Simple Past

Від AleynaAlera

259K 5.3K 386

Kalau ada yang dibenci oleh seorang Tara dari masa kecilnya, itu pasti Reza. Anak laki-laki yang sayangnya ta... Більше

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 9

12.4K 279 10
Від AleynaAlera

Entah sudah berapa lama mereka berada di dalam mobil di pelataran parkir rumah sakit. Dan entah apa juga yang membuat Tara ikut diam di dalam mobil menemani Reza yang sekarang tampak seperti mayat hidup menatap bangunan di hadapannya.

Tara ingin sekali berteriak memaki musuhnya itu. Well, keterlaluan memang, tapi siapa juga yang tidak akan gemes jika berada di posisi Tara. Bayangkan saja, tantenya sakit dan entah sedang apa di dalam rumah sakit, dan Reza Moretti musuhnya yang tampan ini malah diam saja di dalam mobil. Bukannya berjalan masuk kedalam rumah sakit dan mengecek kondisi tante Marinka.

Akhirnya, setelah entah sepuluh atau lima belas menit Tara diam dan sesekali melirik Reza, dia pun mulai angkat bicara.

“Sampai kapan kita diem disini?”

Reza masih diam sambil memegang erat stir mobilnya. Tara yang kesal tidak mendapat respon, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan musuhnya itu. “Well, kalau lo nggak akan turun, gue yang turun dan masuk ke rumah sakit buat ngecek kondisi tante Marinka. Jangan lupa kabarin om lo.” Sahut Tara tidak peduli apakah Reza mendengarnya atau tidak, lalu turun dari mobil.

Sekarang, ada apa lagi sama dia?

*****

Suara ramai riuh memenuhi seluruh bangunan putih besar di hadapannya. Anak laki-laki itu diam. Kakinya bergetar dan tangannya berkeringat takut. Seorang laki-laki yang sudah cukup dikenalnya itu menepuk pundaknya, mencoba menenangkan perasaan anak laki-laki yang menurutnya sedang sangat terpukul itu. Tapi, tunggu. Anak laki-laki itu bahkan tidak merasakan apa-apa. Di tengah keramaian itu dia tidak merasakan apa-apa.

 

Laki-laki itu membimbing anak itu masuk diikuti, menyusuri lorong-lorong putih dengan bau steril yang menyengat. Sampai akhirnya berhenti di salah satu ruangan.

 

Dia tahu siapa yang terbaring disana. Seorang perempuan yang sudah berkali-kali membuat dia kecewa. Dia tidak bisa menyayangi perempuan itu seperti anak pada ibunya. Tapi dia juga tidak bisa membenci perempuan itu. Bagaimana pun juga dia ibunya, dan dia lah yang selama ini membuatnya masih bertahan hidup.

 

Anak laki-laki itu bersandar pada tembok terdekat. Menatap nanar sosok yang terbaring disana dengan berbagai macam selang. Mengerikan.

 

“Pacar ibumu meninggal ditempat. Bersyukurlah dia masih bertahan sampai hari ini,” sahut pria itu sambil menatapnya kasihan.

 

Dan tepat saat anak laki-laki itu berjalan mendekati tempat ibunya berbaring, suara bip panjang terdengar dan disusul dengan beberapa perawat dan dokter yang berlarian masuk kedalam ruangan itu.

*****

Tara tersenyum tipis sambil membuat pintu ruang rawat. Tante Marinka balas tersenyum padanya. Sahabat mamanya itu sekarang sedang berbaring di tempat tidur.

“Kau datang sendiri?” tanya perempuan berambut hitam itu pada Tara.

Tara tersenyum meringis. “Reza nggak turun. Dia masih di mobil,” sahut Tara. “Ehm, sorry ya Tan. Kita udah sampai dari tadi, tapi aku nunggu Reza di mobil.”

Tante Marinka tersenyum. “Dia benci rumah sakit.” Sahut tante Marinka. Tara menoleh dan menatap tante Marinka bingung.

Tante Marinka menjulurkan tangannya, meminta Tara mendekat lalu menggenggam tangan Tara. “Dia pasti belum cerita sama kamu. Tapi, karena kamu udah tante anggep keluarga, tante cerita sama kamu,” sahut tante Marinka.

“Kamu tahu kan kalau orangtua Reza berpisah satu tahun setelah mereka pindah ke Italy?” Tara mengangguk. “Dan sejak saat itu, Reza ikut mamanya ke Belanda. Dia nyaris lose contact sama ayahnya. Sayangnya, mamanya Reza bukan sosok orangtua tunggal yang baik. Dia berkali-kali bikin Reza kecewa,” tante Marinka berhenti sejenak. “Untuk yang satu itu tante nggak bisa cerita detailnya. Tapi, Reza benci dan sayang di saat yang bersamaan sama mamanya. Sampai waktu dia di tingkat terakhir high school, mamanya kecelakaan. Waktu itu mamanya Reza sedang bersama pacarnya.”

Tara diam. Dia merasa kasihan dan merasa bersalah. Well, kasihan karena ternyata kehidupan musuhnya itu berubah drastis sejak kepindahannya dia ke Italy dulu, dan merasa bersalah karena dia sebenarnya tidak berhak untuk mendengar cerita itu. For God sake,  dia bukan siapa-siapanya Reza.

“Tapi, tante terima kasih banyak sama kamu,” ujar tante Marinka sambil tersenyum tulus. “Tante tau selama ini dia bersikap dingin sama semua perempuan itu karena trauma sama mamanya.” Sekali lagi, tante Marinka tersenyum tulus padanya. “Makasih udah nemenin Reza, Tar… tante tau kamu bisa ubah Reza jadi Reza yang dulu.”

Tara mau tidak mau tersenyum. Maaf ya Tan… aku bukan siapa-siapanya Reza. Aku cuman temen kecil Reza yang sampai detik ini masih selalu berantem sama dia.

*****

Tara melangkah menuju mobil Reza. Matanya menyipit melihat musuhnya itu masih tetap berada didalam mobil, di balik stir dengan wajah yang masih seperti mayat hidup. Tara pun mendesah panjang dan berjalan menuju pintu supir dan membukanya.

“Turun,” sahut Tara. Dan untuk pertama kalinya, musuhnya itu merespon kata-katanya dan menoleh menatapnya bingung. “Ayo turun sekarang. Gue nggak mau mati muda, dalam posisi jomblo lagi, gara-gara di supirin sama elo yang lagi kusut berantakan gini.”

Reza yang awalnya sudah bersiap untuk protes, akhirnya mengalah setelah melihat wajah galak Tara. Dia pun turun dari mobil dan pindah ke bangku samping supir. Tara pun langsung masuk kedalam mobil.

Sepanjang perjalanan, Reza diam. Benar-benar diam dan tidak seperti biasanya. Tara teringat cerita tante Marinka dan meringis sambil menatap jalanan kota Bandung yang sudah cukup lengang jam sembilan malam.

Dan selama setengah jam perjalanan, suasana hening. Reza sibuk dengan pikirannya sendiri dan begitu juga Tara yang masih memikirkan apa yang tante Marinka ceritakan padanya.

“Tante Marinka cerita sama elo?” suara Reza akhirnya memecah keheingan membuat Tara menoleh seketika.

Tara diam sejenak lalu mengangguk.

Reza menghembuskan nafas panjang. “Hidup gue udah berubah total Tar,” sahut Reza. Tara diam dan bersiap mendengar apa yang akan Reza ceritakan. “Lo tau sedeket apa gue sama nyokap bokap gue. Dan wuush, salam sekejap gue kehilangan sosok itu. Nyokap gue kembali ke profesi lamanya, model, dan berubah jadi perempuan yang sering gonta ganti pacar. Dan bokap gue, menghilang. Dia menghilang dari hidup gue begitu aja.” Reza tertawa miris. “Dan gue benci rumah sakit karena nyokap gue,” Reza menoleh. “Lo udah denger ceritanya dari tante gue kan?”

Tara pun mengangguk.

“Dan lo harus tau. Laki-laki yang udah ngebuang gue begitu aja dulu, sekarang muncul lagi dan minta gue jadi pewarisnya setelah istri barunya di di judge nggak akan bisa hamil sama dokter. Well, intinya hidup gue udah bener-bener berantakan.”

Tara menyisikan mobilnya dan menoleh menatap Reza. “Lo masih punya tante sama om lo yang sayang sama elo. Lo juga masih punya temen-temen. Nggak ada yang berantakan sama hidup lo. In case lo lupa, hidup semua orang nggak ada yang sempurna. Mungkin kekurangan di hidup lo cuma satu itu, dan  sisanya baik-baik aja?” sahut Tara.

Reza menoleh dan menatap Tara sejenak. Dan dia pun mengacak rambut Tara. “Yep, at least I still have tante, om, Rey.. and you.”

Tara tertegun sejenak. Me? Do I have a place in his life? OH! Wake up Tara!! Maksudnya dia itu, punya elo sebagai teman! Teriak Tara dalam hati pada dirinya sendiri.

Dia pun mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu kembali menatap jalanan. “Gue anter lo dulu deh, mobilnya gue bawa. Besok pagi gue yang jemput elo.” Sahut Tara sambil menjalankan mobilnya. “Nah, dimana rumah elo?” tanya Tara.

*****

Продовжити читання