Fated to Love You

By YuniSaussay

307K 19.2K 843

(SUDAH TERBIT) Daviss terjangkit penyakit aneh, dia merasa lidahnya iritasi setiap kali tidak bertengkar deng... More

Pirang Albino Abran
Something Weird
5 Jurus Jitu
Let's Play! Truth or Dare?
Burning
Mission Impossible
What happen, Daviss?
Kemana Abran si congkak?
Get well soon, Abran!
The Secret Mission
Still...
On Fire
Lost Side
Good News "Naik Cetak"
vote cover
Kuis lagi
pengumuman kuis kemarin
Open Pre-Order Fated to Love You

Need to See U

10.6K 1.2K 22
By YuniSaussay

Daviss Abran, sebenarnya apa yang ada di balik kepala pirang itu?! Baru tiga hari sudah membuat kepalanya berdenyut, bukan hanya karena tingkah anehnya, tapi... perlakuan dia yang sedikit manis walaupun masih sering marah-marah, tapi itu membuat Reina cukup salah tingkah menghadapinya.

Reina kembali mendengus saat matanya bersirobok dengan sofa yang memiliki warna paling kontras di kamarnya. Kemarin dia bertengkar hebat dengan pemuda pirang itu karena masalah sofa, mungkin bagi si pirang, itu adalah masalah yang sangat tidak penting untuk dibahas, namun bagi Reina itu adalah segalanya.

Bukan, bukan karena harganya yang mahal atau murah, bukan juga karena enak dipakai atau tidaknya, tapi masalahnya sofa itu adalah pemberian sang Ayah saat dirinya pertama kali masuk universitas ini, mengingat dia harus tinggal di asrama.

"Waw... Rei, kau beli sofa baru? Ck, kukira kau akan mempertahankan sofa tuamu itu sampai hari kelulusan nanti." Seseorang baru saja datang dan mengoceh tak ada hentinya.

"Emi, maaf.. sebaiknya kau tidak duduk di sana-"

"Kenapa? Kau tidak mau kalau sofa barumu ku pakai? Takut cepat lepek busanya?"

"Errr... bukan,"

"Lalu?"

"Itu bukan sofaku, dan aku berniat untuk mengembalikannya."

Tik tok

Tik tok

Emily menautkan kedua alisnya, "Maksudmu?"

Bagaimana Reina menjelaskannya? Saat ia pulang dari kamar si pirang, tau-tau sudah ada sofa hijau itu di tengah ruangan dan sofa peach kesayangannya raib tak ada di manapun.

"Entahlah, bagaimana sofa itu bisa masuk ke kamarku. Tapi... itu milik Abran."

"WHAT? JADI SOFA INI PEMBERIAN SI ALBINO BUSUK AB-"

Mulut beo Emily segera diamankan oleh kedua tangan kurus Reina, bisa terjadi tornado kalau sampai fans girl si pirang mendengar ini.

"Emi... pelankan suaramu! Bisa-bisa satu asrama tahu masalah ini, dan besoknya aku ditemukan mengapung di danau belakang!"

Emily memutar bola matanya, "Kau berlebihan Reina. Well, aku masih belum percaya kalau si albino itu mengirimimu hadiah,"

"Otaknya sedang tidak waras, Em. Jadi tak aneh kalau dia melakukan sesuatu yang mustahil begini padaku."

'Bahkan dia menci- tidak tidak tidak! Jangan pikirkan hal itu lagi Reina, si pirang itu seharusnya diberi pelajaran karena sudah berani menyentuh bibirmu!'

Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat, setidaknya dia harus bertahan sampai si pirang itu mendapatkan kembali ingatannya. Benar, Reina tidak boleh jatuh cinta, dunia mereka begitu berbeda seperti kisah Romeo dan Cinderella

*

*

*

BRAK!!! Pintu baru saja ditutup kencang oleh seseorang. 'Akhirnya dia datang juga!' batin pemuda pirang yang sedang duduk di balkon jendela seperti biasanya.

"Ck, kukira kau masih menangisi sofa bututmu. Rindumu mengalahkan rasa jengkelmu padaku, eh?" Ejeknya tanpa melihat siapa yang sekarang berdiri di ambang pintu.

"Mate, kau sedang bicara dengan siapa?"

Tubuh Daviss seketika berjengit. Sial! Ia kira yang datang barusan adalah Chryssan.

"Shit, Theo! Kenapa kau membanting pintu kamarku? Kukira si Chryssan yang datang!"

"Merindukannya, mate?" kini Theo yang mengembalikan ejekannya

"Iy- TIDAK! Tentu saja tidak. Mana mungkin aku merindukan gadis semak itu!"

Lihat, lidah memang benar-benar tidak bertulang, tapi tidaklah mudah untuk mengelabui seorang Theodore.

"Ada apa denganmu? Senyummu sangat mengerikan, Theo!"

Theo memberikan seringai terbaiknya, ya walau tak sebaik seringai milik Daviss, tak apa, yang penting masih bisa membuat si pirang itu kebakaran jenggot.

"Sore ini aku ingin mengajak Alice keluar, dan see... aku sudah membuat list agar dia mau memutuskanku." Ujarnya seraya memberikan secarik kertas.

Theodore broken-up list!

1. Mengajak Alice ke kebun binatang lalu meninggalkannya di kandang monyet.

2. Mengajak Alice makan malam, lalu menyuruh Alice yang membayar tagihan karena dia sengaja tak membawa dompet.

3. Pulang jalan kaki dengan alasan kehabisan bensin, lalu dihadang preman bayaran dan berpura-pura lemah tak bisa melawan.

"Cih, ini terlalu mainstream, mate." cibirnya seraya melempar kertas itu pada Theo kembali. "Harusnya kau meninggalkan Alice di kandang singa, itu baru keren. Kalau mau makan malam, mending sekalian tidak usah bayar, itung-itung menambah pengalaman bermalam di kantor polisi."

Theo melotot, "Kau gila! Yang ada Alice malah jadi santapan singa! Dan mau ditaruh dimana nama baik Huge Company kalau keturunan mereka tak bisa membayar makanan seharga puluhan poundsterling sampai harus menginap di kantor kepolisian!"

Daviss tak lagi menanggapi ocehan sahabatnya, otaknya terlalu penuh memikirkan si semak yang dari pagi belum datang ke kamarnya. Apa dia benar-benar marah karena sofa tua itu diganti dengan sofa baru? "Sial, seharusnya dia berterimakasih padaku bukan malah mengamuk tidak jelas hanya karena sofa butut!"

"Ooh, kalian sedang bertengkar? Bagaimana? Apa kau sudah berhasil meluluhkan hati Chryssan? Tapi kalau kulihat, hubungan kalian tak begitu berjalan dengan baik, kau juga tidak pernah mengajaknya keluar untuk sekedar menonton atau makan malam."

Kepala pirang Daviss semakin berdenyut mendengar rentetan ocehan Theo. "Diamlah mate, kau membuatku pusing."

"Well, ngomong-ngomong masalah acara ke luar, sepertinya tadi aku melihat Chryssan menemui laki-laki di depan gerbang lalu dia masuk ke dalam mobil laki-laki itu, sepertinya mereka akan pergi jauh melihat Chryssan membawa ransel besar."

Apa? Jadi darah lumpur itu pergi, sedangkan dia menunggu di sini seperti orang bodoh? FUCK!

"Mate, aku keluar dulu, Alice sudah menunggu di bawah." pamit Theo, namun sebelum ia benar-benar lenyap dari kamarnya, dia kembali bergumam, "Jangan terlalu stress, mate."

Apa-apaan itu? Memangnya wajah tampan miliknya terlihat sedang stress berat? Daviss menggerutu dalam hati.

Tunggu, apa yang dikatakan Theo itu benar? Chryssan pergi dengan seorang laki-laki? Atau kabar ini hanya akal-akalan Theo saja untuk menghancurkan semua rencananya? Daviss harus memastikan kebenaran ini, sebab itu sekarang dia sedang sibuk mengutak-atik ponselnya, mencari nama Chryssan di contact list.

Drrrrrt.... Drrrrt... masih belum tersambung, Daviss kembali mengumpat kesal. Mungkin setelah ini ia akan ganti SIM CARD dengan yang lebih cepat, tidak lemot seperti sim cardnya saat ini.

"Halo... dengan siapa di sana?"

"KAU TIDAK MENSAVE NOMORKU, CHRYSSAN?"

Brengsek! Kenapa dia jadi tak terkendali begini hanya karena Chryssan tak mensave dan tak mengenali nomornya.

"Oh kau, Abran. Maaf aku lupa mensave nomormu. Well, ada perlu apa kau menelponku?"

"MEMANGNYA TIDAK BOLEH?"

Reina yang sedang duduk di jok penumpang sedikit berjengit dan menjauhkan ponselnya saat ledakan kembali terdengar di seberang sana.

"Bukan, maksudku kita beda operator dan sepertinya akan sangat mahal kalau kau menelpon ke nomor-"

Belum sempat Reina menyelesaikan ocehannya karena si pirang itu rupanya terlalu gatal kalau tak memotong ucapan lawan bicaranya. "Memangnya aku semiskin kau sampai harus pilih-pilih saat menelpon!"

"Baiklah, kau kaya dalam segala hal. Lalu, apa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku?"

Terjadi jeda yang cukup panjang, Reina sampai mengira sambungannya telah terputus. "Abran, kau masih di sana?" Reina memastikan kalau sambungannya masih aktif.

"Ya."

"Apa terjadi sesuatu?"

"Kau ada di mana sekarang?" ucapan itu begitu saja meluncur dari bibir Daviss, bahkan ia sendiri setengah tak percaya.

"Aku sedang ke luar."

Kalau Reina tak salah, ia mendengar helaan berat dari lawan bicaranya. "Dengan siapa?"

"Seseorang."

"Laki-laki atau perempuan?"

Ada apa dengan si pirang ini? "Laki-laki."

Dan kembali terjadi jeda yang amat panjang. "Abran, apa terjadi sesuatu padamu? Kau sudah makan? Maaf, seharian ini aku sibuk mengerjakan tugas jadi tak sempat melihat keadaanmu."

"Aku baik-baik saja."

Daviss berujar singkat dan nadanya terlalu dingin. Reina menyadari intonasi itu. "Aku bisa menyuruh Emily untuk mengantarkanmu makan,"

"Tak usah, aku bisa menyuruh orang lain kalau aku lapar."

Reina jadi sedikit merasa bersalah atas kelalaiannya untuk mengurusi Daviss, tapi sedikit tidak masuk akal juga sih, memang Daviss siapanya sampai dia harus repot-repot mengurusi segala macam keperluannya, bahkan sampai ke hal terkecil sekalipun, contohnya seperti menyuapi si pirang albino itu.

"Daviss..." Reian hendak berbicara lagi sampai suara dingin itu kembali memotongnya.

"Aku ingin melihatmu-"

Dan tuuuut... tuuuut... sambungan terputus, hal itu sukses membuat Reina mematung sampai beberapa menit lamanya. Apa yang baru saja didengarnya? 'Aku ingin melihatmu-' apa maksudnya itu? Dasar pirang albino tidak jelas!









Continue Reading

You'll Also Like

813K 52.7K 30
This is a story about Teddy and his first love. Sekuel dari Relationship. Berlatar cerita di California, di mana Teddy mengejar cinta pertamanya, Emi...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
1.6M 116K 47
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
17K 2.2K 19
"Ya, open BO nggak?" Gila! Alea hampir melempari laki-laki yang barusan berbicara itu dengan buku cetak setebal 350 lembar lebih yang ada di tangan k...