JEREMIA

By milkymiuw

26.7K 3.8K 962

Hanya kisah tentang Jeremy si aktor idola remaja dan Mia si penulis. Dua manusia yang dulunya berteman dekat... More

Disclaimer!
Prolog
1. Alasan Konyol
2. Keluarga Ariendra
3. (Bukan) Pernikahan Impian
4. The Penthouse
5. Teka-Teki
6. Jeremy dan Emosinya
7. Tidak Setara
9. Tentang Mia
Pengumuman
10. Keinginan
11. Keluarga yang Lain
12. Keinginan II
13. Teman
14. Selalu Dibenci
15. Trauma Lama
16. Pukulan dan Amarah
17. You're The First!
18. Tidak Diakui
19. Suami dan Istri
20. Games and Traps
21. Kecemburuan Jeremy
22. I Love You
23. I Love You II

8. Please, Hug Me!

1.1K 156 43
By milkymiuw

Setelah makan malam usai semua orang berpencar untuk mengurusi urusan masing. Kebanyakan orang tua membicarakan tentang bisnis.

Lalu yang muda, seperti contohnya si gadis bermulut pedas tadi sedang mojok sambil men-scroll media sosialnya. Dia menunggu orang tuanya selesai bicara agar bisa cepat pulang dari rumah sang kakek.

Di rumah yang besar dan mewah ini memang tidak semua orang betah berada di dalamnya.

Termasuk juga Mia, dia juga ingin segera pulang dari sini. Tapi sayang sekali karena Jeremy punya rencana lain untuk menginap di sini.

Setidaknya satu malam, katanya. Sebagai seorang istri yang baik pastilah Mia menurut saja.

Sekarang Jeremy dan Karalyn sedang mengobrol di ruang tamu. Pembicaraan mereka pasti tidak jauh-jauh dari project series itu. Karenanya Mia tak mau menganggu meski Karalyn sejak tadi ingin menempel padanya.

Itu bisa nanti. Kalau saja Karalyn juga berencana menginap di sini, mereka bisa mengobrol sepanjang malam. Itu akan terasa sangat menyenangkan.

"Ulang tahun Mia, bulan depan ya?" ucap Karalyn antusias.

"Ulang tahun lo juga," balas Jeremy.

Pembahasan mereka ternyata jauh dari apa yang ada dipikiran Mia. Jeremy dan Karalyn sedang membahas tentang ulang tahun.

"Hehe iya sih. Tapi kan duluan Mia. Jadi mari pikirkan apa yang harus kita lakuin buat ulang tahun Mia kali ini." Karalyn berpikir keras.

Lalu saat melihat Sagara kembali setelah berbincang dengan para orang tua, Karalyn segera memanggilnya.

"Ulang tahun?" Sagara yang tipe masa bodoh mana peduli dengan hal-hal seperti itu.

"Gue ngikut aja deh. Susah nentuin selera Mia."

Jeremy dan Karalyn menatap Sagara datar. Apa Sagara pikir cuma dia yang tak mengerti dengan selera Mia?

"Argh! Gue juga nggak punya ide!" Karalyn mendesah kesal.

Karalyn yang sudah lama berteman dan sering bermain dengan Mia saja juga tak banyak tahu tentang kesukaan Mia.

Setiap kali Karalyn ingin memberi pakaian, produk hasil review-nya, ataupun hadiah Mia selalu menolaknya.
Kenyataanya memang Mia tak terlalu menyukai barang-barang mewah.

"Gue enggak mau Lyn. Gue udah seneng banget lo selalu ada di sisi gue, jadi temen curhat gue. Gak perlu hadiah-hadiahan segala."

"Gue udah cukup sama waktu yang lo kasih ke gue. Itu lebih dari sekedar hadiah."

Sedangkan Jeremy hanya tau jika Mia menyukai sesuatu yang manis seperti permen dan langit.

Permen? Itu terlalu sepele untuk diberikan kepada Mia.

Langit? Jika saja Jeremy bisa membelinya... bodoh! Mana bisa!

"Gitu ya? Sulit-sulit." Jeremy bergumam sembari menyandarkan kepalanya ke sofa.

Dalam posisinya yang mendanggak seperti itu Jeremy bisa melihat Mia berdiri di dapur.

Ngapain sih dia? Bantu para bibi nyuci piring? Kurang kerjaan banget. Batin Jeremy.

Dan juga sejak kapan Sagara sudah berpindah posisi ke sana? Manusia itu kalau topik pembicaraanya terdengar membosankan dia pasti akan langsung kabur begitu saja.

"Mia!" panggil Sagara.

Mia yang sedang mencuci tangannya sontak menoleh. Ada Sagara di belakannya, Mia gatau sejak kapan Sagara ada di sana.

Padahal tadi dia lihat Sagara ikut ngobrol sama Karalyn dan Jeremy. Udah di sini aja orangnya.

"Kenapa Ga?"

Sagara mengambilkan tisu untuk Mia. Mia tersenyum dan berterimakasih.

"Gue cuma mau mastiin aja. Minggu lalu gue lihat lo di rumah sakit... lo beneran ke sana? Gue nggak salah lihat kan? Ngapain lo?"

Wow seorang Sagara membombardirnya dengan banyak pertanyaan sekaligus. Cowok ini pasti sangat amat penasaran dengannya yang pergi ke rumah sakit waktu itu.

"Iya, lo lihat gue ya?" Mia menjawabnya dengan jujur. "Gue ketemu sama dokter Tomi, dia dokter mama gue dulu."

Sagara mengangguk-angguk. Dia pikir Mia akan menutup-nutupinya, ternyata tidak sama sekali. Berarti kekhawatirannya sungguh tidak berdasar.

Ucapan dokter Tomi dan Mia sama persis. Mia datang ke sana karena pria itu adalah dokter ibunya dulu.

"Gue denger lo dibawah asuhan dokter Tomi ya? Keren banget. Lo dari dulu emang keren sih ya.. ikut kelas akselerasi juga. Kating gue nggak tuh." Mia terkekeh mengingat Sagara adalah kakak tingkatnya di SMA.

Saat mereka butuh tiga tahun untuk lulus, Sagara hanya butuh waktu dua tahun untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.

Yah.. Sagara menjadi cucu kesayangan Robert Ariendra bukan tanpa alasan.

"Lo cuma mau nanya itu doang kan? Kalau iya gue mau pergi ke kamar. Udah ngantuk."

Sagara mengangguk, "hmm cuma itu."

Lalu Mia bergegas pergi dari sana. Dengan santai dia menaiki tangga untuk pergi ke kamar Jeremy.

Mia pikir dia bisa langsung merebahkan diri di ranjang karena tubuhnya yang terasa lelah dan berat.

Sayang sekali kesialan yang dia dapatkan karena harus berpapasan dengan Jayden. Pria itu baru saja keluar dari kamarnya. Kamar yang berada tepat di samping kamar Jayden.

Mia terkejut. Jayden juga.

"Mia?"

Jayden ada si sini, kenapa pria itu tidak ikut makan malam wajib di bawah tadi?

Handuk kecil di pundak pria itu dan rambut setengah basahnya mungkin menjawab semua.

Jayden baru saja kembali dari rapat penting. Kakeknya memberi izin, karena Jayden juga baru kembali dari luar negeri dan rapat itu berguna untuk mempromosikan dirinya di perusahaan.

"Aku tau kamu ada di sini bersama Jeremy. Kalian menginap?"

"Iya," jawab Mia tak ingin menatap Jayden sama sekali.

Dia memang menjawab pertanyaan Jayden tapi pandangannya menatap lurus ke kamar Jeremy. Dia ingin segera masuk ke dalam dan mengunci pintunya.

"Mia," Jayden memanggil lagi. Takut Mia menghindar darinya. "Kamu udah bilang sama Jeremy? Tentang hubungan kita, aku—"

Kedua tangan Mia mengepal erat di sisi tubuhnya.

"Gue nggak punya hubungan sama lo!" Dia berkata dengan nada gemetaran. Mia menahan amarah dan air matanya.

"Maaf Mia. Aku minta maaf..."

Jayden sudah pernah mengatakan itu. Dia bahkan pernah hampir bersujud di kaki Mia dan ibu gadis ini.

Saat Jayden terus mengumamkan kata maaf, pria itu juga berniat untuk membawa tubuh Mia ke dalam dekapannya. Sayang sekali, Mia sudah lebih dulu pergi ke kamar Jeremy dan membanting pintu keras-keras.

Jayden kaget tentu sana. Reaksi Mia barusan juga tidak salah.

Tidak hanya Jayden yang kaget ternyata melainkan juga orang-orang di rumah itu. Barusan Mia membuat suara yang memekakan telinga, mereka pikir ada benda pecah belah jatuh atau semacamnya.

"Mia ngapain lagi?!"

"Astaga anak itu! Dia memang sangat tidak cocok menjadi menantu di keluarga ini!"

Komentar-komentar itu saling bersahutan disekitar Jeremy. Jeremy yang hendak mengantar Karalyn ke depan hanya menoleh sesaat ke lantai dua.

Dari sana kakaknya turun menuju ke bawah. Sejak kapan pria itu ada di rumah?

•••

Jeremy masuk ke dalam kamar dan melihat Mia sudah tertidur. Rambut panjangnya digerai seperti biasa. Posisi tidurnya membelakangi Jeremy membuat Jeremy tak bisa melihat wajah Mia.

Jadi Jeremy tidak tahu Mia beneran sudah tidur atau belum.

Dengan santai Jeremy ikut merebahkan diri di ranjang. Ranjang luas itu masih ada banyak space di antara mereka. Jeremy menatap punggung Mia sesaat, lalu kembali menatap langit-langit kamar.

Kalau dipikir-pikir ini pertama kalinya mereka tidur satu ranjang. Hari itu saat menginap di sini Jeremy tidur di kamar sebelah, kamar milik Jayden kakaknya.

Sekarang Jayden ada di rumah. Jadi Jeremy mau tidak mau tidur di kamarnya sendiri.

Sebenarnya ada banyak kamar di rumah ini. Hanya saja Jeremy malas berurusan dengan kamar tak berpenghuni yang dipenuhi debu.

Tau sendiri kan ada banyak alat penyedot debu dan pembersih di penthouse Jeremy?

"Lo udah tidur?" tanya Jeremy tanpa menatap cewek itu. "Gue mau tidur di sini."

Tidak ada jawaban.

Kenapa Jeremy malah seperti meminta izin? Padahal ini juga kan kamarnya!

"Lo nggak berhak ngusir gue karena ini kamar tidur gue."

Mia membuka matanya. Dia belum tidur. Saat Jeremy naik ke ranjang barusan, Mia bisa merasakan pergerakannya.

Jeremy tidur di sebelahnya. Sialan sekali. Padahal Mia ingin sekali menguasai kamar ini sendiri. Mia pikir Jeremy tidak akan datang kemari

Dia menahan air matanya sejak tadi. Mia tidak menyangka, setelah sekian lama dia tidak menangis— sekarang Mia malah ingin menangis lagi.

Tidak boleh! Jeremy tidak boleh tau apalagi melihat kesedihannya.

Tapi Mia tidak tahan. Dadanya terasa begitu sesak. Karena itu dia memutuskan untuk mengubah posisinya menghadap Jeremy.

"Jere..."

Oh, belum tidur ternyata. batin Jeremy.
Dia terdiam menatap mata Mia yang berkaca-kaca.

"Kenapa lo?"

"Tolong peluk gue, Jere."

Jeremy kaget. Gak ada angin gak ada hujan, Mia minta dipeluk olehnya?!

Mia ingin meyakinkan dirinya kalau dia memang bersama dengan Jeremy bukannya Jayden.

Cowok di depannya ini adalah Jeremy, suaminya.

"Lo waras?" tanya Jeremy.

Kaget iya, bingung juga iya dia.

"Gue cuma mau minta pelukan. Lo nggak mau?"

Jeremy bangkir dari ranjang dan beranjak turun secepat kilat. Bukan Mia! Manusia di depannya ini sepertinya bukan Mia.

Apa dia setan penghuni kamarnya yang sengaja menyamar sebagai Mia!?

Wah parah! Apa karena kamarnya ini sudah lama dan jarang ditempati?!

Jeremy turun dari ranjang, Mia ikut bangkit dan duduk di sana. Dia menatap Jeremy sedih.

"Gue tidur di kamar lain aja. Lo bebas pakai kamar gue sepuasnya." ucap Jeremy bergegas pergi ke luar.

Mia tersenyum tipis. "Gue tau kok... lo pasti cuma mau meluk gue kalau ada imbalannya kan Jere?"

"Maksud lo ap—" ucapan Jeremy terhenti. Napasnya tercekat di tenggorokan.

Jeremy melihat Mia dengan senang hati menelanjangi dirinya sendiri. Gaun sederhana itu dia lepas dengan mudah, lalu bra dan celana dalamnya juga disingkirkan dari tubuhnya.

Mia telanjang bulat di depannya!

Jadi alih-alih membuka gagang pintu di belakangnya, Jeremy justru menekan kunci pintu agar pintu kamarnya tertutup rapat.

"Lo gila ya??! Apa yang sebenarnya lo lakukan Mia?!"

Terkadang tingkah Mia benar-benar tak bisa Jeremy mengerti. Cewek ini?! Dia kenapa sebenarnya?!

"Gue cuma mau pelukan. Gapapa kalau ada harga yang harus gue bayar," setetes air mata jatuh di pipi Mia bersamaan dengan senyumnya yang melengkung tipis.

Mia menyeka air matanya dengan cepat. Dia sangat menginginkan pelukan Jeremy. Tidak ada hal lain yang Mia inginkan untuk saat ini.

Yow yow double update nih!
Ada chapter privatenya juga di kk yaaa.

Btw ini mood banget sih jujur. Setidaksabaran itukah kalian?😭
Gue happy artinya cerita gue kalian tunggu-tunggu banget!

Tapi gue belum ada pikiran buat up di KK selain add part mature. Bayangin kalau cerita ini ada 50 chapter terus gue up di KK kek sistemnya baca duluan di sana. Apakah kalian tidak masalah ngeluarin uang sebanyak itu?😭

Mending di sini aja, tapi kalian harus sabar👉👈

Gue belum bisa bikin sistem baca duluan di KK + ngehapus ending terus di pindah ke sana. Jadi kalian wajib ke sana kalau mau tau endingnya—gue enggak mau gitu. Seperlunya aja memanfaatkan KK. Karena jujur gue udah seneng kalian mau nyisihin uang yang gak sedikit buat baca add part di sana.

Terharu nih terharuuuu😭🔥🔥

••


••

Continue Reading

You'll Also Like

Hanya By Hills___

Fanfiction

6.7K 852 17
"We need space." Sang gadis menatap sang lawan bicara putus asa sekaligus penuh harap. Meski berat, sang lawan bicara mengangguk lemah dengan manik m...
810K 77.1K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
14.3K 1.1K 21
[THE DREAM SERIES 2 - COMPLETED] Jaevano Lentino kehilangan kekasih hatinya. Suatu hari, ia bertemu dengan Katherine Kharsa. Wajah gadis itu sangat m...
15K 2.6K 24
[SELESAI] Bintang membuat malam gelap Gigi lebih bersinar dari biasanya. Bintang membuat langit hitam Gigi lebih gemerlap dari biasanya.