A.M

By minibiggg

107K 9.7K 1.6K

Mia tak punya alasan lain untuk mencintai Arka. Sejak ditemukan Arka dalam keadaan menggenaskan lima belas t... More

Tengah Malam, Kain Lusuh, dan Sepotong Pai
Senyummu Mengalihkan Duniaku
Cinta... Alasan Atas Segalanya
Kopi Pembawa Petaka
Modus Berakhir Pupus
Si Penjilat
Hujan
Irresistible
Stasiun Senen
Ketika Ia Berubah
Dan Mendung pun Mulai Bergelayut
Salah Fokus
Kebetulan-kebetulan
Kepiting Saus Merah
Saatnya Menyerah
Bukan Siapa-siapa
Selangkah Lebih Dekat
The Right Answer
Drama Hati
The Painting
Trapped
How Can?
Stop Denial!
Sebuah Pemahaman
Pengakuan
27

Entah Sampai Kapan

16.2K 573 9
By minibiggg

"KALIAN NIKAH? DEMI APA?"

"LUNA? STEFAN? YA TUHAN!"

Mia dan Arka tak kuasa menahan rasa terkejutnya. Mereka berdua baru saja menyelesaikan duet dahsyat dari lagu dangdut favorit sepanjang masa mereka, jatuh bangun-nya Meggy Z. Dan sekarang mereka benar-benar terjatuh dan bangun di saat bersamaan begitu mendengar kabar bahagia dari Luna dan Stefan, sahabat mereka yang sekarang berangkulan mesra.

Luna tersenyum malu. Mengangkat jemarinya yang berhiaskan cincin berlian. Indah sekali. Terlihat berkemilau di tengah remang-remangnya ruang karoke. Bahkan backsound lagu Sakitnya tuh disini milik Cita-citata pun terdengar seperti alunan music klasik romantis. Di sampingnya, Stefan ikut tersenyum sumringah. Tangan kanannya dari tadi tak lepas dari merangkul mesra pinggang sang kekasih. Benar kata orang-orang, dunia serasa milik sendiri bagi mereka yang tengah dimabuk cinta. Dan begitu juga dengan Mia dan Arka yang tiba-tiba terpaksa harus terusir keeksistensiannya dari dunia ini akibat sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara di hadapan mereka.

"Kalian nikah?" Arka bertanya sekali lagi. Berusaha meyakinkan pendengarannya. Dan lagi-lagi dijawab anggukan mantap dari Luna dan Stefan.

"Serius? Secepat ini?"

"Buat apa pacaran lama-lama kalau ujung-ujungnya maksiat. Mending dihalalin sekalian , bro!" jawab Stefan mantap. Luna tersipu malu di sampingnya.

Arka masih menatap kedua sahabatnya dengan tatapan tak percaya. Ia sudah mengira bahwa cepat atau lambat, ia akan mendengar kabar bahagia ini. Tapi masalahnya, tidak secepat ini. Ia masih ingat dua bulan yang lalu saat Stefan kalang kabut ingin mengungkapkan perasaanya ke Luna, gadis idamannya sejak jaman SMA. Dan sekarang, baru dua bulan berlalu, mereka sudah merencanakan pernikahan.

"Lo gak hamil kan, Lun?"

Kepala Luna, Stefan dan Mia sontak langsung menoleh ke sumber suara. Siapa lagi kalau bukan Arka yang dengan polosnya bertanya. Stefan langsung menjitaknya dengan mikrofon. Luna dan Mia pun tidak berniat mencegahnya karena Arka memang pantas mendapatkannya. Justru keduanya tertawa melihat dua lelaki itu saling bergelut di lantai.

"Gue kan cuma nanya, bro. Lo sensi amat kaya cewek. Atau jangan-jangan beneran nih cewek lo udah tekdung beneran?" sewot Arka di sela-sela pitingan Stefan. Begitu berhasil kabur, Arka buru-buru mengandeng erat lengan Mia. Berusaha mencari perlindungan. Stefan berdecih pelan melihat Arka yang beraninya sembunyi di ketek Mia.

"Sorry, bro. Meskipun gue cowok dengan kadar hormon testoteron berlebih, gue masih punya kesadaran dan iman buat hal seperti itu"

Arka balas berdecih. Ragu dengan kata-kata Stefan. Mereka sudah saling lama mengenal, dan sudah tentu Arka tahu segala bentuk keburukan di diri Stefan. Termasuk sifat Stefan yang selalu melotot saat melihat perempuan dengan body aduhai.

"Udah deh, Ka, berhenti ngeledekin mereka. Kasihan Luna tuh" Mia mencubit lengan Arka. Memberi pelototan tajam, dan Arka terpaksa bungkam sejenak. Ia meraih sebotol air mineral. Tenggorakannya terasa kering usai berduet dengan Mia.

"Gue percaya kalian kok!" ujar Mia riang. Ia meringsek ke arah Luna. Memeluk erat sahabatnya. "Selamat ya, Luna, Stefan! Gue gak ngira kalian secepat ini mau nikah. Lihat deh cincinnya, bagus banget. Ini asli kan, Fan?"

Stefan tergelak. Hampir menoyor kepala Mia kalau saja tidak dihalangi Luna. "Asli dong. Lo kira gue apaan buat modal kawin juga pake cincin kw."

"Alhamdulillah kalau gitu. Kemajuan besar, Lun. Stefan kan selama ini pelit banget buat ngeluarin sesuatu. Dan ngelihat cincin ini, gue yakin kalo dia serius sama lo" bisik Mia di telinga Luna. "Tapi lo beneran gak hamil, kan?"

Tawa Luna pecah. "Ya ampun, Mi, lo sama Arka sama aja deh. Alhamdulillah gue masih bisa jaga diri dan Stefan juga bisa nahan dirinya kok. Makanya itu pas dia ngelamar gue, tanpa pikir panjang lagi gue terima"

"Gue gak nyangka lo yang pemalu akhirnya jatuh di pelukan si tengil Stefan, Lun"

"Gue juga gak tahu, Mi. Emang bener deh, kita gak bisa milih buat jatuh cinta sama siapa. Dan Stefan kelakuannya gak setengil dulu lagi kok." Ujar Luna. Dan pembicaraan selanjutnya bisa ditebak. Dari rasa keinginan tahuan Mia tentang bagaimana Stefan melamar Luna, hingga Luna yang begitu semangat menceritakan segalanya. Sementara dua pria dia antara mereka, sekarang sedang larut dalam nyanyian cempreng. Keduanya saling beradu nada tinggi yang berakhir fals.

Sugar

Yes please

Won't you come and put in down on me

Oh right here, cause I need little love and little symphaty

Mia tak kuasa menahan tawanya melihat Arka yang mati-matian ingin meniru gaya Adam Levine. Sambil memakan cemilan yang tersedia, ia berkali menyoraki Arka dan Stefan yang saling bersahutan tak mau kalah. Dari lagu barat hingga dangdut habis mereka jarahi. Di sela kehebohan Arka dan Stefan bernyayi dan Mia yang menjadi tim hore, Luna mendekat kea rah Mia.

"Jadi, elo sama Arka kapan nyusul, Mi?" bisik Luna. Sebenarnya tanpa berbisik juga tidak apa. Toh suara di ruangan ini sudah hingar bingar sejak Arka dan Stefan menyanyikan lagu Sambalado Ayu Ting-ting. Tapi bagi Mia, bisikan Luna tadi, meskipun pelan, terasa jelas di telinganya. Bisikan yang sontak membuat hatinya mencelos lesu.

Mia tertawa pelan. "Gue? Sama Arka? Ya enggak lah. Gila aja lo!"

"Ah sok banget sih, Mi! Kemana-mana selalu berdua, mending diresmiin aja sekalian" canda Luna. Ia bukannya tidak tahu tentang hubungan kedua sahabatnya. Sejak dulu pun, sebagai satu-satunya sahabat perempuan Mia, tanpa harus Mia curhat padanya pun Luna tahu jika Mia menyimpan rasa kepada Arka.

"Urusin aja nikahan lo dulu, baru urusin orang lain" elak Mia. Ia mendesah pelan. Ini bukan sekali atau dua kali ia mendapatkan pertanyaan seperti itu. Dari teman-temannya saat SMA, kuliah, hingga sudah kerja sekarang saja Mia selalu bingung jika ditanya kejelasan hubungannya dengan Arka. Mereka dekat, pasti. Tapi satu hal yang Mia tahu pasti, kedekatan mereka tidak pernah sampai pada level yang dipertanyakan orang-orang. Ia dan Arka hanya dekat, bersahabat, layaknya kakak dan adik. Cukup sudah. Tidak ada hubungan lain yang mengikat mereka. Dan jika orang-orang masih ngotot bertanya pun Mia sendiri bingung hendak menjawab apa.

Setengah jam kemudian, usai puas menyanyikan segala genre lagu, mereka keluar dari gedung karaoke tersebut. Stefan dan Luna sudah pulang duluan. Tinggal Arka dan Mia yang sekarang berjalan beriringan di trotoar.

"Kamu langsung pulang ke kosan, Mi?" tanya Arka sambil mempererat jaketnya. Diliriknya Mia yang sekarang berjalan dengan kepala tertunduk. Mia hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Kamu kok lesu banget sih, Mi? Kamu sakit?" tangan Arka langsung menyentuh dahi Mia. Ditekankannya sebentar, lalu keningnya berkerut. "Gak panas. Gak dingin juga, tapi kamu kenapa lesu gitu. Padahal tadi di dalam kamu heboh banget"

Mia mengangkat kepalanya. Ditatapnya sosok pria di hadapannya. Lima detik berlalu, ia menghela nafas panjang sebelum menjawab. "Aku gak kenapa-napa. Mungkin kebanyakan makan pas di dalam" Ia terkekeh pelan. Meyakinkan pria di hadapannya bahwa ia baik-baik saja.

"Yee, lagian gimana gak makin gendut tuh badan diajak karokean malah makan. Dibilang gendut marah. Dasar cewek!"

Tawa Arka pecah saat melihat ekspresi muka Mia yang langsung berubah begitu dikatai gendut. Bagi Arka, tampang marah Mia terlihat lucu sekali. Meskipun Mia berusaha melototkan matanya lebar-lebar, tetap saja tidak bisa merubah kodrat matanya yang sudah sipit sejak lahir. Apalagi pipinya yang chubby malah membuat matanya semakin tenggelam.

"Bilangin aku gendut sekali lagi, aku pastiin kamu bangun gak punya rambut lagi" ancam Mia sangar. Arka terdiam, buru-buru menyentuh kepalanya yang berambut gondrong. "Bukan cuma rambut gondrong kamu, bahkan bulu mata, alis, kumis, jenggot, semuanya aku cukur."

"Ada yang kurang tuh. Bulu yang di bawah gak sekalian?"

Mia terdiam, memikirkan perkataan Arka barusan dan begitu sadar ia langsung menggebuki Arka dengan tasnya. "Dasar Arka mesum, otaknya bokep semua!"

Arka lagi-lagi tak bisa menahan tawanya. Air matanya hampir keluar sangking bahagianya meledek Mia yang mukanya memerah tiba-tiba. "Mesum apanya sih, Mi? emang bulu yang di bawah apaan coba? Maksud aku kan bulu kaki, nih bulu kaki" Arka menggulung celananya, memperlihatnya kakinya dihiasi rambut lebat. "Nah ketahuan kan siapa yang lebih bokep otaknya"

"Bodo ah. Gak mau denger!" Mia menutup telinganya. Mempercepat langkah kakinya dan meninggalkan Arka yang masih tertawa senang di belakang.

Mereka sampai di halte bus lima menit kemudian. Mia menyilangkan erat kedua tangannya di depan dada. Berusaha mengusir udara malam yang dingin. Ia baru saja duduk di salah satu bangku kosong saat merasakan sesuatu yang hangat tersampir di pundaknya.

"Makanya jangan lupa bawa jaket kalau keluar malam. Dingin kan!" Arka duduk di sampingnya. Membenarkan letak jaket di badan Mia.

"Ngapain aku bawa jaket kalau ada kamu"

"Jadi kamu seneng kalau aku kedinginan gini?" Arka pura-pura menggigil. Tapi hanya dibalas cibiran oleh Mia.

"Maaf ya, coba motor aku gak rusak pasti aku anterin kamu ke kosan. Jadi kita gak perlu naik kendaraan umum gini" ujar Arka saat mereka sudah masuk ke dalam bus. Untungnya ada kursi yang kosong. Jadi mereka tidak perlu berdiri hingga ke halte tujuan mereka.

"Aku biasa kok naik busway" balas Mia cepat.

"Tunggu aku jadi bos besar ya, nanti kamu gak aku anter pake mobil mewah lagi, tapi pake jet pribadi"

"Cari kerja dulu, baru boleh mimpi punya jet pribadi"

Arka menggaruk rambut gondrongnya. Terkekeh pelan. Kalau sudah membahas masalah kerja begini, ia mengaku kalah. Tapi liat saja nanti. Dapet kerja boleh belakangan, tapi lihat siapa dulu yang dompetnya paling tebal. Hiburnya pada diri sendiri.

Beda dengan Arka yang sekarang menyengir lebar membayangkan dirinya jika sudah menjadi bos besar, Mia kembali terdiam. Entah kenapa pertanyaan Luna tadi kembali terngiang. Perlahan, diliriknya Arka yang sedang tersenyum sendiri. Melihatnya begitu, mau tak mau ia ikut tersenyum. Tapi senyum itu perlahan memudar begitu ia kembali menyadari keadaan mereka sekarang.

Sudah lima belas tahun lamanya ia mengenal Arka, sudah selama itu juga mereka selalu bersisian seperti ini. Sudah selama itu juga diam-diam Mia memperhatikan segala gerak-gerik Arka. Selama itu juga Mia selalu berada di barisan paling depan jika Arka membutuhkan bantuan. Selama itu juga Mia selalu merasakan darahnya berdesir saat Arka memperlakukannya dengan manis. Dan selama itu juga lah Mia sadar, bahwa sudah terlalu lama ia bersembunyi di balik kedekatan mereka. Sudah terlalu lama Mia menikmati perannya hingga tidak sadar bahwa sudah sebanyak itu waktu yang terbuang sia-sia.

Bus yang mereka tumpangi berjalan lancar membelah jalanan ibu kota yang mulai sepi. Dibalik kaca yang berembun, Mia menyandarkan kepalanya. Tak apa baginya jika terus menerus seperti ini. Baginya, selalu berada di sisi Arka cukup membuat dirinya puas. Mia berkali-kali meyakinkan dirinya, bahwa waktu itu akan tiba. Akan tiba dimana ia dan Arka berjalan bersisian dengan status baru. Status dimana orang-orang tidak perlu lagi mempertanyakan kejelasannya.

Tapi nyatanya, besok maupun hari selanjutnya, waktu itu belum juga datang. Bahkan dua bulan kemudian, usai Luna dan Stefan menyelenggarakan pernikahan mereka, ia masih berada pada pada level dimana keadaannya sekarang. Masih menjadi Mia yang diam-diam menatap seorang Arkana dengan perasaan mendamba. Masih menjadi Mia yang terus bertanya, sampai kapan seorang Arkana menganggapnya lebih dari sekedar sahabat.

*** 

Malam semuanya!!!

Entah apa yang buat aku nekat ngepost cerita ini, padahal ceritaku satu lagi aja belum kelar dan masih jauh dari kata kelar. Tapi ya berhubung tangan ini gatel pengen ngepos, ya sudah akhirnya, aku perkenalkan dua tokoh baruku, Arka dan Mia. 

Kalau kalian baca part satu ini, pasti semua bisa nebak kalau cerita ini tentang friendzone. kedengerannya mainsetrum ya, bayangin udah berapa banyak cerita dengan tema yang sama seperti itu. Tapi, di cerita ini, aku berharap bisa menyajikan sesuatu yang baru buat kalian. dan pastinya mau negasin kalau di-friendzone itu gak enak, bro! Pait, pait banget. buat yang ngalamin, sabar ya! sini gabung sama tokoh baruku, biar bisa galau bareng, tapi jangan sampe baper berkelanjutan!

ya udah deh, daripada banyak omong, aku kabur dulu. 

bye! thanks buat yang baca dan jangan lupa vote dan komennya!

salam 

Jakarta, 13 Januari 2016

FennyZR 

Continue Reading

You'll Also Like

281K 17.1K 41
Kuno. Satu kata yang selalu terselip di benak Jenni Subagyo mengingat bahwa dirinya sudah memegang status istri di usia yang terbilang sangat muda...
192K 4.4K 52
Cerita ini hanya bercerita tentang perjodohan biasa. perjodohan ini tidak memaksa dan tidak ada paksaan. Kedua belah pihak setuju. Hanya karena satu...
263K 22.7K 73
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
117K 475 10
❗ CERITA YANG DISEBELAH PINDAH KESINI YA GESS!! Lelaki bernama ARYA HARSEN MATRIX, merupakan seorang CEO diperusahaan ayahnya. telah memiliki pujaan...