DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)

By embrassesmoi

239K 42.8K 15K

Bagi Padaka Upih Maheswari, jatuh cinta pada pandangan pertama sangat mungkin terjadi termasuk ke pria kewarg... More

MOODBOARD
DTYT-Avoir un coup de foudre
DTYT-Les yeux dans les yeux
DTYT-Ne pas faire d'omelette sans casser des oeufs
DTNT-La première fois
DTYT-Avoir envie de quelqu'un
DTYT-Loin des yeux, loin du cœur
DTYT-Avoir du pot
DTYT-Avoir le cœur qui bat la chamade
DTYT-Avoir le coeur sur la main
DTYT-Vivre d'amour et d'eau fraîche
DTYT-Mal tourné
DTYT-De mal en pisfrom
DTYT-Le cœur lourd
DTYT-La première fois
DTYT-Quel choc!
DTYT-Un beau parleur
DTYT-Tomber dans le panneau
DTYT-Un bordel
DTYT-Je ne suis pas né de la veille
DTYT-Commencer une relation
DTYT-La vache!
DTYT-Péter Le Feu
DTYT-Ça alors!
DTYT-Les carottes sont cuites
DTYT-Ca suffit
DTYT-T'es malade ou quoi?
DTYT-J'en ai ras-le-bol!
DTYT-Être dans le ou au trente-sixième dessous
DTYT-Se mettre en boule ou en pétard
DTYT-Le soleil se lèvera et nous essayerons à nouveau
DTYT-Je ferai tout ce que je peux
DTYT-Et puis quoi encore?
DTYT-Mettre de l'huile sur le feu
DTYT-C'est la goutte d'eau qui fait déborder le vase
DTYT-Trouver la perle rare
DTYT-La raison d'aimer, c'est l'amour
DTYT-L' amour donne des ailes
DTYT-C'est la fin de l'histoire

DTYT- Mon Dieu!

5.7K 1K 386
By embrassesmoi

Mon Dieu!

My God!











"PAPA!"

Handjoko memutar tubuhnya dengan cepat begitu juga tangannya yang melebar dengan sigap menangkap tubuh Ervin—bocah berumur 4 tahun—yang tertawa lebar di dalam gendongannya.

"I thought I came late, but it turns out that no one has come yet." Adji berjalan santai di belakang, tampak memeriksa keadaan sekitar Seroja Airport dari balik kacamata hitam yang digunakannya. "Kacaya promised Ervin to come here yesterday, and he has already bothered me to bring him here this morning."

Mengabaikan Adji, perhatian Handjoko terpaku penuh ke arah Ervin yang tampak bersemangat menunjuk ke arah pesawat. "Airplane... Whoa... Papa look..."

"This will be all yours—not just the plane, but the entire Daher Reu." Adji mendengkus, dia mengusap rambut Ervin yang ada di dalam gendongan Handjoko lantas berlalu untuk duduk, menyusul Mas Harjuna yang sudah lebih dulu datang.

"Papa, kita mau pergi ke mana?" Dua mata Ervin yang lebar menatap Handjoko polos.

Handjoko menggeleng, dia membawa Ervin mendekat ke arah kaca agar bocah itu bisa melihat pesawat kesukaannya lebih jelas. "We are not going anywhere, Ervin. We will greet our visitors."

"Ohhhhh..." Kepala Ervin bergerak mengangguk-angguk beberapa kali. "After we welcome them, where will we go on Daddy's plane?" tanyanya, sambil menunjuk pesawat jet milik Pangeran Martaka yang ada di apron.

"Kita nggak akan pergi ke mana-mana, setelah ini kamu harus kembali ke Kerajaan," jelas Handjoko sambil membenahi gendongannya.

Ervin menggeleng, "Daddy said I might come with you to Jakarta. I want to go there. I want to go on vacation," ucapnya mendadak berubah lemas dengan kepala yang bersandar di bahu Handjoko.

Sudah pasti Pangeran Martaka kehabisan ide untuk meladeni Ervin—anaknya itu—dan membuat Ervin diam dengan mengatakan hal-hal tidak masuk akal seperti yang dikatakan bocah berusia 4 tahun itu barusan.

Handjoko mengintip ke arah Ervin yang tampak memasukkan ibu jarinya ke dalam mulut, sementara itu kedua mata bocah itu lama-kelamaan tertutup pelan. Mengetahui kalau sebentar lagi Ervin tertidur, Handjoko memutuskan untuk menggerak-gerakkan tubuhnya, mengayunkan tubuh Ervin sambil berjalan menuju ke arah Mas Harjuna dan Adji yang tampak mengobrol santai.

"Sedikit lagi, dia tidur." Mas Harjuna mengedik ke arah Ervin ketika melihat Handjoko berjalan mendekat. "You are quite in line with children. You look like a parent now," komentarnya barusan cuma ditertawakan Adji yang duduk di sebelahnya.

Seperti biasa, Handjoko memilih mengabaikan Mas Harjuna dan ocehan tidak masuk akalnya.

"How about that Indonesian woman? How did things go? I didn't want to ask you questions all the time because I didn't have much information." Adji mendadak ikut-ikutan berkomentar. "Receiving a warning from the Kingdom and Prince Martaka simply because you are close to a woman... Isn't that crazy?" Berbeda dengan apa yang diucapkannya, raut wajah Adji tampak begitu bahgai saat mengatakannya.

Pantas saja... Handjoko sebenarnya merasa aneh ketika rumor soal hubungannya dan Upih menggegerkan Daher Reu, apalagi orang-orang terdekatnya tahu kalau dia dipanggil ke Kerajaan Daher Reu dan mendapatkan peringatan dari Pangeran Martaka karena kebodohannya—itu yang mereka bilang—ikut campur ke dalam permasalahan yang terjadi pada Upih—malah ditanggapi biasa-biasa saja oleh orang-orang terdekatnya.

Tidak pernah—selama 2 bulan ini—baik itu Adji maupun yang lainnya pernah menyinggung permasalahan yang menyangkut tentang dirinya dan Upih, semuanya mendadak menganggap seakan tidak terjadi apa-apa.

Nyatanya, orang-orang ini—yang sedang menatapnya penuh dengan tatapan penasaran—hanya menunggu timing yang pas untuk bertanya ke Handjoko.

Well, sebenarnya itu lebih baik daripada mereka membuat keributan di saat Handjoko masih dibuat kalang-kabut begitu menerima peringatan dari Kerajaan Daher Reu soal sikapnya yang dinilai terlalu sembrono.

Ya, meninggalkan komentar pembelaan untuk Upih dinilai salah bagi kerajaan Daher Reu. Bukan cuma karena Handjoko terlalu ikut campur dan membuat masalah semakin runyam—itu yang dikatakan oleh pihak Kerajaan—Handjoko juga dinilai tidak profesional karena sikapnya itu dinilai membahayakan bagi proses lanjutan hubungan bilateral antara Indonesia dan Daher Reu.

Peringatan itu tentu hanya bisa diterima oleh Handjoko dengan pasrah, meski dia sudah menjelaskan panjang lebar—seluruh dewan Kerajaan Daher Reu dan Pangeran Martaka memutuskan kalau dia memang pantas disalahkan.

"Nona Upih merupakan anak satu-satunya sekaligus bagian dari keluarga Maheswari, salah satu keluarga konglomerat di Indonesia yang tentunya sangat penting juga untuk kita—Daher Reu. Apa yang saya lakukan tentu murni untuk memperjuangkan sekaligus mempertahankan agar hubungan keluarga Maheswari dan Daher Reu masih bisa berlanjut sampai semua rencana usaha yang sudah kami—kita semua—susun bisa terlaksana."

Berhadapan dengan dewan Kerajaan Daher Reu dan Pangeran Martaka hanya bisa dilakukan dengan logika, selain itu—mereka tidak akan menerima baik itu saran, pendapat, dan pembelaan sekalipun.

Dan apa yang dikatakan Handjoko saat itu sudah cukup logis, dia mengatasnamakan hubungan profesional antara dirinya dan keluarga Maheswari. Handjoko juga menekankan kalau apa yang dilakukannya bisa menambahkan penilaian baik ke keluarga Maheswari, tapi apa yang berusaha dikatakannya dipatahkan Pangeran Martaka di depan dewan Kerajaan.

"Kenyataannya, semuanya berbanding terbalik, 'kan? Kamu mungkin mendapatkan penilaian baik dari keluarga Maheswari, but what about the other people who are saying something about you? What about those who claim that our partnership is nothing more than matchmaking? Do you think such jokes are permissible only to look good in front of the Maheswari family?"

Pangeran Martaka tetap bersikeras dengan keputusan awalnya, di mana Handjoko memang bersalah dan pantas mendapatkan peringatan resmi darinya—sesuatu yang sebenarnya sangat fatal di Daher Reu ketika pekerja Kerajaan mendapatkan peringatan langsung dari Pangeran Martaka.

Selama 2 bulan, Handjoko dijatuhi hukuman untuk tidak aktif di sosial medianya untuk sementara waktu dan segala pekerjaannya di Indonesia akan dialihkan ke timnya sampai pemberitaan di luar mereda.

"Ridiculous, isn't it?" Mungkin untuk pertama kalinya selama Handjoko bekerja di Daher Reu—apalagi dia dikenal sebagai tangan kanan Pangeran Martaka dan selalu patuh dengan segala peraturan Kerajaan—berani mengumpat pelan.

Adji dan Mas Harjuna untuk beberapa detik terdiam sebelum keduanya tampak menahan tawa, "You cursed in front of his son... Oh my...," komentar Mas Harjuna ketika melihat Handjoko masih menutup telinga Ervin yang masih terlelap di dalam gendongannya.

"But I'm not sure which is worse: you being punished in Daher Reu for such a minor incident or your girlfriend facing so much criticism both in Indonesia and Daher Reu." Setelah berhasil meredakan tawanya, Adji ikut menyahut sambil mengarahkan tatapannya lurus ke Handjoko yang berdiri di depannya dan Mas Harjuna.

Diingatkan soal itu, Handjoko hanya bisa menghela napas panjang. Sebenarnya, dia tidak menyangka kalau respons semacam itu yang didapatkan Upih dari pilihannya untuk membela wanita itu dengan menaruh komentar di instagram beberapa waktu yang lalu. Handjoko sendiri sangat terkejut, dia sempat menghubungi Terang—sahabat Upih—yang mengatakan kalau ia tidak perlu khawatir soal Upih.

Tapi, bagaimana bisa Handjoko melakukannya?

"Masalah beginian buat dia, tuh, udah biasa, Han. Lo jangan khawatir soal dia, khawatirin diri lo sendiri. Bukannya lo bilang kalau sekarang lo ada di bawah pengawasan Dewan Kerajaan, ya?" ujar Terang ketika Handjoko menghubungi pria itu untuk menanyakan keadaan Upih.

Selain hukuman sebelumnya, Handjoko juga harus pasrah bahwa setiap gerak-geriknya sekarang dibatasi dan diawasi langsung oleh dewan Kerajaan. Dan karena alasan itulah, Handjoko tidak bisa menghubungi nomor Upih untuk meminta maaf atas keributan yang dibuatnya secara langsung.

Mas Harjuna yang masih tertawa kecil ikut menyahut, "I had no idea. Handjoko had so many fans who were so protective of him. It's quite creepy."

"They are comparing your girlfriend to Tasmirah. Oh, God, isn't that quite a mess?"

Komentar Adji barusan ditanggapi cepat dengan anggukan oleh Mas Harjuna, "Kerajaan sempat kalang-kabut untuk beberapa minggu, while this nerd can just sit in his office and ponder about Upih."

Menggendong Ervin sambil mengayunkannya beberapa kali, Handjoko cuma bisa menanggapi dalam diam. Apa yang dikatakan Adji dan Mas Harjuna tidak sepenuhnya salah—kecuali kata 'kekasih' yang berulang kali keluar dari bibir keduanya—Handjoko memang tidak bisa fokus kerja dan cuma memikirkan Upih dan rasa bersalah pria itu yang semakin tumbuh besar setiap harinya.

Handjoko, Adji, dan Mas Harjuna dengan cepat menghentikan obrolan mereka ketika dari kejauhan mereka menangkap keramaian dan ajudan khusus Kerajaan yang tampak mengamankan area sekitar, sebelum sosok Pangeran Martaka tampak berjalan santai mengenakan kacamata hitamnya.

"Si tua itu mau pamer ke siapa memangnya?" Adji berdecak, melepas kacamatanya ketika menemukan kalau dia memakai kacamata yang sama dengan Pangeran Martaka.

Mas Harjuna ikut berdiri setelah melihat Adji berdiri lebih dulu sambil merapikan kemeja yang dipakainya, "Kamu belum dengar apa-apa? Seharusnya, keluargamu lebih dulu tahu soal ini," tanggapnya membuat Adji tampak kebingungan.

"Keluarganya tidak akan tahu." Handjoko ikut bergumam, dia memutuskan berdiri di sebelah Mas Harjuna. "They made sure that this news did not go out of the royal territory, so they kept things tight," lanjutnya berbisik, memberitahu sesuatu yang kemungkinan sudah diketahui Mas Harjuna.

Sementara Adji tampak kebingungan mencerna obrolan dua arah yang terjadi di antara Handjoko dan Mas Harjuna, kedua pria yang berdiri bersebelahan itu menundukkan kepalanya bersamaan—menyapa Pangeran Martaka yang kini sudah berdiri di depan mereka.

"Ervin tidur?" Pangeran Martaka lalu memberikan kode ke pengawalnya yang langsung berjalan menghampiri Handjoko, mengambil alih Ervin dan membawanya kembali—sepertinya. "Kenapa cuma kalian yang ada di sini? Shouldn't they have arrived yet?" tanyanya sambil melepas kacamata hitamnya.

Handjoko ikut mengarahkan pandangannya ke salah satu pintu kedatangan yang khusus digunakan para bangsawan Daher Reu—yang hanya bisa diakses oleh mereka yang berkepentingan—dan tidak menemukan ada tanda-tanda kalau tamu mereka sudah datang.

"Suta sent me a message 2 hours ago, saying Elok was going through something, but I didn't expect them to take that long to arrive." Mas Harjuna menjawab, ikut mengarahkan tatapannya ke pintu kedatangan di hadapannya.

Helaan napas berat Pangeran Martaka tidak luput dari perhatian Handjoko, pria penguasa Daher Reu itu berdecak. "I'm only waiting for 15 minutes, but if they don't arrive by then—" Handjoko menundukkan kepalanya cepat ketika Pangeran Martaka menatapnya. "—Han, please escort and welcome the other guests to the hotel and take Elok to the Kingdom."

Masih menunduk, Handjoko menganggukan kepala. "Baik, Pangeran Martaka," jawabnya cepat.

"Santailah sedikit..." Kepala Handjoko menoleh ke arah Mas Harjuna yang tampak mengabaikan kode yang diberikan Adji. "I'll bring Elok to meet you later. Sekarang, silakan duduk dan habiskan waktu 15 menit anda dengan santai."

Handjoko, Adji, dan Mas Harjuna langsung menyingkir—mempersilakan Pangeran Martaka untuk duduk sementara mereka bertiga berdiri bersisian.

Berbeda dengan image yang ditunjukkan Pangeran Martaka, Handjoko, Adji, Raden Kacaya, dan Mas Harjuna—kelimanya di Daher Reu masih memperhatikan posisi mereka masing-masing dan sejujurnya hanya beberapa di antara mereka saja yang dekat.

Pangeran Martaka sebagai pemimpin di Daher Reu punya batasan sendiri dalam berteman, dan hanya untuk melancarkan rencana hubungan bilateral antara Daher Reu dan Indonesia lah yang membuat Pangeran Martaka dan dewan Kerajaan memperbolehkannya untuk menjalin hubungan pertemanan dengan mereka.

Selesai Pangeran Martaka duduk dan beberapa pengawalnya menjaga area sekitar, Handjoko, Mas Harjuna, dan Adji hanya bisa berharap kalau tamu mereka bisa datang secepatnya.

Dan tak lama kemudian, sekitar 5 menit kemudian, beberapa pengawal Kerajaan tampak keluar dari pintu kedatangan dan Handjoko sempat mendengar dari pengawal khusus Pangeran Martaka yang mengatakan kalau tamu mereka sudah datang sebelum Pangeran Martaka berjalan dan berdiri tepat di depan mereka bertiga.

"Raden Kacaya stayed at the hotel, saying he wanted to talk to Terang about something important before following him to the Kingdom." Tanpa diminta, Pangeran Martaka tiba-tiba menjelaskan. "Handjoko—"

"He will come to the hotel with the others. Let me take Elok to see you later." Mas Harjuna memotong ucapan Pangeran Martaka dengan kalimat yang kurang lebih sama dengan apa yang dikatakannya sebelumnya.

Handjoko mengerutkan keningnya, dia menatap ke arah Mas Harjuna yang mengangkat kedua alisnya singkat. Tanpa satu katapun yang terucap, Handjoko tahu maksud ucapan Mas Harjuna.

Dan sepertinya bukan cuma dia saja yang paham dengan apa yang dikatakan Mas Harjuna, karena Pangeran Martaka sekarang melemparkan tatapan datar ke arah mereka berdua. "We all live in a country where all regulations, no matter how ludicrous, must be followed. We must all obey the directives that the Kingdom has issued since its inception." Mas Harjuna cuma mengedikkan kedua bahunya ketika bertemu tatap dengan Handjoko. "Be more careful this time around, Han," ucap Pangeran Martaka pada akhirnya.

Sejak dulu—sejak Handjoko bersahabat dengan Pangeran Martaka—semua orang, terlebih mereka yang hidup di Kerajaan tahu seberapa ketatnya peraturan bagi setiap orang yang ada di sana. Pangeran Martaka juga menjadi salah satunya, dia mau tidak mau mengikuti segala perintah dan titah yang diberikan kepadanya.

Dan hukuman yang diberikan ke Handjoko kemarin, Pangeran Martaka tidak punya pilihan lain selain mengikuti peraturan apa yang sudah dibuat—begitu juga dengan saran dari dewan Kerajaan.

Jadi, Handjoko tidak terlalu terkejut kalau pada akhirnya Pangeran Martaka—secara diam-diam—akan memperbolehkannya untuk melakukan sesuatu yang dilarang—yang menurutnya sendiri juga tidak masuk akal—oleh pihak Kerajaan.

Helaan napas berat Pangeran Martaka kembali terdengar, "This is why I don't like you guys being close...," komentarnya dengan suara bisikan yang sangat pelan, sebelum dia berjalan mendekat ke arah pintu kedatangan di mana tamu mereka mulai berjalan keluar dari sana.

Melihat beberapa wajah familiar keluar dari pintu kedatangan membuat Handjoko melangkahkan kakinya menghampiri rekan-rekannya terlebih dulu, "How was your flight? Was everything fine?" Handjoko menyapa singkat Wita yang tampak muram.

"It was a bit chaotic, but we all made it safely," jawab pria itu tampak ogah-ogahan, sambil menggandeng Elok yang juga tampak muram di belakang tubuhnya.

"Hai, Elok?" Handjoko juga ikut menyapa Elok, adik Wita yang sering ditemuinya akhir-akhir ini. "You don't look well."

Belum sempat Elok menjawab, kehadiran Pangeran Martaka membuat Handjoko memundurkan langkahnya dan membiarkan pria berumur 40 tahun itu berdiri di depan Wita dan Elok. "Kenapa?" tanyanya singkat, mengarah ke Elok yang sejak tadi menundukkan kepalanya.

"Can you take us to the nearest hospital? Is that possible?" Tatapan Wita sejak tadi tidak lepas dari Elok yang kini berada di dalam rangkulannya.

Meskipun Pangeran Martaka mengangguk dan dengan cepat memanggil salah satu asisten pribadinya, situasi mendadak berubah tegang sebelum akhirnya Pangeran Martaka membawa Wita dan Elok pergi lebih dulu.

"Sumpah, gue selalu mules kalau ketemu Pangeran Martaka..." Suta meringis, memegang perutnya dan berjalan mendekati Handjoko.

Sama seperti hubungan Pangeran Martaka dengan Handjoko yang dekat tapi masih mengedepankan profesionalitas dan formalitas, hubungan semacam itulah yang dijalin Pangeran Martaka bersama Suta, Wita, dan Terang.

Mereka berdelapan memang tampak dekat di video dan foto yang diambil media, tapi itu semua hanya framing yang sengaja dibangun mereka berdelapan untuk misi melancarkan hubungan bilateral antar dua negara.

Pada kenyataannya, posisi Pangeran Martaka sebagai pemimpin di Daher Reu tetap menjadi sekat di hubungan pertemanan mereka.

Terang menggelengkan kepala, dia berjalan dan menjabat tangan Handjoko. "Gimana? Sehat, Han?"

Handjoko mengangguk, "How about you?" tanyanya balik sambil membalas jabatan tangan Terang.

"I almost died because of..." Terang memutar kepalanya, mengarahkan Handjoko sampai dia melihat sosok Upih yang sedang berjalan berdampingan dengan Sukma. "I need to reach the hotel as soon as possible... My ears need to rest... I need peace..."

Mungkin ini menjadi pengalaman pertama kalinya Handjoko melihat penampilan Upih yang sesantai ini, hanya kemeja putih dan celana jeans juga sneaker dengan warna yang sama. Wanita itu tampak mengobrol seru—hanya dirinya sendiri karena Sukma tampak abai di sebelahnya—menunjuk ke beberapa bagian airport dengan senyum lebar.

"Itu yang namanya Upih?" Tubuh Handjoko sempat tegang saat mendengar suara Mas Harjuna bergumam di belakangnya. "Isn't it the same woman from the video you watched in your office?"

Kepala Handjoko bergerak mengangguk, "Iya." Tatapannya masih mengarah ke Upih yang sepertinya belum menyadari keberadaannya.

"Senyumlah sedikit... Look, there are many women who come here, and they think it's better to experience turbulence along their flight than to be greeted by your grumpy face." Mas Harjuna menyikut pelan lengan Handjoko dan memutuskan untuk berdiri di sebelahnya, ikut menyapa beberapa tamu

"It's better than having to put up with your flirting after experiencing severe turbulence." Suta yang sejak tadi diam memperhatikan ikut menyahut dan menerima lirikan tajam dari Mas Harjuna.

Handjoko mendengkus, ia menatap Mas Harjuna dengan tatapan menang sebelum dia kembali mengarahkan seluruh fokusnya ke Upih yang malah asyik berpose dengan bantuan Sukma tanpa tahu kalau mereka sedang menungguinya.

Dan benar saja, setelahnya Handjoko mendengar Terang menghela napas panjang. "Sebentar, biar gue samperin—"

"Nggak usah." Handjoko menahan lengan Terang. "Kalian bisa pergi duluan, I'll take the two of them to the hotel later," jelasnya sambil menggelengkan kepala.

"It's horrible to witness a man like Handjoko acting serious with a woman." Adji pura-pura bergedik ngeri, dia lalu memutar tubuh dan mulai berjalan menuju pintu keluar bandara. "But, if the woman is indeed that beautiful, I can understand why Handjoko, who has never broken a royal law before, would do so."

"Can't the fact that he was famous as the faithful dog of Daher Reu Kingdom for 38 years and then made a scene over a woman as lovely as Upih be put later on his resume?" canda Suta yang juga ikut berjalan bersama Terang, Adji, dan Mas Harjuna.

"Tapi, dia memang cantik. Sialnya, kenapa dia harus bertemu dulu dengan Handjoko?" Mas Harjuna juga ikut menyahut, masih bisa terdengar oleh Handjoko meski langkah mereka sudah menjauh.

Suara tawa Terang terdengar bersama seutas kalimat yang semakin membuat ramai lorong—jalan keluar mereka—meski keempatnya sudah tidak terlihat lagi. "Bukannya malah jauh lebih sial lagi kalau sampai dia ketemu lo duluan?"

Hanya karena Handjoko membela seorang wanita dan sempat membuat keributan, orang-orang terdekatnya mendadak berperilaku aneh. Mereka berpikir ada niat khusus Handjoko ketika menolong Upih, tapi kalau dipikir-pikir semua orang yang melihat kecelakaan itu sudah pasti akan membela Upih—apalagi dengan ketidakadilan yang diterimanya—Handjoko jelas tidak akan bisa diam saja.

Lamunan singkat Handjoko buyar ketika mendapati tamu lain sudah mulai mengikuti yang lainnya untuk berjalan keluar, sementara dia masih melihat Sukma dan Upih sibuk melihat handphone mereka.

"Buruan, Pik! Yang lain udah pada jalan duluan... Astaga, kenapa lo ribet banget kudu foto, sih? Toh, nggak bakal bisa lo posting juga nantinya!" Suara Sukma yang terdengar kesal akhirnya membuat Handjoko melangkahkan kakinya mendekat.

Senyum lebar Upih masih terulas, "Santai aja, sih, Sukma. Nggak usah buru-buru, slow—"

"Ditungguin, kok." Handjoko menyahut, lebih untuk menenangkan Sukma yang tampak panik karena terus menoleh ke arah pintu keluar. "Hai, Siang. Selamat datang di Daher Reu," sapanya menatap Sukma dan Upih yang sama-sama terdiam.

Keterdiaman Upih tak berlangsung lama karena senyum wanita itu kembali terulas, "Good afternoon. Glad to see you again," sapanya sambil mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Handjoko.

Handjoko mengangguk singkat, membalas jabatan tangan Upih sambil menundukkan kepalanya. "Masih mau foto di sini?" tanyanya sopan.

Sementara Sukma menatap Upih dengan tajam sambil menganggukan kepalanya, Upih malah menggelengkan kepalanya. "Sudah cukup, kok."

Mencoba mengabaikan Sukma yang melempar protes dengan suara pelan ke Upih, Handjoko memutuskan untuk berjalan lebih dulu didampingi ajudannya yang dengan sigap berjalan di sisinya dan sisanya berjalan mengikuti di belakang Sukma dan Upih.

"Gue pikir lo baru mau balik nanti malam, Pik." Begitu sampai di area luar pintu khusus, ketiganya langsung mendapatkan sapaan penuh sinis dari Suta.

Tidak lagi..., batin Handjoko dalam hati.

Upih kembali melebarkan senyumnya, "Tadinya, sih, mau begitu. But now that I remember I am coming with you, I will give in because I am sure you will make a lot of noise," balasnya tak kalah sarkas.

Adji dan Mas Harjuna yang tadinya tampak sibuk dengan handphone mereka masing-masing, lantas mengalihkan fokus mereka ke Upih dengan tatapan geli dan terhibur.

"Maaf, saya lupa memperkenalkan diri." Mas Harjuna mendorong bahu Handjoko agar dia bisa berhadapan dengan Upih dan Sukma. "Mas Harjuna Pakuardjakara," sapanya ramah, menyambut uluran tangan Upih lebih dulu.

"Padaka Upih Maheswari. Oh, I've seen you on television a lot lately; it seems like all the women in Indonesia are really into you."

Mas Harjuna tertawa kecil, membuat Suta, Adji, dan Terang menatap jijik ke arahnya. "It's a shame that you're not one of those Indonesian women."

Memasang raut wajah sedih—sama seperti yang dilakukan Mas Harjuna—Upih membalas tak kalah dramatisnya, "Sayang sekali... Mungkin di kesempatan lain?"

Handjoko menatap Hublot yang melingkari pergelangan tangannya, seharusnya mereka sekarang sudah ada dalam perjalanan menuju hotel. Tapi, karena obrolan panjang—

"You have a unique ideal type." Tanpa melihat pun, Handjoko tahu siapa yang bicara barusan. "Adji Duwur Aryaguna. Salam kenal Upih, Sukma."

"What are your plans after this? If you don't have anything planned, I can show you around before you have to deal with all of the Daher Reu Kingdom's formalities the next day." Mas Harjuna menyela obrolan setelah melihat jam di pergelangan tangannya. "If you're interested, you are welcome to join me in my car," sambungnya, menunjuk Rolls-Royce berwarna merah yang tampak paling menonjol.

Sukma dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Saya mau langsung ke hotel saja," jawabnya yang juga ikut diangguki Mas Harjuna.

Kening Handjoko mengerut dalam, dia cuma bisa menghela napas panjang ketika melihat Upih tampak bersemangat mendengar tawaran dari Mas Harjuna barusan.

"Upih mau ikut?" tanya Handjoko.

Upih langsung menatap ke arah Handjoko dan menganggukan kepalanya ragu, "I was planning to head back to the hotel, but the offer right now was too good to pass up," gumamnya pelan.

"Antarkan ke dekat-dekat hotel saja, Mas Harjuna," ucap Handjoko sambil memberitahu tempat-tempat manakah yang bisa dikunjungi Upih dan Mas Harjuna yang letaknya tidak jauh dari hotel tempat Upih menginap nantinya.

Handjoko balik menatap ke arah Mas Harjuna yang melemparkan tatapan datar kepadanya, "Did you just tell me what to do? Whoa, this is incredible...," katanya sambil mendengkus.

"Aren't you the one who told me not to act stiff while I'm around you?" balas Handjoko cepat.

Sambil membuka pintu mobilnya dan mempersilakan Upih masuk ke dalam, kepala Mas Harjuna menggelengkan kepalanya. "Kaku. Harus. Kaku!" ucapnya penuh dengan penekanan. "I just found out that your casual manner is annoying, and I don't like seeing it," sambung Mas Harjuna sebelum dia memutari mobil dan ikut menyusul masuk ke dalam.

"Gue lupa kalau dia juga sama nyebelinnya..." Di sebelah Handjoko, Suta bergumam pelan tapi masih mampu mereka dengarkan.

Terbukti dari Adji yang sekarang tertawa geli, "Dia lebih menyebalkan dari Pangeran Martaka. Tenang, ada banyak orang yang tidak menyukainya, termasuk aku," sambungnya sambil menepuk telapak tangannya dengan Terang.

Tidak lama, kaca di sisi Upih bergerak turun. "Sukma, hati-hati, ya!" Wanita itu lalu menyapa semua sahabatnya, sampai akhirnya dia menatap Handjoko lurus, "Mas, hati-hati juga," ucapnya sambil melambaikan tangan ke arahnya.

Setelah mobil Mas Harjuna bergerak menjauh, semua orang mulai bergerak ke mobil masing-masing untuk pergi ke hotel. Tapi, tidak dengan Handjoko yang masih berdiri di tempatnya, menatap ke arah jalanan depan bandara dalam diam.

"Mas Harjuna nggak akan macam-macam. Meskipun dia aneh dan menyebalkan, tapi dia nggak akan seberani itu, Han." Adji yang dikiranya sudah kembali ke mobil mengulurkan tangannya untuk menepuk bahu Handjoko dari belakang.

Handjoko memutar tubuhnya, dia lalu berjalan bersisian dengan Adji menuju mobilnya. "Who cares about that? I also know Mas Harjuna isn't stupid enough to harm our important guest."

Tidak ada satupun keraguan Handjoko tentang Mas Harjuna, tapi ada beberapa hal yang sejak tadi bercokol di pikirannya. "She had just arrived from a lengthy flight... Is it okay to just leave right away? It's not that I don't want her to go for a look; rather, wouldn't it be preferable to rest first? I mean, she—"

"Ngomel kenapa si, Han? Mukanya kelipet banget?" Suta yang baru saja membantu Sukma masuk ke dalam mobil kembali menghampiri Adji yang berhenti melangkah.

"You should hear for yourself what that stiff just said... Wow, I guess I need a rest too," jawab Adji dengan raut wajah tak percaya dan terkejut.

Suta mengerutkan keningnya, menatap ke arah Adji dan Handjoko yang baru saja masuk ke dalam mobil mereka masing-masing. "Emang di sini, sinting bisa nular, ya?" 

Continue Reading

You'll Also Like

1M 49.2K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
42.5K 7.3K 19
Adhara Kamaniya, 30 tahun. Single, pintar, dan sukses. Cantik, juga disukai banyak pria. Kekurangannya cuma satu, komitmen masalah hati. Di matanya...
4.6K 657 7
Bagi Kaia, dia tahu di dunia ini dia paling menyukai baking. Ah, dan tentu saja Tyaga. Dia bahkan ingin menikahinya. ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ Sedang bagi Tyaga, dia ha...
115K 17.4K 28
[BACA SAAT ON GOING. INTERMEZZO PART DIHAPUS 1X24 JAM SETELAH PUBLISHED] May contain some mature convos and scenes. "Aku akan bayar semua hutang ka...