NATAREL (SELESAIโœ”๏ธ)

By Park_sooyang

4.4K 2.4K 749

Budayakan membaca deskripsi sebelum terjun ke cerita๐Ÿ”ช Ada satu insiden yang membuat Rea, si anak baru yang k... More

Prolog
1 | Kerusuhan
2 | Uang Kembalian
3 | Kacamata
4 | Intrepide
5 | Kunci Motor
6 | Apartemen
7 | Ponsel Keramat
8 | Diborgol Polisi
9 | Penyesalan Rio
10 | Taruhan
11 | Mysterious Rider
12 | Pacar Settingan?
13 | Mau Bolos Bareng?
14 | Sandiwara
15 | Sport Merah
16 | Ide Gila Dua Murid Gila
17 | Revan VS Nata
18 | Bakmi Iblis
19 | Lunch
20 | Night Screams
21 | Tanpa Kabar
22 | Dikejar Pasukan Gen Petir
23 | Purnama
24 | Dramatis
25 | Panic Attack
26 | Trik Psikologi
27 | Dialog Senja
28 | Perasaan Konyol
29 | Rea Berbohong
30 | Kehadiran Oma
31 | Kaos Olahraga
32 | Aksi Zizad Lagi
33 | Secangkir Matcha
34 | Tanding Voli
35 | Hangout Penuh Drama
36 | Kevin Mencurigakan
37 | Tabiat Kevin
38 | Perkara Cokelat
39 | Gerbang Sekolah
40 | Anak Jalanan
41 | Hareudang
42 | Komplikasi
43 | Atas Jembatan
44 | Keduanya Ketiduran
45 | Dunianya Hancur
46 | Kegiatan Baru Nata
47 | Skandal
48 | Ambigu
49 | Celaka Karena Rea Lagi
50 | Sandiwara Lagi
51 | Gentleman Sesungguhnya
52 | Terlibat Kebakaran?
53 | Ulah Geng Ferdian Lagi
54 | Bukti Ketulusan Nata
55 | Hidup Untuk Apa?
56 | Confess di Kuburan dan Duka
57 | Candu Baru
58 | Menjelajah Rumah Pacar
59 | Gosip Gila
60 | Uji Nyali
61 | Night Changes
62 | Ruang Siaran
63 | Luar Jakarta
64 | Semuanya Telah Usai
65 | Danau, Hujan, Momentum
66 | Remuk Redam
67 | Nata Yang Sebenarnya
68 | Dare Romantis
69 | Ibu Kandung Sebenarnya
70 | Nata Akan Pergi

Extra Part

104 47 51
By Park_sooyang

"Nata hari ini nggak les ke mana?"

Sebungkus martabak di meja kantin tempat les sudah Rea habiskan setengah. Begitu Rio datang bergabung di depannya, Rea menyeruput es tehnya santai sebelum menjawab, "Jalan-jalan."

"Jiah, kasihan amat lo nggak diajak," ledek Rio sambil mencomot sepotong martabak Rea tanpa izin.

Kebetulan, Rea, Rio, dan Nata satu kelas di tempat les walaupun berbeda sekolah. Mereka sering berkomunikasi juga di tempat itu. Semenjak itu pula, Nata lebih banyak mendekati Rea.

Saat mereka bertiga, rangkulan Nata di pundak Rea tidak terlepas sedikitpun, seolah telah menyandang bahwa Rea tidak boleh dimiliki siapapun karena hanya miliknya. Bahkan saat Rea tidak bersama Nata persis saat berdua dengan Rio, Nata langsung memanas-manasi cowok itu agar tidak terlalu dekat dan menaruh perasaan dengan ceweknya.

Terkadang, mengingatnya selalu membuat Rea geli sendiri dan tidak menyangka seorang Nata yang dulu membuatnya benci, kini menjadi sesentimen itu.

"Dih. Dia, kan, mau ngehabisin waktunya bareng nyokap kandungnya?"

Kunyahan Rio terhenti sejenak. "Udah ketemu?"

Rea mengangguk-angguk. "Ternyata selama ini nyokapnya tuh istrinya Pak Dayat pemilik mal."

Rio keliatan terkejut. "Ohhh, tahu, tahu. Mal yang di jalan sebelum supermarket kebakaran itu, kan?"

Rea mengangguk lagi, lalu berdiri. "Eh, gue duluan, ya?"

Bukannya tidak nyaman, Rea hanya tidak mau berlama-lama di sini, kalau ada mata-mata Nata bisa habis Rea nanti.

"Eh, ini gue habisin, ya," cengir Rio tanpa tahu malu.

Rea hanya membalas dengan anggukan santai. "Sekalian makan kardusnya juga nggak masalah, Yo."

"Parah banget lo, gue nggak serakus itu, ya."

"Berjanda."

•••

Motor yang Rea tumpangi tiba-tiba mogok di jalan. Gadis itu turun untuk mengecek. Rea tidak paham masalah begituan pun menyeka rambutnya ke belakang frustasi. Tidak ingin tinggal diam seperti orang bodoh, dia pun merogoh ponsel untuk menghubungi Mike, dan memberitahunya mumpung sedang online.

Di detik yang sama, tiba-tiba seorang pengendara datang membunyikan klakson. Rea menoleh. Ponselnya diturunkan.

"Rio?"

Yang dipanggil membuka helm. "Kenapa tuh motor?"

"Mogok. Lo bisa bantuin nggak?"

"Santuy. Gue hubungin seseorang dulu, ya? Lo tunggu sini."

"Makasih."

Akhirnya lelaki itu benar-benar menghubungi seseorang dan bercakap-cakap sebentar dalam telepon. Rea hanya bisa menyaksikan dalam diam.

"Udah mau otw orangnya," ucap Rio begitu panggilannya sudah diputus. "Lo gue bonceng aja, gimana? Buru-buru?"

"Terus motor gue?"

"Tinggal aja, tenang. Nggak jauh, kok. Nah, tuh."

Rea menoleh ke belakang. Sudah ada bapak-bapak suruhan Rio datang menjemput motor Rea untuk diperbaiki. Mulut gadis itu sedikit ternganga, gercep sekali.

"Nitip motornya. Kami tinggal, ya, Pak?"

"Siap, Mas."

Rea membuka layar ponsel mendengar notifikasi.

Rio menyodorkan helm lain. "Ayo naik."

Gadis itu menoleh sebentar dan menerima seiring Rio naik motor sambil memasang helm juga. Rea ikut berjalan naik ke motor Rio seraya memainkan ponsel membalas chat dari Nata.

Di mana sekarang?

Gue baru balik, nih.

Gue jemput, ya?

Udah di rumah.

Nggak usah.

Lo istirahat aja.

Love u

Mana mungkin Rea menjawab sejujur-jujurnya? Bisa-bisa Nata salah paham, kan? Entah setan apa yang merasukinya hingga dirinya berani berbohong.

"Eh, rumah lo udah deket belum, nih?"

"Masih ke sana lagi."

"Oke."

***

Paginya, Rea mengucek-ucek mata sehabis bangun tidur sambil berjalan menuju dapur. Jemarinya bergerak membuka kulkas hendak mengambil air, tapi tatapannya tertuju pada kotak martabak. Dia menoleh ke arah Mike di meja makan tengah memainkan game di ponsel sambil heboh sendiri.

"Martabak lo yang beli, Mike?" tanyanya seraya mengambil satu potong.

"Bukan. Dari Bang Nata."

Kunyahan Rea terhenti. "Lah, dia kapan ke sini?"

Dahi Mike berkerut begitu menoleh sebentar. "Lah... Tadi malem, kan, ke sini? Lo belum balik. Bukannya tadi malem dia terus jemput lo?"

"Tadi malem?" Mulut Rea sedikit terbuka. "Dia ke sini?"

"Hm," angguk Mike. "Terus habis nganter makanan dia keluar mau jemput lo."

Deg! Rea rasa dunianya kiamat.

•••

Dada Rea serasa disiram es. Hal terbodoh yang belum pernah dia lakukan selama berhubungan dengan Nata adalah seperti sekarang, membohonginya. Membohongi hanya demi tidak ingin ketahuan dia bersama cowok lain. Nata sama sekali tidak menghubunginya setelah malam itu. Bahkan pesan terakhirnya hanya dibaca saja. Rea tidak tenang selama perjalanan menuju tempat les bersama Nata. Sepanjang jalan hanya ada keheningan di mobil itu.

Sebelum les dimulai, dari seberang meja sana, tempat Nata duduk, bisa Rea lihat dengan jelas sikapnya yang tenang, dingin, tidak banyak bicara. Rea ingin menyapa, tapi mungkin belum saatnya. Bahkan sampai kelas les selesai, laki-laki itu belum mengatakan apa-apa. Saat teman-temannya bertanya pun Nata hanya menjawab singkat.

Gue tunggu di depan.

Hanya itu pesan yang baru saja datang dari Nata. Sontak Rea buru-buru membereskan buku-bukunya di atas meja, memasukannya ke dalam tas, sebelum menoleh ke arah Rio di meja pojok.

"Yo! Duluan!"

Rio yang tengah mengobrol dengan teman sebelahnya menoleh dan balas mengangkat telapak tangan tanda setuju. Bahkan di saat situasi sedang gentingnya, Rea menyempatkan menyapa cowok itu. Biar bagaimanapun Rio sudah berbaik hati kemarin menolongnya. Sekarang Rea menghentikan langkah begitu berhadapan dengan Nata.

Laki-laki itu belum juga mengucapkan apa-apa, hanya menoleh dan membiarkan Rea mengikutinya sampai di parkiran. Nata membukakan pintu mobil untuk Rea seperti yang dilakukan beberapa akhir ini.

"Nat—"

"Kalo gue nggak berangkat les, lo bareng dia lagi?" Pertanyaan itu meluncur di bibir Nata tanpa menoleh ke arah yang ditanya.

Rea menelan kata-kata yang entah, bahkan dia sendiri tidak tahu harus mengucapkan apa setelah memanggil Nata. Jadi, artinya... Nata tahu kemarin Rea pulang dengan siapa?

"Maaf."

Keduanya sudah berada di dalam mobil.

Akhirnya Nata menoleh. Tatapannya menusuk. "Buat?"

"Kemarin gue udah bohongin lo." Demi apapun Rea merasa sangat bersalah. "Gue nggak mau lo kepikiran gue balik sama siapa. Motor gue kemarin mogok dan pas banget ada Rio, terus-"

"Ya emang nggak bisa nolak?"

"Gue nggak enak, Nat. Soalnya motor gue juga mau dibenerin sama tukang bengkel yang Rio hubungin—"

"Nggak bisa alasan mau dijemput pacar lo?"

"Maaf, Nat. Gue bener-bener minta maaf." Rea meraih satu tangan Nata. Menggenggamnya dengan raut memelas dan memaksa jari kelingking Nata menyatu dengan jari kelingkingnya. "Janji nggak ngulangin lagi..."

Nata menghela nafas. "Oke, gue percaya." Tangannya balas menggenggam tangan Rea. "Semoga lo nggak ngerusak kepercayaan gue, Andrea."

•••

Berbulan-bulan terlewat begitu cepat. Hari demi hari yang mereka nikmati di sekolah ini sudah akan menjadi kenangan saja.

Rasanya seperti baru menjadi murid kelas 10, mengikuti Masa Orientasi Siswa, dihukum guru karena melanggar aturan, bisa kenal dengan semua orang, bisa mengenal cinta yang sesungguhnya, drama-drama membosankan yang hampir tenggelam—kini semuanya berlalu menjadi kenangan.

Dari kenangan yang terpahit, Rea bisa melawan beberapa orang yang paling ditakuti di sekolah, sekarang mereka seolah tak ingin pisah dan ingin mengulanginya lagi.

Rea tidak pernah berharap kata 'maaf' dari beberapa orang yang membuatnya naik darah, atau menyakiti hatinya. Mungkin akan kedengaran naif kalau gengsi Rea bisa dilawan oleh kata 'maaf' duluan. Tapi di antara mereka yang pernah Rea lawan, ada sebagian yang mengutarakan permintaan maaf. Jadi Rea dengan senang hati memaafkan. Karena kalau terus dipendam, tidak ada gunanya. Maka akan terus terngiang-ngiang di kepala kalau sudah berpisah dan tidak pernah bertemu lagi.

Dari kenangan-kenangan terpahit yang lain, Rea bisa belajar kata 'maaf' lagi. Kenangan bagaimana Rea melanggar aturan dan membuat guru-guru naik pitam. Mereka dengan senang hati menerima maaf, bahkan ada yang memeluk Rea, walaupun dia pernah membuat keonaran.

Sekarang di sinilah mereka semua. Berkerumun di depan mading, berdesak-desakan mencari urutan peringkat masing-masing.

Seperti biasa, Rea tidak suka terlalu ambil pusing dengan peringkatnya. Mau dapat peringkat berapapun, bagi Rea itu semua hanyalah angka. Rea masih bisa melanjutkan kuliahnya di mana saja kalaupun tidak masuk sepuluh besar seperti sebelum-sebelumnya.

"RE!"

Ponsel yang Rea mainkan nyaris saja jatuh saat Zara tiba-tiba datang dari belakang dan menabraknya. "Ih, kebiasaan heboh sendiri! Kenapa?! Nggak masuk sepuluh besar lagi? Tenang, bukan cuma lo doang. Gue aja nggak peduli. Yang penting tuh percaya dir—"

"Nggak! Woi, denger dulu!" potong Zara dengan nafas yang masih ngos-ngosan akibat berlarian sepanjang jalan. "Lo liat dah di mading! Cepet! Liat peringkat lo!"

"Ck. Apaan, sih? Udah, biasa aja, kali. Udah biasa gue dapet peringkat bawah."

"Bukan! Lo peringkat lima, gila!!!"

"HAAAHHH?! NGGAK MUNGKIN!!!"

Zara menarik pergelangan tangan Rea untuk meyakinkannya. Rea tidak memberontak. Dia terlalu speechless untuk bereaksi. Bertanya-tanya dalam hati, apakah Zara ini sedang bercanda? Tapi begitu keduanya memaksa beberapa murid untuk memberi jalan, Rea bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau benar, namanya yang ditunjuk Zara berada di peringkat lima.

Rea membekap mulutnya yang terbuka. "Gimana bisa?!"

"Cie... cie... congrats, ya, Re."

"Gila, Rea, kan, biasanya peringkat tiga dari bawah? Eh, sekarang bisa tembus jauh banget! Hebat lo, Re!"

"Keren!"

"Wih... padahal pengawas kita ketat banget, loh. Dan gue rasa Rea nggak nyontek siapa-siapa. Emang gacor parah."

Kurva tipis di bibir Rea terbit. Sepertinya semua ini berkat Nata dan juga Bu Wening, ibunya sekarang.

"Pengumuman bagi kelas 12 semua angkatan harap menuju aula sekarang. Sekali lagi, pengumuman bagi kelas 12 semua angkatan harap menuju aula sekarang."

"Lo kenapa, sih, kalo pake seragam masih suka ngasal?" tanya Rea seiring langkahnya beririgan dengan langkah Nata menuju aula. "Terus dasinya nggak pernah dipasang dengan benar, malah disampirin doang di leher?"

"Pasangin," titah Nata.

Rea menarik tali ransel yang dirangkul di satu pundak, mengerlingkan mata malas "Pasang sendiri, lah. Manja."

"Gue nggak bisa." Nata tersenyum jahil.

"Ck. Bilang aja mau gue pakein."

Jemari Rea bergerak memasangkan dasi Nata dengan benar seiring langkah keduanya yang diberhentikan. Bagi Rea, dasi adalah atribut favoritnya yang tidak pernah dilepas di hari Senin-Selasa. Kini jemarinya bergerak merapikan kerah Nata setelah selesai memasangkannya dasi dengan gerakan cepat seolah sudah terbiasa.

Rea melangkah mendahului Nata.

Di belakang, cowok itu mencoba melepas ikatan dasi yang sudah Rea pasang rapi. "Eh, eh, lepas, nih," senyumnya jahil.

Rea berdecak lagi. "Udah mulai ceramah tuh kepseknya!"

"Halah, palingan cuma pengumuman suruh ngelunasi administrasi, peringkat tadi, atau nggak classmeting besok. Santai aja."

Rea selesai memasangkannya lagi. "Ayo, buru."

Gadis itu lagi-lagi tergesa-gesa mendahului Nata. Aula ada di lantai bawah, sementara mereka masih terjebak di tangga lantai dua.

Dengan senyum jahilnya, bodohnya, lagi-lagi Nata melepas dasinya. "Re, Re! Sayang! Lepas lagi, nih!"

Rea sekarang sadar hanya dikerjai cowok itu saja mengepalkan kedua tangan. Kemudian tersenyum paksa ke arah Nata. Jemari kanannya digerakkan seolah meminta Nata mendekat.

"Sini."

Nata tersenyum lebar dan mendekat. Tapi, bukannya Rea merapikan dasi Nata lagi, justru yang didapatnya adalah tendangan keras lutut Rea di perutnya.

•••

"Mas, kamu udah tahu belum? Rea peringkat lima, dong!"

"Apa?" Irfan menghentikan gerakannya mengemil kacang di toples kaca. "Beneran, Re? Kamu peringkat lima sekarang?" Pria itu terlalu terkejut untuk bereaksi.

Walaupun reaksi Rea biasa-biasa saja, tapi kebanyakan yang didapatnya justru pujian.

"Wah, tuh, kan, Irfan," sela Oma yang duduk di sofa lain depan Irfan. "Nggak sia-sia saya jodohin kalian." Wajah Oma kini tidak segalak dulu. Oma kali ini bahkan sangat akrab dengan Rea. Juga, tidak ada lagi aura benci antara Oma dengan Irfan.

Rea keliatan tidak terima dengan kata-kata Oma. "Ih, Oma. Yang jodohin Ibu sama Daddy duluan, kan, Rea?"

Tawa dua orang di ruangan itu pecah seiring perdebatan kecil Oma dan Rea. Lalu dari arah dapur terdengar suara Mike dan Devon yang baru saja selesai memasak. Mereka berempat lantas beranjak menuju meja makan. Tidak hanya mereka berenam saja, tapi juga keluarga Nata sekaligus diundang di acara diner rumah Rea.

Dua menit berikutnya mobil milik ayahnya Nata datang dan disambut hangat oleh Rea yang paling semangat berdiri di pintu depan.

Beberapa macam makanan dan jus yang tersedia di meja itu adalah masakan Mike, Bu Wening, dan Oma, dibantu Devon yang baru datang jam setengah tujuh tadi. Oma kali ini tidak marah mengetahui Rea enak-enakan tiduran di sofa tadi sore sewaktu yang lain tengah sibuk memasak. Gadis itu hari ini dispesialkan oleh sang Oma hanya karena peringkatnya tembus di angka lima. Sebenarnya acara diner malam ini juga termasuk tujuan merayakan hasil ujian Rea, Nata, dan Devon.

Acara di meja makan malam itu ramai berbagai obrolan-obrolan beriringan dengan suara-suara sendok, garpu, piring yang saling beradu, juga perdebatan kecil antara Mike dan Rea yang seperti biasa, tidak ada yang mau mengalah, hingga akhirnya Nata yang turun tangan untuk melerai. Kali ini suasana hati laki-laki itu jauh berbeda daripada dulu sebelum akur dengan Bu Wening. Nata jauh sekali lebih bahagia.

Beban di pundaknya terasa ringan begitu saja saat dia sudah tidak lagi bekerja. Sudah tidak ada lagi uang dari Bu Wening di laci meja. Karena mereka sudah bahagia bersama keluarga masing-masing, tapi ikatan cinta dari Nata terhadap Bu Wening sebagai orangtua angkat masih ada. Bahkan mungkin, kelak Bu Wening akan menjadi mertuanya.

Dan mungkin malam ini adalah seminggu sebelum malam terakhir mereka berkumpul-kumpul karena seminggu lagi Nata beserta keluarga akan langsung berangkat ke Singapura. Meninggalkan kota Jakarta yang penuh kenangan, penuh cerita, dan penuh cinta.



Yuhuuu, gimana? Nggak sad, kan? Tunggu final part-nya, yaa (kalo berubah pikiran di-republish😌✌️

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

882K 47.9K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
16.1M 1.6M 72
Galak, posesif, dominan tapi bucin? SEQUEL MY CHILDISH GIRL (Bisa dibaca terpisah) Urutan baca kisah Gala Riri : My Childish Girl, Bucinable, Gala...
3.4K 1.4K 27
Perihal berbagi, bukan cuma memberi barang ataupun harta saja. Memberikan kasih sayang, ataupun orang yang kita sayang, juga merupakan bagian dari be...
11.7K 2.2K 35
โ€ข ๐๐ž๐ซ๐ญ๐š๐ก๐š๐ง ๐ฌ๐š๐ฆ๐ฉ๐š๐ข ๐ฉ๐ž๐ซ๐š๐ฌ๐š๐š๐ง๐ฆ๐ฎ ๐ฉ๐š๐๐š๐ง๐ฒ๐š ๐›๐ž๐ง๐š๐ซ-๐›๐ž๐ง๐š๐ซ ๐ฌ๐ž๐ฅ๐ž๐ฌ๐š๐ข. โ€ข โ€ข โ€ข Ziva dan Azka adalah sepasang kekasi...