Key for Kay

Door zikriyani

135K 9.2K 376

Kaynna. Cewe dingin, cuek, cerdas, namun tak tersentuh. Bahkan tak banyak yang menganggapnya ada. Bagaikan bu... Meer

Part 1-Babak Baru
Part 3-Come and Back
Part 4-An Apologize
Part 5-Telepon dari Key
Part 6-Pick up
Part 7-Kejutan
Part 8-Kepulangan Gea
Part 9-Kesialan atau Nasib
Part 10-Mata Kacamata
Part 11-Masih Dava
Part 12-Dafin Broken's
Part 13-Bully
Part 14-Pelukan
Part 15-Bidadari Kecil
Part 16-Rumit
Part 17-The Evidence
Part 18-Run Away
Part 19-Ayah
Lapak Penulis ; Promo
Part 20-Kencan Pertama
Part 21-Aku Sudah Siap
Part 22-Kebetulan
Part 23-Disappear
Part 24-The same person, but not the feeling
Part 25-Problem
Part 26-Key vs. Ray
Part 27-Bimbang
Part 28-Penjelasan
Part 29-Semakin Yakin
Part 30-Rahasia untuk Kaynna
Part 31-Menyapa Langit dengan Kertas Mimpi

Part 2-Sing to Song

7.9K 494 21
Door zikriyani

Lo ngapain duduk disitu hah?

Aku mengatakannya dalam hati, sambil memberikan tatapan––pergi dari situ––yang hanya dibalas tatapan juga––gue gak akan pergi lagian bangku ini kosong––olehnya.

Hhh, aku menghembuskan nafas secara kasar, lalu menatap ke depan memperhatikan guru Biologiku itu menerangkan.

4 jam pelajaran telah berlangsung, bel istirahat berbunyi tepat setelah Bu Vega mengucapkan salam.

Tidak butuh waktu lama untuk mengosongkan kelas XII-A2 ini. Dengan gesit mereka berjalan menuju pintu keluar. Entah ke kantin, WC, masjid, atau tempat lainnya.

Ada juga yang datang ke mejaku–jelas bukan untuk mengajaku ke kantin–tapi mungkin cewe itu ingin berkenalan dengan cowok disebelahku. Dan aku tidak ambil peduli selama tidak menyangkutpautkan aku.

"Hai?" Seru salah satu cewe dari kelas sebelah yang aku maksudkan tadi, dan beruntungnya aku lupa namanya.

"Hai." Cowo disampingku tersenyum.

"Eh, siapa nama lo?"

Aku berusaha menajamkan telinga, bersiap mendengarkan nama teman sebangkuku selama pelajaran tadi yang aku tidak tau namanya. Tapi cowok itu tidak menjawab, dari ujung mataku aku melihat dia hanya menunjukkan nametag yang ada dibajunya. "Bisa baca kan?"

Cewe dari kelas sebelah itu mengangguk. "Gue Maya, dan mereka berdua temanku, Ema dan Elsa. Salam kenal." Cewe yang kuingat bernama Maya––setelah dia menyebutkan nama tadi––mengulurkan tangan.

Cowo disampingku mengangguk dan membalas uluran tangannya, dan bergantian bersalaman dengan dua dayang-dayang Maya. "Salam kenal juga." Setelah itu mereka keluar dari kelasku.

Sadar atau tidak mereka–Maya dan dayangnya–menatapku sinis.

Setelah kepergian mereka, tidak ada yang membuka suara diantara kami.

"Lo ga ke kantin?" Itu bukan aku yang ngomong, pasti dialah. Siapa lagi kan?

"Engga. Lo?" Aku masih natap lurus kedepan, tidak berniat untuk menatapnya.

"Kalo gue ke kantin gue ga akan duduk disini dan ngajak lo ngobrol."

Hm, iya juga sih. Dasar Kay bego.

"Lo tiap hari duduk sendi–"

"Engga. Gue punya temen duduk kok" sebelum dia menuntaskan acara bicaranya aku sudah memotongnya terlebih dulu. Aku tidak ingin dia berpikir kita akan duduk berdua terus.

"Oh gitu." Dari ekor mataku, aku melihat dia mengangguk-angguk.

Aku mengeluarkan bekal yang tadi pagi Mama selundupkan ke dalam tasku yang sudah penuh sesak oleh buku pelajaran.

Aku dengan santai menyuapkan roti tawar yang berbalut selai apel–buatan Mama–kedalam mulutku.

Aku mengedarkan pandangan ke seisi kelas. Kosong. Loh dia kemana?

"Lo nyariin gue, Kay?" Begitu aku memutar kepalaku tiba-tiba dia sudah duduk manis tepat disampingku.

"Ga." Aku mendengus, ketahuan. Kan malu.

"Yaudah deh. Gue punya jus apel, lo mau?" Dia menyodorkan segelas jus yang masih utuh.

"Gak." Kapan dia ke kantin? Batinku.
Aku masih tidak menatapnya. Aku mengambil novel yang belum sempat ku baca dari laci meja.

"Aku dapet dari fans, ga ke kantin.
Bener gamau Kay? Aku minum yah?"

Dia punya indra keenam ya? Ko bisa pas gitu jawabnya.

"Minum aja, kan punya lo."

"Ya siapa tau lo mau, gue kan baik hati Kay." Dia duduk diatas meja sambil menyedot jusnya.

Aku meliriknya sekilas, hanya sekilas, setelah itu aku kembali fokus pada novelku.

Baru dua halaman novelku yang tersentuh, bel yang menandakan istirahat berakhir berbunyi.

Terdengar langkah siswa-siawi beriringan menuju kelasnya masing-masing menggema di koridor depan kelas. Macam gajah yang digiring masuk ke margasatwa tapi berontak karena mereka suka dengan kebebasan yang diciptakannya sendiri di hutan luas. Dih, perumpamaannya apa banget.

"Disimpan bukunya Kay, ada Bu Kimia." Cowo disampingku bangkit dari sesi duduk tidak sopannya di meja dan beralih duduk dikursi sebelahku, lalu tangannya terulur untuk menutup bukuku.

"Apaan sih? Ganggu tau." Aku menatap tajam ke arahnya. Kalau tatapan bisa menyalurkan listrik, bisa dipastikan dia udah jadi abu.

"Ada Bu Kimia, Kay." dia menunjuk koridor depan kelas dimana Bu Lisa atau yang notabenenya adalah Bu Kimia yang dimaksudkan oleh cowo disampingku ini.

"Hah? Maksud lo Bu Lisa?" Kali ini aku menatapnya sambil mengerutkan kening.

"Kan gue gatau nama semua guru Kay, gue kan baru masuk tadi pagi. Lo juga diem aja ga mau ngomong sama gue. Ngasih tau tentang guru-guru, atau tempat lab dimana, kantin dimana, masjid dimana, WC dimana." Jelasnya panjang lebar.

Iyakah aku sejahat itu? Kenapa dia peduli? Biasanya juga kan aku ga ada yang perduliin. Bahkan melihatku pun tidak.

"Ma-af" kataku terbata.

"Gamau ah" tandasnya cepat.

Aku tidak menjawab, hanya mengerutkan kening, bingung. Maunya apa sih? Tadi minta diajak ngobrol, giliran aku merasa bersalah dan udah minta maaf malah ga mau maafin.

Cowo emang gitu. Cuma Dava yang beda.

"Gue cuma mau lo jadi temen gue," Dia menunjukkan jari kelingkingnya di 30cm depan wajahku "mau ya?" Dia menatapku. Apakah ini tatapan memohon? Entahlah. Yang pasti tanpa sadar aku mengangguk dan menautkan jari kelingkingku ke jari kelingkingnya.

"Ekhemm!" Deheman keras itu menyadarkan aku dan cowo disampingku ini kalau Bu Lisa–guru kimia kami–sudah berada di dalam kelas.

Bu Lisa? Kok udah ada dikelas aja si? Perasaan tadi masih jauh deh.

"Kaynna, dan kamu?" Bu Lisa menatapku dan cowo disampingku,

"Keynan, Bu." Jawab anak kelas hampir kompak kaya paduan suaranya ibu-ibu PKK.

Namanya Keynan? Gumamku dalam hati.

"Sedang apa kalian?" Bu Lisa mendekat ke arah meja kami–ya aku dan keynan–seketika kelas menjadi hening.

"Sekarang kalian nyanyi di depan kelas buat hukuman karena udah cuekin Ibu yang dari tadi sudah berada di kelas." Tawa seisi kelas meledak. Bu Lisa emang guru yang suka ngasih hukuman aneh-aneh. Aku tergolong beruntung karena cuma disuruh nyanyi.

"Yang lain jangan ketawa. Dengerin teman kalian yang akan melaksanakan konser dadakan." Bu Lisa terus menatap kearah kami. Mungkin tidak suka jika aku dan Keynan terlalu lama berpikir, atau lebih tepatnya membuang waktu pelajarannya. Siapa suruh ngasih hukuman.

Aku melihat ke arah Keynan, dia juga melakukan hal yang sama, menatapku. Aku dengan refleks menggelengkan kepala. Lalu memberikan tatapan––gue gak bisa nyanyi––sambil menunjukkan wajah memelas, paling melas. Keynan tersenyum lalu mengangguk kemudian seolah membalas tatapanku––lo bisa, ada gue Kay––kemudian mengedip nakal kearahku.

Keynan menggenggam tanganku, dia terlihat seperti ingin menyalurkan kekuatan padaku.

Tanpa sadar aku tersenyum, dan mengangguk mantap.

Kami menyanyikan lagu I Have A Dream-nya Westlife.

I have a dream, a song to sing
To help me cope with anything
If you see the wonder of a fairy tale
You can take the future even if you fail

Keynan menyanyikan bait pertama sendiri, seisi kelas hening. Suara Keynan keren.

Bait berikutnya aku melanjutkan, sendiri.

I believe in angels
Something good in everything I see
I believe in angels
When I know the time is right for me
I'll cross the stream - I have a dream

Keynan menatapku, kami bernyanyi bersama.

I have a dream, a fantasy
To help me through reality
And my destination makes it worth the while
Pushing through the darkness still another mile

Aku merasakan genggaman, aku tersentak. Aku menatap Keynan, yang ditatap hanya tersenyum simpul lalu mengerling.

I believe in angels
Something good in everything I see
I believe in angels
When I know the time is right for me
I'll cross the stream - I have a dream
I'll cross the stream - I have a dream

Dibait terakhir Keynan terus menatapku, bahkan genggaman tangannya semakin menguat. Keynan, ini apa-apaan sih?

I have a dream, a song to sing
To help me cope with anything
If you see the wonder of a fairy tale
You can take the future even if you fail
I believe in angels
Something good in everything I see
I believe in angels
When I know the time is right for me
I'll cross the stream - I have a dream
I'll cross the stream - I have a dream

Begitu kami selesai melaksanakan konser–hukuman–suara tepuk tangan menggema memenuhi seisi ruang kelas. Bahkan aku lihat Bu Lisa menatap kami berbinar. Menakjubkan kah?

"Kalian pasangan duet yang sempurna." Komentar Bu Lisa yang jelas saja membuatku terkaget-kaget.
Tapi kulirik Keynan tenang-tenang saja, cowo ini beda?

Huh, Kay lo plin-plan banget sih katanya yang beda cuma Dava.

"Baiklah kalian lulus hukuman, silahkan duduk." Bu Lisa mempersilahkan aku dan Keynan duduk.

Kami–lagi-lagi aku dan Keynan–berjalan menuju meja kami yang berada di pojok paling depan.
Jam berikutnya digunakan untuk melanjutkan materi dan diskusi kelompok.

Jam pelajaran baru saja selesai setelah bel yang begitu lama dinantikan berbunyi.

Aku mengemasi barang-barangku yang berserakan diatas meja. Lalu memasukkannya kedalam tas punggungku yang berwarna putih biru, dominan biru.

Aku suka biru, kaya liat laut yang tenang. Mendamaikan.

"Lo dijemput?" Tanya Keynan yang sudah siap akan pulang.

Aku mendongakkan kepala, karena posisi Keynan sudah berdiri saat ini, "Engga." Aku kembali fokus pada pekerjaanku, merogoh laci meja siapa tau ada yang kelupaan. "Lo pulang aja duluan, gue pulang sendiri." Aku menatapnya yang juga menatapku, dia bersandar ke meja sebelah sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya.

"Siapa yang ngajakin lo pulang bareng?"

Skakmat! Aku melirik kearahnya, Keynan malah cekikikan sendiri.

Duh, bodoh kamu Kay, dia kan cuma nanyain kamu pulang dijemput apa engga. Bukan ngajakin pulang.

Aku memukul-mukul pelipisku dengan jari-jari yang tergenggam. Kebiasaan kalo sedang merutuki kebodohan.

"Apa?" Aku menatapnya bingung. Aneh sih. Kalo cuma basa-basi kenapa ga langsung pulang, malah ngeliatin kaya gitu.

Namun Keynan tak menjawab, dia mendengus lalu menarik tanganku keluar dari kelas.

"Keynan, lepasin." Aku berontak, namun tenagaku tak cukup kuat untuk melawan badan atletis milik Keynan.

"Key, sakit nih tanganku." Aku meringis merasakan tanganku mulai perih.

"Keynan, berhenti dong. Aku jalannya susah kalo kamu tarik-tarik. Aku bisa jat–" belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku tiba-tiba Keynan berhenti,

Aku tidak sadar sampai aku menabrak punggung tegapnya.

"Duh, sakit Key. Lo berhenti ga bilang-bilang sih." Gerutuku sambil mengelu-elus dahiku yang kejedot punggung Keynan.

"Loh, kok nyalahin. Kan lo sendiri yang minta gue berhenti Kay." Kini Keynan sudah berbalik menghadapku.

"Ya gak berhenti mendadak kan bisa." Aku gamau disalah-salahin, orang aku enggak salah juga. Kan dia yang narik-narik duluan.

"Kaynna, aku udah mentok di depan mobil. Kalo aku ga berhenti nanti kita nabrak sama-sama, bisa-bisa malah aku jatuh juga dan nindih kamu deh." Keynan mengakhiri ucapannya dengan seringaian.

"Modus." Aku membuang muka, tidak berminat menatap Keynan.

"Dih, ngarep banget aku modusin ya Kay? Emang ya punya temen ganteng itu merupakan kebahagiaan tersendiri."

"Diem Key, ayo pulang." Aku membuka pintu mobil begitu terdengar bunyi bip dari mobil jaguar milik Keynan.

"Sudah siap?" Tanya Keynan begitu aku selesai memasangkan sabuk pengaman.

Aku mengangguk, dan perlahan Keynan menginjak gas. Dan mobilpun meninggalkan lapangan parkir Aftera Cartein SHS.

"Ngomong-ngomong Kay, cuma lo yang panggil gue Key." Dia menatapku sekilas, lalu kembali fokus ke jalanan yang mulai padat merayap.

"Masa sih?" Aku menoleh sebentar ke arah Keynan lalu kembali lagi menatap ke luar jendela. Tidak berminat menanggapi sebenarnya, kalau saja aku lupa jika aku sedang menumpang di mobilnya.

"Iya Kay, seriusan deh."

"Biasa aja si, kan enak tuh panggil Key, kalo panggilnya Keynan kan kelamaan. Kalo gue mau neriakin lo 'awas Keynan di depan lo got!' Keburu lo masuk got kan?"

"Tapi masa masuk got si Kay, gak elit banget." Keynan hanya melirik kearahku sekilas.

"Cocok sih buat lo. Haha"

"Lebih cocokan kalo sama lo." Tawaku secara otomatis berhenti.

Maksud Keynan, aku yang cocok di got atau lebih cocok kalo keynan sama aku? Dih kata-kata Keynan ambigu.

---

A/N

Oke, aku balik lagi dipart ini yang tambah absurd. Maklum saya penulis abal-abal.
Maaf kalo banyak typo, hehe
Moga alurnya ga kecepetan ya.
Soalnya aku sukanya lari sih, kaya lari dari kenyataan gitu? #duh malah author curhatT_T
Oh ya, itu ada gambar gimana cara Key narik Kay pas mau nyanyi. Intinya gitu.
Oke deh, happy reading. See you nextpart
Jangan lupa vote dan komennya yaaa

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

1.5M 30.8K 13
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
5.5M 309K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
4.1M 313K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1.5K 187 20
Tentang rasa yang tak pernah bisa kukatakan, namun, bisa kutuliskan.. ---- Berisi ungkapan-ungkapan hati yang (niat awalnya) jauh dari kata puitis. u...