KAROJA [KARO-JAWA] (Komplit)

By Rex_delmora

64K 7.9K 387

Maaf cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan nama, tempat dan cerita bukan hal kesengajaan. Mohon kebijaka... More

AWAL YANG INDAH
KEGELISAHAN HATI
HARI YANG DIKHAWATIKAN TIBA
MAPALA
KEKHAWATIRAN BENAR TERJADI
AKU KEMBALI
INI SANGAT RUMIT
SELISIH PAHAM
KEMBALINYA CINTA
PERNIKAHAN BERUJUNG PERPISAHAN
KAU TINGGALKAN PILU
SESAKIT INIKAH MENCINTAIMU?
END

PERPISAHAN YANG TAK DIINGINKAN

3.7K 517 22
By Rex_delmora

Ali POV

Aku tatap mata sendu Prilly. Aku tahu dia takut jauh dariku. Tapi bagaimana lagi? Mereka adalah keluargaku. Aku juga tidak ingin Mama sakit karena terlalu memikirkanku. Sejak Kak Alya telepon waktu itu, aku selalu berpikir, langkah apa yang harus aku ambil. Saat ini aku berada di ruang tengah rumah utama. Hanya ada aku dan Prilly saja, yang lain berada di kamar masing-masing.

Ketika terlalu sulit untuk membuat keputusan, jangan berpikir terlalu jauh. Pikirkan saja hari esok. Aku berpikir untuk bisa selangkah terdepan dari lawan, aku harus bertarung secara agresif dengan wajah tenang. Untuk saat ini mengalah adalah kemenangan yang sesungguhnya.

Aku terus menatap mata Prilly, kulihat air matanya sudah menggenang di pelupuknya, kelopak matanya sudah membesar, karena sedari tadi dia selalu menangis. Aku tangkup pipinya dengan kedua tanganku.

"Maaf Sayang, untuk saat ini aku minta kamu ngertiin aku. Ini untuk sementara saja. Aku janji bakal kembali ke sini," ucapku perlahan memberi pengertian kepadanya.

Dia justru semakin terisak, jujur saja, hatiku juga tidak menginginkan ini terjadi. Hatiku berat jika harus jauh darinya.

"Kenapa kamu begini? Setelah berpikir keras tentang pilihanmu, kamu memilih akhir yang menyedihkan," ujarnya dengan tangisan yang membuat hatiku merasa sakit.

"Sayang dengerin aku ya ... kali ini kamu harus sabar nunggu aku. Kamu maukan berjuang bersamaku? Ini baru awal. Masih banyak lagi rintangan yang harus kita lewati. Tidak sedikit orang nanti yang menentang hubungan kita. Kamu masih ingin kita bersama kan?" Aku tarik kepalanya agar bersandar di dadaku.

"Iya Bang, aku akan menunggu dan kita akan melewati bersama semua rintangan. Saat kita saling menggenggam tangan di tengah kerumunan orang, kita menggunakan tulang, otot dan darah dalam urat kita, agar tak terpisah. Selama ini aku tidak pernah jauh dari Abang. Kita selalu lewati hari-hari kita bersama. Tidak pernah absen, aku memandang wajah dan senyuman Abang. Aku hanya takut jauh dari kamu. Apa aku mampu jauh dari Abang?" Aku merasa Prilly semakin mengeratkan pelukannya. Aku tahu dia belum terbiasa jauh dariku. Begitupun sebenarnya aku juga, tidak terbiasa berpisah dengannya.

Kupeluk tubuhnya, kuberikan ketenangan untuk hatinya. Kuusap punggungnya dengan lembut penuh kasih sayang, kukecup ujung kepalanya.

"Aku takut setelah Abang sampai di sana, Abang akan dinikahkan dengan Miciel," celetuknya yang membuat aku kaget. Kenapa dia bisa berpikir sejauh itu?

"Nggak Sayang, Abang kan sudah sering bilang, kalau Abang nggak akan menikahi wanita mana pun kecuali kamu. Aku akan tolak bagaimana pun caranya. Kamu percaya ya sama aku. Aku janji walau nanti kita sementara berjauhan, aku akan selalu menghubungimu," jelasku kepadanya agar dia merasa lebih tenang.

"Janji ya, kamu akan jaga mata kamu, hati kamu dan bibir kamu?" Prilly mengangkat kepalanya menatapku dengan bibir mengerucut dan menaikan kelingkingnya agar aku menautkan kelingkingku untuk tanda aku menyepakati perjanjian kita.

"Iya Sayang, aku berjanji menjaga mata aku agar tidak melihat wanita lain selain kamu, menjaga hati aku agar tetap mencintai kamu, dan menjaga bibir aku untuk mengatakan cinta hanya untukmu," ucapku tulus dari hati.

Aku mengamati matanya mencari sesuatu dari dalam mata indah itu. Tampak kesedihan dan keraguan darinya untuk merelakan aku pergi. Namun, aku benar-benar jujur dan tulus mengatakan itu, aku tidak bisa menerima, bahkan mencintai wanita lain, kecuali dia.

Beberapa menit kemudian dia tersenyum, oh ... senyum inilah yang nanti akan sangatku rindukan. Sungguh manisnya gadisku ini. Dan seketika dia memelukku erat, seakan tak mau ia lepaskan lagi.

"Sayang, jarak memang memisahkan kita dan seakan membuat kita berbeda. Tapi kamu harus yakin, hati kita sama dan cinta tak kan pernah ke mana-mana," ucapku meyakinkan hatinya, sambil melonggarkan pelukannya.

Aku memegang dagunya, agar wajahnya selalu dapat kulihat. Meskipun tersirat kesedihan, namun wajah inilah yang selalu membuat hatiku tenang dan yakin, jika dia adalah pilihan terakhirku.

"Mencintai itu memang harus tulus, tapi mencintai dan memperhatikan dari jarak jauh itu jauh akan lebih tulus kan Bang? Terus bagaimana jika aku merindukanmu? Aku tak bisa lagi memelukmu seperti ini, jika kamu jauh di sana?" tanyanya bertubi-tubi dengan nada manja membuat aku semakin berat untuk jauh darinya.

"Jeda yang berikan rindu pada titik yang sama. Diam karena mendoakan dan itulah satu-satunya cara kita berpelukan. Kamu harus ingat, disetiap doa kamu, tolong selalu selipkan namaku, untuk mendoakan keselamatan dan keberhasilan setiap langkah yang Abang ambil. Karena apa pun langkah dan keputusan yang akan Abang ambil, itu untuk kebersamaan kita. Kita harus sabar Sayang" pintaku padanya agar dia tahu langkah yang aku ambil saat ini adalah langkah awal untuk membuka pintu, agar aku dapat membawa masuk Prilly ke dalam keluargaku.

"Iya aku percaya sama kamu" ucapnya dengan sikap manja, membuat aku semakin gemas.

"Ya sudah, kamu sekarang tidur. Ini sudah malam Sayang. Besok kan kamu harus antar aku ke bandara." Aku melepaskan tangannya bersiap untuk membantunya berdiri.

"Aaaaahhhh aku masih pengen begini Abang ...," ucapnya manja dan masih bergelayut di dadaku, sehingga aku tidak bisa bergerak.

"Eeeehh ... nggak boleh begitu. Ayo masuk ke kamar," ujarku sambil menegakkan tubuhnya perlahan agar dia duduk.

Prilly mengerucutkan bibirnya membuat aku ingin sekali mencium bibirnya. Gemas melihat duck fice-nya seperti itu. Aku mendekatkan wajahku kedepan wajahnya. Kulihat dia masih mengerucutkan bibirnya dengan tangan dilipat di depan dadanya. Perlahan namun pasti, kutempelkan bibirku di bibirnya. Kurasakan dia kaget, namun aku langsung mengangkat dia untuk kupangku. Tangannya aku arahkan agar melingkarkan di leherku. Kumulai melumat bibirnya sangat pelan dan penuh kasih sayang. Kujilat dan kusapu bibirnya dengan lidahku. Kurasakan lips gloss strawberry yang sering dia pakai. Manis! Kuterobos bibirnya, ketika mulutnya sedikit terbuka karena ia menarik napas sejenak. Kumasukan lidahku untuk mengeksplor di rongga mulutnya. Kurasakan balasan hisapan dari lidahnya. Kutautkan lidahku dengan lidahnya, hingga kami bersilat lidah.

Tanganku mulai tak dapat diam, entah dapat keberanian dari mana tangan kananku kini mengarah pada benda kenyal yang masih rapi di balik kausnya. Kuraba perlahan, sempat ia menahan tanganku, namun kukembalikan lagi tangannya di tengkukku. Kuremas perlahan benda bulat nan kenyal itu. Aku mendengar di sela ciumam kami, ia mendesah nikmat. Tangannya meremas rambutku, membuat nafsuku semakin tinggi, apalagi bokongnya terus bergerak, sehingga menggesek bagian tengah selangkanganku yang sudah mengeras. Ia semakin menekan tengkukku agar aku memperdalam ciumannya. Aku arahkan ciumanku pada leher jenjangnya, Aku rasakan kepalanya sedikit mendongak. Tangan kananku tetap meremas lembut buah dadanya, tangan kiriku menopang tubuhnyanya, dengan sedikit kuusap-usap perlahan punggungnya. Aku terus mencumbu leher jenjangnya, aku hisap dan gigit sedikit leher putihnya. Kutinggalkan tanda merah di beberapa tempat di lehernya hingga bagian dada atasnya.

Kurasakan celana bawahku mulai menyempit. Karena gesekan dari pantat Prilly yang ada dipangkuanku membuat si juniorku lebih cepat menegang. Kurasa aliran listrik dalam tubuhku sudah semakin meninggi. Perlahan, aku sudahi cumbuanku sebelum si juniorku menuntut lebih dari ini.

Napas kami sama-sama tersengal, dadanya naik turun membuatku panas dingin ingin sekali menerkamnya saat ini. Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku tersenyum sangat manis padanya, dan mengelap bibirnya yang basah karena air liur kami bertukar saat berciuman tadi.

"Abang aku merasa ada yang mengganjal di bawahku?" ujar Prilly polos dan masih menatapku dengan mata menahan nafsunya.

Aku hanya tersenyum dan menggaruk tengkukku yang tak gatal. Aku tertawa kecil, "Sudah ah! Sekarang kamu masuk ke kamar ya? Sebelum aku memakanmu di sini," candaku padanya.

Aku turunkan dia dari pangkuanku, sekarang posisi dia berdiri di antara kakiku, aku membenarkan benda kecil yang masih menegang, membuatku tak nyaman dan rasanya sakit, karena dia terhimpit di celana. Semakin tersiksa juga dengan rasa pening di kepala karena menahan hasratku. Aku menetraliser tubuhku dan si junior. Aku ikut berdiri dan mengecup keningnya turun kedua matanya, turun lagi ke pipi kanan kirinya, ke ujung hidungnya dan berakhir di bibir tipisnya yang selalu membuatku candu.

"Selamat malam Sayang. Tidur yang nyenyak ya? Aku cinta dan sayang sama kamu," ucapku padanya saat aku mengantar dia sampai di depan tangga.

"Naiklah, dan tidur yang nyenyak ya?" Lagi-lagi aku menyerbu bibirnya dan kami kembali berciuman sebentar di depan tangga.

Jika dibiarkan begini bisa gawat, apalagi sekarang yang ada di ruangan ini cuma kami berdua. Yang lain mungkin sudah pada tidur di kamar masing-masing. Aku perlahan melepas tautan bibir kami, aku tersenyum padanya, pipinya memerah, mungkin dia malu karena ketahuan sudah begitu nafsu.

"Selamat malam pacar aku tercinta, dan yang paling aku sayang," ucapnya mencium pipi kanan dan kkiriku. Aku tersenyum melihat tingkahnya yang menutupi rasa malunya.

Dia tersenyum sembari menaiki tangga perlahan, sesekali menoleh ke arahku. Aku masih berdiri di tempat yang sama, hingga punggungnya tak terlihat lagi, baru aku melangkah pulang ke rumah joglo yang ada di belakang rumah utama ini. Sungguh situasi yang tak aku inginkan.

***

Di sinilah aku sekarang berdiri, di ruang yang lumayan luas dan familyer denganku. Aku berdiri di ambang pintu, melihat seorang wanita tertidur lemas, tubuhnya tertutup selimut setengah badan. Aku berjalan menghampirinya, lantas duduk di tepi ranjang, aku cium keningnya lama dan perlahan agar tak membangunkannya. Aku belai wajahnya yang pucat dan kuyu. Aku angkat tangan kanannya yang lemas dan kuciumi beberapa kali. Ada sakit di hatiku, melihatnya begini, rasa bersalah menjalar di dalam hati, karena tak mendengarkan ucapannya waktu itu. Aku lihat matanya mulai mengejap, perlahan dia membuka matanya, aku berikan senyuman kepadanya, saat aku rasa penglihatannya sudah jelas. Aku peluk tubuhnya untuk menumpahkan rasa rinduku yang teramat dalam.

"Kamu pulang Sayang?" Aku dengar suaranya lemah berbisik di telingaku.

"Iya Ma, Ali pulang. Maafkan Ali Ma." Air mataku lolos begitu saja saat, aku masih memelukannya. Pelukan seorang ibu yang teramat nyaman selain pelukan gadisku, pelukan inilah yang selalu aku rindukan. "Kenapa Mama nggak mau makan?" Aku longgarkan pelukanku dan aku tatap mata sendunya.

Saat aku lihat matanya yang sayu, aku melihat rindu dan kesedihan di sana. Apakah aku sudah keterlaluan kepadanya? Ya Tuhan, maafkan aku sudah menyakiti hati ibuku. Hatiku merasa bersalah seketika, rasa berdosa menjalar keseluruh tubuh.

"Rasanya tak enak makan. Lidah Mama pahit," ucapnya lemah. Lingkaran hitam di sekitar matanya, membuat Mama terlihat layu dan bibirnya juga pucat.

"Bagaimana Mama mau sembuh, kalau makan saja nggak mau. Biar Ali yang menyuapi Mama ya?" Aku melihat sepiring bubur yang masih utuh di atas nakas. Aku sedikit demi sedikit mulai menyuapinya. Saat setengah piring bubur aku suapkan, tiba-tiba Mama menatapku resius.

"Kamu pulang untuk menikahi Miciel kan Ali?"

Deg!

Jantungku seperkian detik terasa berhenti. Dadaku terasa sesak, aku merasa oksigen di dalam kamar Mama menipis. Sekelibat bayangan Prilly berputar-putar di otakku. Kata kecemasannya terngiang di telingaku. Aku menghela napas perlahan, menyiapkan jawaban yang tepat, agar Mama tak tersinggung.

"Ma ... sekarang yang penting kesembuhan Mama terlebih dulu. Soal pernikahan Ali, nanti kita bicarakan lagi, kalau Mama sudah sehat ya?" Wajah Mama kembali bersedih.

Terkadang menemukan alasan dapat membantu kita, saat kita tidak bisa menemukan keberanian untuk mengatakan sejujurnya. Bukan aku memberi harapan palsu kepada Mama. Namun aku lebih menjaga perasaannya untuk saat ini.

"Baiklah, Mama akan segera sehat, jika nanti setelah kesembuhan Mama, kamu akan mau menikahi Miciel," ujarnya kembali bersemangat. Aku hanya tersenyum melihat antusias Mama.

'Maaf Ma ....' Dalam hatiku berkata lirih.

Aku keluar dari kamar Mama, setelah ia kembali tidur. Aku melihat Kak Alya dan Bang Cemal duduk di ruang tengah, mereka sedang menonton film. Aku duduk di sofa single, di samping sofa panjang, yang saat ini di tempati mereka.

"Sekarang kamu sudah bisa melihat sendiri kan, keadaaan Mama bagaimana? Masih mau menolak pernikahanmu dengan Miciel?" sergah Kak Alya sinis, melirikku sekilas.

Aku sudah kembali, bukannya dibaik-baiki agar bisa nyaman dan lama di rumah. Ini? Malah diketusin seperti ini? Bikin semakin nggak nyaman lama-lama berada di rumah sendiri.

"Aku mau istirahat dulu capek." Alasanku untuk menghindarinya.

Aku merasa kepalaku pusing. Baru saja aku sampai, langsung serangan datang bertibi-tubi tanpa melihat keadaanku yang masih lelah karena habis perjalanan jauh. Aku segera berlari kecil menaiki tangga untuk ke kamarku. Aku mendengar Kak Alya menggerutu tak jelas. Tak aku gubres gerutuannya.

Setelah aku sampai di dalam kamar pribadiku, yang sudah lama aku tinggalkan, semua tetap sama. Masih terlihat rapi dan bersih. Benda-benda yang ada dikamarku tak ada yang bergeser. Tak ada orang yang berani masuk ke dalam kamarku kecuali Mama. Sepertinya Mama selalu membersihkan kamarku, selama tidak aku tempati. Aku hempaskan tubuhku di atas ranjang yang empuk dan nyaman.

Saat aku memejamkan mata, terlihat wahah Prilly saat tersenyum. Belum sehari aku berada di Tanah Karo, sudah sangat rindu pada gadisku itu. Sedang apa kira-kira dia ya?
Aku ambil handphone di dalam saku dan aku cari kontak gadisku tercinta itu. Aku mulai menghubunginya, sekitar dua menit aku menunggu, akhirnya dia angkat teleponku.

"Hallo ... Abang sudah sampai belum? Bagaimana keadaan mama Abang? Abang sudah makan?" sahutnya dari seberang sana, dengan berbagai macam pertanyaan, sebelum aku berbicara apa pun. Aku terkekeh mendengar nada kekhawatirannya.

"Satu-satu Sayang, kalau tanya. Angkat telepon pacarnya, bukannya ucap salam, langsung berondongi pertanyaan," tegurku diiringi kekehan agar tak menyinggung perasaannya. Aku mendengar tawa kecil dari seberang.

"Maaf Bang, aku terlalu khawatir sama keadaan Abang. Aku sudah dari tadi nunggu telepon dari Abang," katanya manja, mengukir senyum di bibirku.

Dialah seseorang yang selalu bisa menaikkan mood-ku saat sedang down. Dia salah satu alasanku untuk sukses dan bertahan di dunia ini.

"Cieeeee ... yang nungguin telepon dari pacar ...," godaku padanya dan aku tertawa senang saat mendengar helaan napas kesal dari sana.

"Iiihhhh ... Abang ... aku serius!" pekiknya dengan nada manja. Aku membayangkan, pasti dia sekarang sedang mengerucutkan bibirnya, sehingga wajahnya sangat menggemaskan.

"Iya Sayang, maaf. Oke, aku serius. Aku sudah sampai di rumah. Mama masih lemah dan sekarang sedang istirahat. Aku tadi udah makan di jalan, saat menuju ke rumah. Kamu sedang apa Sayang?" tanyaku penuh perhatian karena aki selalu mencemaskan keadaannya.

"Aku masih di dalam kamar, sejak tadi pulang dari bandara mengantar Abang. Aku malas mau ngapa-ngapain, Bang," ucapnya lesu dan sepertinya dia memang sudah terbiasa denganku. Baru juga sebentar tanpa aku, tapi dia sudah lemes gitu. Bahaya kalau tidak segera diatasi.

"Kamu nggak boleh begitu ah! Ada dan tidaknya Abang di situ, kamu harus tetap melanjutkan aktivitas seperti biasa. Aku selalu ada di sana Sayang. Di manapun kamu berada, aku selalu ada. Memang ragaku di sini, tapi hati dan pikiranku selalu ada di sana, bersamamu. Aku akan segera ke sana. Tidak peduli di mana kamu berada, akan tetap akan selalu di belakangmu." Aku yakinkan dirinya agar tetap tegar menjalani masalah ini.

"Aku merindukan kebijakanmu, Bang. Baiklah aku akan berusaha tegar dan kuat demi kita." Aku dengar suaranya sekarang lebih bersemangat. Itu akan lebih baik selama aku di sini berusaha menyelesaikan masalah.

"Baiklah, sekarang kamu mandi dan makan ya? Abang yakin kamu belum makan. Jaga hati kamu. Tetap semangat, karena aku selalu di hatimu."

"Iya ... iya ... i love you my life," ucapnya bagaikan aliran listrik yang menyalakan semangatku lagi. Hatiku menghangat dan perasaanku semakin tenang.

"I love you to, nadiku." Aku membalas ucapannya dengan ketulusan hati.

Setelah aku akhiri teleponan kami, aku merasa kantuk yang berat. Aku pejamkan mataku dan akhirnya, aku terlelap, berharap bermimpi indah, sesaat melupakan masalah yang menghadangku dan Prilly. Tuhan, jaga hati kami dan pelihara cinta kami dengan kekuatanMu.

########

Semangat Ali!!!
Jadi deg-degan, hahahaha
Makasih ya, sudah membaca cerita ini. Semoga saja, aki masih ada feel, dan bisa melanjutkan cerita ini sampai clear. Hehehe

Makasih untuk vote dan komentarnya.

Continue Reading

You'll Also Like

207K 9.3K 91
Wattpad ini cocok untuk dibaca oleh kalangan remaja yang masih bingung memutuskan ambil jurusan kuliah dan wattpad ini membantu untuk membagikan info...
656K 42.9K 65
ketika ustadz muda,ganteng,Sholeh,dan pintar .Tiba2 menikah dengan santri Wati nya sendiri yg barbar .Dan merubah santriwati nya menjadi wanita sekal...
269K 12.5K 127
#1 Di Ceritahoror (28/10/18) INDONESIA ! BUDAYA KULTUR MISTERI KEPERCAYAAN MITOS MISTIK LEGENDA BANGUNAN ANGKER SANTET HANTU PESUGIHAN PAMALI SOMPRAL...