KAROJA [KARO-JAWA] (Komplit)

By Rex_delmora

63.9K 7.9K 387

Maaf cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan nama, tempat dan cerita bukan hal kesengajaan. Mohon kebijaka... More

AWAL YANG INDAH
KEGELISAHAN HATI
HARI YANG DIKHAWATIKAN TIBA
MAPALA
KEKHAWATIRAN BENAR TERJADI
PERPISAHAN YANG TAK DIINGINKAN
AKU KEMBALI
INI SANGAT RUMIT
SELISIH PAHAM
PERNIKAHAN BERUJUNG PERPISAHAN
KAU TINGGALKAN PILU
SESAKIT INIKAH MENCINTAIMU?
END

KEMBALINYA CINTA

3.8K 531 16
By Rex_delmora

Sudah dua hari Prilly selalu menghindari Ali. Namun Ali tak gentar mengejar Prilly agar kembali padanya.

"Bang, aku mau makan siang sama Cio, Abang mau ikut?" tawar Miciel saat jam makan siang.

"Tidak Dek, aku makan siang di kantor saja. Salam buat Rendra," tolak Ali halus agar tidak menyinggung perasaan Miciel.

Ruko (rumah dan toko) yang mereka sewa sebagai kantor cabang sementara perusahaan mereka di Jawa, sudah satu bulan ini dijalankan Ali dan Miciel. Banyaknya permintaan kayu jati dari tempat usaha di Jawa, membuat mereka membuka kantor cabang di sini, untuk memudahkan mereka berbisnis.

"Baiklah. Mau nitip sesuatu?" tanya Miciel Sebelum kelaur dari ruang kerja Ali.

"Nggak usah Dek makasih," tolak Ali kembali, akhirnya Miciel keluar dari ruangan Ali.

Ali melirik jam pada pergelangan tangannya. Ia sambar kunci mobil dan jas yang tergantung di kursi kerjanya. Ia menyusuri jalan kota Jogja siang itu. Teriknya matahari yang gagah menyengat kulit, tak mengurungkan niatnya. Dilajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kesuatu tempat. Setelah ia sampai di tempat tujuan, tidak sengaja ia bertemu teman lamanya, lantas Ali menghampirinya.

"Hay Rik, nunggu Fiza ya?" sapa Ali menepuk bahu Riky yang sedang berdiri bersandar pada mobilnya.

Riky menoleh menampilkan barisan gigi putihnya, "Eh Mas Ali. Iya Mas, Mas sendiri mau jemput Prilly pasti," tebakan Riky tepat pada sasaran.

Ali tersenyum miring, niatnya memang mau menjemput, tapi, sudah dua kali dia menjemput, selalu ditolak Prilly. Entahlah, bagaimana dengan usahanya hari ini? Dia berharap, kali ini Prilly mau menemuinya.

"Iyalah Rik, siapa lagi? Kan gadis yang aku cinta cuma dia. Eh kamu jangan panggil aku 'Mas' lagi. Aku kan bukan atasanmu lagi. Panggil seperti dulu aja, waktu kita masih di UGM," ujar Ali pada Riky yang kini ikut bersandar di samping mobilnya.

"Oke deh Li." Riky mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Ali.

Ali menepuk bahu Riky diiringi senyuman terbaiknya, mereka mengobrol sembari menunggu pasangannya masing-masing keluar dari kampus. Sudah hampir 10 menit, mereka berdiri dan mengobrol, sesekali mereka tergelak tawa. Keakraban mereka tampak jelas, saat  bercerita tentang masa-masa kuliah dulu. Akhirnya saat mereka tertawa bersama, suara seseorang menghentikannya.

"Hai?" sapa Fiza yang baru saja datang menghampiri Riky dan Ali.

Fiza segera bergelayut manja di lengan Riky. Ali melihat Prilly yang masih mematung di hadapannya.

"Li, aku dan Fiza duluan ya?" pamit Riky yang memahami situasi Ali dan Prilly, agar mereka dapat leluasa untuk mengobrol.

"Iya Rik, hati-hati," balas Ali menjauh dari mobil Riky.

Riky membukakan pintu mobil untuk Fiza, lalu dia segera melajukan mobilnya pergi dari area kampus meninggalkan Ali dan Prilly. Sedangkan Prilly masih mematung di tempatnya, sedari tadi dia menatap Ali penuh kerinduan namun tetap menjaga sikap tak acuh.

"Kamu masih mau tetap di situ atau mau pulang?" Ali menggandeng tangan Prilly menuju ke mobilnya. Kali ini Prilly tidak memberontak. Dia hanya diam dan menurut.

Prilly hanya menurut saat Ali membukakan pintu mobil dan menyuruhnya masuk ke dalam. Hatinya tak bisa lagi ia bohongi. Rasa cinta dan rindunya kepada Ali terlalu besar hingga mengalahkan egonya saat ini. Dia sudah terlalu lelah mendustai hati dan menghindari cintanya, ternyata Ali begitu berkuasa dalam kekuatan hidupnya. Prilly bertahan, karena ada Ali, tanpa Ali dia rapuh dan kehilangan arah. Prilly menyadari itu, setelah beberapa minggu terakhir menjaga jarak darinya.

"Apa kamu masih marah denganku? Sampai kapan kamu akan mendiamkanku dan menghindariku?" tanya Ali setelah mereka sudah berada di dalam mobil Ali.

Prilly masih saja terdiam dan membuang muka menatap ke arah luar jendela. Ali menghela napas panjang.

'Sabar Ali,' batin Ali menenangkan diri.

Ali melajukan mobilnya masuk di lingkungan perumahannya. Prilly belum juga menyadarinya, dia masih menatap kosong menyandarkan kepalanya di kaca jendela. Setelah mobil terparkir di halaman rumah, Prilly belum juga menyadarinya.

"Sayang, kita sudah sampai. Mau sampai kapan kamu memandangi kaca mobilku begitu? Jangan dipandangin terus, bisa-bisa kaca mobilku retak," gurau Ali berusaha mencairkan suasana yang terasa dingin.

Gurauan Ali berhasil membuat Prilly menoleh ke arahnya. Wajahnya masam dan kebingungan melihat daerah yang baru saja dia kenal. Dia mengedarkan pandangannya ke luar, terlihat taman kecil di depan rumah, dan rumah minimalis dengan cat putih berpadu dengan abu-abu.

"Kita di mana?" tanya Prilly setelah menyadari keberadaannya di tempat yang asing baginya.

Bukannya Ali menjawab, ia justru turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Prilly.

"Ayo!" ajak Ali menarik Prilly keluar dari mobilnya. Ali mengajak Prilly masuk ke dalam rumah kontrakannya.

Setelah menginjakkan kaki di ruang tamu, Prilly mengedarkan pandangannya. Tempatnya bersih, tertata rapi, ada satu set sofa dan bufet kayu jati dengan ukiran Jepara.

"Kamu tinggal di sini Bang?" tanya Prilly masih sibuk menyapu pandangannya di setiap sudut ruang rumah itu.

"Huum," jawab Ali menutup pintu.

Ali mengajak Prilly duduk di ruang tengah. Di ruangan itu Ali disain senyaman mungkin untuk bersantai. Ada televisi, DVD, dan lain sebagainya sebagai hiburan saat dia melepas lelah, sepulang bekerja. Mereka duduk di sofa panjang yang menghadap langsung ke televisi.

"Sayang." Ali menggapai tangan Prilly, "terserah kamu mau memanggil aku apa? Yang jelas, aku masih mencintai kamu. Aku nggak akan melepaskanmu. Apa pun itu alasannya."

"Bang ...." Prilly menatap wajah Ali lekat. Raut kesedihan dan rindu yang teramat dalam terpancar di matanya.

"Sssstttt ...." Ali meletakkan jari telunjuknya di bibir Prilly, "kamu nggak perlu menjawab. Jika kamu tidak ingin berjuang bersamaku, kita tidak akan bisa melewati ini semua. Aku butuh kamu. Manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa adanya seseorang yang dicintainya, termasuk aku, tidak bisa hidup tanpa cintamu," ujar Ali tulus dari lubuk hatinya, air mata Prilly tak terbendung lagi, hingga menetes begitu saja. Ia segera memeluk Ali, menumpahkan kerinduan yang beberapa minggu ini ia tahan.

"Maaf, apa yang harus aku lakukan? Jujur saja aku sangat sedih saat kamu pergi, dan sangat bahagia, saat kamu datang kembali," ucap Prilly di sela tangisannya. Ali sedikit meregangkan pelukannya, namun tangannya masih melingkar di pinggang Prilly.

"Apakah itu terlalu berat? Rumit? Atau menyedihkan? Aku harap kamu mempunyai pilihan lain, selain selalu melukai dan mendustai dirimu sendiri." Ali menyeka air mata Prilly.

"Maafin aku, aku merasa tersiksa saat memutuskan untuk menghindarimu. Itu seperti mimpi, kamu ada di depanku, tapi aku tidak bisa menyentuhmu." Prilly sesenggukan dan menyesali perlakuannya beberapa minggu belakangan ini kepada Ali.

Ali tersenyum dan menangkup pipinya, "Aku ini lelaki yang bodoh, aku tetap mencintaimu saat kamu marah ataupun saat kamu tersenyum." Setelah berucap, Ali malah terkeker sendiri, merasa geli mengatakan itu pada Prilly.

"Jadi kamu menyesal mencintaiku?" cibir Prilly sok-sokan ngambek.

"Oh ... tidak Sayang, itu malah hal yang membuatku semakin mencintaimu. Jangan memilih terluka saat nanti aku tidak di sini. Aku selalu ada di sini, di manapun kamu berada. Aku akan selalu datang kepadamu," ujar Ali memastikan menatap serius ke dalam manik mata Prilly.

"Apa kamu akan segera kembali ke Karo?" tanya Prilly tak rela jika itu sampai terjadi.

"Untuk saat ini, aku masih mempelajari bisnis keluarga dengan Miciel kar-" ucapan Ali terpotong.

"Jangan menyebut namanya saat kamu bersamaku," sahut Prilly cepat, sebelum Ali melanjutkan kata-katanya. "Aku tidak suka kamu dekat-dekat dengannya. Dia ancaman bagiku," imbuhnya dengan bibir mengkerucut membuat Ali terkekeh dan gemas.

Ali kembali menangkup pipi Prilly, hingga bibirnya membentuk seperti mulut ikan koi. Ali dengan singkat nencium bibir Prilly gemas.

"Seneng deh, bisa lihat kamu cemburu lagi begini," gurau Ali menarik kepala Prilly agar ia bersandar di dadanya.

"Jadi kamu lebih suka lihat aku cemburu? Iya hemm?" tanya Prilly sambil mencubit perut Ali.

"Aaawww! Sakit Sayang," rintih Ali mengelus perutnya, bekas cubitan cinta dari Prilly. Namun, Prilly bukannya kasihan, dia malah melengoskan wajahnya. "Iya! Aku lebih suka kamu cemburu daripada diemin aku kaya kemaren. Kalau kamu cemburu, kan tandanya kamu cinta sama aku," timpal Ali dengan senyum menggoda diiringi kerlingan genit mencolek dagu Prilly.

"Hem," respon Prilly bergumam sambil memainkan ujung hem Ali.

"Kamu belum jawab pertanyaanku King," ujar Prilly manja masih bergelayut di dada bidang Ali.

Ali menegakan tubuh Prilly. Ia menatap Prilly dengan menautkan kedua alisnya.

"King?" tanya Ali curiga. Prilly terkekeh dan hanya mengangguk. "Siapa yang kamu maksud?" timpal Ali lagi menuntut jawaban.

"Itu panggilan sayang untukmu. King  bahasa Indonesia kan, artinya Raja. Kamu adalah Raja yang menempati istana hatiku. Kamu sudah menguasai istana di dalam hatiku King," jelas Prilly. Ali hanya menyengir, menjawab penjelasan Prilly. Prilly kembali bersandar di dadanya.

Sekian menit suasana hening, Ali mengelus rambut Prilly. Dia nyaman diperlakukan seperti itu, Ali adalah sandaran ternyamannya. Hanya dada dan bahu Ali yang bisa menenangkan hatinya.

"Papa memaksaku untuk menjadi pemilik dan penerus perusahaannya," ujar Ali saat mereka sama terdiam dalam pikirannya masing-masing.

"Terus apa yang jadi masalahnya King?" sahut Prilly meski hatinya tahu, pasti jawabannya tak jauh dari perjodohan itu.

"Jika aku bersedia menggantikan Papa, aku juga harus menikahi Miciel. Alasannya agar harta keluarga kami tidak jatuh ke tangan orang lain."

"Apa kamu mau menerimanya?"

"Tidak Sayang. Aku bukan orang yang haus akan kekuasaan dan harta. Apalagi tahta! Yang aku butuhkan adalah cinta dan kasih sayang yang tulus. Yang terpenting adalah kebahagiaanku. Kamu adalah sumber dari kebahagiaanku Angel."

"King, jika seseorang menginginkan mahkota, ia harus menanggung berat mahkota itu. Aku ingin mahkota itu darimu. Apa kita masih bisa bersama untuk menduduki singgah sana bersama?"

"Kita mungkin akan mengalami penderitaan sebelum sampai ditujuan kita Angel. Tapi kupikir mengalami penderitaanlah yang akan membuat kita lebih kuat hingga saat ini."

"Terus, apa yang kamu rencanakan sekarang?" Ali tersenyum tipis mengingat rencana yang ada di dalam pikirannya selama ini.

"Aku pernah mengatakan ini sebelumnya, untuk bisa selangkah terdepan dari lawan, kita harus bertarung secara agresif dengan wajah yang tenang. Agar lawan tidak bisa membaca gerakan selanjutnya dari kita."

"Tak salah pilih, UGM meluluskanmu," puji Prilly dan mengeratkan pelukannya pada tubuh Ali.

***

Selesai mereka puas mengobrol dan hari semakin sore, Ali mengantar Prilly pulang ke rumah. Saat mereka baru saja keluar dari mobil, Azkia dan Reza juga baru saja sampai di rumah.

"Cie ... cie ... kayaknya ada yang baru saja baikan nih Pa?" sindir Azkia pada Prilly dan Ali yang bertemu di depan teras rumah.

"Iya nih Mah, kayaknya harus ada yang traktiran kita malam ini?" timpal Reza, lalu mereka berdua terkekeh telah sukses menggoda putrinya.

Prilly yang merasa malu karena mendapat godaan dari orangtuanya, lantas menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh kekar Ali.

"Iiihhh Mama! Papa! Apaan sih?" rengek Prilly seperti anak kecil sambil menggertakkan kakinya sebal kanan di tanah.

Ali hanya terkekeh dan merengkuh pinggang Prilly posesif.

"Kemarin aja didiemin, tak diacuhin, sampai nangis-nangis sendiri di kamar. Galau meratapi cinta di dalam kamar, lampu sampe dimatiin, terus ...," ucapan Azkia tertahan.

"MAMA!!!!" Prilly sudah lebih dulu meneriakinya dan mengejar mamanya masuk ke dalam rumah.

"Dasar anak dan ibu seperti tikus dan kucing saja! Kejar-kejaran seperti anak TK!" gerutu Reza saat melihat anak dan istrinya kejar-kejaran masuk ke dalam rumah. Ali hanya terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ayo Li masuk!" ajak Reza merangkul bahu Ali lalu masuk ke dalam rumah.

***

Tempat tongkrongan, dengan disain bangungan dari bambu, suasana Jawa Tengah yang kental, lampu kuning hingga penerangannya remang, namun suasana nyaman untuk ngobrol dan bercengkrama bersama teman dan keluarga. Ditambah juga sajian khas makanan Jawa Tengah. Berjajar berbagai macam nasi kucing atau nasi bungkus, serta bacem tahu, bacem tempe, gorengan, sate usus, sate telur puyuh, sate hati ayam dan lain-lain tersaji di meja panjang, menyambut saat pelanggan datang. Berbagai minuman pun, tersedia, dari wedang jahe, wedang jun, wedang ronde, sekoteng, dan lain sebagainya.

Malam ini Ali, Kevin dan keluarga Sudradjat dinner bersama, menikmati hidangan di lesehan tempat angkringan milik Prilly.

"Sudah lama, kita tidak berkumpul seperti ini ya?" ucap Azkia di sela canda gurau mereka.

Mereka duduk di atas anyaman bambu yang beralaskan tikar dari anyaman daun pandan. Di tengah-tengah mereka terdapat meja panjang, yang sudah penuh dengan gelas dan piring dari anyaman lidi. Mereka semua sudah selesai menyantap hidangan, sesuai dengan pilihan yang diambil tadi saat masuk ke angkringan ini.

"Iya Tan, kangen! Dulu hampir setiap malam kita bisa berkumpul seperti ini," timpal Kevin yang duduk di sebelah Mila, menyahuti ucapan Azkia.

"Papa berharap, kita akan seperti ini terus, sampai kita menjadi satu keluarga besar dan bertambah anggota keluarga baru," sahut Reza penuh harapan di setiap kalimatnya. Semua mengaamiini ucapan yang bermakna doa itu.

"Tapi bentar Pa," tahan Azkia, "maksud Papa bertambah anggota keluarga baru, memang siapa Pa?" tanya Azkia bingung dengan perkataan suaminya tadi.

"Yaaa cucu kita dong Ma. Anak dari Mila dan Kevin," jawab Rizal sambil merangkul Azkia dan mengerling kepada Mila dan Kevin.

Azkia tersenyum baru paham dengan harapan Reza. Sebentar lagi, ngunduh mantu akan dilaksanakan setelah mereka ijab Kabul.

"Jadi yang diharapin Papa, cucu dari Kak Mila dan Kak Kevin aja nih? Dari aku dan Ali nggak?" protes Prilly pada papanya yang sedari tadi duduk di sebelah Ali, melendot manja di lengannya.

"Loh, kamu juga mau menikah to?" sahut Reza sok dibuat kaget.

"Iya dong Pa!" sungut Prilly.

"Emang kamu mau menikah sama siapa?" tanya Reza sengaja menggoda putri keduanya itu.

Semua menatap Prilly, tanpa bersuara dia menunjuk Ali dengan jari telunjuknya, yang duduk sambil tersenyum di sebelahnya.

"Dengan Ali?" tanya Reza memastikan, "bukannya kemarin-kemarin, bilang kalau nggak mau nunggu Ali lagi?" Imbuh Reza menggoda, membuat Prilly sebal dan mengerucutkan bibirnya. Semua yang melihatnya seperti anak kecil, tertawa terbahak.

"Aaaahhh ... Papaaaa ... itu kan kemarin, kalau sekarang beda," sanggah Prilly merengek manja, Ali mengacak rambutnya sambil tertawa geli.

Baginya, meskipun Prilly manja dan kadang bertingkah seperti anak kecil, justru itu yang menarik dari dirinya.

"Iya ... iya. Maaf Papa bercanda Sayang, tentu Papa juga berharap punya cucu dari kamu dan Ali," ujar Reza dan mengelus rambut Prilly sayang.

Prilly memeluk Reza, "Makasih ya Pa? Prilly sayang banget sama Papa?" Reza membalas pelukannya.

"Cuma Papa aja nih? Mama nggak?" protes Azkia.

Prilly menghampiri Azkia dan memeluknya, "Tentu saja, Prilly juga sayang sama Mama."

Mila, Kevin dan Ali hanya tersenyum melihat tingkah Prilly yang menurut mereka menggemaskan itu. Kebersamaan dalam keluarga adalah momen yang tak dapat ditukar oleh apa pun di dunia ini.

#######

Masih bisa melanjutkan nggak ya kira-kira? Hehehe
Semoga saja deh ya?
Makasih untuk vote dan komentarnya.🙇🙏

Continue Reading

You'll Also Like

9.2M 405K 54
Tentang Kalya yang terjebak dalam pilihannya sendiri.
82.5K 1.9K 44
For Help You In English
147K 7.5K 31
Pertemuan tak sengaja itu membuat hari-hari Sheilin berubah, berubah menjadi sesosok pengagum rahasia yang hanya bisa mengagumi seseorang yang ia suk...
965 206 32
Kau tahu sulitnya proses mencapai edelweis? Jika itu sulit, lantas mengapa mawar merah di dekatmu tak kau petik? Sama indahnya, bukan? ~~~~ Rubi Jes...