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
303K 16.6K 31
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...
53.9M 4.4M 69
Serial adaptasi kini sudah tayang di Vidio! Gini rasanya jadi ISTRI seorang santri ganteng mantan badboy>< buruan lah mampir, siapa tau suka. F...
533K 17.9K 54
cerita ini menceritakan kisah seorang " QUEENARA AURELIA " atau biasa dipanggil nara.gadis yang bekerja sebagai pelayan cafe untuk memenuhi kebutuha...