Plot Twist - JoongHwa

By WinterCreamm__

18.4K 2.5K 989

Kirain masih bocah Eh taunya dah tua Kirain anak sekolah Eh taunya CEO perusahaan ternama Kirain uke Eh taun... More

Suatu hari di musim dingin
🍭 1 ☁️
🍭 2 ☁️
🍭 3 ☁️
🍭 4 ☁️
🍭 5 ☁️
🍭 6 ☁️
🍭 7 ☁️
🍭 8 ☁️
🍭 9 ☁️
🍭 10 ☁️
🍭 11 ☁️
🍭 12 ☁️
🍭 13 ☁️
🍭 14 ☁️
🍭 15 ☁️
🍭 16 ☁️
🍭 17 ☁️
🍭 18 ☁️
🍭 19 ☁️
🍭 20 ☁️
🍭 21 ☁️
🍭 22 ☁️
🍭 24 ☁️
🍭 25 ☁️ (Last)

🍭 23 ☁️

424 60 63
By WinterCreamm__

Sudah dua pekan Seonghwa berganti shift, ia sangat bersyukur mengambil keputusan ini, mengatur waktu untuk bertemu menjadi lebih mudah, waktu yang dihabiskan pun menjadi lebih panjang dan kegiatan yang dilakukan semakin beragam.

Seonghwa berencana memakai semua jatah liburnya untuk akhir pekan agar dapat berduaan bersama Hongjoong seharian penuh, hehe. Namun, ia urungkan, karena ia tahu, me time tetap dibutuhkan, menyenangkan diri sendiri itu perlu, sehingga jatah libur akan Seonghwa ambil jika mereka ada rencana kencan saja.

Dan tak harus akhir pekan, jika Hongjoong ada libur, maka Seonghwa pun akan mengambil libur di hari yang sama. Selama dua pekan ini, Seonghwa baru mengambil satu jatah liburnya, dan akhir pekan depan ia memiliki rencana dengan Hongjoong, sehingga ia akan mengambil kembali jatah liburnya.

"Akhir pekan ini mau ambil libur, kan?"

"Kok tahu?!" kaget Seonghwa, padahal ia baru mau minta izin hari ini.

Yeosang hanya menarik napas pelan. "Ya gimana gak tahu, Kak Hongjoong lebih sering tersenyum, pasti udah punya rencana akhir pekan ini," balasnya. Kadang serem lihat kakaknya tiba-tiba senyum-senyum padahal laptopnya memperlihatkan grafik yang rumit.

"Hehe, emang udah ada rencana, cuma ke tempat hobi masing-masing sih sebenarnya," respons Seonghwa, kedua tangannya kembali bekerja dengan cekatan. Sudah lama ia tak pergi untuk menyalurkan hobinya, terakhir kali kapan ya? sepertinya ia berhenti pergi ketika memutuskan mulai pdkt dengan Hongjoong, sudah lama sekali.

"Pergi ke ladang?"

Seonghwa mengangguk.

"Tipikal emak-emak sekali."

Sebelah tangan Seonghwa yang hendak kembali mengambil cangkir, berubah haluan untuk mendaratkan cubitan sayang di pipi Yeosang.

Setelah memakan waktu sekitar satu jam, akhirnya sampai di tempat tujuan. Seonghwa turun dari mobil dan menghirup udaranya yang segar, tempat ini sama sekali tak berubah, dan ia sangat beruntung, sejauh mata memandang semua tanaman siap dipanen, sesuai dengan perkiraannya.

"Wah, luas sekali," komentar Hongjoong, tak hanya ada satu jenis tanaman, ada banyak sekali jenis sayur dan umbi-umbian.

"Iya, ini memang ladang sayur terbesar di daerah ini," respons Seonghwa, "dan sebelum kita turun langsung ke ladang, kita harus melapor dulu pada pengawas."

"Kalau begitu, ayo," ajak Hongjoong, ini pengalaman baru baginya dan tak sabar ingin segera ikut memanen sayur-sayuran yang terlihat sangat segar tersebut. "Di mana kita harus melapor?"

Seonghwa terkekeh pelan, senang karena Hongjoong terlihat menikmatinya. "Ada di sebelah sa—"

"Neng Seonghwa?"

"—na." Seonghwa terdiam, pipinya memerah malu atas panggilan yang baru saja ia terima, berbalik dengan cepat, Seonghwa menatap Bibi Sum yang memang sudah akrab dengannya. "Bibi~ sudah berapa kali aku bilang, tolong jangan memanggilku begitu, aku ini laki-laki," protesnya.

Tapi protesan itu sama sekali tak dihiraukan, Bibi Sum justru lebih tertarik dengan lelaki yang Seonghwa bawa. "Alama~ lama tidak bertemu Neng Seonghwa kini membawa pacarnya kemari."

"Bibi~~" rengek Seonghwa.

Sukses mengundang tawa dari Bibi Sum, dan juga Hongjoong yang merasa sangat gemas akan tingkah Seonghwa.

"Habisnya, kamu memang cantik, kan?" balas Bibi Sum, mendekat untuk memberikan usapan sayang di pucuk kepala Seonghwa. "Kamu banyak berubah ya, Seonghwa. Karena sudah punya pacar? Atau sudah berdamai dengan diri sendiri?" godanya.

Seonghwa cuma menggembungkan pipinya, tapi detik berikutnya ia tersenyum. "Mungkin Bibi benar, aku sudah menemukan rumah yang nyaman, yang menerimaku apa adanya, sehingga aku tak perlu memaksakan diri lagi."

"Syukurlah."

"Bibi, ini Hongjoong," ujar Seonghwa memperkenalkan sang kekasih. "Hongjoong, ini Bibi Sum, beliau selalu membantuku setiap aku datang kemari."

"Senang berkenalan dengan Bibi, mohon bantuannya untuk hari ini." Berdiri di depan Bibi Sum, Hongjoong sedikit membungkukkan badannya sebagai salam.

"Sopannya," komentar Bibi Sum senang, "Salam kenal, Hongjoong," lanjutnya dan memberikan tepukan pelan di bahu Hongjoong. Sekali lihat saja ia tahu, Seonghwa telah memilih lelaki yang tepat, dari pakaian yang Hongjoong kenakan,

walau terlihat sederhana tetapi bermerek, Hongjoong pasti dari kalangan atas, tetapi tidak sombong dan justru terlihat senang Seonghwa membawanya ke tempat baru. "Ingin melapor, bukan? Pergilah, kebetulan Tuan Na baru saja datang," ujarnya memberi tahu.

"Terima kasih, Bibi," balas Hongjoong, pamit, dan lekas menuju tempat pengawas sembari menggandeng tangan Seonghwa.

Bibi Sum yang melihatnya tertawa gemas, Hongjoong terlihat lebih antusias dari pada Seonghwa, semoga mereka dapat menikmati waktu bersama di tempat ini. "Ah, aku harus memberitahu yang lain."

|

Selesai melapor, puas digoda juga oleh para pekerja, Hongjoong dan Seonghwa akhirnya turun ke ladang. Tugas pertama mereka adalah memanen wortel.

Seonghwa duduk di samping Hongjoong, menunjukkan dengan benar bagaimana cara memanennya. "Pegang bagian pangkalnya seperti ini, kemudian tarik, jangan memegangnya terlalu ke ujung, daunnya bisa patah dan wortel tidak tercabut."

"Aku mengerti," balas Hongjoong, menatap wortel di depannya dengan serius, mempraktikkan apa yang tadi Seonghwa tunjukkan dan menariknya. Wortel segar, berhasil keluar dari dalam tanah, bentuknya besar dengan warna oranye yang cantik. "Lihat, Seonghwa. Aku mencambutnya!"

Seonghwa tak dapat menahan kekeh gemasnya, netra berbinar Hongjoong menggemaskan sekali. "Letakkan wortel itu ke dalam sini," pintanya, menunjuk keranjang lebih kecil yang ia bawa, "untuk wortel yang selanjutnya dapat Hongjoong letakkan di keranjang yang lebih besar."

"Baik!"

Melanjutkan kegiatan, mengisi satu keranjang besar sampai penuh dan beralih ke tanaman lain. Seonghwa menyarankan untuk mengisi satu keranjang saja agar dapat beralih tempat dan ikut memanen di tempat lain dengan jenis sayur yang berbeda.

Hongjoong tentu sangat menyetujuinya.

|

Berbagai sayur berhasil dipanen, kini Hongjoong dan Seonghwa sampai di ladang berisi tanaman tomat, setengah ladang sudah dipetik, sehingga Seonghwa memilih tempat di ujung yang belum terjamah.

"Warna buah tomatnya cantik sekali," komentar Hongjoong.

"Tomat termasuk sayuran, Hongjoong, bukan buah," koreksi Seonghwa.

Hongjoong mengangguk saja, ia memang tahu, hanya saja menyebutnya buah jauh lebih nyaman daripada sayur tomat. Berjongkok di depan tanaman, menatap buah tomat dengan saksama. "Bagaimana cara menentukan mana yang benar-benar matang?" tanyanya bingung.

Seonghwa ikut berjongkok dan memperhatikan banyaknya tomat dalam satu tanaman. "Pilih yang warnanya paling pekat, pegang dengan seluruh ujung jari, dan coba petik dengan pelan, jika terlepas dengan mudah tandanya sudah matang dengan sempurna," jawabnya.

Memilih salah satu tomat, Seonghwa menggenggang jemari Hongjoong dan menuntunnya menuju tomat yang ditandai. "Coba petik," pintanya.

Hongjoong menurut, menarik pelan tomat ke bawah dan langsung terlepas. "Woah," kagumnya. Beralih ke tomat yang lain, memperhatikan mana yang menurutnya berwarna paling pekat, dan mengulangi apa yang ia lakukan barusan, kelewat senang ketika tomat dapat dipetik dengan mudah. "Lihat, Seonghwa, aku memetik tomat yang benar."

Seonghwa tersenyum menanggapinya. "Masukkan lima tomat ke keranjang kecil, selebihnya ke keranjang besar."

"Oke," balas Hongjoong dan kembali memilih tomat, walau sebenarnya sejak tadi ia ingin bertanya, kenapa keranjangnya harus dipisah? Dan kenapa keranjang kecil itu selalu Seonghwa bawa-bawa dan diisi berbagai sayur yang berhasil ia panen untuk pertama kali? Tapi ia urungkan, karena toh, nanti juga tahu.

Ikut memetik tomat, Seonghwa beralih menuju tanaman tomat yang lain. "Oh," ujarnya refleks ketika melihat hama ulat yang biasa ada di tanaman tomat. Tempat ini tentu dirawat dengan baik, tapi menghilangkan hama seratus persen itu mustahil, dan dari banyaknya tanaman yang sudah ia panen, baru satu kali menemukan ulat, itu merupakan hal yang luar biasa.

Ulat tanduk ini cukup unik, warnanya hijau dan coraknya menarik. Seonghwa memetik daun yang terdapat ulat tersebut, ingin menunjukkannya pada Hongjoong.

Berjalan menghampiri Hongjoong yang sudah agak jauh, dan berdiri di sampingnya. "Hongjoong, lihat. Ular tanduk, coraknya sangat cantik, bukan?" ujarnya, memperhatikan sang ulat yang sedikit menggerakkan kepala.

Namun, respons dari Hongjoong tak kunjung Seonghwa dapat, membuatnya mendongak, dan menatap Hongjoong yang juga tengah menatapnya. "Kenapa Hongjoong berdiri jauh sekali dariku?" herannya, tapi detik berikutnya Seonghwa mengulas senyum jahil.

"Seonghwa, jangan macam-macam," ancam Hongjoong.

"Atau apa?" tantang Seonghwa dan mulai berlari mengejar Hongjoong, dengan daun berisi ulat yang ia bawa. Ia baru saja melihat satu lagi sisi lain dari Hongjoong, dan rasanya sangat menyenangkan, walau sedikit tak menyangka ternyata Hongjoong takut ulat.

Kejar kejaran di kebun sampai Hongjoong mengadu pada Bibi Sum dan Seonghwa dimarahi.

|

Menjelang siang, semua kegiatan dihentikan, karena memanen ketika matahari mulai terik memang tidak bagus. Kini semua orang beristirahat di tempat yang disediakan, termasuk Hongjoong dan Seonghwa.

"Bagaimana rasanya memanen berbagai sayuran?" tanya Tuan Na pada Hongjoong.

"Pengalaman yang luar biasa," balas Hongjoong jujur, ia jadi tahu sulitnya membudiyakan dari awal sampai panen, bahkan ketika panen pun tak bisa asal, harus benar-benar diperhatikan apakah memang sudah siap dipanen atau belum.

"Syukurlah, kau terlihat menikmatinya. Keranjang kecil ini ... " Tuan Na mengangkat keranjang kecil berisi berbagai sayur yang sebelumnya Seonghwa bawa-bawa. "Berisi sayur-sayuran yang pertama kali kau panen, kau boleh memilikinya, makanlah di sini mumpung baru dipanen dan masih sangat segar."

"Eh, boleh? Aku boleh memakannya langsung di sini?" tanya Hongjoong memastikan, tak menyangka ia dapat langsung merasakan sayuran yang ia petik sendiri.

"Tentu saja, dimakan langsung juga boleh, dibuat olahan masakan pun boleh, gunakan dapur umum ini sesuka hati kalian," balas Tuan Na.

"Terima kasih." Hongjoong menerima keranjang itu dan lekas menghampiri Seonghwa. "Kita boleh memakannya."

Seonghwa mengangguk, mengambil alih keranjang yang Hongjoong pegang, mencuci semua isinya sampai bersih, dan meletakkannya di keranjang lain. "Tomat ini sangat enak dimakan langsung, cobalah," ujarnya sembari mengulurkan tangan untuk menyuapi Hongjoong.

Tentu Hongjoong langsung menyambutnya. "Hmm, manis asam yang menyegarkan, teksturnya lembut dan mudah dilumat, nikmat sekali," komentarnya.

Seonghwa menyutujuinya, buah tomat memang sangat nikmat baik dimakan langsung atau pun diolah, apalagi jika baru dipetik. "Karena sayurnya banyak, mau dibuat bbq?" tanyanya. "Wortel panggang juga sangat enak loh."

Hongjoong langsung mengangguk dengan cepat. "Aku mau." Perdana memakan masakan buatan Seonghwa, ia sangat menantikannya. Ikut membantu menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan, dan menyalakan api.

Mereka tentu tak sendiri, ada banyak kompor dan berbagai alat yang disediakan, sehingga ibu-ibu pun ikut memasak untuk makan siang.

"Sudah berapa lama kalian pacaran?" tanya salah satu ibu-ibu yang menggunakan kompor dekat dengan Hongjoong dan Seonghwa.

"Baru dua bulanan," Hongjoong yang menjawab.

"Begitu. Lalu, apakah ada rencana untuk ke jenjang yang lebih serius?" kali ini Bibi Sum yang bertanya.

"Tentu saja," // "Tentu saja," balas Hongjoong dan Seonghwa bersamaan.

"Walah kompaknya," komentar Bibi Sum sembari terkekeh pelan.

"Sebenarnya kami tak berniat lama-lama berpacaran, jika sudah menemukan waktu yang tepat, aku ingin lekas membawa hubungan kami ke jenjang pernikahan," lanjut Hongjoong dengan mantap.

Tentunya, tak buru-buru juga, masih ada beberapa hal penting yang harus diurus terlebih dahulu, jika semua berjalan lancar, seperti yang ia ucapkan, ia akan menikahi Seonghwa. Yang Hongjoong tunggu saat ini hanyalah lampu hijau dari Seonghwa.

"Semoga lancar sampai hari pernikahan tiba."

"Terima kasih Bibi," balas Hongjoong.

Kembali melanjutkan kegiatan, memanggang wortel dan membakar berbagai macam sayur yang diolesi bumbu khas bbq. Sungguh pengalaman yang menyenangkan dan mengenyangkan.

Ketika waktunya pulang, ternyata masih diberikan bingkisan berbagai sayur mayur. Hongjoong saja sampai terkejut, karena mereka masuk dengan gratis, ia pikir dapat memanen sepuasnya dan memakan hasil panen saja sudah cukup, tapi ternyata tetap diberi buah tangan sebagai tanda terima kasih untuk tenaga yang dikeluarkan, tempat ini luar biasa. "Lain waktu, ayo ke sini lagi, Seonghwa."

Seonghwa tertawa senang mendengarnya. "Iya!"

Tengah hari mereka sampai di rumah Hongjoong. Karena sebelumnya yang dikunjungi adalah tempat di mana Seonghwa menyalurkan hobinya, kali ini ke tempat di mana Hongjoong biasa menyalurkan hobinya.

Seonghwa sempat tak menyangka, ternyata Hongjoong suka menulis lirik bahkan membuat lagu ketika memiliki banyak waktu luang. Dan hari ini ia diajak melihat langsung ke dalam studio pribadi Hongjoong di rumah.

Tapi baru juga lewatin pintu, netranya langsung bertubrukan sama Yeosang, mana sinis banget lagi tatapannya. "Apa sih?" tanyanya, ini anak sehari aja gak ngajak berantem bisa gak sih?

"Gak apa, seru aja bikin Kak Hwa kesel, nguehehehe," jawab Yeosang dan melenggang pergi, tapi di ujung koridor ia berhenti dan berbalik. "Oh iya, ada temen-temenku di ruang tengah, kami lagi belajar bareng," ujarnya memberi tahu.

"Gak peduli," balas Seonghwa.

Yeosang ngumpat, Hongjoong ketawa puas. Sepertinya, ini sudah menjadi bagian dari hal favoritnya, melihat orang yang ia sayangi dan adik tersayang berinteraksi seperti ini, walau terkesan seperti pertengkaran, tetapi jelas terlihat keduanya saling menyayangi.

"Ayo," ajak Hongjoong.

Seonghwa mengangguk dan berjalan di samping Hongjoong, berusaha mengabaikan beberapa anak manusia yang memperhatikan dari ujung koridor ruang tengah. 'Apa pula yang dilakukan anak-anak itu?' herannya.

Studio pribadi Hongjoong ada dibagian belakang, sengaja terpisah dari rumah utama, meski begitu ada jalan seperti koridor lengkap dengan atap, dindingnya hanya sebatas pinggang dengan pilar yang estetik, di samping kanan dan kiri merupakan taman yang dihiasi berbagai bunga cantik.

Mungkin lain waktu, Seonghwa akan meminta pada Hongjoong untuk menemaninya melihat-lihat taman, untuk sekarang, ia akan fokus menemani Hongjoong melakukan hobinya, semoga saja, ia dapat memberikan banyak inspirasi pada Hongjoong.

"Silakan masuk, Seonghwa."

"Terima kasih." Memasuki studio, Seonghwa terpukau dengan berbagai peralatan yang lengkap, posisinya diatur dengan apik sehingga terlihat sangat luas, sangat rapi dan bersih.

Hongjoong bilang ini merupakan tempat sakral baginya dan tak membiarkan orang lain mengurus, sehingga Hongjoong sendiri yang menjaga kebersihannya, luar biasa sekali.

"Silakan duduk, Seonghwa."

"Terima kasih." Duduk di salah satu kursi, perhatian Seonghwa tertuju pada kertas yang ada di meja. "Hongjoong, boleh aku lihat ini?"

"Ah, itu ... " Hongjoong menggantung kalimat dengan wajah yang merona samar. "Boleh, tapi jangan diketawakan," ujarnya memberi izin, dan kembali melakukan kegiatan, menyeduh teh dan menyiapkan camilan.

"Mana mungkin aku melakukannya," respons Seonghwa, memgambil kertas dan membaca isinya, terpukau karena ternyata kertas ini berisi lirik lagu yang tengah dibuat.

Kalimatnya tersusun rapi, sangat puitis, juga romantis. Netra Seonghwa berhenti bergerak, terpaku ketika menyadari lagu ini untuk dirinya. Kembali meletakkan kertas itu di meja, kedua tangannya beralih untuk menutupi wajah yang merah sempurna. "Hongjoong, ini indah sekali," komentarnya.

"Kamu menyukainya?"

Seonghwa mengangguk dengan cepat, kedua tangan tak lagi menutupi wajah, ia memberikan atensi penuh pada Hongjoong.

"Sebenarnya ini belum selesai, mau menambahkan beberapa baris lirik?" tawar Hongjoong, meletakkan nampan berisi teh dan biskuit di meja kecil yang terpisah, dan duduk disamping Seonghwa.

"Eh, boleh?" kaget Seonghwa.

"Tentu saja, kamu juga boleh melakukan revisi pada baris lirik yang menurutmu kurang bagus," Hongjoong menambahkan.

Seonghwa menggeleng dengan cepat. "Ini sudah sempurna, tak ada yang perlu diubah, aku sangat menyukainya," balasnya, menerima kertas putih dan bolpoin dari Hongjoong, mulai memikirkan lirik romantis yang sekiranya nyambung dan tidak merusak lirik indah yang sudah Hongjoong buat.

Hongjoong sendiri ikut menorehkan beberapa kata pada lembar baru, hanya dengan melihat Seonghwa duduk menemaninya, sudah memberi ia banyak sekali inspirasi.

Selesai dengan lirik masing-masing, dilanjutkan dengan menyeleksi lirik yang paling bagus, menyusunnya agar mudah ketika menentukan melodi dan harmoni.

Seonghwa kembali terpukau ketika Hongjoong memetik gitarnya, mengeluarkan irama dengan ritme indah disetiap petikannya. Menyusun cord dengan lancar di kertas putih yang lain.

Tak berhenti sampai di sana, Hongjoong pun meminta Seonghwa untuk sekalian melakukan rekaman. Seonghwa awalnya gugup sekali, baru pertama kali ia bernyanyi.

Beberapa kali suaranya sumbang, tetapi Hongjoong dengan sabar memberinya saran dan semangat, sampai rekaman pun selesai diambil.

"Suaramu sangat indah, Seonghwa."

"Terima kasih, Hongjoong. Aku sendiri masih terpukau dengan rap yang Hongjoong lakukan," balas Seonghwa jujur, ia benar-benar tidak menyangka, ia pikir Hongjoong pun akan menyanyikan bagiannya, tetapi Hongjoong justru melakukan rap, suaranya yang khas membuat ia yang mendengar semakin jatuh hati.

Mendengar pujian Seonghwa, Hongjoong tak dapat menyembunyikan senyumnya. Jujur saja ia tak terlalu pandai menyanyi, suaranya tersengar seperti anak kecil ketika melantunkan sebuah lagu, tetapi dengan menaikkan tempo pengucapan, ia menjadi lebih mudah berekspresi. "Terima kasih. Aku akan mengirimkan file lagunya jika sudah selesai aku aransemen."

"Aku tidak sabar menantikannya," balas Seonghwa, "tetapi jangan memaksakan diri, Hongjoong."

"Iya. Kamu juga pasti lelah, untuk sekarang kita istirahat sejenak, akan aku seduhkan teh lagi." Beranjak, Hongjoong kembali menyeduh teh yang sudah habis, dan menyajikan cookies baru.

Duduk berhadapan, memakan kue dengan damai sampai Yeosang mengetuk pintu dengan brutal.

"Masuk," ujar Hongjoong memberi izin, "jangan menggedor pintu, Yeosang," tegurnya.

"Maaf, Kak, tapi urgent nih, aku butuh bantuan Kakak untuk tugas yang tengah kami garap," balas Yeosang, menautkan kedua tangan dan memasang wajah memelas. "Please Kak, ikut aku dulu."

"Iya, iya," balas Hongjoong, memang apa sih tugasnya, paniknya dah kaya orang yang lagi diujung tanduk aja. "Aku pergi dulu, Seonghwa. Selama aku tak ada kamu boleh melakukan apapun, jalan-jalan di taman juga boleh, nanti aku menyusulmu."

"Iya, terima kasih, Hongjoong." Hehe, Hongjoong tahu saja sejak awal ia penasaran dengan taman, kekasihnya sangat mengerti dirinya, Seonghwa kan makin cinta.

Selepas kepergian Hongjoong, Seonghwa masih betah di dalam studio, menghabiskan teh dan memakan beberapa cookies, puas mengisi perut, akhirnya ia beranjak, keluar dari dalam studio dan masuk ke dalam taman.

Udaranya segar dengan wangi bunga alami, berjalan dari satu bunga ke bunga yang lain, Seonghwa tak henti-hentinya mengagumi keindahan bunga yang dirawat dengan baik.

Puas melihat-lihat, Seonghwa memilih duduk di salah bangku yang tersebar di taman. Istirahat sejenak, sembari menikmati indahnya kelopak bunga dan udaranya yang merefresh pikiran.

Tengah asik bersantai, tiba-tiba ada dua anak muda yang menghampiri. Teman-teman Yeosang, Seonghwa menebak. Menoleh, menatap mereka yang berjalan semakin dekat.

Keduanya membungkuk dengan sopan.

"Selamat siang," sapa mereka berdua.

"Selamat siang," balas Seonghwa, menepuk-nepuk ruang kosong di sampingnya, meminta mereka untuk duduk. "Teman-teman Yeosang, bukan? Siapa nama kalian?"

"San."

"Yunho."

Seonghwa mengangguk, si pendek bernama San, sedangkan yang menjulang bernama Yunho. Ia jadi bertanya-tanya, Yunho dikasih makan apa sampai menjulang seperti itu padahal masih sekolah menengah atas.

"Kak Hwa?"

"Iya?" Seonghwa tak bertanya bagaimana mereka bisa tahu namanya karena pasti diberitahu Yeosang.

"Boleh kami bertanya?" pinta San.

Seonghwa sedikit mengernyit, raut wajah San tampak serius sekali, begitu pun dengan Yunho. Ia kan jadi penasaran mereka ingin bertanya apa. "Tentu," balasnya.

"Kak Hwa dengan Kak Joong pacaran, kan?" /// "Tapi ... kok pacaran tapi gak pegangan tangan?" /// "Gak ciuman juga padahal di tempat tertutup?" /// "Kan di studio cuma berdua," ujar Yunho dan San bergantian.

"Oh, jadi selama ini kalian memata-matai kami?" Seonghwa balik bertanya, walau sebenarnya ia sudah menyadarinya, ia hanya ingin menggoda mereka karena hal tersebut memang tidak baik. Untuk meluruskan saja, alasan ia tak melakukan hal lebih intim dengan Hongjoong bukan karena tahu tengah diperhatikan oleh mereka.

"Kami hanya ingin melihat cara pacaran orang dewasa," jawab San polos.

"Tetap saja mengintip orang lain itu tidak boleh," balas Seonghwa, menekan dua kata terakhir agar mereka tak melakukannya lagi, apalagi jika sampai sembarang mengintip orang asing.

Keduanya mengangguk.

"Tapi ... pamanku bilang pacaran ala dewasa itu main di ranjang," ucap Yunho.

Sukses membuat Songhwa tersedak ludah sendiri. "Ah, mmm, maksud pamanmu perang bantal, bukan?" balasnya dan tertawa kikuk.

"Anuan," jawab keduanya dengan tatapan super polos.

Ya Tuhan, Seonghwa rasanya ingin memukul siapapun orang yang menjadi paman Yunho. Edukasi dini memang penting, tetapi harus dengan bahasa yang benar, bukan memberi contoh tidak baik.

Apalagi Yunho dan San masih remaja, cenderung menerima informasi tanpa memprosesnya, dan mengiyakan saja semuanya. "Dengar ini, Yunho, San," setidaknya, Seonghwa ingin memberi sedikit pemahaman agar mereka tak tersesat di jalan yang tidak baik. "Semakin dewasa, pemikiran kalian pun akan semakin luas.

"Hubungan itu tak melulu harus selalu melakukan kontak fisik untuk dijadikan bukti seberapa besar cinta kalian, karena keduanya tahu akan konsekuensi dari segala sesuatu yang dilakukan dan tanggung jawab besar dibaliknya,

"jika sudah waktunya, kalian pun akan paham jika kontak fisik bukan jadi patokan besarnya cinta untuk pasangan, ada banyak cara untuk mengekspresikan betapa kalian mencintai pasangan, kalian mengerti?" jelasnya, menatap langsung netra yang lebih muda. Seonghwa berharap apa yang ia ucapkan bisa memberi mereka pengertian.

Yunho dan San mengangguk kompak. "Kami mengerti, orang dewasa sangat keren," jawab mereka bersamaan.

"Wuyo juga keren, Wuyo bilang akan selalu menjaga San sampai kita menikah nanti," sambung San.

"Mingi juga, Mingi juga," Yunho menimpali.

Seonghwa hanya dapat tertawa gemas menanggapinya, mereka menggemaskan sekali, tak seperti Yeosang yang seperti bocil kematian.

|

Sementara itu, di dalam rumah.

"Huaatchii! Pasti ada yang lagi ngomongan aku nih yakin!" teriak Yeosang.

"Berisik, cepet lanjut ngetik," omel Wooyoung.

"Kak Hong, ini benar begini?" berusaha tak mempedulikan tingkah dua temannya, Mingi berusaha fokus mengerjakan bagiannya.

"Benar, lanjutkan apa yang sudah aku ajarkan, seharusnya tidak akan ada masalah lagi," balas Hongjoong.

"Baik, terima kasih Kak!!"

Hongjoong hanya mengangguk menanggapi ucapan ketiganya, dan berjalan keluar, kembali menuju belakang rumah, untuk menyusul Seonghwa. Ia pikir ada apa Yeosang sampai panik begitu, rupanya hanya ingin berkonsultasi karena prakarya yang mereka buat bentuknya malah miring, ada-ada saja.

🍭

Puas beristirahat di taman, Hongjoong dan Seonghwa kembali masuk ke dalam studio. Hongjoong mulai mengutak-atik file lagu di laptopnya, Seonghwa pun asik sendiri dengan ponselnya.

Tengah berbalas chat, sesekali tersenyum ketika mendapat jawaban, dan baris chat terakhir membuat Seonghwa memasang raut wajah serius.

Bangun dari posisi berbaring di sofa, Seonghwa berjalan menghampiri Hongjoong dan duduk di sampingnya. "Hongjoong."

Hongjoong seketika menghentikan kegiatan, layar laptop ia abaikan, dan melepas pegangan pada mouse, atensinya seratus persen tertuju pada Seonghwa. "Iya?" balasnya.

Seonghwa tak langsung menjawab, sedikit ada keraguan, tetapi langsung ia tampik dengan cepat, ini sudah waktunya. "Hongjoong, akhir pekan depan ...

... mau ikut denganku menemui Ibu?"

Hongjoong melebarkan netranya, ia terkejut sekaligus senang, lampu hijau yang selalu ia nantikan, akhirnya Seonghwa berikan. "Tentu saja, Seonghwa."

Tbc

Akhirnya ~~~~~~

Apa kabar semua? Semoga gak pada lumutan nungguin cerita ini, hehe.

𝔓𝔩𝔬𝔱𝔗𝔴𝔦𝔰𝔱
Rabu, 1 Mei 2024
Authan–♥︎

Continue Reading

You'll Also Like

5.9K 860 11
"Kelakuanmu bener-bener diluar nalar." "Salah sendiri mau dijodohin!" Ini hanya kisah tentang Bian, si gila kerja dan tunangan ajaibnya. start...
6.4K 478 14
Dua sahabat yang dipaksa untuk menikah oleh kedua orang tua mereka. yuk yang penasaran langsung cek aja ceritanya~ karena aku gak pintar bikin summa...
508K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
26.9K 4.1K 8
"Mau ga simulasi jadi seme dengan aku?" Hah?! "Kenalin aku Kang Yeosang," - - - JongSang Jongho Top! Yeosang B...