DANCE TO YOUR TUNE (COMPLETED)

embrassesmoi által

245K 43.6K 15.3K

Bagi Padaka Upih Maheswari, jatuh cinta pada pandangan pertama sangat mungkin terjadi termasuk ke pria kewarg... Több

MOODBOARD
DTYT-Avoir un coup de foudre
DTYT-Les yeux dans les yeux
DTYT-Ne pas faire d'omelette sans casser des oeufs
DTYT-Avoir envie de quelqu'un
DTYT-Loin des yeux, loin du cœur
DTYT-Avoir du pot
DTYT- Mon Dieu!
DTYT-Avoir le cœur qui bat la chamade
DTYT-Avoir le coeur sur la main
DTYT-Vivre d'amour et d'eau fraîche
DTYT-Mal tourné
DTYT-De mal en pisfrom
DTYT-Le cœur lourd
DTYT-La première fois
DTYT-Quel choc!
DTYT-Un beau parleur
DTYT-Tomber dans le panneau
DTYT-Un bordel
DTYT-Je ne suis pas né de la veille
DTYT-Commencer une relation
DTYT-La vache!
DTYT-Péter Le Feu
DTYT-Ça alors!
DTYT-Les carottes sont cuites
DTYT-Ca suffit
DTYT-T'es malade ou quoi?
DTYT-J'en ai ras-le-bol!
DTYT-Être dans le ou au trente-sixième dessous
DTYT-Se mettre en boule ou en pétard
DTYT-Le soleil se lèvera et nous essayerons à nouveau
DTYT-Je ferai tout ce que je peux
DTYT-Et puis quoi encore?
DTYT-Mettre de l'huile sur le feu
DTYT-C'est la goutte d'eau qui fait déborder le vase
DTYT-Trouver la perle rare
DTYT-La raison d'aimer, c'est l'amour
DTYT-L' amour donne des ailes
DTYT-C'est la fin de l'histoire

DTNT-La première fois

7.5K 1.1K 568
embrassesmoi által

La première fois

For the first time





Begitu gerbang utama Kerajaan Daher Reu terbuka, barulah Handjoko berjalan keluar ditemani beberapa pengawal—ajudan khusus Kerajaan Daher Reu—yang mengikutinya dari belakang.

Berbeda dengan perlakuan yang diterimanya di Indonesia, di sini Handjoko diperlakukan bak bangsawan besar—begitu mereka menamai keluarga Hariwibawa. Ke mana-mana, Handjoko selalu diikuti pengawal Kerajaan yang diberikan dan diperintahkan langsung oleh Pangeran Martaka dan keluarga Kerajaan setelah tahu bahwa Handjoko-lah yang meneruskan tugas Yang Terhormat Prambudi Hariwibawa dalam melancarkan hubungan bilateral khususnya dalam bidang ekonomi dengan negara Indonesia.

Sejak satu tahun kembali menjalin hubungan dengan Indonesia, Handjoko has already successfully mediated some major business deals for Daher Reu. Bukan cuma berhasil membawa Kedutaan Besar Republik Indonesia ke Daher Reu, Handjoko juga baru-baru ini berhasil menandatangani kerjasama dengan salah satu stasiun televisi terbesar di Indonesia—TVEight—untuk membangun stasiun tv yang sama di Daher Reu sebagai salah satu dobrakan besar bagi kedua negara yang akhirnya bisa berbagi informasi dengan mudah.

Keberhasilan Handjoko itu tentu membawa dampak besar bagi kedua negara karena sebelum ini, informasi yang bisa didapatkan dua negara ini ke satu sama lain sangat terbatas. Meski sudah berdamai dan kembali menjalin hubungan baik, Daher Reu dan Indonesia sama-sama belum memperbolehkan masyarakat mereka untuk berkunjung dengan mudah ke dua negara tersebut. Hanya orang-orang berkepentingan saja yang bisa berkunjung dengan bebas kedua negara tersebut, termasuk Handjoko yang sekarang sering disebut memiliki 'istri' di Indonesia karena melihat dari seberapa seringnya pria itu berkunjung ke sana.

Melewati beberapa pengurus dan tamu kerjaan dalam perjalanannya kembali ke Gedung Kebesaran pusat—kantor resminya—Handjoko sesekali menaikkan kedua alisnya sebagai gerakan menyapa balik beberapa orang yang mau repot-repot menyapanya.

Tepat ketika Handjoko berbelok menuju Pintu Besar yang menjadi gerbang terakhir Kerajaan Daher Reu—dan hanya khusus bisa dilewati para Bangsawan dan pekerja/staf kelas atas—langkahnya terhenti bertepatan dengan hadirnya Raden Kacaya Arsadjaja dan Mas Harjuna Pakuardjakara beserta pengawal mereka berjalan memasuki Pintu Besar.

Handjoko dengan cepat menundukkan kepala, dan menaruh satu tangan di belakang tubuhnya sebagai bentuk salam penghormatan.

"Sudah pulang, Han?"

Masih menunduk, Handjoko menganggukan kepala. "Sudah, sejak tadi sore," jawabnya cepat.]

Handjoko merasakan tangannya dipukul lumayan keras. "Kenapa, kaku sekali, sih?" Suara Mas Harjuna membuat kepala Handjoko terangkat rendah. "Compared to the two of us, in terms of royal rank, your position is much higher than ours, and aren't we already close friends now? Try to drop your formalities in front of us for a moment."

Mas Harjuna yang memang selalu terlihat santai terlepas lokasi keberadaan mereka sekarang, seperti biasanya menyapa Handjoko seakan mereka sudah berteman lama dan tidak akan ada yang menegur mereka nantinya—meskipun memang fakta itu benar, mengingat Mas Harjuna memang salah satu keluarga Kerajaan yang jika beruntung nanti akan memimpin Daher Reu itu tampak tidak pernah memikirkan hal-hal semacam Handjoko yang kemungkinan menerima penalti karena dianggap tidak bertindak sopan ke Mas Harjuna.

"Sudah bertemu Pangeran Martaka?" Mengabaikan celotehan Mas Harjuna, Raden Kacaya tampak memotong dengan obrolan yang jauh lebih masuk akal menurut Handjoko.

Handjoko mengangguk, masih mempertahankan salah satu tangannya berada di belakang tubuh. "I just finished meeting with Pangeran Martaka to talk about another cooperation—about the free visit agreement between Indonesia and Daher Reu," jelasnya sambil menurunkan pandangan, menunjukkan penghormatannya ketika bicara dengan anggota Kerajaan Daher Reu.

"That jerk must be bothering you, right?" Mas Harjuna kembali ikut menimpali, kali ini dia menyeringai kesal. "I had raised the subject with him, but he refused to talk about it. He said that the kingdom's offer had no benefit for him. That rich man is well-known for his greed, and it goes without saying that he comes from the Aryaguna family."

Kalau biasanya Raden Kacaya melempar protes karena merasa terganggu dengan ucapan kasar kakaknya itu, kali ini pria berumur 34 tahun itu kelihatan setuju dari gerakan anggukan yang dibuatnya.

Berbeda dengan Indonesia, di Daher Reu seluruh bandara yang totalnya ada 16 bandara dijalankan oleh konglomerat dari keluarga Aryaguna secara turun-temurun. Dan sejak dua tahun ini, semua kendali dalam pelayanan bandara dan segala hal yang terkait dengan bandara diurus langsung oleh Adji Duwur Aryaguna selaku pewaris utama keluarga Aryaguna.

Meskipun tidak terlalu dekat, Handjoko jelas mengenal baik Adji—konglomerat yang beberapa kali tersandung masalah dengan Kerajaan tapi masih bisa berlenggang bebas di Daher Reu itu beberapa kali bersinggungan dengan Handjoko soal bisnis sailing yang dijalankan keluarga besarnya di sini.

"Your best friend is a real pain in the ass," komentar Mas Harjuna, menatap Raden Kacaya dari balik kacamata hitam yang digunakannya.

Handjoko sekali lagi hanya diam, dia sudah tahu betul tabiat Mas Harjuna. Berbeda dengan Raden Kacaya yang juga mengenal kakaknya dengan baik—bukannya mendiamkan—Raden Kacaya malah menimpali, seakan menantang balik. "Dia juga teman baiknya, Mas Harjuna."

"In front of the media and for the good of both countries, he is my friend. Aside from that, I don't wish to get to know that troublemaker." Mas Harjuna berdecak. "Kamu masuk sendiri, sampaikan ke Pangeran Martaka kalau aku ada urusan bersama Han." Tanpa menunggu jawaban Raden Kacaya yang kelihatan sangat keberatan, Mas Harjuna berjalan memutar—kembali keluar dari Pintu Besar yang baru saja dimasukinya.

Mau tidak mau, apa yang dikatakan pria yang umurnya lebih tua satu tahun dari Handjoko itu harus pria itu turuti layaknya perintah. "Saya pamit, Raden Kacaya." Sekali lagi, Handjoko menundukkan kepalanya dan berjalan keluar dari Pintu Besar bersama penjaganya.

"Ke kantormu, kan?" Itu pertanyaan Mas Harjuna begitu Handjoko berhasil mengikuti langkahnya dari belakang. "Jala hari ini absen dari kantor, 'kan? Kamu bisa pulang sebenarnya."

"I have a lot of stuff to do, so I can't just go right back. Especially tomorrow morning, I have to return to Jakarta to meet Wita," jelas Handjoko, menolak tawaran bolos kerja dari Mas Harjuna.

Mas Harjuna sempat melirik ke arah Handjoko, sebelum dia menatap lurus ke arah jalanan besar menuju Gedung Kebesaran Pusat. "Wita? Why not welcome him here? He agreed to play polo with me. Can I come with you tomorrow?"

"Tidak bisa," balas Handjoko cepat. "I met with Wita to discuss our potential working relationship, dan saya dengar dari Pangeran Martaka, besok anda punya jadwal kunjungan ke Pulau Ujung bersama Raden Kacaya." Meskipun terkesan lancang, Handjoko merasa perlu untuk menjelaskan hal barusan.

Lewat ujung matanya, Mas Harjuna melemparkan tatapan tajam ke arah Handjoko bersamaan dengan langkah mereka yang memasuki Gedung Kebesaran Pusat. "Send the message to Wita and Terang. I want them to come here this weekend. I will send a jet, so they have no reason not to come meet me."

"Is that a threat message?" tanya Handjoko bernada sarkas saat ia membiarkan para penjaga membuat barisan lebih dulu di depan untuk melindungi Mas Harjuna saat melewati pintu penjagaan.

Mas Harjuna mengangkat salah satu tangannya, membubarkan pengawal penjagaan di depan pos gerbang utama dari Gedung Kebesaran Pusat. "Ya, anggap saja begitu. Anyway, you need to make sure that those two people come here this weekend," ulangnya lagi, kali ini penuh dengan nada penekanan.

Handjoko mengangguk, dia membiarkan Mas Harjuna masuk lebih dulu ke dalam ruangan kerjanya sebelum ia menyusul diikuti penjaga Mas Harjuna yang berjumlah 4 orang ikut menunggu dan berdiri di setiap sudut ruangan kerja Handjoko.

"Oh, sepertinya kamu punya hobi baru?" Handjoko berhenti melangkah tepat di depan meja kerjanya ketika Mas Harjuna menunjuk ke arah televisi yang ada di ruangan pria itu. "Are you watching TV? In between jobs? This isn't typical of you," komentarnya ke Handjoko yang sekarang terang-terangan menunjukkan wajah terganggunya.

Mengabaikan Mas Harjuna, Handjoko memutari meja dan duduk di kursinya. Ia langsung membuka MacBook dan mengeluarkan dokumen yang sebelumnya diberikan Pangeran Martaka, membacanya perlahan untuk kedua kalinya.

"Oh? Ini YouTube... Han menonton YouTube? Isn't this so strange?" Jelas olokan itu dikatakan Mas Harjuna sambil menatap salah satu pengawal yang berdiri dekat dengan sofa yang didudukinya.

Mengambil kacamata minusnya dari laci, Handjoko sempat mengerutkan kening ketika membaca tulisan tangan Pangeran Martaka yang tidak terbaca karena saking kecilnya. "Is it really that weird? I am a human being who needs enjoyment in the same way that everyone else does," balasnya di sela fokus membaca dokumen yang terbuka lebar di atas meja.

"Aneh, lah." Sahutan cepat dari Mas Harjuna membuat Handjoko akhirnya melepaskan fokusnya untuk menatap ke arah pria yang sekarang membelakangi televisi agar bisa melihat ke arah Handjoko. "Because you're watching a female vlogger. Don't you find this odd as well?" tanya Mas Harjuna dengan ibu jarinya yang menunjuk ke arah televisi yang menunjukkan wajah Upih sebagai thumbnail video di televisinya.

Tanpa sadar, Handjoko menganggukan kepalanya. "Aneh memang, but I'm doing it because of our partnerships with the Maheswari family and TVEight," jelasnya dengan pandangan yang menancap ke arah layar televisi.

Tidak seperti sebelumnya, Mas Harjuna tampak terpekur cukup lama—seperti sedang mengingat-ingat sesuatu—sebelum kepalanya bergerak mengangguk beberapa kali. "Keluarga Maheswari yang sempat kita diskusikan itu? Wita waktu itu bilang soal keputusan keluarga Maheswari tidak sepenuhnya dipegang penuh oleh Chalid, tapi juga anak perempuannya—yang itu?"

Handjoko mengangguk, sambil menumpu dagu dengan tangannya—ia arahkan tatapannya ke layar televisi setelah sempat melirik ke arah Mas Harjuna. "Yang itu." Handjoko mengangguk lagi. "This afternoon, we met at her family's matinée, and as Wita mentioned, she—her name is Upih—is the sole heir to the entire Maheswari family business in Indonesia."

"Does this imply that the plan to build a transmitter station here will also be carried out? Didn't you just mention that you met with the Maheswari family? That's why you met Prince Martaka earlier, right?"

Untuk kesekian kalinya, Handjoko mengangguk.

Tapi, setelahnya ia mengerutkan kening saat mendapati decakkan Mas Harjuna beserta gelengan kepala dan tatapan kagumnya yang terarah ke Handjoko. This situation can also be considered weird, though.

"I really can't stop being amazed by you. I mean, how can you convince those people to believe in you with that grumpy face and your not-so-good personality?"

Adakah penyesalan lain yang dirasakan Handjoko hari ini selain membiarkan Mas Harjuna ikut ke kantornya dan mengganggunya seakan dia pengangguran?

"Just open your mouth a bit here; I'll report it, and you'll be disciplined for two weeks," ucap Mas Harjuna, bahkan sebelum Handjoko sempat membuka mulutnya.

Membuat keributan di lingkungan Gedung Kebesaran Pusat, penyalahgunaan kekuasaan, dan bertindak dengan ancaman—Handjoko sedang mengabsen segala kesalahan dan keluhannya lalu melaporkannya ke asisten utama Pangeran Martaka sebelum keberangkatannya besok pagi ke Jakarta.

Lihat saja nanti...

Mas Harjuna yang melihat kalau Handjoko terdiam merasa menang—merasa di atas awan—pria berumur 39 tahun itu menghadapkan kembali tubuhnya ke arah depan, ke televisi. "By the way, this is your first time conducting such in-depth research. I have known you for 38 years, and this is the first time you have done something like this. And that is why I say this situation is unusual." Mas Harjuna menunjuk ke arah televisi, tepatnya ke wajah Upih.

"Oh, ya?" balas Handjoko terdengar sangat ragu.

Membelakanginya, kepala Mas Harjuna terlihat mengangguk sekali. "Rumors about your homosexuality and secret crush on Pangeran Martaka were already circulating in Daher Reu when you decided to reject your engagement to Tasmirah."

"Tasmirah juga menolak pertunangan itu."

"Tapi, kamu yang menolak pertunangan itu lebih dulu." Dengan raut wajah kesal, Mas Harjuna menolehkan kepalanya ke arah belakang—tepat menatap ke wajah Handjoko. "Memang Tasmirah bisa apa selain mengeluarkan statement yang sama ketika tahu dia ditolak lebih dulu? Why can't your brain function properly when you're best friends with Pangeran Martaka, who should be able to advise you on such issues?" Mas Harjuna berdecak, dia kembali menghadap ke arah depan saat menyadari kalau dia tidak akan mendapatkan respons apa pun dari Handjoko.

Dari banyaknya topik pembicaraan, kenapa Mas Harjuna memilih topik pembicaraan yang bahkan hampir dilupakan Handjoko? Lagipula, kejadian gagalnya pertunangan antara Handjoko dan Tasmirah—yang merupakan anak dari Adik Gusti Raja—sudah lama berlalu. Sekitar 6 tahun lalu, tanpa ada angin atau hujan, tiba-tiba saja Gusti Raja memberitahu Yang Terhormat Prambadi Hariwibawa—Ayah dari Handjoko—bahwa dia ingin mengikat Handjoko dan Tasmirah dalam ikatan pertunangan.

Mendengar rumor semacam itu, beberapa orang di Kerajaan Daher Reu menyambut bahagia dan antusias rencana pertunangan Handjoko dan Tasmirah. Mereka berdua dikatakan pasangan yang cocok, di saat keduanya tidak pernah bertemu. Aneh, bukan?

Saat rumor pertunangan itu didengar Handjoko, dia langsung menolak dan membuat Yang Terhormat Prambadi sempat pusing tujuh keliling. Tidak ada alasan khusus menolak pertunangan itu selain Handjoko belum siap menikah, dia belum memiliki apa-apa untuk meminang seorang wanita, dan saat itu Handjoko juga masih ingin fokus dengan studi dan pekerjaannya.

Dan seperti gayung bersambut, beberapa hari kemudian, Handjoko diundang Tasmirah—yang saat itu tinggal di London untuk menyelesaikan studinya—untuk membicarakan mengenai masalah pertunangan mereka berdua.

Tasmirah juga mengatakan kalau dia menolak rencana pertunangan mereka, alasannya karena dia sudah punya kekasih saat itu.

Karena sudah ada kesepakatan dari kedua belah pihak, Yang Terhormat Prambadi Hariwibawa dan dirinya datang ke Kerajaan Daher Reu untuk menyampaikan penolakan mereka terkait rencana pertunangannya bersama Tasmirah.

Semuanya berjalan lancar, pihak Kerajaan Daher Reu juga menerima alasan dan penolakan Handjoko. Tapi, entah kenapa mendadak banyak muncul rumor aneh lain soal gagalnya pertunangan Handjoko dan Tasmirah. Salah satunya, ya, seperti apa yang barusan dikatakan Mas Harjuna.

"Kembali lagi ke topik pembicaraan kita sebelumnya." Suara Mas Harjuna membuyarkan lamunan Handjoko. "Jadi, ada apa dengan kamu dan si Upih ini?" tanyanya dengan raut penasaran yang terang-terangan tercetak di wajahnya.

Ada apa dengan dia dan Upih? Selain berisiknya wanita itu dan cerdasnya Upih dalam memberitahu cara memakan perkedel kentang bersama sup wortel, juga hubungan profesional yang Handjoko jalin dengan keluarga Maheswari—keduanya tidak memiliki hubungan apa-apa.

"Lihat history-mu, wah..." Mas Harjuna tampak mengotak-atik remote tv sampai menampilkan history tontonan Handjoko sejak tadi sore. "You're spending your time here watching her vlogs, and you claim it's for research since she's connected to the business deal you're about to do? Does that make sense?" katanya, menambahkan beberapa decakan dramatis di akhir kalimatnya.

Memang apa yang tidak masuk akal dari bagian Handjoko yang penasaran dengan Upih dan dia menghabiskan waktunya untuk menonton vlog wanita itu?

Di dalam perjalanan pulang dari Jakarta ke Daher Reu, Darma memberitahu mengenai seberapa besarnya nama Upih di dunia entertainment. Ditambah dengan pengakuan Wita yang mengatakan kalau dia merupakan fans berat dari Upih, Handjoko jadi sedikit penasaran dengan sosok wanita yang selalu punya cara untuk membuat situasi berisik di meja makan di acara matinée siang tadi.

There's nothing wrong with that, right?

"Kalau kamu bertanya-tanya salahnya di mana—" Seakan bisa membaca pikiran Handjoko, Mas Harjuna menjawab pertanyaan yang bercokol di pikirannya sekarang. "—itu karena kamu nggak pernah begini, Han. Prior to today, I had never seen you show this much interest in any woman."

Handjoko menyipitkan mata, masih sambil bertumpu dagu ia mengarahkan tatapannya ke arah wajah Upih yang masih terlihat jelas di layar televisi lalu berganti menatap Mas Harjuna yang juga ikut melihat ke arahnya. "Actually, I've never been very interested in other women," gumamnya pelan.

Kedua mata Mas Harjuna membelalak lebar, dia sampai memukul sofa yang didudukinya dan menunjuk ke arah Handjoko. "Ya, 'kan? Apa aku bilang!"

"I'm more interested in you—" Ucapan Handjoko barusan semakin membuat kedua mata Mas Harjuna melebar. "—why would anyone else even say that I have feelings for Pangeran Martaka when I have feelings for you? I—"

Mas Harjuna memaki kencang, dia langsung berdiri dari sofa dan berjalan terburu-buru menuju ke arah pintu diikuti pengawalnya yang juga ikut bergerak gesit. "IF YOU DO THIS TO ME AGAIN, I WILL LITERALLY MURDER YOU!" katanya penuh dengan penekanan sebelum keluar dari ruangan kerja Handjoko. "Si kaku itu sekarang nggak ada sopan santunnya—"

Kalau saja tidak segera dihentikan, Handjoko tahu kalau seharian ini Mas Harjuna tidak akan membiarkan dirinya bekerja dengan tenang. Sejak awal mengenal Mas Harjuna, Handjoko tahu kalau pria itu terlalu berisik untuk berada di sekitarnya.

Ingat.

Mas Harjuna terlalu berisik, begitu tutur Handjoko.

Anehnya, setelah Mas Harjuna meninggalkan ruang kerjanya, Handjoko malah bergerak menuju sofa dan mengambil remote tv—memutar kembali video vlog Upih—dan dia berjalan kembali ke mejanya.

Selagi mendengar ocehan Upih di layar televisi, Handjoko kembali menekuri dokumen yang seharusnya dia baca sejak tadi.

Tangan Handjoko berhenti bergerak ketika ia ingin membalik halaman dokumen di atas meja, tatapannya mengarah ke video vlog Upih saat wanita itu mengajarkan teknik aktingnya. "There's nothing wrong with that, right?"





***






"Hai, Han."

Kebetulan sekali?

Handjoko meraih tangan Wita dan menjabatnya singkat, "Morning, Ta. I'm sorry I came a little late." Pertama-tama, ia harus meminta maaf dulu, baru setelah itu Handjoko bisa menanyakan hal lain yang membuatnya penasaran sekarang.

"Nggak sama sekali. Santai, Han!" Wita mengibaskan tangannya, dia berdiri berhadapan dengan Handjoko. "Gue juga baru banget sampai. Biasa, Jakarta macet."

"Basi banget alasannya...," gumam salah satu wanita yang tadi Wita rangkul.

Wita langsung menatap ke arahnya dengan raut segan sambil sesekali melirik ke arah Upih—ya, wanita itu juga ada di sini—yang tidak memperhatikannya sama sekali.

Kalau dari janji yang dibuat Wita kemarin, seharusnya hanya ada Handjoko, Wita, Terang, dan Suta di sini. Keempatnya membuat janji untuk berkumpul di sini agar bisa membicarakan masalah lain yang ditemukan Suta soal kerja sama mereka dengan salah satu instansi pemerintah di Indonesia, bukannya untuk menemui teman-teman wanita Wita.

Dan, kenapa Upih bisa ada di sini?

"Sorry, ya, Han. Ini gue kebetulan ketemu sama temen-temen gue di sini." Wita lalu bergerak mendekat ke arahnya, dan berbisik pelan. "By the way, mereka semua yang ada di sini—lo juga udah kenal Upih—datang dari keluarga berpengaruh di sini. It's a coincidence that might benefit you if you could speak with them for a few minutes."

Ah...

Di awal pertemuan mereka, Wita memang menjanjikannya dan perwakilan Kerajaan Daher Reu untuk dikenalkan dengan mereka-mereka yang memiliki pengaruh besar di negara ini. Dan, sepertinya janjinya itu ditepatinya sekarang.

"Kenalin dulu." Wita mendorong pelan lengan Handjoko sampai pria itu sadar dan berjalan mendekat ke arah meja di mana teman-teman Wita duduk. "Yang ini Jenar Pertiwi Kamalawa."

Handjoko menundukkan kepalanya singkat, "Handjoko Hariwibawa," sapanya memperkenalkan diri.

"Dia ini sulung dari keluarga Kamalawa, keluarga produsen rokok terbesar di Indonesia," tambah Wita sambil berbisik pelan. Ia lalu mengenalkannya ke wanita lain, "Kalau ini, namanya Sukma Sari."

"Handjoko Hariwibawa." Sekali lagi, Handjoko memperkenalkan dirinya.

Sapaannya kali ini disambut ramah, "Salam kenal. Sukma Sari," ucapnya ikut memperkenalkan diri.

"The Kings Hotel & Residence punya lebih dari 70 hotel tersebar di Indonesia, dan ada 600an di seluruh dunia. Kamu pasti sudah tahu, kan?" Handjoko mengangguk, mustahil untuk tidak tahu salah satu ekspansi hotel bintang 5 itu di beberapa negara besar di luar Indonesia. "Kalau yang judes ini, Puri Pragiwaka." Setelahnya, Wita mengajaknya berkenalan dengan salah satu wanita yang sejak tadi menatapnya dengan raut masam.

Handjoko mengangguk singkat, "Handjoko Hariwibawa." Dan wanita itu cuma balas mengangguk, tanpa membalas sapaannya.

"Keluarganya Puri ini terkenal karena mereka punya bisnis toko buku terbesar di Indonesia. Ayah dan Ibunya Puri itu Guru Besar di salah satu universitas top di sini," sambungnya, memperkenalkan Puri yang tampak cuek—membuang wajahnya ke arah lain.

Kepala Handjoko bergerak mengangguk-angguk, dia sempat melirik ke arah Upih yang tampak menatap lurus sambil menumpu dagu ke arahnya. "Kalau yang ini?" Handjoko menunjuk ke arah Upih, sempat membuat Wita heran.

"Ini Upih." Lucunya, Upih menunjuk dirinya sambil memperkenalkan dirinya sendiri karena Wita terlalu lambat untuk menangkap bahan candaan yang dilontarkan Handjoko. "By the way, as you may recall, we have yet to properly introduce ourselves," ucap Upih dengan tangannya yang terulur ke depan.

"Halah..."

"Bisa aja, sih, Pik..."

Handjoko sempat menatap ke arah teman-teman Wita yang mendadak menyoraki Upih, sementara Upih sendiri tampak tidak peduli dan tetap mengulurkan tangannya.

Apa yang dikatakan Upih memang tidak sepenuhnya salah, tapi entah kenapa ini terasa seperti Upih sedang membalasnya setelah Handjoko mengerjainya. "Handjoko Hariwibawa," sapa Handjoko pada akhirnya—menyerah.

Senyum Upih terulas sangat lebar sampai kedua mata wanita itu menyipit, ekspresi yang belum pernah dilihat dari Handjoko dari banyaknya video YouTube yang ditontonnya. "Padaka Upih Maheswari," balasnya sambil menggerakan jabatan tangan mereka naik-turun beberapa kali, sebelum akhirnya Upih melepaskan tautan tangan mereka berdua.

"Gue nggak dikenalin kayak yang lain gitu? Upih itu... Yang kayak tadi itu, loh," ucap Upih, ia sedikit menundukkan tubuhnya supaya bisa melihat Wita yang berdiri di belakang tubuh Handjoko.

Mendengar Wita berdecak sambil memasang raut kesalnya, Handjoko menggelengkan kepalanya. "Saya sudah tahu, kok."

"Terang sama Suta belum ada yang datang, jadi nunggu di sini nggak keberatan, kan?" Wita memanggil ajudannya, menyuruhnya untuk menambah satu kursi lain di samping kursi Wita yang bersebelahan dengan Upih. "Terang kebetulan hari ini ada di kitchen, tapi kayaknya dia lagi sibuk banget," jelas Wita yang cuma diangguki Handjoko.

"Tahu soal apa?" Tiba-tiba saja, di sela Wita yang mengobrol dengannya, Upih menyela cepat.

Wita berdecak lagi, "Gue sama Handjoko lagi ngobrol, loh?"

"Lo mending ngobrol sama gue dulu sini, Ta." Wanita bernama Jenar yang duduk di sebelah Wita dengan cepat menarik tubuh Wita, membuat pria itu menatap ke arahnya tanpa banyak protes.

Diam-diam, Handjoko merasa lega. Baru saja dia dibuat merasa canggung karena harus memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk memisahkan Wita dan Upih, mengingat kalau Wita juga merupakan fans wanita itu dan alasan perselisihan mereka adalah Handjoko sendiri.

"Begitu aja, dia baru bisa diem!" Seperti tidak pernah melakukan kesalahan padahal dialah yang membuat Wita kesal, Upih menggelengkan kepala dengan raut wajah terganggu.

Belum apa-apa kenapa Handjoko mendadak merasa lelah, ya? Padahal, alasan dari keterlambatannya—2 menit—untuk menemui Wita dan yang lainnya itu karena ketiduran.

Terlalu cepat untuk mengatakan kalau Upih tidak banyak berubah karena kemarin Handjoko baru saja bertemu dengan wanita itu, tapi dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengatakan kalau Upih memang tidak banyak berubah—masih sama berisiknya seperti kemarin.

Tanpa sengaja, Handjoko bertemu tatap dengan Sukma yang sempat melirik ke arah Upih sebelum dia meringis ketika menatap Handjoko.

Di sebelahnya, Upih masih terus mengomel tidak jelas. Dia mendadak bersikap seakan dia orang dewasa yang harus bermasalah dengan bocah seperti Wita.

Aneh sekali, kan?

Berpikir kalau dia harus melakukan sesuatu, Handjoko mengingat sesuatu. Ia sempat berdiri dari kursinya agar bisa memudahkannya untuk mengambil handphone di saku celana, jari-jarinya tampak menyentuh layar—mengotak-atik sesuatu di sana sebelum menunjukkan handphonenya ke arah Upih.

"Kenapa?" tanya wanita itu, dia sempat menunduk agar lebih jelas melihat layar handphone Handjoko.

"Saya bilang, saya tahu, kan?" ucap Handjoko, membiarkan Upih melihat history YouTubenya yang kebanyakan berisikan video vlog wanita itu.

Kepala Upih dengan cepat menoleh ke arahnya, "I don't know what you think of this, but I assume that you're flirting with me now," bisiknya pelan sebelum kembali menatap layar handphone Handjoko.

...

Bukan...

Bukan seperti itu... Handjoko hanya ingin membuat situasi canggung tadi mereda.

It was not at all what Upih had imagined; it was completely wrong.

Baru saja Handjoko ingin membuka mulutnya untuk menjelaskan, Wita tiba-tiba saja memukul bahunya pelan. "Lima belas menit lagi Suta sampai, gue juga udah bilang ke Terang dan dia bilang bakal nyusul. I've already booked one of the VIP rooms here, terus nanti—"

Selagi mendengar Wita bicara, dari ujung matanya—Handjoko bisa melihat kalau Upih sudah sepenuhnya diam dan tenang—yang bukan dia sekali.

It's his first time, right?

Melihat kalau Upih tampak sibuk mendownload satu per satu vlog miliknya di handphone Handjoko yang masih dipegangnya, bukannya Handjoko bisa menarik dengan sopan handphonenya?

Ini pertemuan kedua mereka, dan bukankah harusnya Upih bersikap segan?

Alih-alih berpikir rumit seperti itu, Handjoko membuang napasnya kasar dan membiarkan Upih melakukan hal yang dia inginkan.

Handjoko butuh Upih untuk diam dan tenang.

Seperti itu, kan?

It's his first time, right?

Olvasás folytatása

You'll Also Like

1.3K 157 1
Jendral Vesperine, pemimpin Pasukan Emas, unit pengamanan elit yang tugas utamanya melindungi Presiden menerima mandat dari Republik untuk menikah la...
781 167 26
Bagi Hans, keadilan itu adalah: 1. Sebuah keniscayaan yang diutarakan oleh berbagai filsuf. 2. Saat kasus kliennya menang, sebelum persidangan dimul...
3.8K 631 9
Aludra ingin putus dari Jeha, apa pun caranya! Setelah perjuangan penuh keringat, air mata, dan drama, akhirnya keinginan itu terwujud berkat bantua...
17.6K 3.7K 33
"I don't believe in Karma, dear Febe." Jantung Febe berdetak lebih kencang mendengar cara David mengucapkan namanya. "I don't ask whether the bad thi...