Never Ever [END]

By little_wm

582K 7.4K 14

Viola yang pernah dikecewakan sudah tidak percaya lagi dengan hubungan dan berusaha hidup lepas dari bayangan... More

Chapter 00
Chapter 02 - Sean Kingston
Chapter 03 - Meet Again
Chapter 04 - The Same Black Eyes
Chapter 05 - Packed Meal
Chapter 06 - Engagement Day

Chapter 01 - The Beginning

60.9K 1.7K 4
By little_wm

Dimalam yang dingin di kota N, nampak seorang gadis muda bertubuh mungil merapatkan jaketnya menutupi hawa menusuk dari dinginnya angin malam. Tubuh gadis muda itu tenggelam dalam balutan jaket besar yang di kenakannya.

Gadis muda itu melangkah cepat menuju gedung apartemen yang menjulang tinggi didepannya. Karena tidak kuat dengan hawa dingin yang menusuk tulang, gadis muda itu akhirnya berlari kecil sampai akhirnya memasuki pintu depan gedung apartemen, setelah itu berjalan menuju lift dan menekan tombol untuk naik keatas.

Setelah pintu lift terbuka gadis muda berperawakan kecil itu langsung memasuki lift lalu menekan tombol sembilan dimana lantai tersebut adalah lantai tempat gadis muda itu tinggal. Saat pintu sudah tertutup gadis muda itu baru memperhatikan sekeliling dan ternyata hanya seorang wanita yang berumur sekitar pertengahan dua puluh tahunan di dalam lift bersama dirinya yang merupakan tetangga sebelah kamarnya. Untuk menunjukkan kesopanan gadis muda itu mengangguk singkat kepada wanita tersebut. Sunyi di dalam sebenarnya sedikit membuat gadis muda itu tidak nyaman, namun gadis itu tidak mau terlalu dekat dengan tetangganya karena sudah tahu betul bahwa wanita tersebut sering bertengkar dengan suaminya bahkan didepan lorong apartemen, terkadang bahkan teriakan mereka terdengar sampai kamar. Setelah merenung sejenak akhirnya bunyi lift berdenting dan pintu terbuka pada lantai sembilan.

Gadis muda itu segera keluar dari lift disusul oleh wanita tetangganya, berjalan menyelusuri lorong ke arah pintu apartemen tempatnya tinggal.

Menggeser sedikit tas kecilnya yang menghalangi, gadis itu menjulurkan tangan untuk menekan tombol sandi pada pintu apartemennya. Ketika bunyi pintu terbuka gadis muda itu masuk dengan disambut suara yang dikenalnya.

"Nona Muda." Di depannya berdiri gadis bertubuh tinggi yang menundukkan kepalanya hormat.

Gadis muda itu menghela nafas lelah sambil meletakkan sepatunya di rak sepatu, tidak heran bahwa gadis tinggi itu ada didalam apartemennya. "Kenapa kamu selalu mengikutiku, dan sudah kubilang jangan memanggilku Nona Muda jika bukan di rumah besar, panggil aku Viola."

Gadis tinggi itu tidak menghiraukan protes Nona Mudanya. "Saya selalu bisa menemukan Nona Muda, lagi pula untuk apa bekerja begitu keras, Tuan Besar dan Nyonya Besar sangat menghawatirkan anda."

Gadis muda itu memutar matanya kesal. "Sebaiknya kamu meminta Paman Wesli untuk memberikanmu pekerjaan lain, dari pada mengikutiku terus Thysa."

"Saya adalah pelayan pribadi Nona Muda, mengapa saya harus mencari pekerjaan lain? saya akan mempermalukan nama keluarga Costin jika melakukan itu."

Gadis muda bernama Viola itu hanya mencibir sebentar lalu berjalan masuk. Rumah besar yang dimaksud Viola adalah rumah keluarga Manson. Keluarga Costin sudah turun temurun melayani keluarga Manson dimana tugasnya bukan hanya menjadi pelayan biasa melainkan juga menjadi penjaga pribadi yang sudah terlatih sejak dini untuk melindungi Tuannya.

Wesli Costin merupakan kepala pelayan di rumah besar dan juga Ayah dari Thysa. Walaupun umur Viola lebih muda dari Thysa, namun Thysa selalu menghormati Nona Mudanya. Thysa sudah di tugaskan menjadi pelayan pribadi sejak Viola kecil untuk membangun ikatan yang kuat antara Tuan dan Pelayan. Namun karena sudah menjaga sejak kecil Thysa sebenarnya menganggap Viola sebagai adik kecilnya. Setelah sedikit trans Thysa menyusul Nona Mudanya.

"Saya akan menyiapkan air mandi anda, Nona Muda."

"Tidak perlu, aku akan menyiapkan sendiri."

"Baik Nona Muda, kalau begitu saya akan menyiapkan makanan."

Viola menggangguk setuju lalu berjalan menuju kamarnya untuk mandi. Menyalakan air untuk mengatur suhu setelah itu melepas semua baju ditubuhnya dan berendam dalam air hangat. Sebenarnya Viola terlahir sebagai salah satu keluarga kaya di kota N, semua orang pasti mengenal betapa kayanya keluarga Manson. Namun Viola pernah mengalami masa lalu yang tidak bisa dia lupakan sehingga dia mulai menjauhkan diri dari urusan keluarga Manson dan lebih memilih untuk hidup mandiri.

Saat memikirkan keadaan keluarga Manson, dia tanpa sadar sudah menenggelamkan setengah kepalanya kedalam air. Rambutnya yang panjang dan halus sudah tersebar digenangan air seperti membentuk pulau yang indah dengan warna kecoklatan yang berkilau terpantul cahaya lampu.

Salah satu alasan mengapa dia lebih memilih hidup mandiri karena keluarganya terlalu mengatur ketat semua kehidupannya, mulai dari tata bicara, sikap, makanan, sekolah, les yang harus dia ambil bahkan baju yang dia kenakan setiap hari juga harus diatur. Kehidupan terikat seperti itu terasa mengekang baginya. Apapun yang ingin dia lakukan selalu diatur dan terasa mencekik. Kehidupan normal dan kebebasan adalah salah satu pencapaian hidupnya. Namun bukan hanya itu saja, ada alasan lain yang membuatnya ingin hidup normal.

Gadis muda itu menghela nafas sambil menatap langit-langit kamar mandi. Mengenang masa lalu saat dirinya di bangku sekolah menengah pertama.

***

Saat itu adalah tahun pertamanya disekolah menengah pertama. Seperti biasa kehidupannya selalu diatur. Pagi itu dia berangkat kesekolah menggunakan mobil dengan supir yang selalu mengantarnya setiap hari, ditemani oleh Thysa yang selalu menjaganya. Perjalan kesekolah terasa membosankan baginya, untuk menghilangkan rasa bosan dia menoleh kejendela mobil untuk melihat pemandangan, namun bukan pemandangan yang terlihat tapi beberapa siswa yang sedang berjalan kaki sambil bercanda gurau menuju sekolah. Melihat itu matanya langsung memancarkan kilauan cahaya. Baginya kehidupan sekolah haruslah seperti itu karena selama dia bersekolah belum pernah sekalipun dia bisa berangkat bersama teman-temannya dengan tawa dan canda. Sebelum mengambil sekolah menengah pertama, Viola menjalani kehidupan sekolah dasar dirumah karena kedua orang tuanya yang terlalu khawatir jika dia bersekolah di luar, baru saat inilah Viola bisa menjalani sekolah menengah pertama di luar rumah.

Hingga sampai disekolah mata Viola masih berbinar. Dia berlari kencang menuju kelas ketempat teman-temannya berkumpul. Thysa yang mengantar sampai gerbang hanya bisa menyuruhnya berlari perlahan karena peraturan sekolah hanya boleh mengantar sampai gerbang saja. Sesampainya dikelas ada empat gadis yang seumuran dengannya sedang memilah pewarna bibir dan pipi keluaran terbaru. Seperti biasa semua temannya sangat senang berdandan, sebenarnya ada peraturan disekolah siswa tidak boleh berdandan namun rata-rata siswa disekolah ini adalah anak dari keluarga kaya dari berbagai macam perusahaan, sehingga sekolah tidak berani untuk menyinggung mereka termasuk keempat temannya. Namun diantara semua anak kaya tersebut yang paling ditakuti dan terkaya adalah keluarga Manson. Karena ada rumor yang mengatakan bahkan kekayaannya tidak akan pernah habis berkat bisnis elektronik keluarganya yang terkena.

Keempat temannya akhirnya sadar akan kehadirannya. "Viola sudah datang." Kata yang berambut keriting bernama Zanet dari keluarga Johnson.

"Aku membawa produk bibir terbaru, cobalah." Bowie menarik tubuhnya untuk mencoba. Bowie dari keluarga Miller merupakan salah satu pengusaha kosmetik terkenal.

"Teman-teman dengarkan aku-" Belum selesai bicara bibirnya sudah diberi pewarna bahkan tanpa persetejuan. Dia hanya bisa menghela nafas menerima perilaku temannya.

"Warna ini sangat cocok untukmu." Daisy sepupu Bowie bersorak senang melihatnya dipaksa memakai pewarna bibir, belum lagi Laura dari keluarga Carter yang entah dari mana tiba-tiba memakaikan pewarna pipi.

Dia hanya bisa tertawa geli meladeni antusias teman-temannya. "Berhentilah mendadaniku."

Keempatnya balas tertawa senang, tubuhnya yang lebih kecil diantara semua siswa seumurannya, karena itulah keempatnya sangat senang mendadaninya. Itu terlihat imut.

Pertemanan ini adalah salah satu kebahagiaan dihidupnya. Selama belajar dirumah dia tidak pernah mempunyai teman, saat sekolah menengah pertamalah pertama kalinya Viola mempunyai teman. Hingga akhirnya dia ingat apa yang ingin dia katakan kepada keempatnya.

"Ah... Berhenti, ada yang ingin aku katakan kepada kalian." Akhirnya keempat temannya berhenti mendandaninya.

"Apa yang ingin kamu katakan?." Laura bertanya.

"Aku ingin pulang sekolah dengan kalian, bukan dengan mobil." Menatap keempatnya dengan mata penuh harap.

Daisy menatapnya bingung. "Lalu dengan apa?."

"Aku ingin berjalan kaki bersama kalian". Menundukkan kepala dengan malu-malu dan pipinya memerah.

"Kamu serius?." Zanet sangat terkejut karena permintaanya.

Viola mengangkat kepala masih dengan pipi memerah sambil memilin jari-jari tangannya yang mungil. "Aku sangat ingin kita pulang bersama sambil berjalan kaki."

Keempatnya tertawa canggung hingga akhirnya Bowie membuka suara. "Sepertinya itu ide bagus."

"Ya.. kurasa itu ide yang sangat cemerlang." Daisy menatap sepupunya ragu.

Air mata hampir saja turun dari matanya, dia tidak menyangka ternyata teman-temannya sangat mengerti perasaannya bahkan ingin mengabulkan permintaannya. Kalau dipikir memang selama ini mereka berempat selalu mendukungnya dan tidak pernah menolak permintaannya. Rasanya sangat bahagia memiliki orang yang bisa dibagi kebahagiaan bersama.

Tiba saatnya pulang sekolah mereka berkumpul bersama didepan kelas untuk merencanakan rute jalan pulang bersama. Namun panggilan alam menyuruhnya untuk kekamar mandi. Keempatnya menunggu didalam kelas.

Setelah kembali dari toilet, dia berjalan pelan menuju kelas, namun sebelum sampai pintu dia mendengar bisikan dari dalam kelas.

"Bukankah menurut kalian ini sangat konyol?." Suara Zanet bergema diruangan kelas.

"Aku juga merasa kesal, untuk apa kita berjalan kaki padahal kita punya mobil? Hanya membuang waktu." Bowie memutar matanya kesal.

"Sangat melelahkan mengikuti semua kemauan Viola, Dia tidak pernah berdandan seperti kita dan sekarang dia ingin pulang berjalan kaki? Aku sudah tidak tahan!" Laura bahkan tidak berbisik karena sangat kesal.

"Ssstt.. Pelankan suaramu! Bagaimana jika Viola mendengar?" Daisy yang panik menutupi bibir Laura.

"Biarkan saja dia dengar! aku sudah muak! Hanya karena keluarganya yang berkuasa dia sangat menyebalkan, permintaannya selalu menyusahkan kita, kalau bukan karena keluarga kita takut dengan keluarga Manson, aku juga tidak mau berteman dengannya!"

"Aku juga. Kalau bukan karena keluargaku sangat dibantu oleh keluarganya aku juga tidak ingin berteman dengannya. Terkadang permintaannya tidak seperti keluarga Manson, dia bahkan ingin berjalan kaki seperti rakyat jelata, menjijikkan"

Setelah itu entah apalagi yang mereka katakan dia sudah tidak sanggup mendengar. Dia berlari dengan air mata.

Keesokan harinya Viola kembali kesekolah disambut oleh keempat temannya.

"Kemarin kamu kemana? Kami menunggumu dikelas."

"Aku tidak enak badan jadi aku pulang duluan, Bukankah Thysa sudah memberitahu kalian?" Tanpa menunggu jawaban keempatnya Viola duduk dibangku paling depan untuk mengindar karena biasanya mereka berlima akan duduk dibarisan belakang.

Melihat itu keempatnya terkejut, Viola sebelumnya belum pernah begitu sinis kepada mereka. "Ada apa dengannya?" Ujar keempatnya pelan.

Selama pelajaran siswi disamping kiri melirik Viola terus menerus, seingat Viola namanya adalah Elena Baker, karena kepintarannya Elena bisa mendapatkan beasiswa di sekolah elit ini walaupun keluarganya miskin. Merasa risih akhirnya Viola bertanya.

"Ada apa?"

"Kamu sangat cantik." Elana membuang muka dengan malu.

Viola tertegun sejenak lalu tersenyum. "Terimakasih, kamu juga cantik."

"Aku... aku tidak cantik." Elena menutupi wajahnya dengan rambut.

"Mengapa kamu berfikir begitu?"

"Karena aku miskin."

Viola terkejut. "Apakah kecantikan diukur dari harta? Aku tidak berfikir begitu, karena kecantikan juga bisa dinilai dari sikap kita, bukankah begitu?"

Elena terkesiap sambil menatap Viola ragu. "Um.."

Melihat suasana yang canggung akhirnya Viola berusaha mencairkan suasana "Bagaimana jika kita makan bersama setelah kelas, kudengar hari ini makanan dikantin sangat enak."

"Kamu... kamu ingin makan bersamaku?"

"Tentu saja, kenapa aku tidak ingin makan bersamamu?"

"Karena kita berbeda". Elena menunduk malu.

"Apanya yang berbeda?"

"Keluarga kita."

"Sudah kubilang jangan menilai seseorang dari harta, sudahlah jangan dibahas lagi. Aku hanya ingin makan bersama, kamu tidak mau?"

Elena ragu sejenak, selama dia bersekolah di sini belum pernah ada yang mau berbicara padanya bahkan mengajak makan bersama. Merasa ini kesempatannya untuk mendapatkan teman akhirnya Elena setuju. "Um.. aku mau."

Setelah hari itu Viola menjauh dari keempat temannya yang dulu dan mulai berteman dengan Elena, karena rumah Elena memang dekat dari sekolah sehingga keduanya sering berjalan kaki mengantar Elena pulang sedangkan Thysa bersama supir mengikuti mereka dari belakang. Di akhir pekan Viola suka mengajak Elena berbelanja atau makan di restauran. Elena sangat bahagia dan menerima semua yang di berikan Viola bahkan terkadang tanpa malu Elena meminta Viola membelikan sesuatu. Kehidupan miskin ditambah bersekolah di sekolah elit yang berisi murid kaya membuat Elena serakah tanpa dia sadari.

Suatu hari Viola tidak masuk sekolah karena sakit. Elena merasa sedih karena kembali sendiri di sekolah. Biasanya sepulang sekolah terkadang mereka pergi ke kafe mahal sambil belajar bersama. Elena sangat suka makan kue manis di kafe. Elena merapikan tasnya bersiap untuk pulang, namun sebelum selesai Laura sudah melempar tasnya ke lantai, Elena terkejut berusaha mengambil tas nya kembali namun Zanet sudah mengambil lebih dulu lalu menggunting tas Elena. Murid yang masih tersisa dikelas tidak berani ikut campur mengingat seberapa kuatnya keluarga mereka berempat.

"Kenapa... Kenapa kalian melakukan ini?"

Zanet berdecih jijik. "Kenapa? Karena kamu mengambil perhatian Viola, bukankah ini tas yang kamu minta dari Viola? Tidak tahu malu!"

Elena menggertakkan gigi kesal entah keberanian dari mana Elena kembali membentak.

"Viola hanya ingin berteman denganku, dia tidak akan mau berteman dengan orang seperti kalian!"

Laura membelalak terkejut. "Kamu... kamu orang miskin berani membentak kami?! Bukankah kamu yang tidak tahu malu seperti parasit? Ingat tempatmu!"

Elena gemetar karena malu. "Akut tidak! Viola yang dengan sukarela memberikannya."

"Itu karena dia tidak sadar kamu manfaatkan! Ah.. aku sangat kesal." Zanet mendorong Elena hingga terjatuh ke lantai.

Air mata Elena perlahan turun. "Apa... Apa hak kalian berbuat seperti ini?"

Bowie tertawa sambil menatap jijik Elena. "Itu karena kamu dari keluarga miskin, jangan bermimpi menjadi Cinderella, kamu hanya terlihat seperti parasit."

Keempatnya tertawa mengejek sambil meninggalkan Elena yang masih menangis di lantai kelas.

Semenjak itu Elena menjadi pendiam, Viola berusaha bertanya namun Elena hanya menjawab tidak apa-apa, Viola mengira karena tas sekolah Elena yang rusak mungkin membuatnya sedih. Elena tidak pernah memberitahu Viola bahwa tas sekolahnya dirusak oleh keempat orang tersebut, Elena hanya berkata bahwa tasnya tidak sengaja tersangkut sehingga rusak. Untuk menyenangkan Elena, akhirnya Viola mengajak Elena membeli tas sekolah baru, namun Elena bukan hanya ingin tas sekolah baru tapi meminta hal lain seperti tas untuk main dan baju baru, namun Viola menuruti semua kemauannya agar Elena tidak sedih lagi.

Setiap Viola tidak masuk entah karena sakit atau acara keluarga, Elena akan selalu dikerjai oleh keempat orang tersebut.

Suatu hari setelah pulang sekolah Elena mengajak Viola menemaninya ke kamar mandi, yang membuat bingung Elena mengajaknya ke kamar mandi disebelah gedung olahraga dimana kamar mandi tersebut jarang dilewati orang. Tanpa diduga saat memasuki kamar mandi Elena langsung mencekik lehernya.

"Elena..?" Viola membelalak tidak percaya.

"Ini semua karena kamu! Karena kamu hidupku menderita!" Elena mendorong Viola sampai membentur dinding kamar mandi.

"Apa.. apa maksudmu Elena?" Kata Viola tersendat sambil memegang tangan Elena untuk melepaskan cengkramannya namun karena badan Elena yang lebih besar maka tenaganya lebih kuat.

"Karena kamu aku dikerjai oleh keempat orang sialan itu! Memangnya salahku karena terlahir miskin?! Akupun tidak mau menjadi orang miskin!" Histeris Elena.

Viola terbelalak kaget, bukan hanya karena keempat mantan temennya mengerjai Elena namun lebih karena Elena akan berbuat seperti ini.

"Kenapa hanya karena kamu dari keluarga kaya semua orang menyukaimu! Kenapa hanya aku yang disiksa?!" Elena semakin kuat mencengkram leher Viola seakan ingin membuat Viola kehabisan nafas. Viola meneteskan air mata sedih. Kehidupan pertemanannya selalu menyakitkan. Sebelum kehabisan nafas pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Thysa yang melihat Nona Mudanya tercekik langsung melepaskan cengkraman Elena kemudian mendorong Elena sampai jatuh ketanah dengan keras. Saat Thysa ingin memukul, Viola langsung mencegah Thysa, sambil terbatuk Viola membawa Thysa keluar.

"Nona Muda, saya harus menghajarnya!"

"Biarkan saja dia". Viola menatap Thysa dingin.

Thysa terkejut dengan tatapan Nona mudanya yang bisanya selalu ramah sekarang menjadi dingin. "Nona Muda?"

"Bagaimana kamu bisa masuk sekolah?"

"Apa yang tidak bisa dilakukan atas nama keluarga Manson? Sekolah tidak bisa mencegah saya untuk mencari Nona muda."

"Bagaimana kamu tahu aku di kamar mandi gedung olahraga?" Tanya Viola tajam.

"Maafkan saya Nona Muda, saya melacak melalui ponsel, saya curiga saat Nona Muda tidak keluar dari gedung sekolah."

Viola mengerutkan kening, dia lupa bahwa setiap pelayan pribadi memiliki akses untuk melacak Tuannya.

"Aku ingin pulang."

Thysa mengangguk lalu memeriksa leher Viola, terlihat sedikit kemerahan namun tidak fatal. Merasa Nona Mudanya baik-baik saja akhirnya Thysa membawa Viola ke dalam mobil.

Selama perjalanan pulang Viola menceritakan semuanya. Thysa dengan marah ingin langsung melapor ke Ayahnya namun Viola langsung mencegahnya.

Setelah hari itu Viola pindah sekolah, menjadi orang tertutup tidak ingin berteman dengan siapapun dan tanpa sepengetahuan Nona Mudanya, Thysa memindahkan Elena kesekolah terburuk di kota N.

***

Ketukan pintu kamar membuatnya tersadar dari lamunan tentang masa sekolahnya.

"Masuk". Viola keluar dengan membalut tubuhnya menggunakan handuk.

Pintu terbuka menampilkan Thysa yang berada didepan pintu. "Saya sudah membuat makanan untuk Nona Muda, makanlah sebelum tidur."

"Terimakasih, aku akan memakai baju dulu."

Thysa ingin bergerak menyiapkan baju namun Viola langsung menggangkat tangan sebelum Thysa bisa bertindak "Aku bisa sendiri."

Terpaksa Thysa mengganguk lalu keluar dari kamar. Thysa menghela nafas pelan. Dulu Nona Mudanya sangat kecil dan imut, namun semenjak sekolah menengah pertama Nona Mudanya yang imut berubah menjadi lebih dingin.

Setelah pintu benar-benar tertutup, Viola berjalan menuju lemari untuk memakai baju piyama panjang bergambar kelinci kesayangannya, Setelah memakai baju, dia mengambil ponsel dan membawanya kemeja makan. Hanya ada satu piring di meja, sepertinya Thysa sudah makan selagi dirinya mandi. Viola menatap lapar pada sandwich diatas meja, namun sebelum bisa menyantap makanan, ponsel diatas meja berdering nyaring.

Tertera tulisan "Ibu" dilayar ponsel. Terkadang Viola merasa bersalah pada Ibu dan Ayahnya karena keluar dari rumah besar.

"Ibu, ada apa?"

"Ibu dan Ayah sudah membicarakan masalah ini denganmu sebelumnya, kami sudah menemukan pria yang cocok untukmu."

"Ah.. Tentang itu." Keringat dingin mulai muncul didahinya.

"Ibu tahu kamu tidak menyukai ini, namun kamu harus menepati janjimu Viola."

Untuk menukar kebebasannya dengan menikahi pria pilihan Ibu dan Ayahnya. Namun dia tidak menyangka akan secepat ini, dia bahkan masih Sembilan belas tahun.

"Ibu.. bukankah ini terlalu cepat?" Tangannya sudah bergetar karena panik. Dia bahkan baru merasakan kebebasan.

"Kami bahkan sudah merelakanmu yang merupakan anak kami satu-satunya untuk hidup berpisah. Sampai kapan ingin membuat Ayah dan Ibu kecewa?"

Menghela nafas merasa bersalah Viola akhirnya bergumam setuju.

"Maafkan aku, Ibu."

"Jadilah baik, Ibu dan Ayah sangat ingin kamu bahagia."

Setelah itu sambil mengucapkan selamat malam akhirnya mereka mengakhiri panggilan. Viola menghela nafas gusar sambil menatap makanan diatas meja, bahkan nafsu makannya terkuras karena percakapan tadi.

Kebebasan yang diinginkannya tidak seperti ini. Bahkan dia yakin calon suaminya pastilah dari keluarga yang lebih terhormat dan disiplin dari pada keluarganya. Entah apa yang akan terjadi pada kehidupannya dimasa depan.

Continue Reading

You'll Also Like

9.7K 442 52
Melisa sudah berpacaran dengan Bentala Bumi selama 3 tahun. Namun keputusan Ben untuk melanjutkan study ke Aussie membuat Melisa patah hati. Di awal...
3.7M 28.1K 29
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
902K 54.8K 43
Kalluna Ciara Hermawan memutuskan untuk pulang ke kampung Ibu nya dan meninggalkan hiruk pikuk gemerlap kota metropolitan yang sudah berteman dengan...
103K 6.7K 36
Setelah bertahun-tahun berlalu, Kamaisha kembali bertemu dengan si pemerkosa. Lelaki itu kini telah menikah, tapi belum memiliki anak. Kamaisha yang...