Janji Disaat Kita Bermimpi

By ArsandyHerawan

29.7K 291 31

Kisah perjalanan hidup rayan sebagai seorang gay, yang berusaha berubah menjadi normal. Ditengah perjuanganny... More

Prologue #
Chapter # 1

Chapter # 2

6.7K 88 10
By ArsandyHerawan

Diluar, awan mendung tampak memayungi kota pagi itu, dengan tangan menopang dagu kotaknya, melalui jendela yang menghadap ke arah timur, rayan mengamati para siswa kelas XI yang sedang bermain basket, bayangan mereka memantul di lapangan semen yang basah terguyur hujan semalam.

Diatas, langit kelabu tampak enggan menyingkap tirai birunya, menerbitkan perasaan mengantuk yang menyelimuti ruang kelasnya. diseberang rayan, yang dipisahkan oleh meja, duduk kedua saudari sepupunya, kebetulan yang menjengkelkan bahwa mereka mendaftar dan diterima disekolah yang sama dengannya; SMA Kriya Bakti.

Hal itu tak mengejutkan, karena SMA itu merupakan salah satu yang terbaik di kota tempatnya tinggal ( maaf tak bisa menyebutkan nama kotanya, terserah pembaca mau dikota mana. [ga kreatip] ).

Dihadapannya, tergeletak diatas meja, sebuah formulir pendaftaran kegiatan ekstrakulikuler yang diwajibkan diikuti setiap siswa baru sebagai salah satu syarat kenaikan kelas.

Dengan malas, mata sipit yang tersembunyi dibalik kacamata hitam tebalnya, memindai daftar nama kegiatan eskul.

" bagaimana denganmu, yan? " tanya seorang gadis, dilihat dari mukanya yang bulat seperti bakpao, dengan pipi tembamnya yang membuat semua orang gemas ingin mencubit, bernama Miska. duduk disebelah rayan dengan cemilan keripik kentang yang siap sedia ditangan kiri, sementara tangan kanannya sibuk menjejalkan keripik kemulutnya, menimbulkan bunyi yang menganggu alur cerita yang mengalir dikepala rayan.

" bagaimana dengan english club? ", mendadak Via, yang duduk tepat dihadapan rayan, menyumbangkan saran, " kau cukup baik dalam bahasa inggris, nilaimu tak pernah dibawah 8. pasti kau tak akan menemui kesulitan mengikuti kegiatan klubnya " bujuk via.

Rayan menggeleng, " aku tak begitu pandai menghafal ", menolak saran via.

" ini pasti akan membuatmu senang " Rika ikut nimbrung, " bukankah sekarang sedang populer yang namanya boyband? nah, kau bisa bergabung dengan... ", rayan menyela ucapan rika, " tidak, terimakasih ", membayangkan dirinya tampil didepan umum sudah cukup membuatnya grogi, apalagi jika... sudahlah lupakan!.

Rika memasang wajah cemberut yang dibingkai dengan kerudung putihnya yang menawan hati, " jadi, kau mau memilih yang mana? cepat putuskan karena ini hari terakhir formulir pendaftarannya dikumpulkan! " seru rika, membuat rayan sedikit kaget, karena rika dikenal sebagai gadis yang ramah dan penyabar.

Rayan menguap, merentangkan kedua tangannya keatas, lalu seperti yang sudah di perkirakan, bunyi bel tanda berakhirnya jam istirahat berdering.

Rayan menyesalkan waktu berharganya dengan mendengarkan celotehan kedua sepupu perempuannya dan teman gendut mereka yang hobi makan.

Sebenarnya, rayan berharap bisa masuk ke sekolah yang didalamnya tak ada orang yang mengenalnya, oke, lebih tepatnya, sepupu-sepupunya yang menjengkelkan. selain mereka cerewet dan suka mengadu pada kedua orangtua rayan, mereka juga bersikap seolah-olah ia cowok lemah dan menyedihkan yang perlu mereka lindungi.

Mungkin anggapan mereka benar, karena tak jarang ada anak yang suka menjahili rayan. lebih buruknya, rayan selalu menangis dibuatnya, itu saat rayan duduk dibangku sekolah dasar.

Sejak itu, mereka mengikrarkan diri sebagai prajurit pelindungnya yang mengawal kemana pun ia pergi.

Mulanya, rayan merasa lega karena tak perlu lagi merasa cemas ketika ada anak yang menganggunya, namun ketika dirinya mulai menginjak remaja, ia merasa malu dan risih dengan perlakuan tersebut.

Saat masuk SMP, rayan mulai menjauh dari mereka. mencari alasan untuk menghidar setiap kali mereka datang menghampiri, namun usahanya tak membuahkan hasil. mungkin karena ia kurang tegas menolak setiap kali mereka menawarkan bantuan.

Maka dari itu, rayan bertekad untuk tak bergantung kepada sepupu-sepupunya yang kebanyakan anak perempuan, dan memilih masuk ke SMA yang kemungkinan tak ada sepupunya, seperti yang biasa terjadi, ia gagal.

Dan sekarang, rayan harus mendengarkan olivia dan arika. juga miska, meski pun gemuk, ia memiliki tenaga setara dengan 3 pria dewasa digabung jadi satu.

" sudahlah, jangan bingung-bingung! " ucap miska menengahi mereka, " lebih baik kau gabung saja dengan klub bela diri, sepertiku; tekwondo ",

" yah... aku hargai saran kalian semua. aku bisa mencari sendiri klub yang sesuai dengan bakat dan minatku ", rayan melirik kearah pintu saat guru pembimbing hari itu masuk ke dalam kelas, " sebaiknya, kalian kembali ke kursi kalian masing-masing jika tak mau kena hukuman ", rayan memperingatkan mereka yang mulai bangkit dan duduk di kursinya masing-masing.

Rayan mengangguk saat rika menatap tajam kearahnya, lalu tersenyum dan mengacungkan jempol jarinya.

" ok ".

* * *

Sore itu, seusai kelas dibubarkan dan koridor sekolah tampak lenggang, rayan melangkahkan kakinya menyusuri lorong koridor yang terang tersiram limpahan cahaya mentari yang kian memudar, membentuk bayangan panjang tiang-tiang penyangga koridor dilantai 2.

Rayan berjalan dengan kepala menunduk, dengan kedua tangan dimasukan ke saku jaket biru mudanya yang lusuh, karena sering dipakai dan jarang dicuci, menjadikan alasan mengapa banyak siswa baru yang menjauhinya disamping sikap diamnya yang membuat orang-orang enggan menjadi temannya.

Menuruni tangga ke lantai bawah dimana kantor berada, sembari berjalan, ia mengeluarkan selembaran formulir yang baru diisinya selepas kelas dibubarkan. dimana semua murid dikelasnya saling berhamburan keluar, ia malah sibuk berkutat dengan pikirannya yang bingung memilih kegiatan eskul yang tepat.

Setelah setengah jam berlalu, akhirnya ia memutuskan melingkari seni sastra dan bahasa yang berada diurutan ke-12 diantara nama-nama kegiatan eskul di formulir itu.

Menurut bayangannya, disana pasti banyak murid yang sama dengannya: penyendiri dan hobi membaca, mereka bisa saling mendiskusikan cerita yang habis mereka baca, juga membahas tema cerita yang akan mereka buat. pasti menyenangkan!.

Rayan pun tak sabar ingin buru-buru menaruh formulir itu di kantor guru yang bertugas mengumpulkan formulir.

Mungkin karena tak begitu memperhatikan jalan, saat tiba dianak tangga terakhir di lantai dasar, ia tak menyadari kedatangan seseorang yang muncul dari balik tangga, berjalan kearah yang sama dengannya.

Tanpa bisa dielak, tabrakan pun terjadi dan karena tubuh kurusnya tak kuat menerima benturan yang tiba-tiba itu, rayan pun tersungkur dengan pantat mendarat lebih dulu dilantai.

" auhh! " seru rayan meringgis menahan sakit dipantatnya.

Lalu sebuah tangan terulur hendak membantunya berdiri, namun rayan mengabaikan tawaran itu.

Ia bangkit dengan tangan mengelus-elus pantatnya yang berdenyut menyakitkan, lalu kepalanya pun mulai celingukan mencari sesuatu.

" oh maaf, aku tak bermaksud menabrakmu. tadi aku sedang buru-buru dan tak sempat memperhatikan... " ucap orang yang menabrak rayan, menjelaskan sebab kecelakaan itu.

Namun rayan tak mendengarkan ucapan menyesal dari orang yang membuat pantatnya sakit.

Akhirnya setelah sempat cemas kalau formulirnya jatuh dan masuk ke selokan yang berada tak jauh dari tempat kejadian perkara, ia pun menghembuskan nafas lega.

Orang yang berdiri dihadapannya, mendadak menunduk, mengikuti arah pandangan rayan yang tertuju ke sepatunya.

Dilihatnya sebuah kertas yang terjepit di ujung sepatu hitam kulitnya, mengepak-ngepak bagaikan sayap kupu-kupu yang terperangkap dijaring laba-laba, saat angin meniup kertas itu.

Segera orang itu mengangkat kakinya yang menginjak kertas dan membungkuk hendak memunggutnya, namun rayan lebih cepat, ia menyambar kertas formulir itu sebelam orang itu sempat menyentuhnya, lalu bergegas pergi meninggalkan orang itu yang menatapnya bingung.

" hey! ", rayan mendengar seorang cowok berteriak dibelakangnya, rayan tak yakin cowok itu memanggilnya, mengingat kepribadiannya yang tertutup dan enggan berbaur dengan teman sebaya.

Namun, ada bayangan seseorang dilantai keramik yang mengejarnya, dengan malas rayan pun menoleh ke belakang.

Dilihatnya cowok yang tadi menabraknya berlari menghampirinya, kalau dilihat dari tampang cowok itu yang sudah bisa ditebak; ganteng dan membuat cowok lain iri dan minder bila berada didekatnya, dengan tubuh bak seorang perenang handal, kekar dan tinggi, rayan bisa menebak perut yang terbungkus seragam sekolah itu, pasti sixpack.

Apalagi? batin rayan seraya mengamati wajah remaja itu yang membuatnya merasa seperti si buruk rupa dari gua hantu, eit salah, tapi dari gua mak lampir. [ga nyambung].

Apa dia tak cukup puas dengan pantatku, pikir rayan kesal, menunggu orang itu.

" kau anak baru juga? " tanya pemuda itu begitu tiba di depan rayan, " ya " jawab rayan singkat.

" apa kau mau mengumpulkan formulirnya? ", dengan malas rayan mengangguk, " katanya, pendaftaran akan ditutup jam 3 " ujar rayan dengan maksud ingin mengakhiri percakapan.

" aku duluan ya ", rayan mulai berjalan, berharap cowok itu tak mengikutinya.

Cowok itu berjalan, begitu rayan menoleh kesamping, tahu-tahu cowok itu sudah berada di sebelahnya, berjalan beriringan.

Rayan merasa tak nyaman saat para gadis yang berkumpul sambil bergosip, memandang dengan heran melihat rayan berjalan dengan cowok yang bisa dikelompokan dalam kategori 'paling ganteng' disekolah.

Rayan tak ingin menarik perhatian, menjadi bahan perbincangan seluruh murid disekolah. ia hanya ingin menjadi murid biasa dengan segala rutinitas yang sama dengan murid-murid lainnya.

" oh ya?! ", mendadak pemuda itu berseru, seakan baru ingat sesuatu, membuat rayan bergidik kaget.

Rayan melirik seraya berpikir, dasar pikun! tampangnya saja yang ganteng, tapi otaknya lemot kayak kakek-kakek yang sudah uzur.

" kita belum kenalan ", ujar pemuda itu, tangannya terulur, " prabu ", rayan bingung, apakah harus menjabatnya atau tidak. seingatnya, dari dulu sampai sekarang, ia belum pernah berkenalan dengan berjabat tangan, ia hanya berdiri didepan kelas terus memperkenalkan dirinya dihadapan wajah-wajah yang tampak asing dimatanya, yang kemudian disebutnya 'teman'.

Tapi kalau ia mengabaikannya, apakah prabu akan menganggapnya sombong?

Lantas, dengan kikuk, ia menjabat tangan itu, terkejut saat prabu mengenggam erat tangannya.

" namamu? " ujar prabu, menyadarkan rayan dari lamunannya, " oh ya, kau bisa memanggilku rayan ",

" boleh ku panggil, ray? ", prabu melepaskan genggamannya, " yah, terserah kau saja ",

Rayan menarik tangannya, apakah ini rasanya sebuah jabat tangan? pikirnya bingung, menyembunyikan tangannya ke saku jaketnya, terasa hangat dan... menyenangkan.

" kau akan masuk klub mana? ",

" seni satra dan bahasa ",

Prabu tersenyum simpul, " kau pasti suka bikin puisi " tebak prabu.

Rayan menggeleng, " ehm... cerita, sebenarnya ",

" kau seorang cerpenis rupanya ",

" bukan ",

" lalu apa? novelis? atau- ",

Rayan menyela ucapan prabu, " sejujurnya belum ada satu cerita pun yang ku buat. aku hanya memikirkannya dikepalaku ",

" oh " gumam prabu dengan raut kecewa.

" kupikir, tak akan ada orang yang mau membaca cerita karanganku. bukankah, didunia ini banyak penulis yang ceritanya lebih bagus dariku? " tutur rayan pesimis.

" tak ada salahnya mencoba. mungkin ada beberapa atau lebih banyak orang yang menyukai ceritamu ",

" benarkah? "

Prabu mengganguk, " pasti. tapi kau harus menuliskannya dulu untuk mengetahui jawabannya ",

Mendadak seseorang memanggil prabu, segerombolan remaja yang kalau dilihat dari seragam putih mereka yang agak kusam, mungkin mereka kakak kelas rayan.

Prabu menoleh dan melambaikan tangan, " ya, tunggu sebentar! " teriak prabu kepada gerombolan itu.

Lalu mengalihkan tatapannya kembali kearah rayan yang juga memandangi mereka.

" apa mereka temanmu? " tanya rayan.

" ya. sepertinya aku harus pergi, maaf tak bisa menemanimu ke kantor " ucap prabu dengan raut muka menyesal, lalu berlari menyusul mereka yang tengah menunggunya.

Tanpa sadar, rayan mengangkat tangannya, hendak menghentikan prabu, lalu ia sadar bahwa prabu hanya bersikap sopan padanya. mungkin untuk menembus kesalahannya, meskipun itu bukan sepenuhnya kesalahan prabu.

Bukankah ini yang kau inginkan?, mendadak terdengar suara dikepalanya, bukankah kau selalu sendirian?...

Rayan pun mengurungkan niatnya, menarik tangannya dan memasukan kembali ke saku jaketnya.

Ya, ini lebih baik, batin rayan, namun dihatinya, rayan berharap prabu tak meninggalkannya, berjalan bersamanya, disisinya dan...

Mendadak prabu berhenti, berbalik dan berteriak, " pastikan kau membuatnya, aku akan menjadi orang pertama yang akan membaca dan menilai karyamu! "janji prabu, tersenyum, berbalik dan berlari mengejar mereka yang mulai berjalan meninggalkannya.

Rayan tak bisa menahan sudut bibirnya yang melengkung membentuk sebuah senyuman, " ya, akan kulakukan yang terbaik untuk membuatnya " bisik rayan, entah mengapa tiba-tiba ia mulai tak sabar ingin segera menuangkan cerita yang terus bergaung dikepalanya, menuliskannya disecarik kertas.

Masalahnya sekarang, ia harus bergegas ke kantor atau ia tak akan bisa mewujudkan impiannya.

Gawat! sekarang sudah pukul 14:56! kuharap aku tidak terlambat, pikir rayan, berlari menuju pintu kayu bercat biru, dengan papan nama terpasang diatasnya, bertuliskan; ruang guru.

* * *

Makasih bagi yang udah baca.
Seperti biasa, jangan lupa vote and comment-nya! :)

Continue Reading

You'll Also Like

202K 17.6K 44
π˜½π™π™ˆπ™„ π™‹π™π˜Όπ™†π˜Όπ™Žπ˜Ό atau bisa di sebut Bumi, merupakan seorang pemuda yang masih duduk di bangku Smp. Walaupun umur belum menginjak 16 tahun tet...
581K 41.6K 28
"Ikutlah kami ke mansion," "Maaf om ada lilin yang harus saya jaga," β—‡~β—‡~β—‡ Seorang pemuda yang bernama Faziello XC hanya tinggal berdua dengan ibunya...
210K 13.5K 51
Ini tentang seorang anak perempuan yang hidup tapi berkali-kali dimatikan, anak perempuan yang mentalnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri, dan an...
951K 2.4K 17
πŸ”ž Bluesy area, mengandung 21+ πŸ”ž - oneshoot ! ranked; #1 Karina 24/6/2023 #1 Bluesy 25/6/2023 #1 Karinajeno 7/9/2023